Anda di halaman 1dari 4

Pengertian dan Ruang Lingkup Syariat Islam

Definisi Syariat Islam


Kata syariat Islam merupakan pengindonesiaan dari kata Arab, yakni as-syarah al-Islmiyyah.
Secara etimologis, kata as-syarah mempunyai konotasi masyraah al-m (sumber air
minum).1 Orang Arab tidak menyebut sumber tersebut dengan sebutan syarah kecuali jika sumber
tersebut airnya berlimpah dan tidak pernah kering. 2 Dalam bahasa
Arab, syaraa berarti nahaja (menempuh), awdhaha(menjelaskan), dan bayyana al-
maslik (menunjukkan jalan). Syaraa lahum-yasyrau-syaran berartisanna (menetapkan).3 Syariat
dapat juga berarti madzhab (mazhab) dan tharqah mustaqmah (jalan lurus).4

Dalam istilah syariat sendiri, syarah berarti agama yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk hamba-
hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan yang beragam. 5 Hukum-hukum dan
ketentuan tersebut disebut syariat karena memiliki konsistensi atau kesamaan dengan sumber air
minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Dengan demikian, syariat dan agama
mempunyai konotasi yang sama,6 yaitu berbagai ketentuan dan hukum yang ditetapkan oleh Allah
SWT bagi hamba-hamba-Nya.
Sementara itu, kata al-Islm (Islam), secara etimologis mempunyai konotasi inqiyd (tunduk)
danistislm li Allh (berserah diri kepada Allah). Istilah tersebut selanjutnya dikhususkan untuk
menunjuk agama yang disyariatkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. Dalam konteks inilah,
Allah menyatakan kata Islam sebagaimana termaktub dalam firman-Nya:
Hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, mencukupkan nikmat-Ku atas
kalian, dan meridhai Islam sebagai agama bagi kalian. (QS al-Midah [5]: 3).
Karena itu, secara syar, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
junjungan kita, Muhammad saw., untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, dirinya
sendiri, dan sesamanya.7 Hubungan manusia dengan Penciptanya meliputi masalah akidah dan ibadah;
hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi akhlak, makanan, dan pakaian; hubungan manusia
dengan sesamanya meliputi muamalat dan persanksian.8
Dengan demikian, syariat Islam merupakan ketentuan dan hukum yang ditetapkan oleh Allah atas
hamba-hamba-Nya yang diturunkan melalui Rasul-Nya, Muhammad saw., untuk mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesamanya. Artinya, cakupan syariat
Islam meliputi akidah dan syariat. Dengan kata lain, syariat Islam bukan hanya mengatur seluruh
aktivitas fisik manusia (afl al-jawrih), tetapi juga mengatur seluruh aktivitas hati manusia (afl
al-qalb) yang biasa disebut dengan akidah Islam. Karena itu, syariat Islam tidak dapat
direpresentasikan oleh sebagian ketentuan Islam dalam masalah hudd (seperti hukum rajam, hukum
potong tangan, dan sebagainya); apalagi oleh keberadaan sejumlah lembaga ekonomi yang menjamur
saat ini semisal bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, dan sebagainya.
Ruang Lingkup Syariat Islam
Dengan definisi syariat Islam baik secara etimologis maupun terminologis syar di atas, tampak jelas
bahwa ruang lingkup syariat Islam adalah seluruh ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan akidah
maupun peraturan atau sistem kehidupan yang menjadi turunannya.
Akidah Islam adalah keimanan kepada Allah dan para malaikat-Nya, pada kitab-kitab-Nya, kepada
para rasul-Nya, serta pada Hari Akhir dan takdir, yang baik dan buruknya berasal dari Allah SWT
semata.9 Akidah Islam juga meliputi keimanan pada adanya surga, neraka, dan setan serta seluruh
perkara yang berkaitan dengan semua itu. Demikian juga dengan hal-hal gaib dan apa saja yang tidak
bisa dijangkau oleh indera yang berkaitan dengannya. 10 Akidah Islam merupakan pemikiran yang
sangat mendasar (fikr assi). Ia mampu memecahkan secara sahih problem mendasar manusia di
seputar: dari mana manusia berasal; untuk apa manusia ada; dan mau ke mana manusia setelah
mati.11 Artinya, akidah Islam merupakan pemikiran yang menyeluruh (fikrah kulliyyah) yang menjadi
sumber dari seluruh pemikiran cabang. Ia adalah pemikiran mendasar yang membahas persoalan di
seputar:
(1) alam semesta, manusia, dan kehidupan
(2) eksistensi Pencipta dan Hari Akhir
(3) Hubungan alam, manusia, dan kehidupan dengan Pencipta dan Hari Akhir.
Dalam konteks manusia, hubungan yang dimaksud adalah hubungan dirinya sebagai hamba dengan
Allah yang harus tunduk pada syariat-Nya. Sebab, syariat Allah merupakan standar akuntalibitas bagi
seluruh aktivitas manusia di hadapan-Nya.12
Sementara itu, peraturan atau sistem kehidupan Islam merupakan kumpulan ketentuan yang mengatur
seluruh urusan manusia; baik yang berkaitan dengan ubudiah, akhlak, makanan, pakaian, muamalat,
maupun persanksian.13 Tentu saja, untuk bisa disebut sistem Islam, ia harus digali dari dalil-
daliltafshli (rinci); baik yang bersumber dari al-Quran, Hadis Nabi, Ijma Sahabat, maupun Qiyas.
Al-Quran, misalnya, dengan tegas menyatakan:
Kami telah menurunkan al-Kitab (al-Quran) ini kepadamu (Muhammad) untuk menjelaskan segala
sesuatu. (QS an-Nahl [16]: 89).

Hadis Nabi juga telah menjelaskan hal yang sama:


Aku telah meninggalkan dua perkara yang menyebabkan kalian tidak akan sesat selamanya selama
kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. (HR at-Turmudz,
Ab Dwud, Ahmad).
Dari dua nash di atas, tampak jelas bahwa syariat Islam yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw.
telah mengatur segala urusan tanpa kecuali; mulai dari hubungan manusia dengan Penciptanya
dalam konteks akidah dan ibadah semisal shalat, puasa, zakat, haji dan jihad; hubungan manusia
dengan dirinya sendiri seperti dalam urusan pakaian, makanan dan akhlak; hingga hubungan manusia
dengan sesamanya seperti dalam urusan pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik luar
negeri, dll.Secara konseptual, semuanya telah diatur oleh Islam dengan sejelas-jelasnya.
Sementara itu, dalam tataran praktis atau aplikatif, Islam juga memiliki tatacara tertentu yang
digunakan untuk mengaplikasikan hukum-hukumnya, memelihara akidahnya, dan mengembannya
sebagai risalah dakwah. Dengan demikian, yang pertama bersifat konseptual dan tidak mempunyai
pengaruh secara fisik sehingga disebut sebagai fikrah (konsep) saja, sedangkan yang kedua bersifat
praktis dan aplikatif sehingga disebut dengan tharqah (metode). Sebab, yang terakhir ini tidak hanya
bersifat konseptual, tetapi juga bersifat praktis dan aplikatif karena merupakan aktivitas fisik yang
mempunyai pengaruh secara fisik, di samping bersifat tetap.

Kedua fakta di atas bisa dijelaskan lebih jauh. Akidah Islam, kewajiban shalat, zakat, haji, dan puasa,
misalnya, adalah fikrah. Sementara itu, jihad, dakwah, dan sanksi atas tindakan kriminal (uqbt)
adalah tharqah karena merupakan aktivitas fisik yang mempunyai pengaruh secara fisik dan bersifat
tetap; tidak berubah karena situasi dan kondisi. 14 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa syariat
Islam mencakup fikrah dan tharqah.
Karena syariat Islam terdiri dari fikrah dan tharqah, keduanya harus diyakini secara utuh; tidak boleh
dipisahkan satu sama lain. Mengimani fikrah-nya saja (semisal kewajiban menegakkan shalat dan
haramnya meninggalkan zakat) tanpa meyakini tharqah untuk mengaplikasikannya semisal
(keharusan memberlakukan sanksi tazr bagi para pelanggarnya) bukan hanya akan mengakibatkan
terabaikannya pelaksanaan syariat Islam tersebut, tetapi juga dapat mengantarkan siapa saja yang
mengingkarinya pada kekufuranjika yang diingkarinya adalah hukum-hukum yang bersifat
tegas/pasti (qath) dari segi sumber (tsubt) dan makna (dallah)-nya.
Dengan ungkapan lain, syariat Islam sesungguhnya meliputi keyakinan spiritual (aqdah rhiyyah)
dan ideologi politik (aqdah siysiyyah). Spiritualisme Islam telah membahas hubungan pribadi
manusia dengan Tuhannya yang terangkum dalam akidah dan ubudiah; membahas pahala dan dosa
manusia; serta membahas seluruh urusan keakhiratan manusia seperti surga dan neraka. Sebaliknya,
ideologi politik Islam telah membahas seluruh urusan keduniaan yang terangkum dalam hubungan
manusia dengan dirinya sendiri maupun dengan sesamanya; baik menyangkut bidang pemerintahan,
ekonomi, sosial, pendidikan, maupun politik luar negeri, dan sebagainya. 15 Istilah aqdah (keyakinan,
prinsip dasar, ideologi) sengaja digunakan untuk menyebut kedua konsepsi di atas. Alasannya, karena
masing-masing aspek tersebut merupakan ajaran Islam yang harus diyakini oleh setiap Muslim dan
merupakan persoalan agama yang telah sama-sama diketahui urgensinya (malm min ad-dn bi adh-
dharrah). Penolakan terhadap salah satu atau kedua-duanya sekaligus dapat mengakibatkan
seseorang terpelanting dari Islam alias murtad.
Dari sini, dapat disimpulkan, bahwa syariat Islam bukan hanya mengatur urusan dan persoalan yang
dibahas oleh agama, tetapi juga urusan dan persoalan yang dibahas oleh ideologi. Dengan lingkup
syariat Islam yang meliputi dua wilayah iniagama dan ideologimaka tepat sekali jika Islam
disebut sebagai agama dan ideologi sekaligus. Artinya, secara mendasar, Islam jelas berbeda dengan
Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, dan sebagainya yang bersifat spiritual. Syariat agama-agama non-
Islam di atas pada faktanya hanya membahas urusan dan persoalan spiritual (keakhiratan) sehingga
hanya layak disebut sebagai agama. Sebaliknya, urusan dan persoalan keduniaan yang dibahas oleh
ideologi, tidak dibahas oleh agama-agama non-Islam tersebut. Islam juga berbeda dengan ideologi-
ideologi lain seperti Kapitalisme dan Sosialisme. Kedua ideologi tersebut pada faktanya juga hanya
membahas urusan dan persoalan keduniaan semata. Sebaliknya, urusan dan persoalan spiritual
(keakhiratan) yang dibahas oleh agama tidak dibahas oleh keduanya. Karena itu, baik Kapitalisme
maupun Sosialisme tidak dapat disebut sebagai agama, tetapi lebih tepat disebut sebagai ideologi.
Walhasil, Islamlahdengan syariatnyasatu-satunya yang ada di dunia ini yang membahas seluruh
urusan dan persoalan keduniaan maupun keakhiratan dengan sempurna. Artinya, hanya Islamlah satu-
satunya syariat di dunia ini yang utuh dan sempurna, yang dapat diimplementasikan sebagai agama
dan ideologi sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai