Anda di halaman 1dari 19

BAB XII

SISTEM POLITIK DALAM ISLAM

Tujuan :

(1) Mahasiswa memahami pengertian, landasan, dan bentuk Sistem Politic Islam (2)
Mahasiswa dapat terdorong untuk mengkaji bagaimana armpraktekkan Sistem Politik
Islam dalam kehidupan sehari-hari

Konsep :

A.Pengertian

Sistem Politic Islam terdiri dari tiga kata. Sistem, Politic, dan Islam. Sistem berarti
kumpulan dari berbagai unsur dan komponen yang berinteraksi sedemician rupa
membentuk sate kesatuan tujuan, fimgsi dan peran.

Polk& adalah berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang
masing-masing bersumber dari bahasa Yunani rot roAancet (politika - yang berhubungan
dengan negara) dengan akar katanya avAirng (polites - warga negara) dan zok- (polls
-negarkot).Scimlga1)otc"shberungadki
(policy). Dalam bahasa Arab dikenal dengan siyasah, berasal dari kata : sasa —yasusu —
siyasatan, artinya mengatur (riayah). Kata 1:oolitis" berarti hal-hal yang berhubungan
dengan polihk. Kata "politisin i berarti orang-orang yang menekuni hal politic. Secara
istllah politic adalah pengaturan urusan masyarakat (rakyat) di dalam dan diluar negeri
dengan hukum (aturan tertentu), dilakukan secara praktis oleh pemerintah dan diawasi
oleh rakyatnya.

Islam secara bahasa (etimologis, lughowi [arab]), Islam berasal dari bahasa Arab, dari
akar kata aslama — yuslimu —islaman: tunduk, patuh, terikat, damai, sejahtera,dll.

1
Istilah yang lebih mewakili adalah negarawan (rijal daulah, stateman). Seorang yang memilild
kepedulian pada pengaturan urusan masyarakat dengan sudut pandang tertentu (dalam hal ini Islam).
200
201

Secara istilah (terminologis, istilahi [arab]), Islam adalah agama yang ditufunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya (aqidah, ibadah ritual), dengan dirinya sendirkmakan,minuman, pakaian,
akhlaq), dan dengan sesama manusia (muamalah-interaksi dalam pemerintahan,
ekonomi, pendidikan, sosial, hubungan luar negeri; uqubat — sistem sanksi, hukuman,
bila ada pelanggaran aturan). Secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut.

!man, shalat,zakat
Hub dg Allah
puasa,haji

ISLAM
Hub dg Diri Pakaian, makanan,
Sendiri minuman, akhlaq

Hub dg manusia
lain

Jadi sistem politik Islam adalah sistem yang mengatur urusan masyarakat dengan hukum
Islam bail( di dalam dan luar negeri dilakukan secara praktis oleh pemerintah dan diawasi
oleh rakyat. Pemerintah adalah pihak yang memiliki kewenangan (otoritas) untuk
membuat kebijakan (policy) yang dengan kebijakan itu, rakyat mengawasi penerapan dan
hukum tersebut di semua aspek kehidupan. Pemerintah dan rakyat akan mencapai tujuan
tertentu dan dengan cara tertentu secara kolektif

Bila dibidangkan, maka sistem polink Islam adalah terwujudnya pemerintahan Islam
yang menerapkan seluruh aturan atau syariah Islam di semua aspek kehidupan. Di dalam
negeri, meliputi bidang: (1) pemerintahan, (2)ekonomi, (3) pendidilcan, (4) sosiaL Dan di
luar negeri mencakup (5) hubungan dengan berbagai negara lain di dunia.

Pemerintah yang melakukan fiingsi seperti ini disebut pemerintahan Islam. Dikenal di
kalangan ulama sebagai Sistem IChilafah. 2 Orang pelaksananya disebut sebagai

2
Banyak kalangan yang menyimpangkan sistem khilafah ini sehingga makna khilafah menjadi negatif dan
buruk. Contohnya adalah klaim ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) atau ISIL (Islamic State of Iraq and
202

Khalifah. Pemerintahan Islam inilah yang dicontohkan Rasul SAW, sejak di Madinah
dan diteruskan para sahabat, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman Bin Affan, All Bin
Abi Thalib. Mereka inilah yang dkenal sebagai Khulafaur Rasyidin (khalifah-khalifah
yang mendapatkan petunjuk). Juga khalifah-khalifah setelahnya, terutama dari
Ummawiyah di Damaskus, Abbasiyah di Bagdad, Utsmaniyah di Turki (berakhir pada 3
Maret 1924, dibubarkan oleh Kemal Pasha didukung Inggris). Sistem pemerintahan Islam
ini pada masanya telah menguasai lebth dari dua pertiga dua dunia saat itu.

B. Sistem Pemerintahan Islam : Khilafah

1. Definisi Khilafah

Secara bahasa khilafah berasal dari kata khalafa [bahasa Arab, bermakna
menggantlkan, mewakili orang sebelumnya]. Secara istilah, khilafah adalah
kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-
hukum syari'at Islam dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru dunia. Khilafah
adalah sistem pemerintahan Islam, khalifah adalah orang atau person yang menjadi
pemimp innya [ jamaknya khulafaa].
Kata lain dari khilafah adalah imamah. Imamah dan khilafah mempunyai makna
yang sama. Dan tidak satu nash syara' pun yang menunjukkan adanya konotasi yang
berbeda. Bak di dalam Al Kitab maupun As Sunah, sebab nash syara' hanya ada dua ini.
Begitu pula tidak harus terkat dengan lafadz, balk khilafah maupun imamah. Namun
yang wajib, hanyalah terkat dari segi maknanya saja.
Mendirikan khilafah adalah wajib (fardlu) bagi seluruh kaum muslimin di seluruh
dunia. Sedangkan melaksanakannya --seperti hukumnya melaksanakan fardlu yang lain,
yang telah difiardlukan oleh Allah SWT. bagi kaum muslimin-- adalah sesuatu yang pasti,
dimana tidak ada lagi pilihan dalam rangka menegakkannya. Mengabakan
pelaksanaannya merupakan kemaksiatan yang paling besar, dimana Allah SWT. akan
mengadzab dengan adzab yang amat pedth.

