Anda di halaman 1dari 9

Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Pengaruh Tipe Pola Asuh dan Penerimaan Sosial Terhadap


Perilaku Merokok Pada Remaja
Rahmatika Hamdani1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. This research aims to determine the parenting style’s effect and social acceptance on smoking
behavior in adolescents in Samarinda. The research method is a quantitative method. The sample in this
research were 100 people. Data collection method used a regression test with the help of Statistical Package
for Social Sciences (SPSS) program 24.0 for Windows 7. The results of this research indicate that there is a
significant effect, with the value result of multiple regression full model with F count> F table (152,292>
3.94), adjusted R square = 0.759 and p = 0.000 <0.050 thus, the hypothesis in this research was accepted.
Based on the results of the regression test, it is known that the parenting style affects smoking behavior, as
evidenced by the beta coefficient = 0.345; t count = 5.586> t table = 1.984 and the value of p = 0.000 <0.05.
About 87% refer to the primitive parenting style. then social acceptance has an effect on with smoking
behavior beta coefficient = 0.622; t count = 10,071 <1,984 and the value of p = 0,000> 0.05.

Keywords: parenting style, social acceptance, smoking behavior

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya pengasuhan dan penerimaan sosial
terhadap perilaku merokok pada remaja di Samarinda. Metode penelitian adalah metode kuantitatif. Sampel
dalam penelitian ini adalah 100 orang. Metode pengumpulan data menggunakan uji regresi dengan bantuan
program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 24.0 for Windows 7. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan, dengan nilai hasil model regresi berganda full model
dengan F hitung > F tabel (152.292> 3.94), adjusted R square = 0.759 dan p = 0.000 <0.050 dengan demikian,
hipotesis dalam penelitian ini diterima. Berdasarkan hasil uji regresi, diketahui bahwa gaya pengasuhan
mempengaruhi perilaku merokok, sebagaimana dibuktikan oleh koefisien beta = 0,345; t hitung = 5,586> t
tabel = 1,984 dan nilai p = 0,000 <0,05. Sekitar 87% merujuk pada gaya pengasuhan primitif. maka
penerimaan sosial berpengaruh dengan koefisien beta perilaku merokok = 0,622; t hitung = 10.071 <1.984
dan nilai p = 0.000> 0,05.

Kata kunci: gaya pengasuhan, penerimaan sosial, perilaku merokok

1
Email: hamdanitika@gmail.com
241
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

PENDAHULUAN merokok dengan alasan yang sama dalam merokok.


Sedangkan di usia 13 sampai 15 tahun menyatakan
Perkembangan menuju dewasa, anak
mereka merokok dengan alasan ikut-ikut teman dan
mengalami berbagai perubahan meliputi perubahan
rasa ingin tahu terhadap rokok yang dihisap oleh
biologis, perubahan psikologis dan perubahan sosial
orang dewasa.
(Notoatmodjo, 2007), perubahan tersebut
Wiliana (2010) mengungkapkan dalam
mempengaruhi perilaku anak di lingkungan
penelitiannya bahwa merokok pada umumnya
masyarakat. Perubahan perilaku anak, ada yang
dimulai pada usia remaja. Faktor psikososial yang
mengarah ke arah positif ada pula ke arah negatif,
berhubungan dengan perilaku merokok diusia remaja
perilaku negatif salah satu diantaranya adalah remaja
antara lain stress dan efek negatif, teman sebaya,
dengan perilaku merokok. Dalam kehidupan sehari-
proses coping dan keluarga. Kebiasaan merokok
hari siswa pasti selalu membutuhkan komunikasi
pada usia sekolah di Indonesia sering terlihat pada
untuk berinteraksi dengan orang lain. Sehingga
siswa SMA, karena pada usia ini merupakan suatu
kualitas hidup mereka menjadi rendah dan inilah
masa peralihan antara masa remaja menuju masa
yang menjadi kendala dalam pengembangan sekolah
dewasa.
tersebut (Kusasi, 2014).
Hasil wawancara empat orang subjek tentang
Usia remaja merupakan masa yang rentan bagi
perilaku merokok, subjek R dan H mulai merokok
seseorang untuk terlibat dalam perilaku menyimpang
sejak duduk di bangku SMP, dan subjek F dan A
seperti merokok (Murtiyani, 2011). Bagi remaja
mulai merokok sejak duduk di bangku SMA. Dua di
merokok adalah hal yang tidak asing lagi. Merokok
antara keempat subjek memiliki ayah seorang
cenderung mulai dilakukan ketika remaja duduk di
perokok. Dari keempat subjek tiga diantaranya yaitu
kelas 7 hingga 9, meskipun cukup banyak anak muda
subjek F, R, dan A orangtua mengetahui ketiga
yang mempertahankan kebiasaan merokok selama di
subjek merokok, dengan respon biasa saja tidak
sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Faktor-
adanya bentuk penolakan dari orangtua subjek.
faktor resiko yang menjadikan perokok tetap di masa
Bahkan didapat hasil dari wawancara orangtua
remaja adalah memiliki kawan yang merokok,
subjek R menyatakan tidak keberatan apabila
orientasi akademik yang lemah, dan dukungan
anaknya merokok, karna dirinya juga seorang
orangtua yang rendah (Santrock, 2012).
perokok. Sedangkan orangtua subjek H tidak
Menurut Fatmawati, 2006 (dalam Salawati &
mengetahui apabila subjek merokok.
Amalia, 2010) menyatakan bahwa dalam sepuluh
Ada banyak alasan yang melatar belakangi
tahun tekahir, persentase konsumsi rokok di
perilaku merokok pada remaja, antara lain
Indonesia mengalami peningkatan sebesar 44,1%
mencontoh orangtua, teman dan juga pola asuh
dan jumlah perokok mencapai 70% penduduk
orangtua. Sejalan dengan penjelasan di atas yang
Indonesia. Peningkatan Jumlah perokok ini juga
melatar belakangi terjadinya perilaku merokok
diikuti dengan meningkatnya jumlah perokok usia
adalah pola asuh orangtua. Ada beberapa jenis pola
remaja.
asuh orangtua, yakni pola asuh otoriter, pola asuh
Perilaku merokok yang remaja lakukan
demokratis dan pola asuh permisif. Pola asuh adalah
umumnya dimulai dari melihat orangtua kemudian
salah satu faktor yang secara signifikan turut
mencoba dan mendapat dukungan dari lingkungan
membentuk perilaku dan karakter seorang anak, hal
sekitar, nilai-nilai yang ditanamkan keluarga
ini didasari bahwa pendidikan utama dan pertama
berpengaruh terhadap perilaku anggota keluarga
bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga
tersebut. 64,2% siswa memiliki nilai negatif dalam
pendidikan manapun (Agus, 2012).
keluarga dan 35,8% siswa memiliki nilai positif
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk
dalam keluarga. Nilai negatif yang ditanamkan akan
disukai dan diterima oleh kawan sebaya atau
cenderung melakukan hal negatif, begitu pun
kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa
sebaliknya. Pengaruh orangtua akan beresiko 3,677
senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa
kali untuk merokok dibandingkan dengan siswa yang
sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan
tidak mendapat pengaruh dari orangtua.
diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya.
Dari hasil screening 40 orang remaja terdapat
Kebutuhan seperti inilah yang membuat remaja
72,2 % menyatakan mereka merokok. Dari tabel
menjadi sangat mudah untuk berperilaku seperti
diatas dapat dilihat usia dominan remaja merokok
yang dikehedaki oleh teman sebayanya atau teman
usia 18 tahun dengan alasan menghilangkan stres,
kelompoknya seperti merokok (Santrock, 2007).
namun adapun rentan usia 19, 17 dan 16 tahun
242
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Merokok sering kali dipelajari di rumah atau 1. Fungsi merokok, individu yang menjadikan
lingkungan pergaulan, keluarga, teman, atau anggota merokok sebagai penghibur bagi kehidupannya.
keluarga lainnya. Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan
Penerimaan sosial dari teman sebaya menjadi yang dialami si perokok, seperti perasaan positif
sangat penting bagi remaja sehingga membuat maupun perasaan negatif.
mereka mudah sensitif terhadap tekanan kelompok. 2. Intensitas merokok, seseorang yang merokok
Teman dan orangtua menjadi panutan dan dapat dengan jumlah batang rokok yang banyak
mempengaruhi perilaku merokok pada remaja menunjukkan perilaku merokoknya sangat tinggi.
(David & Zion, 2009). Sedangkan tidak adanya 3. Tempat merokok, individu yang melakukan
larangan terhadap perilaku merokok adalah bentuk aktivitas merokok dimana saja, bahkan di ruangan
dari penerimaan sosial keluarga. Orangtua hanya yang dilarang untuk merokok menunjukkan
menganjurkan agar tidak merokok sebelum bisa bahwa perilaku merokoknya sangat tinggi.
mencari uang sendiri. Namun ada banyak juga 4. Waktu merokok, seseorang yang merokok di
orangtua yang membiarkan perilaku remaja dengan segala waktu (pagi, siang, sore, malam)
bebas dan tidak pernah memperhatikan tetang menunjukkan perilaku merokok yang tinggi.
kebiasaan merokok. Seseorang yang merokok dipengaruhi oleh
Hasil wawancara dari empat subjek R, H, F keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya
dan A menyatakan bahwa teman-teman dan ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca
lingkungan memberi respon biasa saja ketika dingin, setelah dimarahi orangtua, dan lain-lain.
mengetahui subjek merokok tidak ada bentuk
penolakan yang diterima keempat subjek ketika Tipe Pola Asuh
merokok bersama teman-teman. Bahkan dua Baumrind menyatakan (dalam Papalia, 2004)
diantaranya subjek R dan A menyatakan mereka Pola asuh adalah cara orangtua membesarkan anak
tidak mendapat penolakan dari keluarga. dengan memenuhi kebutuhan anak, memberi
Hasil penelitian Conrad, Flay & Hill, (1992) perlindungan, mendidik anak, serta mempengaruhi
yang menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari.
pengaruh yang kuat terhadap munculnya perilaku Marlina (2014) menjelaskan bahwa pola asuh
merokok pada tahap pemula (dalam Vitoria et al, orangtua yaitu pola pengasuhan orangtua terhadap
2009). Selain pengaruh sosial, pengaruh keluarga anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan
maupun pengaruh teman sebaya, studi lain yang serta melindungi anak dalam mencapai proses
dilakukan Rapeah, Munirah, & Latifah, at. al. (2008) kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan
merokok pada remaja pria menemukan bahwa sesuai dengan kehidupan masyarakat. Bagi setiap
pengetahuan terhadap rokok, sikap terhadap rokok, orangtua, tipe pola asuh yang diterapkan itu sebagai
status merokok teman, status meokok ayah, ras, jenis pola asuh paling baik untuk mengasuh anak.
pekerjaan orangtua, dan jurusan sekolah Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2004) membagi pola
berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja. asuh dalam tiga tipe, yaitu: Authoritarian,
Permissive dan Authoratative.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Authoritarian / otoriter
Pola asuh authoritarian adalah cara orangtua
Perilaku merokok
mengasuh anak dengan menetapkan standar
Perilaku merokok adalah perilaku yang di nilai
perilaku bagi anak, tetapi kurang responsive pada
sangat merugikan dilihat dari bebagai sudat pandang
hak dan keinginan anak. Orangtua berusaha
baik bagi diri sendiri maupun orang sekitar (Aula,
membentuk, mengendalikan, serta mengevaluasi
2010). Menurut Levy (dalam Nasution, 2007)
tingkah laku anak sesuai dengan standar tingkah
perilaku merokok adalah suatu aktifitas yang
laku yang ditetapkan orangtua. Dalam pola
dilakukan individu berupa membakar dan
pengasuhan ini orangtua berlaku sangat ketat dan
menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang
mengontrol anak tapi kurang memiliki kedekatan
dapat dihisap oleh orang-orang disekitarnya.
dan komunikasi berpusat pada orangtua. Orangtua
Menurut Lavental dan Cleary (dalam
sangat jarang terlibat dalam proses memberi-
Komalasari, 2000), perilaku merokok dapat dilihat
menerima (take & give) dengan anaknya.
dari empat aspek perilaku yaitu:

