PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di jaman modern ini, banyak kegiatan dan aktivitas kerja yang kita lakukan
dengan cara duduk atau berdiri, ditambah lagi daya tarik gravitasi telah
menyebabkan racun dari sisa-sisa hasil metabolisme tertimbun di telapak kaki. Di
samping itu kurangnya berolahraga dan makanan yang tidak dijaga menyebabkan
banyak orang merasa letih, lesu, tidak bersemangat dan timbulnya berbagai
penyakit.
Nyeri punggung bawah atau yang dikenal Low Back Pain (LBP) merupakan
keluhan yang sering dirasakan, terutama akibat kelainan muskuloskeletal. LBP
merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas
tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).
1
Nyeri yang dialami penderita LBP sangat mengganggu kenyamanan dan
aktifitas penderita LBP. Salah satu nyeri yang dialami adalah nyeri pinggang
bawah, bahkan menyebar hingga ekstremitas bawah. Berbagai intervensi dapat
dilakukan untuk menangani nyeri ini, baik dengan farmakologi maupun pengobatan
non farmakologi atau terapi komplementer. Salah satu terapi komplementer yang
dapat dilakukan pada penderita LBP adalah dengan stimulus kutaneus slow-stroke
back massage.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui tentang back massage.
2. Untuk mengetahui tentang tujuan dari back massage.
3.Untuk mengetahui tentang manfaat dari back maassage
4. Untuk mengetahui mengenai dari indikasi dan kontraindikasi dari back massage.
5. Untuk mengetahui teknik-teknik back massage.
6. Untuk pemahaman mengenai penyebab, manifestasi klinik, diagnosis, dan
penatalaksanaan terhadap nyeri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Back Massage
1. Pengertian Back massage
Massage merupakan salah satu di antara cara-cara perawatan tubuh yang paling
tua dan paling bermanfaat dalam perawatan fisik (badan). Dalam ilmu tata rias, massage
dapat digunakan untuk kesehatan dan kecantikan. Untuk menguasai teknik-teknik
massage perlu memiliki pengetahuan mengenai antomi (ilmu urai tubuh) dan latihan
melakukan gerakan massage yang cukup banyak. Massage mengarahkan penerapan
manipulasi (penanganan) perawatan dari bagian luar kepada tubuh. Hal ini dilakukan
dengan perantaraan tangan atau dengan bantuan alat-alat listrik (mekhanik ) seperti
steamer facial, vibrator dsb. Para ahli ilmu tata rias membatasi daerah massage pada
tempat-tempat tertentu, terutama:
Kulit kepala,
Wajah, leher, dan bahu,
Punggung dan dada bagian atas,
Tangan dan lengan.
Yang paling utama dari manfaat massage adalah memperlancar peredaran darah
dan getah bening. Dimana massage akan membantu memperlancar metabolism dalam
tubuh. Treatment massage akan mempengaruhi kontraksi dinding kapiler sehingga
terjadi keadaan vasodilatasi atau melebarnya pembuluh darah kapiler dan pembuluh
getah bening. Aliran oksigen dalam darah meningkat, pembuangan sisa-sisa metabolic
semakin lancar sehingga memacu hormone endorphin yang berfungsi memberikan rasa
3
nyaman. Selain hal tersebut banyak sekali manfaat massage bagi peningkatan fungsi-
fungsi fisiologis tubuh.
Serabut otot yang sebelumnya kaku dan tegang akan menjadi lentur sehingga
pada gilirannya peredaran darah akan semakin lancar. Pijatan ini paling baik bila
menggunakan cairan pelumas untuk meminimalkan gesekan selama sesi pijat dilakukan.
Anda bisa menggunakan lotion atau minyak esensial dengan aroma yangmenenangkan.
Manfaat dari terapi pijat punggung begitu besar. Terapi ini tidak hanya
menawarkan relaksasi secara menyeluruh, namun juga bermanfaat bagi kesehatan Anda.
Untuk para pemula, terapi ini mampu memperbaiki sirkulasi darah. Hal ini berarti
semakin berkurangnya ketegangan dalam tubuh Anda. Pengeluaran ampas tubuh juga
akan semakin sempurna bila diiringi dengan pengeluaran racun dari tubuh.
4
pertandingan. Dalam pengiriman tim olahraga dewasa ini selalu mengikutsertakan
sedikitnya seorang masseur.
