CIREBON
Proses Belajar
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecenderungan spiritual dari kakek buyutnya, Jamaluddin
Akbar al-Husaini, sehingga ketika telah selesai menimba ilmu di pesantren Syekh Datuk Kahfi ia
meneruskan pembelajaran agamanya ke Timur Tengah.
Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun Kota Cirebon dan
tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil
peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu
setelah Uwaknya wafat.
Pernikahan
Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di Tuban, Jawa Timur untuk mencari
pengganti Sunan Ampel sebagai pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati), sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung
Sembung, kecamatan Gunung Jati, kabupaten Cirebon, propinsi Jawa Barat. Pusat kegiatan
keagamaan ini kemudian disebut sebagai Puser Bumi (bahasa Indonesia: pusatnya dunia).[9]
Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai penguasa Cirebon kemudian
digantikan putra adiknya yakni Syarif Hidayatullah (anak dari pernikahan Nyai Rarasantang
dengan Syarif Abdullah dari Mesir) yang sebelumnya menikahi Nyimas Pakungwati (putri dari
Pangeran Walangsungsang dan Nyai Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal dengan
sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad
Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba
Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah.[10]
Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga selalu mendekati kakeknya yakni Jaya Dewata
(prabu Silih Wangi) agar berkenan memeluk agama Islam seperti halnya neneknya Nyai Subang
Larang yang memang sudah lama menjadi seorang muslim jauh sebelum menikah dengan
prabu Silih Wangi, tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482 (pada saat
kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah menjadi satu kembali di tangan prabu Silih Wangi),
seperti yang tertuang dalam naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.
Pada tanggal 12 Shafar 887 Hijriah atau tepatnya pada tanggal 2 April 1482 Masehi, akhirnya
Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu Silih Wangi selaku Raja
Pakuan Pajajaran bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti. Maklumat
tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon (bahasa Cirebon: gegeden).
Pada tanggal 12 Shafar 887 Hijriah atau tepatnya pada tanggal 2 April 1482 Masehi, akhirnya
Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu Silih Wangi selaku Raja
Pakuan Pajajaran bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti. Maklumat
tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon (bahasa Cirebon: gegeden).
Untuk memperkuat hubungan dengan kesultanan Demak dilakukan dengan pernikahan putra
putri kedua kesultanan.[11]
1. Sunan Kalijogo
2. Raden Sahuri / Ahmad Sahuri
3. Syeikh Subaqir (Arya Tejo 3)
4. Ali Nuruddin
5. Syeikh Jumadil Kubro
6. Jamaluddin al-Husain bin
7. Ahmad Syah Jalaluddin bin
8. Amir Abdullah Azmatkhan bin
9. Abdul-Malik Azmatkhan bin
10. Alwi ‘Ammil Faqih bin
11. Muhammad Shohib Mirbath bin
12. Ali Khali' Qasam bin
13. Alwi Shohib Baiti Jubair/'Alwi Ats Tsani bin
14. Muhammad Shohibus Saumah bin
15. Alawi bin
16. Ubaidillah
17. Ahmad al-Muhajir bin
18. Isa bin
19. Muhammad an-Naqib bin
20. Ali bin
21. Imam Ja’far ash-Shadiq bin
22. Imam Muhammad al-Baqir bin
23. Imam Ali bin Husain bin
24. Imam Husain Asy-Syahid bin
25. Ali bin Abu Thalib
Dari Jalur Ibu :
Raden Ayu Arya Teja putri dari :
Arya Teja II /Aryo Dikoro (Adipati Tuban ke 5 : 1326 - 1349). Putra dari :
Arya Teja I / Raden Haryo Lena (Adipati Tuban ke 4 : 1306 - 1326). putra dari :
Aryo Sirolawe (Adipati Tuban ke 3 : 1291 - 1306) Putra dari :
Arya Adikara atau Arya Ranggalawe. (Adipati tuban ke 2 : 1282 - 1291) putra dari :
Arya Wiraraja / Prabu Menak Koncar I Banyak Wide (Rakryan Demung Singasari :
1290, Raja Kerajaan Lamajang Tigang Juru bergelar Prabu Menak Koncar I : 1293)
Adipati Ponorogo menikah dengan Nararya Kirana.
Dari Adipati Ponorogo, hilang nasab.
Tapi dari Nararya Kirana ketemu.
Nararya Kirana putri dari :
Wisnu Wardhana (Raja Ke 4 Singosari : 1250- 1268), putra dari :
Anusapati (Raja Ke 2 Singosari : 1227 - 1248). putra dari :
Tunggul Ametung (Akuwu Tumapel pada kerajaan Kadiri di masa Kertajaya : 1194-
1222).
Kelahiran
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Santi Kusumo. Dia adalah
putra empu Santi badra dan kakeknya bernama Badranala dan buyutnya bernama Maladresmi
raja lasem yang bergelar Rajasawardana. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh
Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.Sunan kali jaga adalah adik dari DAN
MPU AWANG (Santi Puspo/Sayid Abubakar ).dan sunan kali jaga adalah anak terkahir dari
sepuluh bersaudara.
Wafat
Ketika wafat, ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini hingga
sekarang masih ramai diziarahi orang - orang dari seluruh indonesia
Pernikahan
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana
Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi
Sofiah. Maulana Ishak memiliki anak bernama Sunan Giri dan Dewi Saroh. Mereka adalah
kakak beradik.
Sunan Kalijaga juga menikah dengan puteri Aria Dikara. Dari pernikahan itu, lahirlah Raden
Ayu Panengah, yang setelah dewasa menikah dengan Ki Ageng Ngerang III. Merekalah orang
tua Ki Penjawi, salah satu sesepuh Mataram.
Berda'wah
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu
mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi di kerajaannya, merampok orang-
orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokanya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang
miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang
bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia
merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin.
Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah
S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren
emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah
buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang.
Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan
Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu
menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi
sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang.
Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu
lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.
Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah
menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi
Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang.
Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Namun, cerita ini
banyak diragukan oleh para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan
bertentangan dengan ilmu syariat
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan
Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik
(pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika
diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil
memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya
kebiasaan lama hilang.
Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir,
wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya
yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa,
perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi
Ratu ("Petruk Jadi Ratu"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin
serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui
Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas,
serta Pajang.
Hingga saat ini, nama Sunan Kalijaga diabadikan sebagai nama kampus di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan organisasi kemahasiswaan PMII Sunan Kalijaga Universitas Negeri Malang.