Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan landasan teori yang terdiri dari konsep slow stroke

back massage, konsep Hipertensi dan konsep lansia.

2.1 Konsep Slow Stroke Back Massage

Slow Stroke Back Massage adalah tindakan pijat punggung dengan usapan yang

perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). Slow stroke back massage

adalah teknik pijat yang ditandai dengan pijatan yang memanjang, perlahan,

gerakan meluncur dan gerakan stroking yang menggunakan dua tangan secara

bersamaan dan berulang dari daerah sacral ke daerah servical pada tulang

belakang. Teknik untuk melakukan Slow Stroke Back Massage dilakukan dengan

beberapa pendekatan salah satunya metode yang dilakukan ialah dengan

mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan tangan, dengan

kecepatan 60 kali per menit. Kedua tangan menutup suatu area yang lebarnya 5

cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang. Tindakan pijat punggung dengan

usapan perlahan (slow stroke back massage) pada klien dengan penyakit terminal

terbukti menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic (Potter & Perry, 2005).

Slow stoke back massage diberikan selama 5 hari pada waktu siang hingga sore

hari kisaran pukul 15.00-19.00 WIB. Penelitian yang dilakukan oleh

Yeganehkhah (2008), tentang pengaruh slow stroke back massage pada lansia
dengan hipertensi menunjukan pemberian slow stroke back massage selama lima

hari secara signifikan efektif dapat menurunkan tekanan darah pada lansia.

Ketika tidur tekanan darah berada pada titik terendah di malam hari. Sesaat

setelah terbangun, tekanan darah mulai meningkat. Peningkatan terus terjadi

hingga mencapai puncaknya antara tengah hari dan sore hari (Paisal, 2012). Oleh

karena itu terapi diberikan pada kisaran waktu siang sampai sore hari agar terapi

yang diberikan lebih efektif.

2.1.1 Manfaat Slow Stroke Back Massage

Slow stroke back massage juga memiliki beberapa macam manfaat bagi

kesehatan, diantaranya :

1) Membantu memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan darah. Karena

sirkulasinya membaik, maka organ-organ yang ada didalam tubuh

berfungsi dan bekerja dengan baik.

2) Mempengaruhi jaringan tubuh untuk memperluas kapiler dan kapiler

cadangan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan aliran darah ke

jaringan dan organ, meningkatkan proses reduksi oksidasi, memfasilitasi

jantung dan berkontribusi terhadap redistribusi darah dalam tubuh.

3) Mempengaruhi sistem saraf perifer, meningkatkan rangsangan dan

konduksi impuls saraf, melemahkan dan menghentikan rasa sakit dengan

mempercepat proses pemulihan saraf yang cedera.

4) Mempercepat aliran kelenjar getah benih yang meningkatkan gizi jaringan,

mengurangi stasis pada sendi serta organ dan jaringan lain.


5) Memiliki efek fisiologis yang beragam terhadap terhadap kulit dan

fungsinya, seperti membersihkan saluran keringat, kelenjar sebaceous,

meningkatkan fungsi sekresi, ekskresi dan pernapasan kulit.

6) Membuat otot menjadi fleksibel, meningkatkan fungsi kontraktil yang

mempercepat keluarnya metabolit yang merupakan hasil dari metabolisme.

Sementara pada lansia, massage secara berkala dapat menekan laju tekanan

darah, meningkatkan sirkulasi darah, mengendurkan otot, sekaligus merangsang

otot yang lemah untuk bekerja (Trisnowiyanto, 2012).

2.1.2 Pengaruh Slow Stroke Back Massage terhadap tekanan darah.

Slow stroke back massage merupakan gerakan sentuhan dan penekanan pada

kulit area punggung yang memberikan efek rileksasi pada otot, tendon dan

ligament sehingga meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis untuk merangsang

pengeluaran neurotransmitter asitelkolin. Neurotransmitter asetikolin selanjutnya

menghambat aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi sistemik dan

penurunan kontraktilitas otot jantung yang bermanifestasi pada penurunan

kecepatan denyut jantung, curah jantung serta volume sekuncup yang pada

akhirnya menyebabkan penurunan tekanan darah (Retno, 2012).