243
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

2. Permissive / permisif yang hendak dimakan dan mengenai waktu


Pola pengasuhan ini berbeda dengan pola asuh tidur)
authoritarian. Pada pola pengasuhan permisif 3. Authoritative/ demokratis
orangtua hanya membuat sedikit perintah dan a. Menyediakan lingkungan rumah yang penuh
jarang menggunakan kekerasan dan kuasa untuk kasih dan suportif
mencapai tujuan pengasuhan anak (Bee & Body, b. Menerapkan ekspetasi dan standar yang tinggi
2004). Orangtua bersikap responsive terhadap dalam berperilaku
kebutuhan anak tetapi mereka menghindari segala c. Menjelaskan mengapa beberapa perilaku dapat
bentuk tuntutan ataupun kontrol kepada anak- diterima sedangkan perilaku lainnya tidak
anak. Orangtua menerapkan sedikit sekali disiplin d. Menegakkan aturan-aturan keluarga secara
dan sekalipun mereka menerapkan disiplin konsiten
kepada anak, mereka bersikap tidak konsisten e. Melibatkan anak dalam proses pengambilan
dalam penerapan. keputusan dalam keluarga
3. Authoritative / demokratis f. Secara bertahap melonggarkan batasan-batasan
Pola asuh Authoritative adalah cara orangtua saat anak semakin bertanggung jawab dan
mengasuh anaknya dengan menetapkan standar mandiri.
perilaku bagi anak dan sekaligus juga responsive
terhadap kebutuhan anak (Bee & Boyd, 2004). Penerimaan Sosial
Pada bentuk pola asuh ini orangtua menggunakan Penerimana sosial menurut Hurlock (2007)
pendekatan rasional dan demokratis. Orangtua adalah penerimaan sosial sebagai keberadaan
menawarkan keakraban dan menerima tingkah seseorang yang dekat dan hangat dalam suatu
laku asertif anak mengenai peraturan, norma dan kelompok. Penerimaan sosial menurut Berk (2003)
nilai-nilai. Orangtua dengan pola pengasuhan adalah kemampuan seseorang sehingga ia dihormati
seperti ini mau mendengarkan pendapat anak, oleh anggota kelompok yang lainnya sebagai partner
menerangkan peraturan dalam keluarga, dan sosial yang berguna. Kemampuan ini meliputi
menerangkan norma dan nilai yang dianut. Selain kemauan untuk menerima orang lain
itu orangtua juga dapat bernegosiasi dengan anak sekurangkurangnya sabar menghadapi, bersikap
(J.P. Hill dalam Papalia, 2004). tenang, ramah tamah dan sebagainya. Penerimaan
Menurut Baumrind (dalam Ormrod, 2008) sosial dapat memudahkan dalam pembentukan
terdapat aspek-aspek tipe pola asuh orangtua yaitu: tingkah laku sosial yang diinginkan, reinforcement
1. Authoritarian/otoriter atau modeling dan pelatihan secara langsung dapat
a. Lebih jarang menampilkan kehangatan meningkatkan keterampilan sosial.
emosional dibandingkan keluarga otoritatif Menurut Hurlock (2007), beberapa faktor yang
b. Menerapkan ekspetasi dan standar yang tinggi menyebabkan remaja diterima sebagai berikut:
dalam berperilaku 1. Kesan pertama yang menyenangkan sebagai
c. Menegakkan aturan-aturan berperilaku tanpa akibat dari penampilan yang menarik, perhatian,
mempertimbangkan kebutuhan anak sikap yang tenang dan gembira.
d. Mengharapkan anak memenuhi peraturan 2. Reputasi sebagai seorang yang sportif dan
tanpa pertanyaan menyenangkan.
e. Hanya sedikit ruang bagi dialog timbal-balik 3. Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan
antara orangtua dan anak (sedikit ruang bagi teman-teman sebaya.
anak untuk memberikan umpan-balik kepada 4. Perilaku sosial yang ditandai oleh kerjasama,
orangtua). tanggung jawab, panjang akal, kesenangan
2. Permissive/ permisif bersama orang-orang lain, bijaksana dan sopan.
a. Menyediakan lingkungan rumah yang penuh 5. Matang, terutama dalam hal pengendalian emosi
kasih dan suportif serta kemampuan untuk mengikuti peraturan-
b. Menerapkan sedikit ekspetasi atau standar peraturan.
berperilaku bagi anak 6. Sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian
c. Jarang memberi hukuman terhadap perilaku sosial yang baik seperti jujur, setia, tidak
yang tidak tepat mementingkan diri sendiri dan ekstraversi.
d. Membiarkan anak mengambil keputusan 7. Status ekonomi yang sama atau sedikit di atas
secara mandiri (misalnya mengenai makanan anggota-anggota lain dalam kelompoknya dan

244
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

hubungan yang baik dengan anggota-anggota memiliki varian skor sedang, 7 remaja (7%)
keluarga. memiliki varian skor rendah di Samarinda. Nilai
8. Tempat tinggal, yang dekat dengan kelompok varian skor rata-rata tipe pola asuh berdasarkan
sehingga mempermudah hubungan dan partisipasi kategori sangat tinggi dan tinggi. Hal ini
dalam berbagai kegiatan kelompok. memperkuat hasil screening yang telah peneliti
lakukan sebelumnya yang menunjukan bahwa 30%
METODE PENELITIAN remaja merokok karena lingkungan.
Hasil nilai regresi parsial terhadap aspek fungsi
Metode penelitian yang digunakan dalam
merokok menunjukan bahwa aspek permisif
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
berpengaruh pada aspek fungsi merokok pada remaja
jenis penelitian regresi ganda. Populasi dalam
di Samarinda sebesar beta = -0.092, t hitung > t tabel
penelitian ini berjumlah 100 orang remaja di
= -2.349 > 1.984 dan p = 0.021. Pola asuh permisif
Samarinda. Metode pengumpulan data pada
yang cenderung memberikan kebebasan pada anak
penelitian ini menggunakan skala likert. Alat
untuk berbuat apa saja, dapat berpotensi membuat
pengukuran atau istrumen yang digunakan terdapat
anak menjadi bingung dan salah arah dalam
tiga macam, yakni: skala perilaku merokok, tipe pola
berperilaku (Agus, 2012).
asuh dan skala penerimaan sosial. Selain itu,
Pola asuh permisif memberikan pengawasan
pengumpulan data dalam penelitian ini
yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada
menggunakan try out terpakai, yaitu merupakan
anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
suatu teknik untuk menguji validitas dan reliabilitas
yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak
dengan cara pengambilan datanya hanya sekali dan
menegur atau memperingatkan anak apabila anak
hasil uji-cobanya langsung digunakan untuk menguji
sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan
hipotesi. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
yang diberikan oleh mereka. Namun orangtua tipe
menggunakan uji korelasi product moment dengan
ini biasanya bersifat hangat, sehingga sering kali
menggunakan bantuan program SPSS 24.0 for
disukai oleh anak (Suparyanto, 2010).
windows.
Beta = 0.884, t hitung > t tabel = 19.253 >
1.984 dan p = 0.000. Hal ini bermakna bahwa aspek
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
kesan pertama berpengaruh pada aspek fungsi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui merokok pada remaja di Samarinda. Menurut
pengaruh tipe pola asuh dan penerimaan sosial Lavental dan Cleary (dalam Nasution, 2007)
terhadap perilaku merokok pada remaja di merokok diunjukan untuk mengikuti kebiasaan
Samarinda dengan jumlah sampling sebanyak 100 kelompok, indetifikasi dengan perokok lain dan
sampel remaja yang berusia 16 hingga 18 tahun. untuk menetukan image diri seseorang. Oskamp
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan (1984) menyatakan bahwa setelah mencoba rokok
metode Purposive Sampling serta perhitungan pertama, seorang individu menjadi ketagihan
statistik dengan hasil penelitian sebagai berikut. merokok, dengan alasan-alasan seperti kebisaan,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurunkan kecemasan dan mendapatkan
terdapat pegaruh yang signifikan antara tipe pola penerimaan.
asuh dan penerimaan sosial terhadap perilaku Hasil analisis regresi parsial terhadap aspek
merokok pada remaja di Samarinda dengan F hitung intensitas merokok pada remaja di Samarinda
> F tabel = 152.292 > 3.94, Adjusted R square = menunjukan bahwa aspek perilaku sosial
0.759 dan p = 0.000 (p < 0.050). Hal ini berpengaruh terhadap aspek intensitas merokok pada
menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak. remaja di Samarinda. Dibuktikan dengan nilai beta =
Artinya perilaku merokok remaja di Samarinda di 0.473, t hitung > t tabel = 4.604 > 1.984 dan p =
pengaruhi oleh tipe pola asuh dan penerimaan sosial 0.000 lebih kecil dari 0.050. Terdapat banyak alasan
sebesar 75%, sedangkan 25% dipengaruhi oleh melatar belakangi remaja untuk merokok. Secara
faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini. umum berdasarkan kajian Kurt Lewin, merokok
Hasil uji deskriptif menunjukan tipe pola asuh merupakan fungsi dari lingkungan dan individu.
permisif lebih dominan dari pada tipe pola asuh Artinya, perilaku merokok selain disebabkan dari
otoriter dan demokratis, dengan jumlah 100 subjek faktor lingkungan juga disebabkan oleh faktor diri
didapat nilai varian skor sangat tinggi 56 remaja atau kepribadian.
(56%) memiliki varian skor sangat tinggi, 31 remaja
(31%) memiliki varian skor tinggi, 14 remaja (14%)
245
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Faktor dalam diri remaja dapat dilihat dari Hasil analisis regresi parsial bertahap didapati
kajian perkembangan remaja. Remaja mulai bahwa aspek perilaku merokok dengan waktu
dikatakan merokok oleh Erikson berkaitan dengan merokok pada remaja di Samarinda menunjukan
adanya krisis aspek prososial yang dialami pada bahwa aspek permisif, demokratis, reputasi,
masa perkembangannya yaitu masa ketika mencari penampilan, status ekonomi dan tempat tinggal
jati diri (Gatchel, 1989). Seperti yang dikatakan oleh berpengaruh terhadap aspek perilaku merokok
Brigham (1991) bahwasanya perilaku merokok bagi dengan waktu merokok pada remaja di Samarinda.
remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari Dibutikan dengan nilai aspek permisif beta = -0.389,
kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik t hitung > t table = - 3.810 > 1.984 dan nilai p =
terhadap lawan jenis (Helmi, 2000). 0.000 < 0.050. Nilai aspek demokratis beta = -1.427,
Hasil analisis regresi model parsial terhadap t hitung > t table = -4.121 > 1.984 dan p = 0.000.
aspek perilaku merokok dengan tempat merokok Nilai reputasi beta = 0.582, t hitung > t table = 5.156
pada remaja di Samarinda menunjukan bahwa kesan > 1.984 dan nilai p = 0.000. Nilai status ekonomi
pertama dan perilaku sosial mempengaruhi perilaku beta = 0.289, t hitung > t table = 3.602 > 1.984 dan
merokok pada aspek tempat merokok, dibuktikan nilai p = 0.001. Kemudian nilai aspek tempat tinggal,
dengan nilai beta = 0.252, t hitung > t table = 2.403 beta = 0.643, t hitung > t table = 5.039 > 1.984 dan
> 1.984 dan nilai p = 0.018 < 0.050. Kedua nilai dari nilai p = 0.000.
aspek perilaku sosial beta = 0.755, t hitung > t tabel Pola asuh orangtua merupakan salah satu
= 10.259 > 1.984 dan nialai p = 0.000. indikasi bagi anak dalam mengontrol perilakunya di
Perilaku merokok, pada umumnya dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Orangtua memiliki
dengan berbagai alasan menurut persepsi perokok, pengaruh yang sangat besar dalam membentuk
seperti untuk menghilangkan stres, agar terlihat perilaku anak. Mengklasifikasikan tiga bentuk pola
jantan atau iseng saja. Alasan lain agar terlihat keren, asuh yang digunakan orangtua dalam menanamkan
dapat menibulkan perassan relaks, menjadi lebih nilai-nilai dan norma-norma pada anak antara lain
terkenal dan terlihat lebih terkenal dan terlihat otoriter, demokratis dan permisif (Kohn dalam
dewasa. Dengan diketahuinya persepsi-persepsi Kastutik, 2013).
tersebut, akan mempengaruhi perilaku seseorang Pola pendidikan demokratis adalah suatu cara
termasuk kesan pertama dan perilaku sosial dalam mendidik atau mengasuh yang dinamis, aktif dan
pada tempat merokok (Khairatunissa dan Fachrizal, terarah yang berusaha mengembangkan setiap bakat
2018). yang dimiliki anak untuk kemajuan
Hal ini didukang dan hasil wawancara pada perkembangannya. Pola ini menempatkan anak
subjek H, R, A dan F yang menyatakan bahwa sebagai faktor utama dan terpenting dalam
tempat mereka merokok pertama kali adalah di pendidikan. Hubungan antara orangtua dan anaknya
warnet. Dimana kesan pertama dari warnet adalah dalam proses pendidikan diwujudkan dalam bentuk
sebagai tempat yang menyenangkan untuk human relationship yang didasari oleh prinsip saling
berkumpul bersama teman-tema, untuk menghargai dan saling menghormati.
menghilangkan stress dan memenuhi rasa ingin tau. Pola permisif diartikan sebagai cara mendidik
Hal ini sesuai dengan hasil screening yang dengan membiarkan anak berbuat sekehendaknya,
menyatakan bahwa 45% remaja merokok muncul orangtua tidak memberi pimpinan, nasehat maupun
dari rasa ingin tau, 25% muncul dari stress, dan 30% teguran terhadap anaknya. Pendidikan anak dimulai
disebabkan lingkungan. melalui tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga,
Disamping itu, perilaku merokok dapat terjadi sekolah dan organisasi.
melalui mekanisme peer sosialization, dengan arah Simon (1999) berpendapat bahwa laki-laki
pengaruh berasal kelompok sebaya, artinya ketika merokok dianggap hal yang wajar dan merupakan
remaja bergabung dengan kelompok sebayanya budaya yang sesuai, terbukti pada pesta-pesta atau
maka remaja akan dituntut untuk berperilaku sama perjamuan dan pertemuan di desa, rokok menjadi
dengan kelompoknya, sesuai dengan norma yang suguhan untuk laki-laki. Selain itu, pencitraan yang
dikembangkan oleh kelompok tersebut. Remaja pada dihasilkan oleh iklan-iklan di Indonesia juga masih
umumnya bergaul dengan sesama mereka, tertuju pada laki-laki, seperti pencitraan laki-laki
karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh merokok macho, keren dan sebagainya. Hal ini bisa
kesamaan usia, jenis kelamin dan ras (Soetjiningsih, menjelaskan alasan perokok masih didominasi laki-
2004). laki. Penggunaan tembakau di kalangan perempuan

246
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

tetap merupakan isu penting terlepas rendahnya Saran


tingkat merokok, meskipun rendah persentasenya Berdasarkan hasil penelitian yang telah
setidaknya dua juta perokok di Indonesia yang dikemukakan di atas, maka saran yang dapat peneliti
merokok. berikan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan 1. Bagi siswa
bahwa terdapat pengaruh antara tipe pola asuh dan Siswa diharapkan dapat merancang suatu rencana,
penerimaan sosial terhadap perilaku merokok pada untuk meneruskan target atau tujuan seperti
remaja di Samarinda. Tipe pola asuh orangtua dalam membuat jadual belajar dan waktu bermain,
mendidik anak di rumah dan penerimaan sosial yang membuat target apa saja yang ingin dilakukan
diterima oleh anak dari lingkungan sekitar dapat untuk aktivitas pengembangan diri. Siswa
mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. diharapkan menerapkan rencana yang telah dibuat
Penelitian lebih jauh dapat di lakukan untuk seperti melakukan tindakan-tindakan yang telah
membuktikan hal tersebut dan untuk direncanakan dalam kegiatan belajar dengan tepat
menyempurnakan penelitian ini. serta mengarah ke tujuan yang diinginkan
Kelemahan dalam penelitian, bahasa skala contohnya mendapat nilai terbaik dan juara kelas,
yang normatif, peneliti kesulitan mencari subjek serta siswa sebaiknya berusaha menyelesaikan
yang bersedia, dan skala tipe pola asuh yang tidak tugas dengan tepat waktu. Siswa diharapkan
seimbang, serta skala dalam penelitian ini mengukur efektivitas dari rencana yang telah
menggunakan try out terpakai. dibuat, pengukuran itu dapat membantu siswa
dalam menentukan dan menyadari apakah
KESIMPULAN DAN SARAN perencanaan yang tidak direalisasikan itu sesuai
dengan yang diharapkan atau tidak, serta apakah
Kesimpulan
hasil yang didapat sesuai dengan yang
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
diharapkan. Seperti perolehan hasil belajar sesuai
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
dengan yang diharapkan, kemudian siswa mampu
1. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh
mengatur waktu antara belajar dan bermain.
orang tua dan regulasi diri dengan motivasi
2. Bagi Orangtua
berprestasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2
Diharapkan memiliki komunikasi antara orang tua
Samarinda. Semakin baik pola asuh orang tua dan
dan anak, hal tersebut merupakan usaha orang tua
semakin baik kemampuan siswa dalam
menciptakan komunikasi verbal dengan anak.
meregulasi dirinya maka semakin tinggi motivasi
Beberapa bentuk komunikasi yang dapat terjadi
berprestasi pada siswasiswi.
yaitu komunikasi berpusat pada orang tua,
2. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara
berpusat pada anak atau terjalin komunikasi dua
pola asuh orang tua dengan motivasi berprestasi
arah (orang tua dan anak). Sebagai contoh yakni
pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Samarinda.
menanyakan bagaimana kegiatan anak di sekolah,
Semakin tinggi pola asuh orang tua maka
apa yang anak rasakan, ada tugas atau tidak.
motivasi siswa dalam berprestasi akan semakin
Dengan begitu anak akan memiliki motivasi
tinggi pula. Sebaliknya semakin rendah pola asuh
berprestasi lebih baik dan merasa dirinya
dari orang tua maka semakin rendah pula
bertanggung jawab terhadap tugas yang
motivasi berprestasi pada siswa.
dikerjakannya dan akan berusaha sampai berhasil
3. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara
meskipun tugas tersebut sulit. Diharapkan orang
regulasi diri dengan motivasi berprestasi pada
tua mendorong kemandirian anak dan mendorong
siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Samarinda.
anak supaya memiliki rasa tanggung jawab atas
Semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki siswa
segala tindakan. Seperti membimbing anak untuk
maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi
dapat menyelesaikan tugas sekolah sendiri, serta
dalam diri siswa tersebut. Sebaliknya semakin
membimbing anak untuk dapat menyiapkan
rendah kemampuan siswa dalam meregulasi
perlengkapan sebelum sekolah. Sehingga anak
dirinya maka semakin rendah motivasi siswa
belajar memperbaiki hasil kerjanya dengan
dalam berprestasi.
sebaik-baiknya untuk meraih predikat terbaik
serta tingkah laku mereka lebih berorientasi ke
depan. Orang tua diharapkan dapat
mengungkapkan dalam menunjukkan kasih

247
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

sayang, perhatian terhadap anak dan bagaimana Mampu Secara Ekonomi. Jurnal Psikologi
cara memberikan dorongan kepada anak. Seperti Pendidikan dan Perkembangan. 3 (01), 31-34.
pencurahan cinta dan pengorbanan orang tua bagi Idrus, M. 2004. Metode Penelitian Ilmu Sosial.
anak yang ditunjukkan dengan sentuhan fisik, Yogyakarta: Erlangga.
pemberian dukungan verbal terhadap tingkah laku Irawati. 2009. Mendidik dengan Cinta. Bekasi:
dan perasaan anak. Serta kemampuan orang tua Pustaka Inti.
mengenali tingkah laku dan perasaan anak, Kusasi, M. (2014). Hubungan Empati dan
merasa bangga dan senang atas keberhasilan Komunikasi Interpersonal Dengan Kualitas
anak, serta memberi perhatian pada kesejahteraan Hidup. Psikostudia: Jurnal Psikologi, 3(1), 37-
anak. 49.
3. Bagi peneliti selanjutnya Leman, K. (1999). The Birth Order Book: Why You
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk Are The Way You Are. USA: Revell a division
meneliti lebih lanjut tentang motivasi berprestasi of Baker Publishing Group.
disarankan agar dapat mempertimbangkan faktor- Neal, D., & Carey, K. (2005). A Follow-Up
faktor lain yang mungkin berhubungan dengan Psychometric Analysis Of The SelfRegulation
motivasi berprestasi, misalnya pengaruh Questionnaire. Psychology of Addictive
kebudayaan, pengaruh dari peran jenis kelamin, Behaviors. 19 (4), 414–422.
pengakuan dan prestasi. Bagi peneliti yang Rachmah, D. N. (2015). Regulasi Diri dalam Belajar
tertarik melanjutkan penelitian ini maka dapat pada Mahasiswa yang Memiliki Peran Banyak.
melanjutkan penelitian dengan memperluas Jurnal Psikologi. 42 (1), 61–63.
orientasi kancah penelitian pada tingkat Schunk, D. H., Pintrich, P. R., & Meece, J. L.
pendidikan lain dengan karakteristik subjek yang (2010). Motivation in Education: Theory,
berbeda sehinggadapat mengungkap banyak Research and Application (3rd Ed). Prentince
wacana baru dengan daya generalisasi yang lebih Hall: New Jersey.
luas. Schunk, D. H. (2012). Learning Theories An
Educational Perspective (Teori-teori
DAFTAR PUSTAKA Pembelajaran Perspektif Pendidikan Edisi
Keenam). Penerjemah: Eva Hamdiah, Rahmat
Alfiana, A. D. (2013). Regulasi Diri Mahasiswa
Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ditinjau dari Keikutsertaan dalam Organisasi
Sinatryani, N., Menaldi, A., & Widyasari, P. (2014).
Kemahasiswaan. Jurnal Ilmiah Psikologi
Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan
Terapan. 01 (02), 2301-8267.
Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa Sulung
Arif, K. (2013). Hubungan Antara Motivasi
di Universitas Indonesia dengan Batasan Usia
Berprestasi dan Flow Akademik. Calyptra:
Remaja. FPSI UI. 1-9.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung:
Surabaya. 2 (1), 1-5.
Pustaka Setia.
Bee, H., & Boyd, D. (2010). The Growing Child.
Sugianto. (2006). Pentingnya Motivasi Berprestasi
Boston: Pearson Education, Inc.
dalam Mencapai Keberhasilan Akademik
Darmaningtyas. (2004). Pendidikan yang
Siswa. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Memiskinkan. Yogyakarta: BPFE.
Bimbingan. 5-14.
Djaali. (2011). Psikologi Pendidikan. Jakarta: P.T.
Suparyanto. (2010). Konsep Pola Asuh Anak.
Bumi Aksara.
(Online) http//:drsuparyanto.blogspot.com.
Elsola, D. A. N. (2016). Korelasi Regulasi dan
Diakses pada Selasa tanggal 11 November
Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi
2014 pukul 10.15 WIB.
Siswa Pada Mata Pelajaran Ipa Kelas IV.
Suryadi, B., Soriha, E., & Rahmawati, Y. (2017).
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 12
Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua,
Tahun ke-5. 1.122-1.126.
Konsep Diri dan Regulasi Diri terhadap
Garliah, L., & Nasution, F. K. S. (2005). Peran Pola
Motivasi Berprestasi Siswa. Jurnal Ilmu
Asuh Orang Tua dalam Motivasi Berprestasi.
Pendidikan. 23 (2), 91-92.
Psikologia. 1 (1), 38-39.
Susanto, H. (2006). Mengembangkan Kemampuan
Haryani, R. (2014). Motivasi Berprestasi pada
Regulasi diri untuk Meningkatkan
Mahasiswa Berprestasi dari Keluarga Tidak

248
Psikoborneo, Vol 7, No 2, 2019: 241-249 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Keberhasilan Akademik Siswa. Jurnal Di Smp Negeri 1 Sangkapura Gresik. Jurnal


Pendidikan Penabur. (7), 64-71. Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. 01 (02),
Susanto, A. H. E., & Nurhayati, F. (2013). 363–365.
Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Ulwan, A. N. (2009). Pendidikan Anak dalam Islam.
dengan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VIII Jakarta: Pustaka Amani.

249

Anda mungkin juga menyukai