Untuk merawat dan mengembalikan fungsi bagian badan setelah cedera,
membantu mempercepat proses penyembuhan. Seringkali massage diperlukan untuk
meneruskan pekerjaan dokter, misalnya setelah sembuh dari operasi atau perawatan dari
patah tulang. Tugasnya adalah mengembalikan fungsi-fungsi otot dan persendian yang
biasanya mengalami kekakuan
5
4. Teknik-teknik Back massage
Effleurage merupakan gosokan pada kulit tanpa terjadi gerakan otot bagian
dalam. Tangan dibuat sedemikian rupa sehingga gerakannya tetap dan tekanan yang
diberikan searah dengan aliran darah balik.
Manfaat Effleurage :
6
10. kulit sehat dan bersinar
7
Teknik dasar dari stroking yaitu dengan ujung jari, baik satu,dua,tiga dan empat
jari yang dirapatkan, kemudian dengan tekanan, gerakan jari-jari tersebut menyusur
antar otot. Dari ke-9 macam manipulasi pokok yang dipakai dalam sistem massage
swedia ini, khusus manipulasi-manipulasi vibration, skin rolling dan stroking
merupakan manipulasi-manipulasi pengobatan (segment massage). Ke-9
manipulasi ini dalam pelaksanaannya tidak selalu digunakan keseluruhan, tetapi
hanya dipakai beberapa manipulasi saja sesuai dengan kebutuhan.
b. Teknik petrissage
Petrissage adalah gerakan tangan yang dilakukan dengan teknik perasan,
tekanan, dan pencomotan otot dari jaringan dalam.
Teknik Petrissage dapat dilakukan dengan satu tangan atau kedua tangan dengan
gerakan bergelombang, berirama, tidak terputus-putus dan terikat satu sama lain.
Gerakan diulang-ulang beberapa kali pada tempat yang sama, kemudian tangan
dipindah-pindahkan sedikit demi sedikit sepanjang kumpulan otot.
8
c. Teknik dasar manipulasi Friction
Friction atau menggerus merupakan teknik gerakan putaran spiral menuju ke
arah jantung. Menurut letak dan tempat bagian badan, maka manipulasi ini dapat
dilakukan dengan bermacam-macam variasi yaitu dengan menggunakan jari, ibi jari,
telapak tangan atau bahkan dengan sikut.
9
bawah, paha atau betis yang dilakukan dengan gerakan-gerakan ke samping, ke atas
dan ke bawah. Manipulasi dilakukan dengan irama yang hidup serta tangan
berpindah-pindah dan berdekatan.
Shaking atau menggoncang adalah prosedur masase yang juga sering dipakai
untuk membantu para olahragawan agar otot-ototnya menjadi kendor, sehingga
memudahkan sirkulasi darah.
10
f) Spatting ( cipratan)
g) Chucking (tarikan lepas
11
contoh : pinggang punggung, dengan maksud untuk lebih menyempurnakan
pengambilan sisa-sisa pembakaran oleh darah dan segera dapat dibawa ke
jantung. Gerakan tangan yang menggosokkan dengan menggunakan seluruh
tapak tangan dan jari-jari, bergerak maju mundur bergantian antara tangan
kanan dan kiri.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka tekanan gosokkan harus cukup
kuat, otot-otor harus betul tertekan dan terperas. Manipulasi walken diberikan
sesudah friction, dimana banyak sisa pembakaran yang terdorong keluar
sesudah terjadinya gerakan gusuran.
12
h. Teknik dasar manipulasi Skin Rolling
Skin Rolling atau menggeser lipatan kulit merupakan teknik melepaskan
kulit dari jaringan kulit dan melebarkan pembuluh darah kapiler.
Tujuan nya yaitu mempertinggi tonus dan memperbaiki pertukaran zat
serta peredaran darah dibawah kulit/Teknik untuk tempat-tempat yang kecil dapat
dikerjakan dengan satu tangan, caranya mencubit kulit, ibu jari didorongkan
dengan jari-jari yang lain melangkah jalan kedepan. Umumnya dilakukan
melintang otot, arahnya naik turun bebas.
13
B. Nyeri
1. Definisi
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Secara
umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri dinyatakan sebagai suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh
persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan
oleh orang yang mengalami nyeri dan bila yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa
itu ada. Definisi ini tidak berarti bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat
diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Sjamsuhidajat,
2004).
2. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah sensitisasi
perifer, ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan
ekspresi dan distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan
meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang
bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan (Tabolt, 2006).
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor
disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik
serabut saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di
jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator
inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator
inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan,
atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung maupun tidak
langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi
serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau
hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan
14
badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-
tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya
tidak mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma.
Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel.
Akumulasi Na+ channel menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion
channel juga terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor baru yang
semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, abnormal
mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity. Ectopic discharge dan
sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical) dapat menyebabkan
timbulnya nyeri spontan dan evoked pain (Katz et al., 2007).
Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan
hilang. Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis
dibanjiri potensial aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-
neuron tersebut. Sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya
alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari keterangan di atas, secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif baik
perifer maupun sentral (Bond, 2006).
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron
sebagai stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini
dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum
dorsalis (untuk viseral), sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan
korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas
neuron; rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya
terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya penyebaran areal yang mengandung
reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari berbagai neuron.
Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya denervasi jaringan saraf
akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan inpuls aferen baik yang
berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson
yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA. Sejalan dengan
berkembangnya penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa kebersamaan
antara nyeri neuropatik dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang keterlibatan
reseptor misalnya NMDA dan AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early gene
15
changes. Yang berbeda hanyalah dalam hal burst discharge secara paroksismal pada
epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi adalah ectopic discharge. Nyeri
neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa perubahan
sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem inhibitorik
serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan
gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik
adalah menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya
ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik
melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses inflamasi
sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari konsep nyeri kronik yang
ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini jugalah maka nyeri neuropatik harus secepat
mungkin di terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas sebagai nyeri
kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian lamina paling superfisial dari
medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba, tekanan,
vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian eksperimental
pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada saraf.
Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen
dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum
diketahui benar apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati.
Hal ini menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap terapi. Rasa nyeri
akibat sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon
sentral abnormal serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat
disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi
(Tabolt, 2006).
Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem
saraf perifer maupun pusat. Nyeri ini bersifat kronik dan mengakibatkan penurunan
kualitas hidup penderita. Nyeri neuropati melibatkan gangguan neuronal fungsional
dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri khas bersifat epikritik
(tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan oleh serabut Aδ yg rusak, atau protopatik seperti
disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan oleh
serabut C yang abnormal. Gejala-gejala ini biasa disertai dengan defisit neurologik atau
gangguan fungsi lokal (Tabolt, 2006).
16
Umumnya, lesi saraf tepi maupun sentral berakibat hilangnya fungsi seluruh
atau sebagian sistim saraf tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi,
pada bagian kecil penderita dengan lesi saraf tepi, seperti pada penderita stroke, akan
menunjukkan gejala positif yang berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri yang
terjadi akibat lesi sistem saraf ini dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah
nyeri yang didahuluhi atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf
(Bond, 2006).
Iskemia, keracunan zat tonik, infeksi dan gangguan metabolik dapat
menyebabkan lesi serabut saraf aferen. Lesi tersebut dapat mengubah fungsi neuron
sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan
antara neuron dengan lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan
keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan molekular, sehingga aktivitas serabut
saraf aferen menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang selanjutnya menyebabkan
gangguan nosiseptik sentral (Bond, 2006).
Pada nyeri inflamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor
NMDA dalam proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia terutama
sekunder dan alodinia. Akan tetapi di klinik ada perbedaaan dalam terapi untuk kedua
jenis nyeri inflamasi sedangkan untuk nyeri neuropatik obat tersebut kurang efektif.
Banyak teori telah dikembangkan untuk menerangkan perbedaan tersebut (Katz et al.,
2007).
Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi akibat kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi
meningkat pada kedua jenis nyeri tersebut pada nyeri neuropatik dari beberapa
keterangan sebelumnya telah dketahui bahwa inhibisi menurun yang sering disebut
dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi dapat disebabkan oleh penurunan reseptor opioid
di neuron kornu dorsalis terutama di presinap serabut C (Katz et al., 2007).
17
INFLAMASI / KERUSAKAN
JARINGAN
Netrofil, makrofag
MEDIATOR INFLAMASI
bradikinin, histamin, prostglandin,
purin, leukotrien, sitokin,
interleukin, TNF α
EKSITASI &
SENSITASI NOSISEPTOR
NOSISEPTOR AKTIF
NYERI
3. Manifestasi Klinik
Nyeri bisa berupa nyeri tajam, nyeri tumpul, rasa terbakar, geli (tingling),
menyentak (shooting) yang bervariasi dalamintensitas dan lokasinya. Suatu stimulus
yang sama dapat menyebabkan gejala nyeriyang berubah sama sekali (misalnya tajam
menjadi tumpul). Gejala nyeri terkadang bersifat nonspesifik. Nyeri akut dapat
mencetuskan hipertensi, takikardi, midriasis, tetapi tidak bersifat diagnostik. Untuk
nyeri kronis seringkali tidak ada tanda yang nyata. Tetapi perlu diingat bahwa nyeri
bersifat subyektif (Ikawati, 2010).
a. Nyeri Nosiseptif
1. Nyeri Nosiseptif Somatik
Nyeri nosiseptif somatik berasal dari kulit, soft tissue (jaringan halus),
otot, dan tulang. Rasa Nyeri terlokalisir dengan jelas, tajam, berdenyut, sakit,
seperti ditikam, seperti ditekan, konstan/intermiten dengan intensitas bervariasi.
18
Nyeri nosiseptif viseral berasal dari organ internal dan hollow viseral.
Nyeri kurang terlokalisir dengan jelas,nyeri tumpul, penyebaran nyeri ke kulit
didekat organ yang terganggu, nyeri tajam (peregangan kapsul organ), perih atau
kolik.
b. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik terjadi akibat stimulasi pada saraf yang rusak atau cedera.
Lokasi kelainan di saraf perifer, yaitu saraf sensorik perifer, radiks dan
ganglion dorsalis. Manifestasi klinisnya yaitu rasa terbakar, menggelenyar,
geli/gatal, kesemutan, seperti ditikam/ditusuk, seperti ditembak, sengatan listrik,
menyebar dan menjalar.
c. Nyeri Psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri dimana factor psikogen dominan dan tanpa
adanya kerusakan jaringan atau kelainan patofisiologik sebagai penyebab (Maksoep,
2010).
4. Diagnosis
Bermacam-macam teknik tersedia untuk menentukan penyebab nyeri, termasuk
alat pengukur nyeri dan alat X-ray. Dokter akan berbicara kepada mengenai symptom
yang dirasakan dan menanyakan riwayat penyakit, luka, atau operasi. Pasien mungkin
diminta mengisi kuisioner untuk menentukan intensitas dan lokasi dari nyeri.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik, dan mungkin meminta tes darah
atau X-ray. Pemeriksaan-pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosa penyebab
nyeri antara lain :
a. CT atau CAT Scans
19
Computed Tomography (CT) atau computed axial tomography (CAT) scans
menggunakan X-ray dan komputer untuk menghasilkan gambar cross-section dari
tubuh. Selama tes, anda akan diminta untuk berbaring dan tidak bergerak di atas
meja. Mejanya akan bergerak masuk ke dalam alat scanning yang berbentuk seperti
donat. Terkadang, kontras material yang disuntikkan secara intravena dibutuhkan
untuk CAT scan. Dalam kasus seperti ini, anda harus melakukan tes darah sebelum
CAT scan. Biasanya CAT scan memerlukan waktu 15-60 menit.
b. MRI
c. Discography
d. Myelograms
20
e. EMG
f. Bone Scans
Bone scans digunakan untuk mendiagnosis dan meminotir infeksi, patah tulang,
atau kelainan lainnya pada tulang. Selama bone scan, sejumlah kecil zat radioaktif
disuntikkan ke dalam aliran darah. Zat ini kan terkumpul pada tulang, terutama di
area yang abnormal. Gambar yang dihasilkan oleh scanner dikirim ke computer
untuk identifikasi area spesifik dari metabolisme tulang abnormal atau aliran darah
abnormal.
g. Ultrasound Imaging
21
Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan
pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari (
6. Penanganan
a. Penatalaksanaan farmakologis
Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki resikorelatif rendah,
tidak mahal, dan onsetnya cepat. WHO menganjurkan tigalangkah bertahap dalam
penggunaan alagesik. Langkah 1 digunakan untuknyeri ringan dan sedang adalah
obat golongan non opioid seperti aspirin,asetaminofen, atau AINS, ini diberikan
tanpa obat tambahan lain. Jikanyeri masih menetap atau meningkat, langkah 2
ditambah dengan opioid,untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa obat
tambahan lain. Jikanyeri terus-menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan dosis
potensiopioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat
tambahanlain (Sudoyo, 2006).