Efek penurunan tekanan darah dari slow stroke back masssage didapatkan

melalui peningkatan vasodilatasi pembuluh darah dan getah benih, meningkatkan

level serotonin, mengurangi sekresi hormon katekolamin dan dapat mengurangi


rasa nyeri kepala akibat hipertensi, sehingga komplikasi lebih lanjut dapat

dicegah(Arifin, 2012).

Penelitian meek didapatkan hasil bahwa implikasi keperawatan slow stroke back

massage dapat menurunkan tekanan darah, frekuensi jantung dan suhu tubuh

(Smeltzer, 2004). Mekanisme slow stroke back massage (pijat lembut pada

punggung) yaitu meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf

simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehinga terjadi

vasodilatasi diameter arteriol (Cassar, 2003). Sistem saraf parasimpatis

melepaskan neurotransmitter asetilkolin untuk menghambat aktivitas saraf

simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot jantung, volume, volume

sekuncup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian menurunkan tekanan darah

(Retno, 2012).

Sebuah studi dari University of Miami dan Nova Southeastern University di

Amerika yang mengikut sertakan 30 orang responden dengan hipertensi, ternyata

telah diketahui bahwa Back Massage memiliki efek relaksasi dimana efek

relaksasi ini akan menurunkan sekresi hormon stres seperti hormon ketekolamin

dan kortisol, yang diukur melalui saliva responden sehingga tekanan darah klien

menurun (Hernandez, 2000 dalam Arifin, 2012). Massage mempunyai efek

relaksasi yang dapat menurunkan sekresi noreepineprin dan ADH, serta

meningkatkan sekresi endorphin. Kesemua efek ini akan memiliki manfaat dalam

penurunan tekanan darah pada lansia. Temuan dari penelitian ini menunjukan

bahwa terapi pijat adalah intervensi yang aman, efektif, aplikatif dan irit biaya
dalam mengendalikan tekanan darah dari pasien hipertensi dan dapat digunakan

di pusat-pusat perawatan kesehatan dan bahkan dirumah.

2.1.3 Tahap Pelaksanaan Slow Stroke Back Massage

Potter & Perry (2005) menyatakan prosedur pelaksanaan slow stroke back

massage dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Identifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau

vertebrata, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang

menjadi kontra indikasi untuk usapan punggung. Pada klien yang

mempunyai riwayat hipertensi atau disritmia, kaji denyut nadi dan tekanan

darah.

2) Jelaskan prosedur dan posisi yang diinginkan klien.

3) Persiapan bahan dan instrumen meliputi olive oil dan minyak esensial yang

sudah dicampur sesuai aturan pakai, handuk, selimut dan jam.

4) Responden dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama

intervensi, bisa telungkup atau duduk.

5) Buka punggung, bahu dan lengan atas responden lalu tutup sisanya dengan

selimut.

6) Pemberi intervensi mencuci tangan terlebih dahulu dengan menggunakan

antiseptik atau sabun dengan air yang mengalir. Tuang sedikit minyak

ditangan. Jelaskan pada responden bahwa prosedur massage akan dilakukan.

Gunakan minyak sesuai kebutuhan.

7) Letakan tangan pertama-tama pada daerah sacrum, massage dalam gerakan

melingkar. Usapkan ke atas dari daerah sacrum ke bahu. Massage di atas


scapula dengan gerakan lembut dan tegas. Lanjutkan dalam satu usapan

lembut ke lengan atas dan secara lateral sepanjang sisi punggung dan

kembali kebawah ke pu puncak iliaka. Jangan sampai tangan anda terangkat

dari kulit klien. Lanjutkan pola diatas selama 5 menit.

8) Remas kulit dengan mengambil jaringan diantara ibu jari dan jari tagan anda.

Remas ke atas sepanjang satu sisi spina dari daerah sacrum ke bahu dan

sekitar bawah leher. Remas atau usap kebawah ke arah sacrum. Ulangi

sepanjang sisi punggung yang lain.

9) Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa

pemberi intervensi mengakhiri usapanya.

10) Bersihkan kelebihan minyak dari punggungklien dengan handuk mandi.

Bantu lansia memakai bajunya kembali.