Levant=rising, greater Syria), kelompok bersenjata bentukan Amerika Serikat (menurut pengakuan Obama,
presiden AS, ..we're speeding up training of ISIL forces.." (CNNI, 9/7/2015) dan Hillary Clinton, bekas
menlu AS(dalam buku Hard Choice, 6/8/2014) yang mengklaim telah mendirikan "khilafah", dengan
menebarkan teror dan kekerasan. "Khilafah " yang diklaim ISIS bertentangan dengan syariat. ISIS adalah
instrumen yang digunakan AS untuk menciptakan stigma (citra) buruk terhadap Islam, monsterisasi Islam,
khususnya gagasan khilafah, syariah dan jihad. Faktanya, hari ini khilafah sebagaimana yang dicontohkan
Rasul SAW dan para sahabat, belum ada secara rill, dan membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari
seluruh kaum muslimin untuk mewujudkannya sebagai sesuatu fardhu (kewajiban) khifayah. Bahkan
merupakan "mahkota kewajiban (tajul furudh)", karena satu hukum Allah tegak adalah kebaikan, maka
bila seluruh hukum Allah tegak, tentulah kebaikan yang terjadi akan berlipat-lipat.
203

Dahl tentang pengangkatan khalifah hukumnya wajib bagi seluruh kaum muslimin
adalah Al Quran, As Sunnah dan Ijma' Sahabat.
Allah SWT. telah memberikan perintah kepada Rasulullah saw. agar
memberlakukan hukum syariat3 di tengah-tengah kaum muslimin dengan apa yang
diturunkan oleh Allah. Perintah Allah kepada Rasul tersebut berbentuk tegas (thalaban
jaziman). Allah SWT. betfitman yang ditujukan kepada Rasuhillah saw.:

"Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu." (Q.S. Al Maidah: 48)

"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-
hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian
apa yang diturunkan Allah kepadamu." (Q.S. Al Maidah: 49)
Seruan untuk Rasuhillah juga merupakan seruan bagi umatnya, selama tidak ada
(dalil) yang men-takhsis-nya (mengkhususkannya). Dan tidak terdapat dalil apapun
(untuk mentakhsis), maka dalil tersebut juga merupakan seruan bagi kaum muslimin agar
menegakkan pemerintahan (sesuai dengan apa yang diturunkan Allah). Sedangkan
mendirikan khilafah itu hanya bisa diartikan sebagai menegakkan hukum dan kekuasaan.
Disisi lain, Allah SWT. memfardlukan kepada kaum muslimin untuk mentaati ulil
amri atau para penguasa yang taat pada Allah dan Rasul-Nya. Hal itu membuktikan
adanya ulil amri adalah wajib bagi kaum muslimin. Allah SWT. berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di
antara kamu." (Q.S. An Nisa: 59)

Allah tidak pernah memerintahkan taat kepada orang yang tidak ada. Termasuk tidak
mengharuskan taat kepada orang yang keberadaannya hanya sunnah, maka ini
membuktikan bahwa mewujudkan ulil amri hukumnya adalah wajib. Sehingga ketika
Allah memerintahkan mat kepada ulil amri, berarti itu juga merupakan perintah agar
mewujudkannya. Sedangkan adanya uli amri tersebut memiliki konsekuensi tegaknya

3
Tujuan (Goal Setting) dari penerapan syariat Islam adalah: (1) menjaga agama (muhafazhah ala diin), (2)
menjaga jiwa (muhafazhah ala nafsi), (3)menjaga akal(muhafazhah ala aq1i), (4)menjaga keturunan
(muhafazhah ala nasl), (5)menjaga harta (muhafazhah ala maal), (6) menjaga kehormatan (muhafazhah ala
karomah), (7)menjaga keamanan(muhafazhah ala amni), (8) menjaga keutuhan Negara (muhafazhah ala
daulah).
204

hukum syara', dan diam tidak mewujudkan ulil membawa konsekuansi lenyapnya hukum
syara', maka hukum mewujudkannya adalah wajib. Dan karena meninggalkannya
membawa konsekuensi tidak terwujudnya hukum syara', maka hukum meninggalkannya
adalah haram. Karena hal itu bisa melenyapk an hukum syara'.

Sedangkan dalil dari As Sunah adalah dalil yang telah diriwayatkan dari Nafit yang
berkata: "Umar pernah berkata kepadaku: 'Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

"Siapa saja yang melepas tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya is akan
berjumpa dengan Allah di hari kiamat tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang mati
sedangkan di pundaknya tidak ada bai'at, maka matinya adalah matijahiliyah."

Nabi saw. telah memfardlukan kepada seluruh kaum muslimin agar di atas pundak
mereka terdapat bai'at. 4 Beliau mensifati orang yang meninggal sementara di atas
pundaknya tidak terdapat bai'at, layaknya mati dalam keadaan mati jahiliyah. 5 Dan bai'at
itu hanya diberikan kepada khalifah, bukan kepada yang lain.
Rasulullah saw. telah mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin agar di atas
pundak mereka terdapat bai'at kepada khalifah, dan bukan mewajibkan mereka semua
untuk melakukan bai'at. Karena yang wajib hanyalah adanya bai'at di atas pundak setiap
kaum muslimin, yaitu adanya seorang khalifah. Dimana dengan adanya seorang
maka di atas pundak kaum muslimin akan ada bai'at.
Adanya khalifahlah yang esensinya menentukan ada dan tidak adanya bai'at di atas
pundak seluruh kaum muslimin. Bail( mereka membai'atnya secara langsung ataupun
tidak. Karena itu, hadits di atas merupakan dalil atas wajibnya mengangkat
khalifah, bukan dalil wajibnya melakukan bai'at. Karena yang dicela oleh Rasul adalah
tidak adanya bai'at di atas pundak kaum muslimin, hingga mereka mati, dan bukan
mencela tidak adanya bai'at itu sendiri.
Hisyam Bin Urwah meriwayatkan dari Abi Shall dari Abu Hurairah, bahwa

