Anda di halaman 1dari 12

TERAPI KOMPLEMENTER PADA PENYAKIT

HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS

Disusun Oleh

KURNIA PRISTIYANI
1611020141
KELAS C

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
TERAPI KOMPLEMENTER PADA PENYAKIT
HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS

A. Terapi Komplementer Pada Penyakit Hipertensi


Hipertensi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi atau tekanan darah
tinggi keadaan perubahan tekanan darah meningkat secara kronik. Secara
umum, hipertensi merupakan keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
abnormal tinggi di dalam pembuluh darah arteri (Kholis, 2011). Menurut
Ardiansyah (2012), hipertensi adalah tekanan darah yang bersifat abnormal
dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Apabila
seseorang dianggap mengalami hipertensi maka tekanan darahnya lebih dari
140/90 mmhg. Hipertensi menyebabkan penyakit jantung, stroke, penyakit
jantung koroner, penyakit ginjal, dan demensia (NICE, 2019).
Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%
orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,
333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang,
termasuk Indonesia (Yonata, Satria, & Pratama, 2016). Anwar (2014)
melaporkan sepertiga dari populasi orang dewasa di Asia Tenggara termasuk
Indonesia memiliki tekanan darah tinggi. Hipertensi penyebab kematian
nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi
kematian pada semua umur di Indonesia.
Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 % dari populasi usia 18
tahun keatas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi mengalami komplikasi
stroke sedangkan sisanya mengalami penyakit ginjal, gagal ginjal, dan
kebutaan (Triyanto, 2014). Secara Nasional hasil Riskesdas 2018
menunjukkan bahwa prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi
sebesar 34,11%. Prevalensi tekanan darah tinggi pada perempuan (36,85%)
lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (31,34%).
Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi (34,43%) dibandingkan dengan
perdesaan (33,72%). Menurut Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2018),
Kabupaten atau kota dengan persentase hipertensi tertinggi adalah Kota
Salatiga (77,72%) dan terrendah Kendal (2,72%) sedangkan Kabupaten
Banyumas adalah (8,53%). Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten
Banyumas (2018), Kecamatan dengan presentase tertinggi pertama adalah
Sumbang (19,57 %), sedangkan tertinggi kedua adalah Gumelar (7,14%).
Prevalensi semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Bertambahnya usia menyebabkan fungsi fisiologis mengalami penurunan
akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak
muncul pada lanjut usia atau lansia (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
2017). Lansia sebagai kelompok beresiko (population at risk) dan kelompok
rentan (vulnerable population) yang berjumlah banyak dan meningkat dari
tahun ketahun tentu akan menimbulkan berbagai masalah. Penyakit pada
sistem kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab kematian pada lansia
selain penyakit kanker (Anderson & McFarlane, 2011). Secara global
penyakit kardiovaskuler menyebabkan 17 juta kematian pertahun. Dari
jumlah tersebut 9,4 juta diantaranya disebabkan oleh komplikasi hipertensi
(WHO, 2013).
Terapi non farmakologis yang disarankan sebagai terapi pendamping
terapi medis disebut juga terapi alternatif dan terapi komplementer. National
Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM)
menyebutkan terapi komplementer adalah sekelompok perawatan kesehatan,
praktek, dan produk yang saat ini tidak dianggap sebagai bagian dari
pengobatan konvensional (Lindquist, 2014).
Salah satu bentuk Complementary and Alternative Medicine (CAM)
adalah massage therapy dan terapi rendam kaki. Didalam massage therapy ini
terdapat perlakuan yang salah satunya perlakuan terhadap titik-titik sentra
refleks di kaki dan hal ini disebut reflexology (Jones et al, 2013). Reflexology
merupakan salah satu massage therapy yang dapat menyembuhkan hampir
semua penyakit, serta merupakan terapi yang aman dan tanpa efek samping.
(Pamungkas, 2010). Reflexology merupakan pemberian energi yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui pemijatan untuk memperlancar peredaran
darah, melenturkan otot, meningkatkan daya tahan tubuh, relaksasi
meningkatkan kekuatan pikiran dan tubuh, menstabilkan emosi,
meningkatkan kualitas tidur, restrukturisasi tulang, otot, dan organ,
menyembuhkan cedera baru dan lama, meningkatkan konsentrasi dan ingatan,
meningkatkan rasa percaya diri dan harmoni (Jones et al., 2013).
Efek rendam kaki menggunakan air hangat sama dengan berjalan
tanpa menggunakan alas kaki selama 30 menit (Ernawati & Maulana, 2015).
Prinsip kerja dari terapi ini adalah dengan menggunakan air hangat yang
bersuhu 38-39oC selama 20-30 menit secara konduksi dimana terjadi
perpindahan panas dari air hangat ke tubuh sehingga akan menyebabkan
pelebaran pembuluh darah dan dapat menurunkan ketegangan otot
(Damayanti, 2014).
1. Pijat Refleksi
a. Definisi
Pijat refleksi merupakan suatu bentuk pemijatan tradisional yang
dilakukan dengan cara menarik, meremas, maupun mendorong, dan
memegang untuk merangsang titik akupuntur dan bagian lain dari tubuh
untuk menciptakan keseimbangan dan hormonal dalam sistem tubuh
(Toruan, 2012). Pijatan pada kaki dapat meningkatkan sirkulasi darah,
memberikan efek relaksasi pada jaringan otot dan syaraf dan mempercepat
pembuangan sisa metabolisme dalam tubuh.
b. Manfaat Pijat Refleksi
Menurut Alviani (2015), terdapat beberapa manfaat yang
diperolah ketika dilakukan pijat refleksi, beberpa manfaat tersebut
diantaranya ialah :
1) Melancarkan sirkulasi darah
Sirkulasi darah yang lancar akan mengalirkan oksigen
keseluruh tubuh dengan lebih maksimal dan efektif. Semakin
banyak oksigen yang mencapai organ vital, semakin optimal
fungsi organ tersebut dan juga sistem metabolisme tubuh.
2) Meningkatkan energy
Dengan menyelaraskan fungsi organ dan sistem otat, pijat
refleksi membantu meningkatkan metabolisme dan proses
penciptaan energi dalam tubuh.
3) Relaksasi
Rangsangan yang diberikan sesi refleksiologi yang baik akan
membuat rileks dan akan melancarkan peredaran darah. Lancarnya
peredaraan darah karna dipijat memungkinkan darah mengantar
banyak oksigen dan gizi ke sel-sel tubuh, sekaligus akan membawa
racun untuk dikeluarkan. Terapi pijat refleksi yang diberikan
diarea yang bermasalah pada tangan akan memberikan rangsangan
pada titik saraf yang berhubungan dengan pankreas akan menjadi
lebih aktif sehingga menghasilkan insulin (Lisanawati, 2015;
Yonata et al., 2016).
4) Menyembuhkan penyakit
Manfaat dari pijat refleksi selain membuat tubuh tetap bugar,
pijat refleksi juga mampu menyembuhkan penyakit. Hal ini
dikarenakan tubuh memiliki titik meridian. Titik tersebut
menyambungkan organ luar dan organ dalam, ketika kita
memberikan rangsangan berupa sentuhan pada organ luar, akan
dirasakan oleh organ dalam.
5) Reaksi Tubuh Terhadap Pijat Refleksi.
Ketika proses pemijatan berlangsung, biasanya organ atau
bagian-bagian tubuh yang berkaitan akan mengalami reaksi. Terapi
pijat refleksi memberikan berbagai reaksi, baik secara langsung
yang terlihat ataupun terlihat dikemudian hari.
c. Zona Refleksi
Terapi pijat refleksi merupakan suatu cara untuk mengatasi
gangguan kesehatan dengan cara memijat pada titik atau area refleksi
tertentu pada tubuh manusia sesuai dengan zonanya. Embong et al
(2015), mengatakan bahwa zona refleksi terbagi menjadi beberapa
bagian, diantaranya ialah :
1) Zona longitudinal
Pada zona longitudinal terdapatlima zona di setiap sisi tubuh.
Zona longitudinal dimulai dari ujung jari kaki yang ditarik garis sejajar
dengan ujung jari tangan yang sama, setiap satu level tubuh
mempunyai lebar yang sama. Lima zona longitudinal tersebut
diantaranya ialah :
2) Zona transversal
Zona transversal (melintang) membagi seluruh tubuh
menjadi empat bagian, beberapa diantaranya ialah :
d. Cara Pijat Refleksi Kaki Pada Penderita Hipertensi
1) Effleurage
Effleurage adalah teknik memijat dengan cara melumasi
anggota menggunakan massage oil dan pelembab tubuh/body
lotion. Effleurage memiliki efek meningkatkan aliran darah di
pembuluh darah, dan aliran darah balik. Sisa darah pada tekanan
darah perifer akan mengalir ke pembuluh darah dan jantung lebih
mudah. Akibatnya, suplai darah ke jaringan perifer meningkat,
serta mengurangi pembentukan fibrosis. Effleurage mampu
meningkatkan sirkulasi darah dan getah bening, mendorong
relaksasi, meningkatkan kualitas tidur, mengurangi rasa sakit dan
mengurangi kontraksi otot yang abnormal (Salvo, 2009).
2) Petrissage
Petrissage adalah sekelompok teknik yang berulang-ulang
mengangkat, peregangan, menekan atau meremas jaringan di
bawahnya. Semua gerakan petrissage meningkatkan aliran darah.
Kompresi pada otot merangsang aliran darah vena dalam jaringan
jaringan subkutan dan mengakibatkan retensi darah menurun
dalam pembuluh perifer dan peningkatan drainase getah bening.
Selain itu juga dapat menyebabkan pelebaran arteri yang
meningkatkan suplai darah ke daerah yang sedang dipijat. Di otot,
teknik petrissage dapat meningkatkan pasokan darah dan
meningkatkan efektivitas kontraksi otot serta membuang sisa
metabolisme dari otot-otot, juga membantu mengurangi
ketegangan pada otot, merangsang relaksasi dan kenyamanan
(Salvo, 2009).
3) Tapotement
Tapotement adalah teknik memijat dengan perkusi atau
menepuk secara berulang di jaringan. (Andrade & Clifford, 2001).
Teknik tapottement dapat merangsang aliran darah ke daerah
dipijat. Tapottment juga merangsang memicu vasokonstriksi pada
awalnya yang kemudian diikuti vasodilatasi, yang menghasilkan
suhu yang hangat pada kulit. Tapotement menginduksi relaksasi
otot, merangsang pencernaan, meningkatkan fungsi pernafasan,
mengurangi rasa sakit, meningkatkan limfatik, dan meningkatkan
kenyaman (Dedomenico, 1997; Marliani, 2007; Rattray & Ludwig,
2000).
4) Friction
Friction adalah teknik memijat non spesifik di mana
jaringan superfisial pindah struktur di bawahnya dengan tujuan
meningkatkan mobilitas jaringan,meningkatkan aliran darah dan
mengurangi rasa sakit (Simon & Travell, 1999). Teknik gesekan
sering direkomendasikan untuk pengelolaan pasien cedera, ketika
terjadi reaksi inflamasi (Brukner & Khan, 2001; Lowe, 2003).
Teknik ini dapat meingkatkan penyembuhan jaringan yang cedera
juga memiliki efek analgesik yang kuat (Hammer, 1999).
2. Rendam Kaki Air Hangat
a. Pengertian
Rendam kaki air hangat adalah salah satu terapi relaksasi
yang menggunakan air. Hidrotherapy adalah penggunaan air untuk
menyembuhkan dan meringankan berbagai macam keluhan. Air
dapat digunakan dengan berbagai cara dan kemampuannya sudah
diakui sejak dahulu, bahkan air hangat juga sangat bermanfaat untuk
membuat tubuh menjadi lebih rileks, menyingkirkan rasa pegal-
pegal, meredakan kaku di otot-otot dan mengantar tidur bias lebih
nyenyak (Sustrani, 2006).
b. Dampak Rendam Kaki Air Hangat Secara Fisiologis dan Psikologis
Suhu hangat pada kaki akan merangsang pembuluh darah dan
menyebabkan terjadinya vasodilatasi, pada terapi air hangat ini akan
mampengaruhi saraf simpatis untuk memproduksi renin, selanjutnya
akan mengkonversi angiotensin 1 menjadi angiotensin II, pada
angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron meningkatkan retensi
natrium dan air yang meningkatkan vasopressin sehingga
menurunkan tekanan darah (Destia & Umi, 2014)
c. Respon Tubuh terhadap Rendam Kaki Air Hangat
Air hangat pada dasarnya bekerja dengan meningkatkan
aktivitas sel (molekul) dengan cara mengalirkan energi melalui
konveksi melalui medium cair (Intan, 2010). Rendam kaki dengan
menggunakn air hangat memberikan efek pada beberapa bagian
tubuh atau organ manusia, diantaranya adalah :
1) Jantung
Tekanan hidrostatik yang dilakukan oleh air terhadap tubuh
mengakibatkan dorongan aliran darah pada kaki menuju ke rongga
dada, sehingga darah akan berakumulasi di pembuluh darah besar
jantung. Air hangat akan memicu pelebaran pembuluh darah kulit
dan meningkatkan denyut jantung. Efek yang diberikan ini
berlangsung dengan cepat setelah terapi air hangat diberikan
(Ningrum, 2012).
2) Jaringan otot
Air hangat dapat mendorong otot dan memiliki efek
analgesik. Tubuh yang lelah akan menjadi segar dan dapat
mengurangi rasa letih yang berlebihan. Hal ini dapat mengurangi
gejala kesemutan dan efek relaksasi otot (Darmojo, 2009).
3) Organ pernafasan
Aliran darah yang lancar akan membawa nutrisi dan
oksigen yang cukup untuk dibawa ke rongga dada serta paru-paru.
Peningkatan kapasitas paru juga dapat terjadi. Hal ini juga dapat
mengurangi gejala Sleep Disodered Breathing (SDB)(Ningrum,
2012).
4) Sistem endokrin
Berendam dengan air hangat dapat melepaskan dan
meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan tubuh. Sirkulasi
hormon kortisol misalnya, air hangat dapat meningkatkan sekresi
hormon tersebut dan menimbulkan rasa kegembiraan bagi
seseorang. Pada terapi dengan merendam kaki dengan air hangat
dapat menyebabkan efek sopartifik (efek ingin tidur), hal ini
kemungkinan dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi hormone
melatonin sebagai dampak dari rendam air hangat pada kaki,
sehingga seseorang yang merendam kakinya dengan air hangat
dapat meningkat kualitas tidurnya (Amirta, 2007).
5) Persyarafan
Efek merendam kaki air hangat dapat mengilangkan stres,
tidak hanya itu jika merendam kaki dilakukan lebih dari 5 menit
akan menimbulkan relaksasi (Ebben & Spielman, 2006).

B. Terapi Komplementer Pada Penyakit Diabetes Melitus


Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik akibat
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tubuh tidak dapat
memanfaatkan insulin yang diprodukasi secara efektif, dan menimbulkan
konsentrasi glukosa dalam meningkat (American Diabetes Association, 2009).
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarah ke hipoglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes
melitus adalah penyakit yang memiliki tanda-tanda yaitu peningkatan kadar
gula di dalam darah dengan karakteristik terdapat resistensi insulin dan
kurangnya insulin yang relatif dan bisa terjadi komplikasi akut maupun
kronis. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan
karakteristik peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang terjadi karena
adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin maupun kedua duanya
(American Diabetes Association, 2013)
Angka kejadian DM di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat.
Berdasarkan data International Diabetes Fondation (IDF, 2012), prevalensi
nasional diabetes di Indonesia adalah 4,8 % dan meningkat menjadi 5,85%
pada tahun 2014 (IDF, 2014). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter
tertinggi terdapat di Jawa Tengah (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara
(2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%) sedangkan Yogyakarta sebanyak 1,6 %
(Riskesdas, 2013).
Terapi farmakologi sebagai terapi standar dari diabetes melitus,
berdasarkan American Association Of Clinical Endocrinologists and
American College Of Endocrinology-clincal Practice Guidelines For
Developing a Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan (2015) sebagai
evidence based guidline untuk diabetes melitus. Terapi ini terdiri dari
pemberian obat Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) misalnya
sulfonilurea dan glinid, penambah sensitivitas terhadap insulin misalnya
metformin dan tiazolidindion, penghambat glukoneogenesis misalnya
metformin, dan penghambat absorpsi glukosa misalnya penghambat
glukosidase alfa. Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi
empat jenis, yakni: insulin kerja cepat (rapid acting insulin), insulin kerja
pendek (short acting insulin), insulin kerja menengah (intermediate acting
insulin), insulin kerja panjang (long acting insulin) (Handelsman et al, 2015).
Roohallah dan Fatemeh (2010) melakukan penelitian tentang
kombinasi terapi antara akupresur, hipnoterapi dan Transcendental Meditation
versus Placebo pada pasien dengan diabetes tipe II didapatkan hasil bahwa
akupresur dengan menggunakan kombinasi hipnoterapi dan transcendental
Meditation dapat menurunkan kadar gula darah dibandingkan dengan placebo.
Nakamura et al (2014) mengatakan dalam penelitianya mengenai efek
akupresur bisa menstimulus konsentrasi gula darah yang dilakukan dengan
hewan uji yaitu mencit bahwasanya didapatkan hasil signifikan menurunkan
kadar gula darah. Akupresur bisa mengaktifkan glucose-6-phosphate (salah
satu enzim metabolisme karbohidrat) dan bisa berefek pada hipotalamus.
Akupresur bekerja pada pankreas untuk meningkatkan sintesis insulin,
meningkatkan salah satu reseptor pada sel target, dan mempercepat
penggunaan glukosa didalam sel, sehingga hasilnya adalah menurunkan kadar
gula yang ada di darah. Titik-titik akupresur yang sering digunakan adalah
pada Pishu (BL 20), Feishu (BL 23), Shenshu (BL 23), Zusanli (ST 36),
Sanyinjiao (SP 6), Hegu (LI 4) (Ingle et al, 2011). Sensitifitas insulin akan
baik ditambah dengan meningkatnya GLUT 4 sehingga menyebabkan
kapasitas untuk membawa glukosa serta pemakaian glukosa dalam sel juga
akan semakin meningkat (Patil dan Pardhesi, 2011). Penelitian-penelitian
terapi komplementer, intervensi dengan terapi akupresur menjadi pilihan yang
disarankan diantara terapi komplementer lainnya, karena bersifat sederhana
dan mudah diterapkan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
secara mandiri. Selain itu, akupresur adalah tindakan yang dapat dilakukan
oleh perawat dan merupakan salah satu tindakan yang telah diakui sebagai
salah satu tindakan keperawatan dalam Nursing Intervention Classification
(Dochterment & Bulecheck, 2004). Bahkan menurut Dupler (2005), akupresur
merupakan suatu terapi yang efektif baik untuk mencegah maupun untuk
terapi. Selain itu, tehnik akupresur mudah dipelajari dan dapat diberikan
dengan cepat, biaya murah dan efektif untuk mengatasi berbagai gejala.
Upaya lain yang dapat dilakukan dalam manajemen hipergikemi
adalah terapi alternatif dan komplementer / Complementary and Alternative
Medicine (CAM). Terapi komplementer diperlukan untuk melengkapi atau
memperkuat pengobatan konvensional maupun biomedis agar bisa
mempercepat proses penyembuhan. Salah satu terapi komplementer yang
dapat dilakukan dalam manajemen hiperglikemi pada penderita DM tipe 2
adalah hidroterapi (Wike, 2007).
Hidroterapi atau terapi air putih merupakan metode perawatan dan
penyembuhan dengan menggunakan air putih. Dalam hal ini perawat
mendorong pasien untuk meningkatkan intake cairan secara oral dan
memonitor status cairan.
Hasil penelitian Daniel dan Popkin (2010) menjelaskan bahwa dengan
meminum air putih dapat mengurangi obesitas. Minum air putih sebanyak-
banyaknya atau minimal enam gelas perhari akan memenuhi kebutuhan serat
dan cairan. Hidroterapi dapat membantu proses pembuangan semua racun di
dalam tubuh termasuk kadar gula darah yang berlebih. Hasil penelitian James
(2010) menjelaskan bahwa dengan minum air putih menyebabkan terjadinya
pemecahan gula sehingga untuk mengeluarkan zat-zat kimia melalui ginjal
diperlukan jumlah cairan yang banyak. Untuk menurunkan kadar gula darah
yang tepat bagi penderita DM tipe 2 adalah dengan banyak minum air hangat,
banyak berolahraga dan mengurangi porsi makan (Lumbanraja, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Elmatris (2015) menunjukkan
bahwa seluruh responden mengalami penurunan kadar gula darah sesaat
setelah diberikan terapi oral dan hidroterapi. Terdapat perbedaan yang
signifikan rata-rata kadar gula darah sesaat antara kelompok intervensi
(pemberian terapi oral dan hidroterapi) dan kelompok kontrol (hanya
pemberian terapi oral).
Daniel dan Popkin (2010) menjelaskan bahwa dengan meminum air
putih dapat mengurangi obesitas. Minum air putih sebanyak-banyaknya atau
minimal enam gelas perhari akan memenuhi kebutuhan serat dan cairan.
Hidroterapi dapat membantu proses pembuangan semua racun di dalam tubuh
termasuk kadar gula darah yang berlebih. Hal tersebut diperkuat dengan hasil
penelitian James (2010) menjelaskan bahwa dengan minum air putih
menyebabkan terjadinya pemecahan gula sehingga untuk mengeluarkan zat-
zat kimia melalui ginjal diperlukan jumlah cairan yang banyak dalam satu kali
pemberian pada pagi hari. Mengkonsumsi air putih dapat membantu
membuang zat-zat racun di dalam tubuh termasuk gula berlebih (Sudarmoko,
2010).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Chasanah (2012) menjelaskan
bahwa hidroterapi dapat mencegah terjadinya ulkus diabetikum. Hidroterapi
menyebabkan terjadinya pemecahan gula yang diekskresikan melalui urin
sehingga kadar gula dalam darah dapat terkontrol sehingga komplikasi ulkus
diabetikum dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA

Alviani, P. (2015). Pijat Refleksi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.


Amirta, Y. (2007). Sehat Murah dengan Air. Purwokerto: Keluarga Dokter.
Anderson, B., & McFarlane, C. (2011). Assemblage and geography. Area, 43(2),
124–127. https://doi.org/10.1111/j.1475-4762.2011.01004.x
Anwar, R. (2014). Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas S .
Parman Kota Banjarmasin. 5(1).
Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: DIVA Press.
Damayanti, D. (2014). Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Hidroterapi Rendam Hangat pada Penderita Hipertensi.
Darmojo, B. (2009). Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Dedomenico, G., Wood, E. C. (1997). Beard’s massage (4th ed.). Philadelphia: W.B.
Saunders.
Destia, D., & Umi, P. (2014). Perbedaan tekanan Darah Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Hidroterapi Rendam Hangat pada Penderita Hipertensi. Jurnal
Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2017. 3511351(24).
Ebben, M. R., & Spielman, A. J. (2006). The effects of distal limb warming on sleep
latency. International Journal of Behavioral Medicine, 13(3), 221–228.
https://doi.org/10.1207/s15327558ijbm1303_5
Embong, N. H., Soh, Y. C., Ming, L. C., & Wong, T. W. (2015). Revisiting
reflexology: Concept, evidence, current practice, and practitioner training.
Journal of Traditional and Complementary Medicine, 5(4), 197–206.
https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2015.08.008
Ernawati, D. A. S., & Maulana, M. A. (2015). Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air
Hangat Kerja Upk Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak Dwi Agung Santoso
Program Studi Keperawatan. Jurnal Kesehatan Universitas Tanjungpura, 3(2),
2–4.
Intan. (2010). Dasar-dasar Fisioterapi pada Cedera Olahraga. Yogyakarta: UNY.
Jones, J., Thomson, P., Irvine, K., & Leslie, S. J. (2013). Is there a specific
hemodynamic effect in reflexology? A systematic review of randomized
controlled trials. Journal of Alternative and Complementary Medicine, 19(4),
319–328. https://doi.org/10.1089/acm.2011.0854
Kholis, N. (2011). Bebas Hipertensi Seumur Hidup dengan Terapi Herbal.
Yogyakarta: Real Books.
Lindquist, Ruth. Snyder, Mariah. Fran, M. (2014). Complementary and Alternative
Therapies in Nursing, 7th edition. In Critical Care Nurse (Vol. 34).
https://doi.org/10.4037/ccn2014754
Lisanawati, R. (2015). Perbedaan sensitivitas tangan dan kaki sebelum dan sesudah
dilakukan terapi pijat refleksi pada penderita diabetes mellitus tipe II. 2(2),
644–650.
Marliani, L. (2007). 100 Question & Answers Hipertens. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
NICE. (2019). Hypertension in adults : diagnosis and management. NICE Guideline,
(August 2019).
Ningrum, D. A. (2012). Perbandingan Metode Hydrotherapy Massage Dan Massage
Manual Terhadap Pemulihan Kelelahan Pasca Olahraga Anaerobic Lactacid.
3(1), 34–39. Retrieved from Repository.Upi.Edu
Pamungkas, R. (2010). Dahsyatnya Jari Refleksi. Yogyakarta: Pinang Merah.
Rattray, F. S., & Ludwig, L. M. (2000). Clinical massage therapy: Understanding,
Assessing and treating over 70 conditions. Canada: Talus Inc.
Salvo, S. G. (2009). Massage therapy: Principles and practice. Philadelphia: W.B.
Saunders.
Sustrani. (2006). Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Toruan, P. (2012). Diabetes Sakit Tapi Sehat. Jakarta: Transmedia.
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yonata, A., Satria, A., & Pratama, P. (2016). Hipertensi sebagai Faktor Pencetus
Terjadinya Stroke. Majority, 5(3), 17.

Anda mungkin juga menyukai