Anda di halaman 1dari 3

Orasi Pancasalah Tindakan Yang Benar atau Justru Melecehkan Pancasila?

Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam rapat paripurna DPR RI pada hari
Senin, 5 Oktober 2020 memicu gerakan demonstrasi. Para buruh, mahasiswa, aktivis, dan
elemen-elemen yang terkait menggelar demonstrasi di sejumlah kota masing-masing.

Sebagian aksi masa demonstran penolakan UU Cipta Kerja berujung ricuh dan
bentrok dengan aparat kepolisian. Pengesahan Cipta Kerja menuai protes karena banyak pasal
di dalamnya dinilai bermasalah. Proses perumusan, pembahasan dan pengesahan Omnibus
Law UU Cipta Kerja juga menuai kritikan karena dianggap tidak transparan.

Pengesahan UU Cipta Kerja pun dinilai terkesan terburu-buru karena diputuskan saat
semua negara bahkan Indonesia mengalami pandemi Covid-19. Mereka tidak memikirkan
dampak apa yang terjadi jika UU Cipta Kerja disahkan. Pemerintah yang selalu memberikan
peringatan bahwa masyarakat harus selalu mematuhi protokol kesehatan dan menghindari
kerumunan, justru seakan lupa dengan apa yang ia lakukan. Pengesahan ini pun terkesan
miris karena diputuskan saat Indonesia mengalami krisis ekonomi dari berbagai sektor,
khusunya bagi buruh yang kapasitasnya sebagai kalangan kecil. Dan pada akhirnya terjadilah
kerumunan, terjadilah aksi yang anarkis dan semua hal yang digembor-gemborkan oleh
pemerintah seakan angin lalu.

Akan tetapi, ada sisi menarik dalam demo kali ini. Warga negara Indonesia dibuat
tercengang karena ada mahasiswi yang berorasi tentang UU Cipta Kerja dengan
memplesetkan pancasila, hal ini telah membuat kontroversi di berbagai kalangan. Aksi
mahasiswi tersebut bahkan viral di sosial media karena aksi yang telah dilakukannya.
Penampilan mahasiswi tersebut terlihat sederhana, mengenakan kaos hitam dengan celana
jeans biru muda yang sobek di bagian paha kanan dan juga menggendong tas. Mahasiswi
yang menyampaikan orasi dengan memplesetkan pancasila itu pun menuai banyak pro kontra
dari berbagai kalangan.

Kasus ini cukup menarik karena Indonesia merupakan negara demokrasi, yakni
negara yang membebaskan seluruh rakyatnya untuk menyampaikan aspirasi dengan cara tulis
maupun lisan. Hal tersebut menyita perhatian seorang mahasiswa yang berani menyampaikan
aspirasi dengan kontroversi. Mahasiswi tersebut sangat pintar dan kritis karena dapat
membuat hal yang baru yang tidak berbau aksi yang anarkis.
Boleh boleh saja melakukan demo dengan cara militan, tetapi harus dengan koridor
yang benar karena aksi anarkis bisa membuat kerusakan infrastruktur maupun hilangnya
nyawa. Perlu diingat “Tidak ada kemenangan satu pun yang sebanding dengan nyawa”
Maksudnya, walaupun tujuan berorasi adalah mencapai suatu kemenangan, tetapi harus
paham pula regulasi maupun batasan-batasan saat berorasi. Lalu dalam persepsi saya,
mahasiswi ini memberikan impresi karena dia berorasi hanya fokus pada esensinya dengan
menyampaikan kritikan berupa sindiran.

Mahasiswi tersebut memegang pengeras suara berwarna merah, lalu ia kemudian


meneriakkan orasinya mengenai isi pancasila yang seakan telah berganti. Orasinya berbunyi
“Tendangan dibalas tendangan, darah dibalas darah, negara kita yang katanya negara
Pancasila sekarang menjadi negara pancasalah, 1. Ketuhanan yang maha hormat, 2.
Kemanuasiaan yang adil bagi para birokrat, 3. Persatuan para investor, 4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat penindasan dalam permusyawaratan diktatorian, 5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat kelas atas”. Penyampaian orasi saya tuliskan karena saya memiliki maksud
yaitu, kita harus bisa memahami maksud dari mahasiswi yang ia suarakan dalam aksi
tersebut. Jangan terfokus pada salah maupun benarnya terlebih dahulu, esensi yang ia
sampaikan sangat menarik dan terkesan nyata dengan kondisi pemerintahan saat ini. Perlu
kita apresiasi tindakan yang dilakukannya, karena hal tersebut adalah hasil dari pemikiran
kritis seorang penerus bangsa.

Mahasiswi tersebut memang benar. Indonesia sedang mengalami cacat demokrasi


yang dalam konotasinya merujuk pada kekuasaan diktator. Jelas itu bukan suatu keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal penyampaian orasi tersebut, point yang bisa diambil
adalah seharusnya kalangan atas bisa menanamkan nilai pancasila yang sudah sepatutnya
mereka pahami dan selalu mereka implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Untuk apa Indonesia memiliki cita-cita yang ideal jika kalangan tertentu tidak
dapat mengaplikasikan nilai-nilai pancasila tersebut. Itulah sebabnya mahasiswi tersebut
memplesetkan pancasila sebagai wujud sindiran untuk kalangan atas yang tidak bisa
memainkan peran dengan relevan sebagai wakil rakyat yang bijaksana.

Akan tetapi, aksi tersebut bukanlah hal yang dapat dibenarkan dalam penilaian
berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa tidak bisa diubah dengan
cara apapun. Pancasila adalah kepribadian bangsa yang telah tertanam sejak bertahun-tahun
lamanya. Pancasila merupakan asas negara yang mewakili semua aspek kehidupan. Pancasila
sebagai dasar konstitusi dan mewakili pokok-pokok negara yang fundamental. Pancasila
bahkan tida bisa diubah oleh lembaga pembentuk konstitusi seperti halnya MPR. Tidak ada
mekanisme hukum apapun untuk mengubah Pancasila.

Dengan demikian, Kita sebagai warga negara perlu tahu bahwa kita boleh saja untuk
menyampaikan aspirasi maupun kritik dengan cara yang kreatif dan terkesan kritis. Namun
kita sebagai warga negara yang memiliki edukasi baik tentang berbangsa dan bernegara,
sebaiknya dapat menempatkan aksi kita sesuai porsi yang ditentukan dan tidak menyalahi
aturan yang mutlak di regulasi negara yang seharusnya kita tau batasannya. Kita boleh untuk
mengkritik, namun kita harus paham pula hal apa yang kita kritik dan kritikan apa yang kita
sampaikan.

Anda mungkin juga menyukai