4
Bai'at secara bahasa (etimologis, lughowi) dalam Lisanul Arab (Ibnu Manzhur, U299) adalah (1) ash
shafqatu ala ijabi al bai'i(uluran tangan s ebagai tanda pers etujuan trans aks i jual beli), (2) mubaya'ah wa
ath tha'ah (pemberian kekuasaan dan ketaatan), (3) `aahada (membuat perjanjian dengan). Menurut
istilah/syariat yang dimaksud baiat adalah metode syariat satu-satunya dalam rangka mernilih dan
mengangkat pemimpin yang dilakukan umat. Baiat beimakna perjanjian untuk ketaatan (Ibn Khaldun).
Baiat bermakna hak umat dalam melaksanakan akad penyerahan kekhilafahan (DR Mahmud Khalidi).
Baiat ada dua jenis: (1) baiat pengangkatan (in ' iq ad) khalifah, (2) baiat ketaatan (tha 'at) kepada khalifah
Mati jahiliyah bermakna "mati seperti keadaan orang jahiliyah, dimana hidup mereka kacau (Imam
Nawawi dalam Shahih Muslim bi Syarah Nawawi , XII/237), " mereka hidup dalamkesesatan, namun tidak
dimaksud mati dalam kekafiran, tetapi mati dalam kemalcsiatan (lbnu Hajar, Fatul Bari bi Syarh Bukhari,
XVI/ 112).
205

Rasulullah saw. bersabda:


"Setelahku akan ada para pemimpin di antara kalian. Maka ada yang baik kernudian
berlalu dengan kebaikannya. Begitu pula yang jahat akan berlalu dengan kejahatannya.
Maka dengarkan dan taatilah (perintah dan larangan) mereka, bila sesuai dengan
kebenaran. Bila mereka berbuat baik, maka itu menjadi hak kalian (untuk mendapatkan
kebaikannya). Dan apabila mereka berbuat jahat, maka itu adalah hak dan sekaligus
kewajiban kalian (untuk mengingatkannya)."

Imam Muslim meriwayatkan dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi saw. bersabda:
"Sesungguhnya imam itu adalah laksana perisai, dimana orang-orang akan
berperang di belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung (bagi dirinya)."

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abi Hazim berkata:


"Aku telah mengikuti majelis Abu Hurairah selama lima tahun, pernah aku
mendengarnya menyampaikan hadits dari Rasulullah saw. yang bersabda:
'Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi.
Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain.
Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan ada banyak
khahfah. Para sahabat bertanya: 'Apakah yang engkau perintahkan kepada
kami?' Beliau menjawab: 'Penuhilah bai'at yang pertama dan yang pertama itu
saja. Berikanlah kepada mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut
pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang dibebankan urusannya kepada
mereka."

Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah saw. bersabda:

"Siapa saja yang membenci sesuatu dari amirnya hendaklah is tetap bersabar.
Sebab, siapa saja yang keluar (memberontak) dari penguasa sejengkal saja
kernudian mati dalam keadaan demikian, maka matinya adalah seperti mati
jahiliyah."

Hadits-hadits di atas antara lain merupakan pemberitahuan (ikhbar) dari Rasulullah


saw. bahwa akan ada para penguasa yang memerintah kaum rnuslimin, dan bahwa
seorang khalifah adalah laksana perisai. Pernyataan Rasulullah saw. bahwa seorang imam
itu laksana perisai menunjukkan pemberitahuan tentang adanya makna fimgsional dari
keberadaan seorang imam, dan ini merupakan suatu tuntutan (thalab). Sebab, setiap
206

pemberitahuan yang berasal dan Allah SWT. dan Rasul-Nya apabila mengandung celaan
(adz dzam) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk meninggalkan (thalabut tarki)
atau merupakan larangan (nahyi); dan apabila mengandung pujian (al madhu) maka yang
dimaksud adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan (thalabul fai). Dan apabila
pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan tegaknya hukum syara', atau jika
ditinggalkan mengakibatkan terbengkalainya hukum syara', maka tuntutan untuk
melaksanakan perbuatan itu berarti bersifat tegas (thalab jazim).
Dalam hadits-hadits ini juga disebutkan bahwa yang memirnpin dan mengatur
kaum muslimin adalah para khalifah. Ini menunjukkan tuntutan untuk mendinkan
khllafah. Salah satu hadits tersebut ada yang menjelaskan keharaman kaum muslimin
keluar (memberontak) dan penguasa. Semuanya ini menegaskan, bahwa kegiatan
mewujudkan pemerintahan bagi kaum muslimin statusnya adalah wajib.
Selain itu, Rasulullah saw. telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati
para khalifah dan memerangi orang yang akan merebut kekuasaan mereka. Perintah
Rasul ini berarti perintah untuk mengangkat seorang khalifah dan memehhara
kekhilafahannya dengan cara memerangi orang-orang yang akan merebutnya. Imam
Muslim meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

"Siapa saj a yang telah membai'at seorang imam, lalu ia mem berikan uluran
tangan dan buah hatinya, hendaknya ia mentaatinya jika ia mampu. Apabila ada
orang lain yang hendak merebutnya, maka perangi orang itu."

Jadi, perintah mentaati imam berarti pula perintah mewujudkan sistem kelchilafahannya.
Sedangkan perintah memerangi orang yang merebutnya merupakan indikasi (qarinah)
yang menegaskan secara pasti akan keharusan melestankan adanya pemimpin yang
tungga L
Adapun dalil *baths shahabat menunjukkan bahwa para sahabat ridhwanullah
'anhum, telah bersepakat mengenai keharusan mengangkat seorang pengganti Rasulullah
saw. setelah beliau wafat. Mereka juga sepakat untuk mengangkat seorang khalifah,
sepeninggal Abu Bakar, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin Affan.
Ijma' shahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan khalifah, narapak jelas
dalam kejadian bahwa mereka menunda kewajiban mengebumikan jenazah Rasulullah
saw. selama tiga hari6 dan mendahulukan pengangkatan seorang khalifah, pengganti

6
Nabi SAW wafat pada senin dhuha dan dikuburkan pada selasa tengah malam (malam rabu(-istilah
masehi). Penjelasannya adalah mengikuti ketentuan lama hari dalam penanggalan hijriah, satu hari adalah
dimulai dan waktu magrib ke mnrib berikutnya. Berbeda dengan penanggalan masehi, dan tengah malam
207

beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu keharusan dan dtharamkan
atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah tersebut melakukan
kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. Namur, sebagian sahabat yang wajib
menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah saw. temyata justru mendahulukan upaya-
upaya untuk mengangkat khalifah. Sedangkan sebagian sahabat lain, yang tidak kut
sibuk mengangkat khalifah temyata Raft pula menunda kewajiban mengebumikan
jenazah Nabi saw. sampai dua malam, padahal mereka mampu mengingkari hal itu
kemudian mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya
kesepakatan mereka untuk segera melaksanakan kewajiban mengangkat khalifah
daripada menguburkan jenazah. Hal itu tidak akan terjadi, kecuali jika status hukum
mengangkat seorang khalifah leblh wajib dan pada menguburkan jenazah.
Demikian pula bahwa seluruh sahabat selama hidup mereka telah sepakat mengenai
kewajiban mengangkat khalifah. Walaupun sering muncul perbedaan pendapat mengenai
siapa yang tepat untuk dipllih dan diangkat menjadi khalifah, namun mereka tidak pernah
berselisth pendapat sedikit pun mengenai wajibnya mengangkat seorang khalifah, back
ketika walittnya Rasulullah saw. maupun ketika pergantian masing-masing khalifah yang
empat. Oleh karena itu, ijma' sahabat merupakan dalil yang tegas dan kuat mengenai
kewajiban mengangkat khalifah.
Selain itu, secara Eiktual, menegakkan agama dan melaksanakan hukum syara'
dalam semua aspek kehidupan dunia maupun akhirat adalah kewajiban yang dibebankan
atas seluruh kaum muslimin, berdasarkan dalil yang qath'ius tsubut (pasti sumber
pengambilannya) dan qath'iud dilalah (pasti penunjukan maknannya). Kewajiban
tersebut tidak mungkin bisa dllaksanakan dengan sempurna kecuali dengan adanya
seorang penguasa. Sedangkan kaidah syara' menyatakan:

"Apabila suatu kewajiban tidak akan terlaksana kecuali dengan suatu perbuatan, maka
perbuatan itu hukumnya adalah wajib."

Ditinjau dan kaidah ini, mengangkat seorang khalifah hukumnya adalah wajib juga.

Dalil-dalil di atas, semuanya menegaskan wajibnya mewujudkan pemerintahan dan


kekuasaan bagi kaum muslimin; juga menegaskan wajibnya mengangkat khalifah untuk
memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan. Kewajiban mengangkat khalifah

ke tengah malam berikutnya. Jadi urutan hari dalam hijriah, malamnya mendahului siangnya. Selasa
malam (magrib), selasa pagi/siang/sore. Jadi Nabi SAW wafat senin pagi (dhuha) (hari 1), selasa malam-
selasa pagi/siang/sore (hari 2), selasa lewat magrib =rabu (rabu malam) dikebumikan(hari 3 =malam rabu).
208

tersebut adalah demi melaksanakan hukum-hukum syara', bukan sekedar mewujudkan


pemerintahan dan kekuasaan.
Perhatikanlah sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui 'Auf
bin Malik:
"Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian cintai dan mereka pun
mencintai kalian; mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk
pemimpin kalian ialah mereka yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian;
kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian". Ditanyakan kepada
Rasulullah: 'Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja mereka?' Beliau menjawab:
Jangan, selama mereka masih menegakkan shalat (hukum Islam) di tengah-tengah kamu
sekali an'."
Hadits ini menegaskan akan adanya imam-imam yang bail( dan imam yang jahat,
selain menegaskan keharaman memerangi mereka dengan senjata selama mereka mash
menegakkan agama. Karena "menegakkan shalat" merupakan kinayah (kiasan) untuk
mendinkan agama dan sistem pemerintahan. Ungkapan kiasan ini "mengungkapkan
sebagian (shalat), untuk menunjukkan keseluruhan (hukurn-hukum Islam)" (ithlaqul juz'i
wa iradatu kulli). Dengan dernikian, jelaslah bahwa kewajiban kaum muslimin untuk
mengangkat seorang khalifah demi menegakkan hukum-hukum Islam dan mengemban
dakwah merupakan suatu perkara yang tidak ada lagi syubhat (kesamaran) pada dall-
dablnya. Disamping itu hal tersebut termasuk suatu kewajiban yang difardlukan oleh
Allah SWT. bagi kaum muslimin, yakni terlaksananya hukum Islam dan terpeltharanya
kesatuan kaum muslimin.
Hanya saja kewajiban ini termasuk fardlu kifayah. Artinya, apabila sebagian kaum
muslimin telah melaksanakannya sampai kewajiban tadi terpenuhi secara sempurna,
maka gugurlah tuntutan pelaksanaan kewajiban itu bagi yang lain. Namun bila sebagian
dari mereka belum mampu melaksanakan kewajiban itu, walaupun mereka telah
melaksanakan upaya-upaya yang bertujuan mengangkat seorang khalifah, maka status
kewajiban tersebut adalah tetap dan belum gugur atas kaum muslimin, selama mereka
belum mempunyai khalifah.
Berdiam did terhadap kewajiban mengangkat seorang khalifah bagi kaum
muslimin adalah suatu perbuatan maksiat yang paling besar. Karena hal itu berarti
berdiam diri terhadap salah satu kewajiban yang amat penting dalam Islam, dimana
tegaknya hukum-hukum Islam --bahkan eksistensi Islam dalam kancah kehidupan--
bertumpu kepadanya. Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin akan berdosa besar bila
berdiam din terhadap kewajiban mengangkat seorang khalifah. Kalau temyata seluruh
kaum muslimin sepakat untuk tidak mengangkat seorang khalifah, maka dosa itu akan
209

ditanggung oleh seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru bumi.


Namun apabila seluruh kaum muslimin melaksanakan kewajiban itu sedangkan
sebagian yang lain tidak melaksanakannya, maka dosa itu akan gugur bagi mereka yang
telah berusaha mengangkat khalifah --sekalipun kewajiban itu tetap dibebankan atas
mereka sampai berhasil diangkatnya seorang khalifah. Sebab menyibukkan din untuk
melaksanakan suatu kewajiban akan menggugurkan dosa atas ketidakmampuannya
melaksanakan kewajiban tersebut dan atau penundaannya dan waktu yang telah
ditetapkan. Hal ini karena dia telah terhbat melaksanakan fardlu juga karena adanya suatu
kondisi yang memaksanya sehingga gagal melaksanakan fardlu itu dengan sempurna.
Sedangkan mereka yang tidak terhbat dalam aktivitas menegakkan syariah dan
khilafah, akan tetap menanggung dosa sejak tiga hati setelah tidak adanya Ichilafah. Dosa
itu akan tetap dipilculnya hingga hari pengangkatan khilafah yang bare. Sebab, Allah
SWT. telah mewajibkan kepada mereka suatu kewajiban tetapi mereka tidak
mengerjakannya, bahkan tidak terhbat dalam upaya-upaya yang menyebabkan
terlaksanakannya kewajiban tersebut. Oleh karena itu, mereka layak menanggung dosa;
layak menerima silcsa Allah dan kehinaan balk di dunia maupun di akhirat. Kelayakan
mereka menanggung dosa ini adalah suatu hal yang jelas dan pasti sebagaimana seorang
muslim yang layak menerima siksa karena meninggalkan suatu kewajiban yang telah
diperintahkan oleh Allah. Apalagi kewajiban tersebut merupakan tumpuan pelaksaan
kewajiban-kewajiban lain; tumpuan penerapan syari'at Islam secara menyeluruh, bahkan
menjadi tumpuan eksistensi tegaknya Islam sehingga panji Allah dapat berkibar di
negeri-negeri Islam dan seluruh penjuru dunia.
Oleh karena itu, tidak ada udzur (alasan) apapun bagi seorang muslim di muka
bumi ini untuk berdiam diri terhadap pelaksanaan kewajiban menegakkan agama yang
telah difardlukan oleh Allah ini kepada mereka. Itulah, upaya-upaya untuk menegakkan
khalifah kaum muslimin, manakala di permukaan bumi ini belum ada khilafah; dan
manakala tidak ada orang yang menegakkan hukum-hukum Allah untuk melindungi
kemuliaan-kemuliaan-Nya; dan manakala tidak ada orang yang menegakkan hukum-
hukum agama; yaitu upaya untuk menyatukan seluruh jama'ah kaum muslimin di bawah
panji La Ilaha Ilia Allah Muhammadur Rasulullah.

2. Pilar —pilar Pemerintahan Islam


Sistem pemerintahan Islam tegak di atas empat pilar, yaitu:
1. Kedaulatan di tangan syara'.
2. Kekuasaan milk umat.
210

3. Mengangkat satu khalifah hukumnya fardlu bagi seluruh kaum muslimin.


4. Hanya khalifah yang berhak melakukan tabanni (adopsi) terhadap hukum-hukum
syara'. Dia juga yang berhak membuat undang-undang dasar dan semua undang-undang
yang lain.

a. Kedaulatan Di Tangan Syara'


Inilah pilar-pilar pemerintahan, dimana tanpa adanya pilar-pilar tersebut
pemerintahan ini tidak akan terwujud. Apabila salah satu pilar tersebut tidak ada, maka
pemerintahan ini juga tidak akan terwujud. Yang dimaksud pemerintahan di sini adalah
pemerintahan atau kekuasaan Islam, bukan pemerintahan yang lain. Pilar-pilar ini diambil
dengan cara melakukan telaah yang mendalam terhadap dalil-dalil syara'.
Pilar yang pertama ialah kedaulatan di tangan syara'. Pilar ini memiliki fakta, yaitu
berasal dari kata as siyadah (kedaulatan). Kata tersebut memilki bukti, bahwa kedaulatan
tersebut adalah di tangan syara' dan bukan di tangan umat. Tentang fakta tersebut bisa
dibuktfican, bahwa kata as siyadah, yang bermakna kedaulatan itu sebenamya adalah
istilah Barat. Sedangkan maksud dari kata tersebut adalah yang menangani (mumaris)
dan menjalankan (musayyir) suatu kehendak atau aspirasi (iradah) tertentu. Karena itu.
apabila ada seseorang yang menangani dan mengendalikan aspirasinya, maka
sesungguhnya kedaulatannya ada di tangannya sendiri. Apabila aspirasi orang tersebut
ditangani dan dikendalikan oleh orang lain, maka orang tersebut esensinya telah menjadi
abdun (abdi) bagi orang lain.
Apabila aspirasi umat atau sekelompok umat ditangani dan dikendalikan oleh umat
itu sendiri, dengan perantara individu-individu umat, dimana umat memberikan hak
penanganan dan pengendalian tersebut kepada mereka dengan suka rela, maka mereka
adalah sayyid (tuan) bagi umat. Dan apabila aspirasi umat ditangani dan dikendalikan
oleh umat lain, dengan cara paksa maka umat telah menjadi budak (koloni) mereka. Oleh
karena itu, sistem demokrasi, dengan kedaulatan di tangan rakyat berarti rakyatlah yang
menangani dan mengendalikan aspirasinya. Rakyat akan mengangkat siapa saja yang
dikehendaki dan akan memberikan hak penanganan dan pengendalian aspirasinya kepada
siapa saja (yang dikehendaki). Inilah fakta kedaulatan yang justru malah menghilangkan
kekuasaan di atas pundak rakyat.
211

Sedangkan yang pasti, kedaulatan adalah di tangan syara', bukan di tangan umat.
Sehingga yang menangani dan mengendalikan aspirasi individu adalah syara' bukan
individu itu sendiri, dengan sesukanya. Melainkan, aspirasi individu itu ditangani dan
dikendalikan berdasarkan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Dalil berkaitan
dengan kedaulatan ini adalah finnan Allah:
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan." (Q.S. An Nisa': 65)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan
ia kepada Allah (Al Kitab) dan Rasul (sunahnya), jika kalian benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian." (Q.S. An Nisa': 59)
Pengertian 'Kembalikan ia kepada Allah dan Rasul" adalah 'Kembalikan kepada hukum
syara'". Dalil lain adalah sabda Rasulullah saw.:
"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, kecuali hawa nafsunya mengikuti apa
yang aku bawa (hukum syara)." (Al Arba'in An Nawawiyah, hadits no. 40; Fathul Bari,
Jilid XIII haL 289)