11) Bantu klien kembali pada posisi yang nyaman.

12) Letakan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci tangan.

13) Kaji kembali denyut nadi dan tekanan darah responden.

14) Catat respon terhadap massage dan kondisi kulit.

2.2 KONSEP HIPERTENSI

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh

darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO memberikan

batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg. Batasan ini tidak

membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Menurut American

Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau


kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain

yang kompleks dan saling berhubungan. (Singalingging, 2011).

Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur : tekanan darah sistolik

(TDS) > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment

of High Blood pressure (JNC VI) dan WHO/International Society of

Hypertension guidelines subcommittees setuju bahwa TDS dan keduanya

digunakan untuk klasifikasi hipertensi (Kuswardhani, 2006).

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-

perubahan pada organ tubuh, yaitu elastisitas dinding aorta menurun, katup

jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah

menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung

memompa darah menurun menyebabkan menurunya kontraksi dan volumenya,

kehilangan elastisitas pembuluh darah yang disebabkan karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi serta meningkatnya resistensi

pembuluh darah perifer.

Usia diketahui merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi. Sejalan dengan

bertambahnya umur, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah,

tekanan darah sistolik terus meningkat sampai umur 80 tahun dan tekanan

diastolik terus meningkat sampai umur 55-60 tahun. Perubahan-perubahan

normal pada jantung (kekuatan otot jantung berkurang), pembuluh darah


(arterioklerosis), dan kemampuan memompa dari jantung harus bekerja lebih

keras sehingga terjadi hipertensi. Semua hal tersebut ini berhubungan dengan

proses menua dimana dapat mengubah fungsi dan menempatkan para lansia pada

resiko terhadap penyakit (Nosaria, 2012).

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokan menjadi dua. Yang

pertama hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya.Kedua hipetensi

sekunder,disebabkan karna kelainan ginjal dan kelenjar tiroid. Yang banyak

terjadi adalah hipertensi primer, sekitar 92-94% dari kasus hipertensi. Dengan

kata lain, sebagian besar hipertensi tidak dapat dipastikan penyebabnya

(Marliani,2007).

2.2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation, and treatment of High Blood pressure (JNC VII) mengklasifikasikan

tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun keatas menjadi 4 kelompok,

yaitu normal, prehipertensi, hipertensi derajat satu, dan hipertensi derajat dua.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

JNC 7 Kategori Tekanan darah Tekanana Darah


Tekanan Darah Sistolik Diastolik
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-90
Hipertensi - -
Derajat 1 140-159 90-99
Derajat 2 >/= 160 >/= 100
Sumber : Sudoyo, 2006
Sedangakan klasifikasi tekanan darah menurut American Heart Association

sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi menurut American Heart Association

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Pre Hypertension 120-130 80 – 89
Hypertension Stage 1 140-159 90-99
Hypertension Stage 2 ≥ 160 ≥ 100
Hypertension Crisis ≥ 180 ≥ 110
(Emergency)
Sumber : American Heart Association, 2014

2.2.2 Manfestasi Klinis Hipertensi

Menurut Guyton & Hall (2008) sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah

mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan berupa: (1) Nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah

intrakranium; (2) Penglihatankabur akibat kerusakan hipertensif pada retin; (3)

Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat; (4)

Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerolus; (5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler.

Tanda dan gejala hipertensi menurut Kowalak, dkk (2011), sering tanpa gejala

atau asimptomatik namun tanda klinis yang ditimbulkan dapat berupa : (1) Nyeri

kepala oksipital yang bisa semakin parah pada saat bangun di pagi hari karena
terjadi peningkatan tekanan intracranial, nausea dan vomitus; (2) Perasaan

pening, bingung dan keletihan yang disebabkan oleh penurunan perfusi darah

yang disebabkan karena vasokontriksi pembuluh darah; (3) Penglihatan kabur

akibat kerusakan retina dan penurunan perfusi darah kapiler; (4) Nokturia akibat

peningkatan aliran darah menuju ginjal dan peningkatan tekanan pembuluh darah

kapiler; (5) Edema ekstremitasyang disebabkan karena peningkatan tekanan

pembuluh darah kapiler.