22
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin
dapat meredakan nyeri. Kasus seperti rheumatoid arthritis mungkin memerlukan
teknik untuk mengatasi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri.
Teknik distraksi terdapat beberapa macam yaitu: distraksi visual, distraksi
pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan,
imajinasi terbimbing.
5. Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi
mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang normal.
6. Plasebo
Plasebo merupakan suatu bentuk tidakan, misalnya pengobatan atau
tindakan keperawatan yang mempunyai efek pada pasien akibat sugesti daripada
kandungan fisik atau kimianya. Suatu obat yang tidak berisi analgetika tetapi
berisi gula, air atau saliner dinamakan plasebo (Priharjo, 1996)
23
Tabel Analisis Jurnal
No Judul Populasi (P) Intervensi (I) Comparation (C) Out Come (O) Time (T)
1. Pengaruh Teknik Populasi penelitian ini adalah Dilakukan teknik Penelitian ini, Sebelum dilakukan Waktu pelaksanaan
Back massage seluruh pasien post operasi back massage sebelum dilakukan tindakan back teknik back massage
(Masase appendiksitis yang di rawat inap di selama 10-15 menit teknik back massage semua selama 10-15 menit
Punggung) Rumah Sakit Royal Prima Medan oleh peneliti massage (pre-test) responden berskala
Terhadap Daerah jalan Ayahanda No.68 A, maka intensitas nyeri sedang (skala
Penurunan Sei Putih Tengah, Medan Petisan, nyeri pada pasien nyeri 4-6). Setelah
Intensitas Nyeri Kota Medan. Dengan jumlah post operasi selesai dilakukan Penelitian ini
Pada Pasien populasi pasien post operasi appendiksitis dikaji tindakan back dilaksanakan selama
Post Operasi appendiksitis dari bulan Januari terlebih dahulu, massage ternyata 1 minggu
Appendiksitis Di sampai Februari tahun 2018 adalah kemudian hasil yang diperoleh
Rsu Royal Prima sebanyak 13 orang. Teknik dalam dilakukan teknik sangat memuaskan
Medan 2018 pengambilan sampel ini adalah back massage oleh dimana 3 orang
“Accidental Sampling”. Kriteria peneliti, setelah itu responden berskala
sampel antara lain pasien post dikaji kembali nyeri ringan (skala
operasi appendiksitis, dan (post-test) nyeri 0-3) dan 2
menjalani rawat inap lebih dari 3 intensitas nyeri orang responden
hari. Besarnya sampel dalam pada pasien post berskala nyeri
penelitian ini sejumlah 5 orang. operasi sedang (skala nyeri
24
appendiksitis 4-6).
tersebut.
2. Teknik Massage Populasi dalam penelitian ini yaitu Dilakukan Pada penelitian ini, Adanya pengurangan Waktu pelaksanaan
Punggung Untuk semua ibu inpartu kala I baik penatalaksanaan pengukuran nyeri nyeri yaitu dari nyeri back massage pada
Mengurangi primipara maupun multipara di secara non dilakukan sebelum berat menjadi nyeri punggung yaitu
Nyeri BPS Tri Handayani Gebog farmakologis yaitu dan setelah sedang dan nyeri selama 30 menit
Persalinan Kala I Kabupaten Kudus pada bulan Juni masase pada dilakukan masase ringan. Sebelum
Tahun 2017 sebanyak 21 orang. punggung yaitu pada ibu bersalin. dilakukan teknik
Teknik pengambilan sampel pada selama 30 menit. massage punggung, Penelitian ini
25
Kriteria eksklusi adalah ibu tangan dan jari
bersalin dengan komplikasi. pada punggung ibu
bersalin
setinggi servikal 7
kearah luar menuju
sisi
tulang rusuk
dengan frekuensi
40 kali
gosokan/menit,
tetapi usahakan
ujung
jari tidak lepas dari
permukaan kulit
3 Pengaruh Metode Populasi dalam penelitian ini Dilakukan back Pengukuran 1 Rata-rata nyeri pada Waktu pelaksanaan
Deep Back adalah ibu yang menjalani massage yaitu Pretest dilakukan persalinan kala I fase back massage yaitu
massage persalinan Kala I fase aktif pada dengan melakukan untuk aktif sebelum selama 20 menit
Terhadap bulan Januari – Maret 2018 di penekanan pada mengidentifikasi dilakukan metode
Intensitas Nyeri Klinik Pratama Mutiara Bunda daerah sacrum intensitas nyeri deep back massage Penelitian ini
Pada Persalinan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2,3,4 pada saat ada persalinan dengan berada pada nilai dilaksanakan selama
26
Kala I Fase Aktif 2018 sebanyak 54 orang. Sampel kontraksi selama menggunakan skala 7,97. Kemudian 3 bulan yaitu dari
Di Klinik Pratama pada penelitian ini adalah ibu 20 menit, sekitar 6- nyeri Numeric sesudah dilakukan Bulan Januari –
Mutiara Bunda bersalin pada kala I fase aktif yang 8 kali penekanan Rating Scale metode deep back maret 2018
Kawalu Kota didapatkan setelah memilih ibu dengan (NRS), kemudian massage, rata-rata
Tasikmalaya bersalin melalui kriteria tertentu menggunakan Pengukuran 2 nyeri pada
Tahun 2018 sebanyak 35 orang. Kriteria Inklusi telapak tangan (posttest) dilakukan persalinan kala I fase
dalam penelitian ini yaitu bagian bawah, untuk menilai aktif berada pada
Primigravida aterm, persalinan dengan kekuatan tingkat nyeri nilai 5,6.
spontan atau normal, kooperatif dan tekanan bertumpu setelah diberikan
dapat berkomunikasi dengan baik, pada pangkal intervensi yaitu 5
serta bersedia menjadi responden. lengan. Dilakukan menit setelah ibu
Kriteria Eksklusi dalam penelitian tiga kali siklus mendapatkan
ini yaitu ibu bersalin yang pada fase aktif kala perlakuan pada
mengalami gangguan kulit pada I persalinan dengan siklus ke tiga pada
daerah sakrum dan ibu bersalin pembukaan 4-7 cm. saat akhir kontraksi
yang menjalani terapi analgesik lain
selama persalinan
27
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Back massage dapat berpengaruh terhadap kelancaran peredaran darah. Namun
mekanisme massage tidak dapat dianalogikan seperti pipa karet dan air, karena
pipa karet ada uadara didalamnya dan hal ini berbeda dengan pembuluh darah
atau pun otot. Dan juga terjadinya pengerasan otot atau disebut myogelosen
disebabkan adanya perubahan-perubahan kimiawi di dalam koloida otot.
2. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Prinsip terjadinya nyeri adalah
gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akibat kerusakan jaringan
(inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Diagnosis nyeri dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti CAT Scan, MRI, Discography, Myelograms,
EMG, Bone Scans, dan Ultrasound imaging. Penatalaksanaan nyeri dapat
dilakukan secara farmakologis maupun non-farmakologis.
3. Implikasi Penelitian Terhadap Keperawatan yaitu Pembuktian efektifitas Back
massage dalam penelitian ini menjadi salah satu evidance based practice yang
akan semakin memperkuat dukungan teoritis bagi perkembangan terapi
komplementer dalam ilmu keperawatan, sehingga dapat dijadikan sebagai materi
dalam pembelajaran. Penelitian ini memberikan bukti bahwa Back massage
dapat menurunkan tekanan darah dan dapat meningkatkan relaksasi pasien yang
mengalami nyeri. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya perawat yang
memiliki kompetensi dalam memberikan terapi back massage sehingga terapi
komplementer ini dapat diaplikasikan kepada pasien. Hasil penelitian ini,
menurut pendapat kami seharusnya dilengkapi dengan SOP (Standar Prosedur
Operasional) yang nantinya akan dijadikan pedoman dalam pemberian asuhan
keperawatan mandiri oleh perawat saat melakukan terapi Back massage.
28
B. Saran
Setelah memahami mengenai back massage sebagai terapi
komplementer, para pembaca agar dapat mengambil intisari dari makalah ini
sehingga dapat menerapkannya dalam dunia pendidikan ataupun dalam dunia kerja
karena back massage sebagai terapi komplementer sangat bermanfaat
bagi pasien.
29
DAFTAR PUSTAKA
30