Oleh karena itu, yang berkuasa di tengah-tengah umat dan individu serta yang menangani
dan mengendalikan aspirasi umat dan individu itu adalah apa yang dibawa oleh
Rasulullah saw. Dimana umat dan individu harus tunduk kepada syara'. K arena itu,
kedaulatan di tangan syara'. Maka, seorang khalifah tidak akan dibai'at oleh umat sebagai
ajiir (pekeija, buruh atau pegawai) umat agar melaksanakan apa saja yang dikehendaki
umat, sebagaimana yang terjadi dalam sistem demokrasi. Melainkan khalifah diba?at
oleh umat berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya agar ia melaksanakan Kitabullah
dan Sunah Rasul tersebut, yaitu agar melaksanakan hukum syara'; bukan untuk
melaksanakan apa yang dimaui oleh manusia (umat) hingga kalau seandainya orang yang
telah memba'at khalifah tersebut keluar dari ketentuan syara' (memberontak, atau
membangkang terhadap aturan syara'), maka khalifah akan memerangi mereka sampai
kembali lagi.
b. Kekuasaan Milik Umat
Adapun pilar kedua, yaitu kekuasaan di tangan umat, diambil dari &kta bahwa
212

syara' telah menjadikan pengangkatan khalifah oleh umat, dimana seorang khalifah hanya
memiliki kekuasaan melalui bai'at. Dahl bahwa syara' telah menjaaan pengangkatan
khalifah oleh umat adalah tegas sekali di dalam hadits-hadits tentang bai'at. Diriwayatkan
dari Ubadah Bin Shamit yang berkata:

"Kami telah membaiat Rasulullah saw. untuk setia mendengarkan dan mentaati
perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi ataupun tidak kami senangi."
(Shalub Bukhari no. 7199)
Dan Jarir Bin Abdillah yang berkata:
"Aku membaiat Nabi saw. untuk mendengar dan mentaati perintahnya."
Dan Abi Hurairah yang berkata:
"Ada tiga orang yang pada hari kiamat nanti, dimana Allah SWT. tidak akan mengajak
bicara mereka, tidak mensucikan mereka, dan mereka akan mendapatkan siksa yang
pedih. Pertama, orang yang memiliki kelebihan air di jalan namun melarang ibnu sabil
(musafir yang kehabisan bekal) memanfaatkannya. Kedua, orang yang telah membaiat
imam tetapi hanya karena pamrih keduniaan; jika diberi apa yang diinginkan maka ia
menepati baiatnya, kalau tidak ia tidak akan menepatinya. Ketiga, orang yang menjual
barang dagangan kepada orang lain setelah waktu 'Ashar, lalu dia bersumpah demi
Allah bahwa dia telah diberi keuntungan dengan dagangan itu segini dan segini (dia
telah menjual dengan harga tertentu), orang itu (calon pembeli) mempunyainya lalu
membeli dagangan tersebut, padahal dia (penjual) tidak diberi keuntungan dengan
dagangan itu (belum menjual dengan harga tersebut)."

Bai'at tersebut diberikan oleh kaum muslimin kepada khalifah, bukan oleh khalifah
kepada kaum muslimin, karena merekalah yang membai'at khalifah, dimana merekalah
yang sebenamya mengangkat khalifah sebagai penguasa mereka. Yang terjadi pada masa
Khulafaur Rasyidin adalah bahwa mereka telah menjadi khalifah dengan cara mengambil
bai'at dan tangan umat. Mereka juga tidak akan menjadi khalifah, kalau tidak dengan
bai'at dan umat yang diberikan kepada mereka.
Sedangkan khalifah memiliki kekuasaan karena diba?at adalah jelas dan tegas
berdasarkan hadits-hadits at tha'at (keharusan taat kepada imam) dan hadits-hadits
213

kesatuan khilafah. Diriwayatkan dart Abdullah Bin Amru Bin Ash yang berkata: 'Bahwa
dia pernah mendengarkan Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa saja yang telah membai'at seorang imam, lalu ia memberikan uluran tangan dan
buah hatinya, hendaklah mentaatinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain yang
hendak merebutnya maka perangi orang itu."

Dart Nafi' yang berkata: "Abdullah Bin Umar berkata kepadaku: 'Aku mendengarkan
Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa saja yang melepaskan tangan dart ketaatan kepada Allah, ia akan bertemu
dengan Allah di hart kiamat tanpa mempunyai huj fah, dan siapa saja yang mati
sedangkan di atas pundaknya tidak ada bai'at, maka ia mati dalam keadaan mati
jahiliyah."

Dart Ibnu Abbas dart Rasulullah saw. bersabda:


"Siapa saja yang membenci sesutu dart pemimpinnya, hendaklah ia tetap bersabar.
Sebab, siapa saja yang keluar (memberontak) dart penguasa sejengkal saja kernudian
mati dalam keadaan demikian, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah."

Dart Abu Hurairah dart Nabi saw. bersabda:


"Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap
kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan
nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan banyak khalifah'. Para sahabat bertanya: 'Apakah
yang engkau perintahkan kepada kami?' Beliau menjawab: 'Penuhilah bai'at yang
pertama dan yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka haknya, karena Allah nanti
akan menuntut pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang dibebankan urusannya
kepada mereka'." (H.R. Imam Muslim dart Abi HaLim, hadits no. 1842)

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa khalifah mendapatkan kekuasaan semata-mata


melalui bai'at. Karena Allah telah mewajibkan agar mentaati khalifah dengan adanya
bai'at: "Siapa saja yang telah membaiat imam .... hendaklah ia mentaatinya." (Al Hadits).
Karena itu, khalifah barn mendapatkan kekhilafahannya dengan melalui bai'at, dan umat
214

a wajib mentaatinya karena ia adalah khalifah yang benar-benar telah dibdat. Oleh karena
itu khalifah benar-benar telah mendapatkan kekuasaan dari tangan umat dengan adanya
bai'at umat kepadanya. Dan ketaatan umat wajib dibenkan kepada orang yang mereka

g bai'at, yaitu kepada orang yang karena adanya orang itu di atas pundak umat terdapat
bai'at.
Kenyataan ini menurljukkan bahwa kekuasaan di tangan umat. Akan halnya Nabi
an saw. sekalipun beliau adalah rasul, namun beliau tetap saja mengambil baiat dari tangan
umat maksudnya adalah bai'at untuk mendapatkan kekuasaan dan pemerintahan, bukan
to LI bai'at terhadap kenabian. Beliau telah mengambil bai'at tersebut bail( dari pria maupun
ari wanita dan beliau tidak mengambil bai'at dari anak-anak kecil yang belum baligh. Karena
'Ui kaum musliminlah yang mengangkat seorang khalifah dan membai'at mereka dengan
kitabullah dan sunah Rasul-Nya, disamping khalifah mendapatkan kekuasaan hanya
dengan adanya bai'at tersebut, maka semuanya tadi telah menjadi dalil yang tegas bahwa
kekuasaan adalah milik umat; dimana umat akan membenkarmya kepada siapa saja yang
dikehendakinya.
Tian
c. Mengangkat satu khalifah hukumnya fardlu bagi seluruh kaum muslimin
Pilar yang ketiga, yaitu mengangkat satu khalifah hukumnya fardlu bagi seluruh
kaum muslimin; sebenamya hukum fardlu tersebut ditetapkan di dalam hadits.
iiap Diriwayatkan dari Nall' yang berkata: "Abdullah Bin Umar berkata kepadaku: 'Aku
tkan mendengar Rasulullah saw. bersabda:
tkah "Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah, ia akan bertemu
ran a dengan Allah di hari kiamat tanpa mempunyai hujjah, dan siapa saja yang mati
sedangkan di atas pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati dalam keadaan mati
jahiliyah."

Wajhul Istidlal (bentuk makna yang dapat diambil) melalui hadits ini adalah bahwa
Rasulullah telah mewajibkan kepada setiap muslim agar di atas pundaknya ada bai'at
mama kepada seorang khalifah; bukan mewajibkan setiap muslim untuk membai'at khalifah.
Oleh karena itu, yang diwajibkan adalah adanya bai'at di atas pundak setiap muslim;
mat yaitu adanya khalifah yang dengan begitu di atas pundak masing-masing orang Islam ada
215

bai'at. Karena adanya khalifah itulah yang menyebabkan di atas pundak masing-masing
orang Islam ada bai'at, baik karena secara langsung dia ficut berbai'at atau tidak.
Sedangkan khalifah harus satu orang, itu disandarkan kepada hadits yang
diriwayatkan dan Abi Said Al Khudri dan Nabi saw. bersabda:
"Apabila dibaiat dua orang khalifah, maka perangi yang terakhir dari keduanya."(H.R.
Imam Muslim, no. 1853)
Hadits ini tegas sekali, bahwa kaum muslimin diltaramkan untuk memiliki khalifah lebih
dan satu orang.

d. Hanya khalifah yang berhak melakukan adopsi (tabanni) terhadap hukum-


hukum syara'
Pilar yang keempat adalah bahwa hanya khalifah yang berhak melakukan adopsi
(tabanni) terhadap hukum-hukum syara'. Pilar ini ditetapkan berdasarkan dalil ijma'
sahabat. Ijma' sahabat telah menetapkan, bahwa hanya khalifah yang berhak untuk
mengadopsi hukum-hukum syara'. Berdasarkan ijma' ini diambil kaidah ushul fiql yang
terkenal:
"Perintah imam (khalifah) menghilangkan perselisihan (di kalangan fuqaha')."
"Perintah imam (khalifah) berlaku, baik secara lahir maupun batin."
"Bagi seorang sulthan (khalifah) diperbolehkan untuk mengambil keputusan hukum
sesuai dengan masalah yang terjadi."
Sejalan dengan empat 'Aar pemerintahan Islam, para ulama 7 telah menyusun
kategori Negara dalam hubungan intemasional dalam dua kategori: (1) Negara Islam
(Darul Islam) dan (2) Negara Kufur (Darul Kufur). Darul Islam adalah pemerintahan
yang menerapkan seluruh syariah Islam dan keamanan Negara ditangan kaum muslimin.
Contoh: Seperti Negara Madinah pada Saat Rasul SAW dan para khalifah penggantinya.
Darul Kufur adalah pemerintahan yang tidak menerapkan seluruh syariat Islam dan
keamanan Negara tidak di tangan kaum muslimin,

.
Thantaranya adalah DR Muhammad Khair Haikal (dalam kitab Al Jihad wal Qital, 11660), Ibn Hazm (Al
Muhalla, VII/305), Abu Zahrah (Al Jarimah wal Uqubat fi Fiqh Islam, h.343), Abdul Wahab Khalaf
(Assiyasah syariah, h.69).
216

Polink luar negeri pemerintahan Islam bertujuan untuk mengemban dakwah Islam ke
seluruh penjuru dunia, dan melakukan jihad terhadap Negara kufiw yang menghalangi. 8

Sehingga hubungan Negara Islam dengan Negara lain dapat dibagi menjadi empat: (1)
Negara —negara yang ada di dunia Islam dianggap sebagai satu wilayah dan tidak
dimasukkan dalam politilc luar negeri. Negara wajib untuk menyatukan wilayah-wilayah
tersebut dalam satu kesatuan. (2) Negara yang tenkat dalam perjanjian (mu'aahid) maka
Negara-negara tersebut berinteraksi sesuai dengan isi teks perjanjian, apakah dalam
bidang ekonomi atau yang lainnya. (3) Negara yang tidak tenkat dalam perjanjian
(muhariban hukman), tapi tidak memerangi secara langsung, (4) negara yang memerangi
Negara Islam secara langsung (muhariban fi'lan), maka interaksinya adalah interaksi
perang.

C. Relevansi Khilafah Islam dengan Problematika Indonesia

Saat ini masyarakat dunia termasuk di Indonesia menerapkan sistem pemerintahannya


diatas asas sekuler. Asas sekuler adalah paham yang memisahkan agama dan kehidupan.
Di dalam prakteknya, sistem pemerintahannya menggunakan sistem demokrasi dan
sistem ekonominya menggunakan sistem kapitalisme-liberal.

Sistem Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berpijak pada prinsip "dari, oleh dan
untuk rakyat (government from the people, by the people and for the people). Secara
historis sistem demokrasi adalah reaksi dan kezhaliman sistem pemerintahan otoriter.
Bentuk pemerintahan dalam demokrasi ditegakan atas Trias Polinka (kekuasaan dibagi
menjadi tiga bagian, legislatil eksekutit dan yudkatif). Legislatif adalah pembuat
hukum. Eksekutif adalah pelaksana hukum. Yudkatif adalah pengawas pelaksanaan
hukum.

Hukum yang dibuat, dilaksanakan dan diawasi adalah hukum buatan manusia. Artinya
demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menjadkan manusia sebagai fokus. Padahal
pembuat hukum yang sejati adalah pencipta manusia, Allah SWT. Ini artinya sistem

8
Islam adalah agama dakwah. Pemerintahan Islam melakukan 3 langkah secara sistematis, (1)dakwah
Islam kepada Negara-negara kufur, (2) bila tidak bersedia maka ditawarkan pilihan untuk membayar jizyah
untuk kompensasi perlindungan yang diberikan oleh pemerintahan islam, (3) bila tidak bersedia dan
menghalangi dakwah maka langkah jihad ditempuh untuk menghilangkan hambatan atau halangan fisik.
217

demokrasi adalah bukan sistem yang didasarkan pada aturan Allah SWT. Dengan kata
lain, sistem demokrasi adalah sistem kufur. Sistem yang tidak sesuai dengan Islam.
Haram untuk menerapkan dan menyebarkannya. Balk demokrasi berbentuk pemerintahan
presidensial atau parlementer. Balk demokrasi dalam bentuk Negara kesatuan ataupun
federasi. Bail( demokrasi dalam sistem Republik ataupun Kerajaan.

Jadi, demokrasi bukan sekadar tata cara atau prosedur pemilihan pemimpim, balk dia
kepala Negara dan kepala daerah melalui pemilthan umum yang dilaksanakan secara
terbuka. Demokrasi bukan musyawarah. Demokrasi adalah sistem. Hakikat demokrasi
adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada kehendak manusia (kedaulatan rakyat)
bukan kehendak Allah (kedaulatan Syariah).

Implikasi dari penerapan sistem demokrasi ini, adalah berbagai kerusakan (fasad). Di
bidang pemerintahan bersifat pragmatic-oportunist&. Aturan perundangan yang
dijalankan tidak didasarkan pada syariah Islam. Banyak kepala daerah, balk gubemur dan
bupati walikota yang terjerat kasus korupsi karena mahalnya biaya menjadi kepala daerah
telah membuat mereka terdorong untuk melakukan korupsi. Di dalam sistem ekonomi,
kegiatan ekonomi, ditumpukan pada bank dan pasar modal yang berbasis bunga, hutang
luar negeri kita berbasiskan pada bunga (riba, interest) yang menciptakan kemiskinan,
jebakan hutang, kesenjangan dan kehidupan yang materialistk Sistem pendidikan
didasarkan pada pendidikan yang materialist& yang menghasllkan manusia berorientasi
kebendaan. Sistem sosial, pergaulan pria dan wanita yang serba boleh (perrnisif) dan
liberal, sehingga berdampak pada tidak terjaganya aurat, pergaulan bebas, aborsi,
perceraian, dan kehidupan keluarga yang rusak (broken family). Di dalam sistem
hubungan luar negeri (internasional), dengan negara lain kita saat ini banyak menjadi
objek (pasar ekonomi, konsumen atas produk asing) dan belum berperan menjadi subjek
yang dominan dalam menentukan keadilan dan kesejahteraan dunia.

Penerapan sistem Islam, balk dalam politik dalam negeri dan luar negeri, secara
keyakinan akan membawa kebaikan karena Islam adalah Rahmatan Lil Alamin.
Perubahan yang mendasar, damai dan sistemik, sebagaimana diteladankan oleh Rasul
SAW, akan menjadikan Islam terwujud secara nyata dan kongkrit dalam kehidupan.
Bukankah kerusakan (fasad) adalah karena berpalingnya manusia dan aturan Allah ? Kita
218

membutuhkan perubahan secara mendasar, balls sistem aturan yang balk dan orang yang
balk. Sistem yang balk adalah sistem ideal yang didasarkan pada syariah Allah. Allah
adalah pencipta manusia yang paling mengetahui kebutuhan dan kebailcan manusia.
Orang yang balk adalah orang hanya taat kepada Allah dan RasulNya.

Allah telah berfirman dalam QS Thaha: 124,

.4-:°411 :9; (.4<)-3 CD:°,9


Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta (QS 20 : 124)

0 := 3t.31:3 c.1:41,3 1 ::)ea 1 ■ Y;'*1 1:q:`31 -j L5 -j111 JAI


;j6123:1- ti

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri, beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. "[QS. 7:96]

Bahan Diskusi

1. Apa Pengertian Khilafah Islam?


2. Apa Dalil-Dalil Wajibnya Penegakkan Khilafah Islam ?
3. Apakah Pilar —Oar pemerintahan Islam?
4. Apa relevansi Konsepsi Sistem pemerintahan Islam dalam konteks Indonesia?

Referensi

Mahmud Abd Majid Al Khalidi, Pilar-Pilar Sistem Pemerintahan Islam (terjemah), Penerbit Al
Azhar Press, 2013

Farid Wajdi (dkk), Ilusi Negara Demokrasi, Penerbit Al Azhar Press, 2009

Khalid Ibrahim Jindan, Teori Polk& Islam (terjemah), Penerbit Risalah Gusti, 1999
Imam As suyuthi, Tarikhul Khulafa; Sejarah Para Penguasa Islam (terjemah), Penerbit Pustaka Al
Kautsar, 2009

Imam Al Mawardi, Al Ahkam Sulthoniyah (Terjemah), Penerbit Darul Falah, 2006.

Anda mungkin juga menyukai