2.2.3 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme pengaturan kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat

vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor, bermula pada saraf simpatis

yang berlanjut kebawah menuju korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ke ganglia simpatis yang berada di thoraks dan abdomen. Rangsangan

dari pusat vasomotor bergerak ke bawah ganglia simpatis dalam bentuk impuls

yang bergerak melalui saraf simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, dengan dilepaskanya norepinefrin bermanifestasi pada

berkonstriksinya pembuluh darah.

Respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktordapat dipengaruhi

oleh berbagai macam faktor seperti kecemasan dan rasa takut. Pada waktu yang

bersamaan, respon rangsangan emosi menstimulasi sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah dan kelenjar adrenal yang mengakibatkan tambahan


aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan

vasokontriksi pembuluh darah,begitu juga dengan korteks adrenal yang

mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat efek vasokontriksi pada

pembuluh darah. Vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran

darah ke ginjal yang menyebabkan pelepasan renin. Renini kemudian

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang dapat

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang menyebabkan peningkatan

volume intravaskular. Keadaan diatas cenderung mencetuskan keadaan

hipertensi.

Jika ditinjau dari pertimbangan gerontologis, hipertensi dihubungkan dengan

perunahan struktur dan fungsional sistem pembuluh darah perifer yang

bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah pada lanjut usia.

Perubahan tekanan darah pada lanjut usia dapat disebabkan karena aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan relaksasi otot polos pada

pembuluh darah, keadaan tersebut menurunkan kemampuan distensi dan daya

regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan

arteri dan aorta dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa jantung,

mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan

perifer (Smeltzer & Bare, 2004).


2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi

dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis dan

penatalaksanaan non farmakologis.

a. Penatalaksanaan farmakologis

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi

metabolisme dan distribusi obat, karena harus dipertimbangkan dalam

memberikan obat antihipertensi. Henddaknya pemberian obat dimulai dengan

dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VII pilihan

pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic

atau penyekat beta. Pada HST,direkomendasikan penggunaan diuretic dan

antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam

menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Pada penderita hipertensi dengan

ganguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE

(angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan pilihan

terbaik (Kuswardhani, 2006).

b. Penatalaksanaan non farmakologis

Menurut Ridwanamiruddin, (2007) penatalaksanaan hipertensi non farmakologis

terdiri dari berbagai macam modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan

darah yaitu :

1) Mempertahankan berat badan ideal

Mengurangi berat badan dapat menurunkan resiko hipertensi, diabetes dan

penyakit kardiovaskular. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,

pengurangan sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3


mmHg per kg berat badan. Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan

kelebihan berat badan atau obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama

pada orang berusia sekitar 40 tahun yang mudah terkena hipertensi (Kartikasari,

2012).

2) Kurangi asupan natrium (sodium)

Batasi konsumsi garam yang dianjurkan American Heart Association tidak lebih

dari 2.300 gr (1 sendok teh) per hari (sebagai perbandingan, satu sendok teh

mengandung sekitar 2.400 gr garam) (ClevelandClinic, 2006 dalam Pusat

Jantung Nasional, 2011). Dalam banyak penelitian diketahui, pengurangan

konsumsi garam menjadi setengah sendok teh per hari, dapat menurunkan

tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 2,5

mmHg. Pengaruh ini kebanyakan terjadi pada para lansia ( Pusat Jantung

Nasional, 2011).

3) Menghindari Merokok

Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal

tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu

hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah

akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat

menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal (Kartikasari,

2012).

4) Penurunan Stress

Stress emosional dan mental berkontribusi besar terhadap tekanan darah tinggi,

karena stress menyebabkan peningkatan yang berkelanjutan dalam aktivitas

sistem saraf simpatis yang merupakan bagian dari saraf yang berhubungan
dengan respon fight-or-fight. Ketika sistem saraf simpatik diaktifkan oleh stres,

memicu pelepasan kortisol dan adrenalin yang mempercepat detak jantuk,

konstriksi pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah. Menurunkan

tekanan darah dapat dilakukan dengan mengurangi stres yaitu dengan

memanipulasi aktivitas sistem saraf simpatik dengan menenangkan diri,

meredakan kecemasan emosional, dan mencapai keseimbangan fisik dan mental

yang optimal. Metode mind-body sangat ideal untuk menurunkan darah tinggi

contohnya meditasi, yoga, relaksasi otot, latihan pernafasan dan terapi musik

(Scott, 2012).

5) Terapi Komplementer

Beberapa terapi komplementer yang sudah sering digunakan untuk menurunkan

tekanan darah, antara lain terapi tertawa, terapi musik, relaksasi progresif, yoga,

hipnoterapi, guide imagery (Arthini, 2012). Selain itu salah satu terapi

komplementer lain yang mampu menurunkan tekanan darah adalah terapi

massage. Menurut Dalimartha (2008) dalam Herliawati (2011). Pada prinsipnya

massage yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar

aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat

diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi

terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat

ditekan. Massage mampu mengurangi hipertensi. Ketika dipijat tubuh akan

dirangsang agar mempengaruhi reseptor tekanan dibagian otak yang mengatur

tekanan darah. Massage didaerah punggung dan kaki mampu menurunkan

denyut jantung hingga 10 denyut tiap menitnya dan tekanan darah bisa menurun

hingga delapan persen (Herliawati, 2011).


2.3 Konsep Lansia

Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses

perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade.Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, lanjut usia adalah tahap masa tua dalam perkembangan

individu dengan batas usia 60 tahun ke atas.

2.3.1 Klasifikasi

Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang- Undang No. 13 tahun 1998 adalah

60 tahun. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan

Usia Lanjut, Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti: (1)

Kelompok Pertengahan Umur adalah Kelompok usia dalam masa viritilitas, yaitu

masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan

kematangan jiwa (45-54 tahun); (2) Kelompok Usia Lanjut Dini adalah

kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia

lanjut (55-64 tahun); (3) Kelompok Usia Lanjut adalah kelompok dalam masa

senium (65 tahun ke atas); (4) Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi

adalah Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut

yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

2.3.2 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia dengan Hipertensi

Aspek kesehatan pada lansia ditandai dengan adanya perubahan faali akibat

proses menua meliputi : (Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut, Depkes,

2005).
1) Dengan bertambahnya usia maka massa bebas lemak (teruatama berdiri atas

otot) berkurang 6,3 % berat badan per dekade seiring dengan penambahan

massa lemak 2% per dekade. Masa air mengalami penurunan 2,5 % per

dekade.

2) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada jantung dapat terlihat dari bertambahnya jaringan kolagen,

ukuran miokard bertambah, jumlah miokard berkurang, dan jumlah air

jaringan berkurang. selain itu, akan terjadi pula penurunan jumlah sel-sel

pacu jantung serta serabut berkas His dan Purkinye. Keadaan tersebut akan

mengakibatkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi miokard

disertai memanjangnya waktu pengisian diastolik.

2.4 Peran Perawat Komunitas

Dari tujuh peran perawat yang berdasarkan Konsorsium Ilmu Kesehatan (1989)

yang dikutip oleh Mubarak, Wahid Iqbal, (2009) dalam buku Ilmu Keperawatan

Komunitas pengantar dan Teori, hanya terdapat empat peran perawat ( pemberi

asuhan keperawatan, advokat, edukator dan konsultan) yang diambil oleh

peneliti, yaitu:

(1) Pemberi asuhan keperawatan, Peran ini dapat dilakukan perawat dengan

mempertahankan keadaan kebutuhan dasar manusia melaluuipemberian

pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, sehingga

masalah yang muncul dapat ditentukan diagnosis keperawatanya, perencanaanya

dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan yang

dialaminya dan dievaluasi tingkat perkembanganya; (2) Advokat, Peran ini


dilakukan perawat dalam membantu lansia dan keluara dalam

menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi

lain, khususnya dalam pengambilan keputusan atas tindakan keperawatan yang

diberikan; (3) Edukator, Peran ini dilakukan dengan membantu dalam

meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatanya, gejala penyakit bahkan tindakan

yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan

pemberian pendidikan kesehatan; (4) Konsultan, Peran ini dilakukan sebagai

yempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk

diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang

tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai