HALAMAN JUDUL
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3 KELAS E REGUER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
BENGKULU
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIK PERADILAN MAHKAMAH KONSTITUSI
IDENTITAS KELOMPOK
NO NAMA NPM
II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik MK dengan
judul “ ”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara dan Praktik Mahkamah
Konstitusi pada program Strata-1 di Fakultas Hukum, Universitas Bengkulu.
Tak lupa, kami ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang terlibat dan
ikut serta membantu dalam proses penyusunan laporan ini. Serta bimbingan dosen
pengampu mata kuliah Hukum Acara Praktik Mahkamah Konstitusi, Bapak ARI
WIRYA DINATA, S.H., M.H dan Bapak ILHAM KURNIAWAN ARDI, S.H.,
M.H.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak terdapat kesalahan
dan kekurangan. Meskipun demikian, kami berharap laporan ini dapat manambah
ilmu dan pengetahuan bagi kita semua, baik kami sebagai penulis, pembaca dan
semua pihak yang membaca sehingga dapat memberikan dan menambah
pemahaman dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Hukum Acara dan
Praktik Mahkamah Konstitusi.
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................2
IDENTITAS KELOMPOK..........................................................................................................3
KATA PENGANTAR...................................................................................................................3
DAFTAR ISI..................................................................................................................................4
PUTUSAN......................................................................................................................................5
RISALAH PUTUSAN.................................................................................................................43
SURAT KUASA KHUSUS PEMOHON...................................................................................45
SURAT KUASA TERMOHON PEMERINTAH.....................................................................47
SURAT KUASA KHUSUS TERMOHON DPR.......................................................................48
SURAT PENETAPAN MAJELIS HAKIM PANEL................................................................49
SURAT PENETAPAN MAJELIS HAKIM PLENO................................................................50
SURAT PENETAPAN HARI SIDANG....................................................................................51
SURAT PENTAPAN HARI SIDANG PEMERIKSAAN PENDAHULUAN.........................52
SURAT PEMANGGILAN PARA PIHAK................................................................................53
SURAT LAPORAN PENDAHULUAN.....................................................................................55
RISALAH SIDANG PENDAHULUAN.....................................................................................56
PERMOHONAN PENGUJIAN.................................................................................................57
RISALAH PEMBACAAN PERMOHONAN............................................................................67
KETERANGAN TERTULIS DPR RI.......................................................................................68
RISALAH PEMERINTAH DAN DPR......................................................................................79
KESIMPULAN DPR DAN PEMERINTAH.............................................................................80
RISALAH PEMBACAAN KESIMPULAN..............................................................................81
RISALAH PEMBUKTIAN........................................................................................................84
PUTUSAN
Nomor------------------
[1.1] Yang mengadili perkara Konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
meanjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Pasal 169 huru n Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 6 A ayat
(1), dan Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945, diajukan oleh :
2. Bahwa menurut Harjono dalam bukunya yang berjudul Konstitusi sebagai Rumah
Bangsa Pemikiran Hukum, legal standing diartikan sebagai keadaan di mana
seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu
mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau
sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.
3. Bahwa berdasarkan pendapat dua ahli diatas dapat disimpulkan definisi dari legal
standing adalah hak seseorang untuk mengajukan permohonan atau gugatan
dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa di depan lembaga peradilan dalam
hal ini Mahkamah Konstitusi.
8. Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang -
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo Pasal 3 Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Pengujian
Undang–Undang menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap
hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang -
undang,yaitu:
a. Perorangan Warga NegaraIndonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam
undang -undang;
c. Badan hukum publik dan privat,atau;
d. Lembaga negara.
11. Bahwa menurut Jimly Asshiddiqie dalam Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya kedudukan hukum (legal
standing) pemohon dalam perkara pengujian Undang - Undang terhadap UUD
di Mahkamah Konstitusi yaitu:
a). Pihak yang bersangkutan haruslah terlebih dahulu membuktikan identitas
dirinya telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksudoleh Pasal 51 Undang -
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MahkamahKonstitusi;
b). Pihak yang bersangkutan haruslah membuktikan bahwa dirinya memang
mempunyai hak - hak tertentu yang dijamin atau kewenangan-kewenangan
tertentu yang ditentukan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
c). Hak - hak atau kewenangan konstitusional dimaksud memang terbukti telah
dirugikan oleh berlakunya Undang - Undang yang bersangkutan.
12. Bahwa pemohon adalah perseorangan yang memiliki kedudukan sebagai Wakil
Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 yang memiliki hak yang sama
sebagai Warga Negara Indonesia terhadap ketidakadilan yang
dirasakan.---------------------------------------------------------------------
13. Bahwa Pasal 28C ayat (2) UUD RI 1945 “ setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya.” menjamin hak setiap orang untuk
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya; -----------
14. Bahwa hak untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hak setiap orang, baik perorangan
warga negara (naturlijke persoon) maupun badan hukum
(rechtspersoon);---------------------------------------------------------------------
15. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 Jo. UU No. 8 Tahun 2011
tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan : “pemohon adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenanangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya undang-undang, yaitu (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat
hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang,
(c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga
negara;--------------------------------------------------------------------
16. Bahwa Pemohon adalah Perorangan Warga Negara Indonesia memiliki hak dan
kewajiban serta kewenangan yang diakui secara hukum menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dalam Pasal 51 ayat (1) bagian a
UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dijelaskan : “Yang
dimaksud perorangan adalah termasuk kelompok orang yang mempunyai
kepentingan sama”;-----------------------
19. Bahwa undang-undang merupakan produk politik. Sebagai produk politik maka
mungkin saja substansi dari undang-undang tersebut bertentangan dengan
konstitusi (UUD 1945). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa undang-
undang lahir melaui proses legislasi yang melibatkan pihak legislatif dan
eksekutif yang syarat dengan tolak-ulur kepentingan politis. Itu sebabnya,
lembaga yudikatif berperan sebagai cabang kekuasaan yang akan membersihkan
undang-undang tersebut dari kepentingan politik melalui judicial
review;--------------------------------------------------------
20. Bahwa salah satu materi muatan di dalam Undang-Undang Dasar adalah
mengatur mengenai hak-hak asasi manusia. Sebagaimana tercantum dalam Pasal
28D ayat (1) UUD RI 1945 “ setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.”;-------------------------------------
21. Bahwa terkait dengan permohonan Pemohon dalam pengujian ini, maka dapat
dipahami telah terjadi kerugian Konstitusional Pemohon dengan
diberlakukannya pasal Pasal 169 huruf n Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dirasa bertentangan dengan
Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;-----------
B. Alasan-alasan Permohonan
Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, atas dasar legal standing
tersebut di atas, Pemohon menyampaikan permohonan untuk Mahkamah
Konstitusi dapat menguji keberlakuan dari Pasal 169 huruf n Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap Pasal 1
ayat (2), Pasal 6A ayat (1) dan pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 dengan alasan
sebagai berikut:
Pengujian Materiil
3) Bahwa ketentuan Pasal 169 huruf n dan Penjelasan 169 huruf n Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 telah memberikan penafsiran yang jelas
bahwa “Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan
dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam
jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak
berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun.
4) Bahwa landasan filosofis, sosiologis dan yuridis telah termuat didalam pokok
pikiran pada konsideran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum. Unsur filosofis, sosiologis dan yuridis tersebut
menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan undang-undang yang bertujuan
sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi
menjamin konsistensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum yang efektif
dan efisien. Sehigga dengan adanya batasan masa menjabat bagi Presiden dan /
atau Wakil Presiden menjadi bentuk dari penjaminan dari kepastian hukum.
5. Bahwa oleh karena objek permohonan pengujian ini adalah materi muatan dalam
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum khususnya pada Pasal 169 huruf
n terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7 UUD RI tahun 1945.
Maka Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berwenang untuk memeriksa
dan mengadili permohonan pengujian a quo
[2.6] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu
yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan
Selain itu, para Pemohon mengajukan ahli yang telah didengar keterangannya dalam
persidangan Mahkamah, yang menerangkan sebagai berikut :
Robert rick menegaskan perlunya pemisahan mendasar antara ranah ekonomi dan
ranah politik. Pemisahan itu hanya merupakan penundaan momenter bagi interaksi dan
interplay kedua ranah yang berhubungan sangat erat itu. Dengan adanya pemisahan antara
ranah ekonomi dan politik, maka demokrasi tidak akan disalahgunakan. Dalam wacana
ilmu politik, konsepsi demokrasi seperti ini dikenal dengan demokrasi deliberatif. Dalam
model demokrasi deliberatif suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi
empat prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada fakta, bukan hanya didasarkan pada
ideologi dan kepentingan.
Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan
perseorangan atau golongan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan
jangka pendek atau politik dagang sapi yang bersifat kompromistis. Keempat, bersifat
imparsial. Dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas
terkecil sekalipun) secara inklusif. Dalam model itu, legitimasi demokrasi tidak
ditentukan oleh seberapa banyak dukungan atas suatu keputusan, melainkan seberapa luas
dan dalam melibatkan proses deliberasi.
Penguasa politik dengan penguatan demokrasi, membuka ruang dialog sekaligus
komonikasi di ruang-ruang publik. Dalam meningkatkan komunikasi yang partisipatoris.
Penguasa politik membuka keran dialog, untuk dikoreksi dan dikritik atas setiap
kebijakan politik yang diambilnya.
Hendry B. Mayo mengemukakan bahwa sistem politik yang demokratis adalah
sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan yang berkala, yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik, dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan poltik.
Demokrasi kekinian adalah demokrasi yang mampu meningkatkan partisipasi
politik masyarakat, sehingga mampu menjadi jawaban terhadap setiap masalah-masalah
kebangsaan hari ini. Seperti halnya pemilihan umum baik pemilihan kepala daerah
ataupun pemilihan Presiden, seharusnya menjadi momen penting untuk menjalankan
setiap sendi-sendi demokrasi, karena demokrasi bagi bangsa Indonesia merupakan
tatanan kenegaraan yang paling sesuai dengan martabat manusia yang menghormati dan
menjamin pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).
2. Konsep Hak Memilih dan Dipilih Sebagai Bagian Hak Asasi Manusia.
Stufenbau adalah teori yang dikemukakan oleh Hans Kalsen yang menyatakan
bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang di mana
norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih
tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada
norma hukum yang paling mendasar (grundnorm). Hal ini diperkuat dengan asas “Lex
Superior derogate legi inferiori” yang berarti Undang-Undang yang lebih tinggi
mengenyampingkan Undang-Undang yang lebih rendah tingkatannya
Dalam sistem Hukum Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
peraturan dasar yang harus diikuti oleh peraturan-peraturan lain sehingga peraturan-
peraturan yang dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945. Dimana di dalam Pasal 7 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Peraturan
Perundang-Undangan yang berbunyi ;
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-Undang sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
Jelas tertera pada ketentuan tersebut bahwa Undang-undang Dasar 1945
merupakan induk dari peraturan-peraturan lain dibawahnya. Sehingga setiap ketentuan
yang lahir haruslah berkesinabungan antara peraturan yang berkedudukan lebih tinggi dan
bawahnya.
Berkaitan dengan Pasal 169 Huruf N Undang-undang No 07 Tahun 2017 tentang
Pemilu tentu bertengan dengan Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6 A, dan Pasal 7 Undang-undang
Dasar 1945 yang menimbulkan polemik antara masyarakat. Sehingga, akibat hukumnya
hukum yang posisinya lebih rendah dan bertentangan dengan peraturan yang
kedudukannya lebih tinggi harus di cabut melalui pengujian Undang-Undang ke
Mahkamah Konstusi.
Hukum Adsministrasi Negara merupakan salah satu alat bagi implementasi tujuan
negara kesejahtraan welfare state, Maka pemahaman Hukum Administrasi Neagara
menjadi satu hal yang sangat vital untuk dikembangkan dalam kehidupan bernegara.
Dalam konsepwelfare state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di
seluruh segi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pengetahuan terkait
dari fungsi dari Hukum Administrasi Negara sendiri, sebagai dasar dan alternative dalam
mewujudkan Negara yang sejahtera.
Hukum Administrasi mempunyai 3 landasan yaitu Landasan negara hukum
meliputi Asas Legalitas, HAM, Pembagian Kekuasaan, Pengawasan Pengadilan.
Landasan Demokrasi meliputi adanya Dewan Perwakilan Rakyat, Adanya peran serta
masyarakat . Landasan ketiga yaitu Landasan ajaran instrumental.
Dalam sistem demokrasi penyelenggara negara harus bertumpu pada partisipasi
dan kepentingan rakyat. Prinsip demokrasi juga dianut oleh Indonesia hal ini dapat dilihat
pada Pasal 1 Ayat ( 2 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang
berbunyi :
“ kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang –undang dasar ’’
Berdasar pada pasal tersebut maka jelaslah bahwa Indonesia merupakan negara
yang menganut paham demokrasi karena menitik beratkan kedaulatan pada tangan rakyat.
Menurut para ahli demokrasi adalah :
Abraham Lincoln
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
Charles Costello
Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-
kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak
perorangan warga negara.
John L. Esposito
Demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya,
semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga resmi pemerintah
terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Berdasar pengertian diatas dapatlah ditarik simpulan demokrasi adalah sistem
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam sistem pemerintahan
demokrasi, rakyat turut berpartisipasi aktif dalam kebijakan pemerintahan. Pada sistem
pemerintahan demorkasi mengizinkan seluruh warga negara untuk berpartisipasi aktif.
Peran serta itu bisa diwakilkan atau secara langsung dalam perumusan, pengembangan
dan penetapan undang-undang. Setiap ahli memiliki penafsiran tersendiri terhadap
demokrasi, meskipun kurang lebih memiliki makna dan tujuan yang sama.
Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda
dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk
mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu
melakukan revolusi. Demokrasi bertujuan untuk mencegah kediktatoran yang dapat
dilakukan pemerintah, maka pembatasan kekuasaan merupakan salah satu cara untuk
mencapai tujuan demokrasi agar pemerintah yang berkuasa tidak melakukan abuse of
power atau kesewenang-wenagan.
Ada beberapa permasalahan yang timbul karena ketentuan tersebut di atas antara lain:
Pasal 169 ayat (1) huruf n UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
beserta penjelasannya, yang berbunyi:
“belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden , selama 2 (dua) kali masa
jabatan dalam jabatan yang sama” dengan penjelasan “Yang dimaksud dengan belum
pernah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama' addah yang
bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa
jabatan, baik berturut-hrrut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan
tersebut kurang dari (ima) tahun”
Adanya frasa berturut-turut dan tidak berturut-turut dalam pasal
tersebut,sebenarnya telah memperjelas makna dari isi pasal 7 uud NRI tahun 1945 yang
berbunyi” “Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa 5 (lima)
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatannya yang sama, hanya untuk
satu kali masa jabatan”
Yang dimaksud dengan frasa berturut-turut dan tidak berturut-turut sebagaimna
yang disebutkan di dalam pasal 169 ayat (1) huruf n uu no 7 tahun 2017 yaitu presiden
dan wakil presiden hanya dapat menjabat sebagai presiden dan wakil presiden sebanyak
2 (dua) kali masa jabatan,dari penjelasan diatas atau sebagaimana yang dimaksud dengan
frasa “berturut turut maupun tidak berturut turut” dapat kita pahami didalam pengertian
ilmu bahasa indonesia yang baik dan benar yaitu bahasa yang sesuai dengan kaidah
bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan
Sebagaimana yang dikutip dalam kalimat diatas penjelasan mengenai frasa berturut
turut maupun tidak berturut turut dapat diperjelas atau lebih dipahami didalam kamus
besar bahasa indonesia(KBBI),dapat kita pahami satu persatu dari kalimat tersebut yang
pertama kalimat atau frasa “berturut-turut” yaitu kalimat yang memiliki 2 arti,Berturut-
turut berasal dari kata dasar turut, Berturut-turut adalah sebuah homonim karena arti-
artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Berturut-turut
memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja sehingga berturut-turut dapat menyatakan
suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya dalam jangka
waktu yang sangat dekat. Berturut-turut juga berarti terus-menerus dengan
teratur.selanjutnya yaitu kalimat atau frasa “tidak berturut turut”,dari penjelasan atau
pengertian diatas dapat kita pahami bahwa kalimat selanjutnya memilki arti sebaliknya
atau juga disebut dengan antonim yaitu “kalimat yang merupakan hubungan semantik
antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau
kontras antara yang satu dengan yang lainnya. Lebih sederhana, antonim adalah suatu
kata yang berlawanan makna dengan kata lain.
Antonim disebut juga dengan lawan kata, bisa dipahami “ jadi kalimat atau frasa
tidak berturut turut bisa juga diartikan sebagai kalimat kata “berantara atau berselang”
yang memiliki memiliki 2 (dua) arti. Berselang berasal dari kata dasar selang. Berselang
adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama
tetapi maknanya berbeda. Berselang memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja
sehingga berselang dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau
pengertian dinamis lainnya,berantara atau berselang juga berarti lewat,berselang juga
berarti berlalu,berantara atau berselang juga berarti setelah atau kemudian,dari semua arti
kata tersebut dapat disimpulkan bahwa makna dari kalimat atau frasa “tidak berturut
turut”yaitu adanya selang waktu yang terjadi atau jeda yang terjadi pada tindakan dan
pegalaman tersebut.
3. PERTIMBANGAN HUKUM
[3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan a quo adalah untuk menguji
Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disebut UUD 1945);
[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah
Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan
mempertimbangkan :
a. Kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;
b. Kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon untuk mengajukan
permohonan a quo;
[3.6] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
…. bertanggal …. dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor …. bertanggal ….,
serta putusan-putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau
kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK
harus memenuhi lima syarat, yaitu:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan
oleh UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual
atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat
dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud
dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi
terjadi;
[3.8] Menimbang bahwa dengan memperhatikan akibat yang dialami oleh Pemohon
dikaitkan dengan hak konstitusional Pemohon, menurut Mahkamah, terdapat
hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya
Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, sehingga Pemohon memenuhi
syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo;
Pendapat Mahkamah
Pokok Permohonan
4. KONKLUSI
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas,
Mahkamah berkesimpulan:
[4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;
[4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan
permohonan a quo;
[4.3] Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhan.
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan:
1. Menolak permohonan para Pemohon untuk keseluruhan;
2. Menyatakan bahwa Pasal 169 Huruf N Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak bertentangan dengan UUD
1945;
3. Menyatakan bahwa Pasal 169 Huruf N Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tetap berlaku dan memiliki
kekuatan hukum yang tetap diseluruh wilayah Republik Indonesia.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesian
Sebagaimana mestinya.
KETUA,
ttd.
ANGGOTA-ANGGOTA,
ttd ttd
Dr. Ahmad Hafiz Wahyudi, S.H., M.H Dr. Yolanda Kosmala Dewi, S.H.,M.H
ttd ttd
Dr. Sri Intan Pulandari, S.H.,M.H Dr. Yusfika Anggraeni, S.H., M.H
ttd ttd
Dr. Dimas Combara, S.H., M.H Dr. Salsabila Shapita Putri, S.H., M.H
ttd ttd
Dr. Nindia Rizky, S.H., M.H Dr. Abellio Suaris, S.H., M.H
RISALAH PUTUSAN
Sidang pleno Makamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili dan
memutuskan sengketa yang bersidang di gedung Makamah Konstitusi Republik Jalan
Merdeka Barat No .6 Jakarta Pusat 10110, yang jatuh pada hari Sabtu, tanggal 24
bulan November tahun 2022.
Dalam perkara Permohonan Uji Materi Pasal Pasal 169 huruf n Undang-
Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 1
ayat (2), Pasal 4, Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7 UUD 1945. Yang di ajukan oleh:
B. PRESIDEN/PEMERINTAH
Yahya Herwanto Baggio, S.H.,M.H (Menteri Hukum dan HAM, Selaku Kuasa
Termohon)
C. DPR
Sarah Ananda Putri, S.H,.M.H
Dalam hal ini memilih domisili hukum dikantor kuasanya,menerangkan bahwa memberi
suarat kuasa penuh kepada:
----------------------------------------------KHUSUS----------------------------------------
Untuk atas nama pemberi kuasa,baik secara sendiri-sendriri maupun bersama-sama
mengurus kepentingan pemberi kuasa untuk pengurus perkara: Mahkamah Konstitusi
sebagai pihak yang mewakili pemerintah republik indonesia dalam hal ini presiden
republik indonesia dalam memberikan keterangan pemerintah terhadap pemohon dalam
permohonan pengujian pasal 169 huruf n undang-undang 7 tahun 2017 tentang pemilihan
umum
Untuk menerima kuasa di kuasakan untuk melakukan perbuatan hukum untuk
mengajukan pembelaan terhadap pemohon, mengadap pejabat-pejabat, maupun
menghadiri persidangan pengadilan,menghadap instansi-instansi, menghadap hakim-
hakim, mengajukan dan menandatangani surat-surat, mengajukan segala permohonan,
mengajukan segala keterangan yang di perlukan, mengajukan bukti-bukti maupun saksi-
saksi, mengajukan memori banding anta kontra memori banding, memori kasasi,
mengadakan perdamaian dengan syarat-syarat yang dianggap baik oleh yang di beri kuasa
dengan melakukan perbuatan hukum berupa pencabutan gugatan,meminta penetapan-
penetapan, izin mmembaca berita acara perkara dan segala perbuatan lain yang penting
dan berguna berhubungan dengan menjalankan perkara, serata dapat melakukan
perbuatan yang umum nya dapat di lakukan oleh penerima kuasa untuk kepentingan di
atas, mengajukan banding dan kasasi
Demikian surat kuasa ini dan kekuasaan ini dapat di ahlikan kepada orang lain
dengan hak subsitusi dan seterusnya menurut hukum seperiti yang di maksud dalam pasal
1812 KUHperdata dan menurut syarat-syarat lainnya ditetapan dalam undang-undang
Abdul ghoffar
Firda Aulia Nurjanah, S.H.,M.H
SURAT KUASA TERMOHON PEMERINTAH
SURAT KUASA KHUSUS TERMOHON DPR
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Jl. Medan Merdeka Barat No.6. Jakarta Pusat 10110 Fax:
021-3520177. Email: office@mkri.id
Ketua pengadilan Mahkamah Konstitusi semu Jakarta Pusat, telah membaca surat
permohonan pemohon yang didaftarkan di kepaniteraan dengan nomor: 003/PUU-
X1/2022
Menimbang, bahwa untuk memeriksa dan mengadili siding pengujian materil pasal 169
huruf (n) undang – undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum yang
bertentangan dengan UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat 2, Pasal 4 pasal 6A ayat 1 dan pasal 7.
Oleh karena itu kami menetapkan 3 hakim panel dan 1 panitera pengganti yang mana
terlampir sebagai berikut :
MENETAPKAN :
1 Ardiansah Putra S.H, M.H Hakim Ketua
2 Ahmad Alfarizi S.H, M.H Hakim Anggota I
3 Rio Volda Sianturi S.H, M.H Hakim Anggota II
4 Catherine Amanna Panjaitan, S.H Panitera Pengganti
NOMOR : 003/PUU-X1/2022
Selaku panitera pengadilan semu Mahkamah Konstitusi Jakarta telah membaca
surat permohonan bertanggal … bulan… 2022 nomor…/PUU-X1/2022 yang diajukan
pemohon dalam permohonannya mengenai pengujian materil Pasal 169 huruf n UU No. 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (1), dan
Pasal 7 UUD RI Tahun 1945 yang diajukan oleh atas nama :
Nama : Abdul Ghoffar
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materil Pasal 169 Huruf
n UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A
Ayat (1), dan Pasal 7 UUD RI tahun 1945. NOMOR : 003/PUU-X1/2022
Menimbang bahwa untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi muatan
sengketa tersebut maka panitera mahkamah konstitusi menetapkan persidangan
pemeriksaan pendahuluan dalam sengketa tersebut jatuh pada hari … tanggal … bulan …
tahun 2022 yang diperiksa oleh 3 (tiga) hakim panel yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jakarta, …… 2022
Panitera Ketua Majelis Hakim
.....................................................PEMOHON..........................................................
DALAM PERKARA
NOMOR : 003/PUU-IX/2022
FIRDA AND FRIEND
Jl. Wr. Supratman 4 RT 17/RW 5 No. 5 Kota Bengkulu
Email : firda@gmail.com
Nomor : 003/PUU-IX/2022
Perihal : Permohonan Pengujian Pasal 169 huruf n Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Pasal
1 ayat (2), Pasal 4, Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 7 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Bertindak sebagai Kuasa Hukum dari Pemohon dalam perkara Pengujian Pasal 169 huruf
n Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 4, Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 7 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana Yohanes Elro Sinaga, S.H., M.H. dan
Mutiara Putri Pembayun, SH., MH. adalah Advokat pada Kantor Hukum Firda &
Associates yang berdomisili di JL. Wr. Supratman 04 RT. 17 RW. 05 No. 05 Kelurahan
Kandang Limun Kota Bengkulu..
Dalam hal ini bertindak bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama :
10. Bahwa Negara Hukum telah menjadi Jiwa bangsa Indonesia sebagaimana
dimaktubkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, pasca amandemen ketiga, yang
menyebutkan : “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Penjelmaan dari
negara hukum (rechtstaat) terwujud dalam setiap tindakan dan penyelenggaran
negara yang berlandaskan hukum (supreme of law). Independensi peradilan
(yudikatif) itu salah satunya dapat tercermin dari diberikannya kewenangan
judicial review/controle juridictionale kepada lembaga kekuasaan kehakiman.
Pemberian kewenangan tersebut bertujuan untuk menjamin tindakan legislatif
dan eksekutif agar berkesesuaian dengan hukum tertinggi, yaitu
konstitusi;----------------------
11. Bahwa dalam doktrin ilmu hukum, judicial review berlaku umum sebagai hak uji
terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh lembaga peradilan.
Terkait kewenangan pengujian yang dilakukan oleh lembaga peradilan itu,
dikenal istilah judicial constitutional review. Sejarah perkembangan
ketatanegaraan telah mengembangkan suatu ‘institusi’ baru yang berperan
melaksanakan kewenangan ‘judicial constitusional review’
tersebut..;--------------------------------------------------
12. Bahwa pasal 24 ayat (2) UUD RI tahun 1945 menyatakan: “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”;---
13. Bahwa selanjutnya Pasal 24C ayat (1) UUD RI 1945 menyatakan: ”Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum”;------------------------------------------
14. Bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan judicial
constitusional review juga didasarkan pada Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan:
”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undang-undang (UU) terhadap
UUD RI tahun 1945”;------------------------
15. Bahwa salah satu fungsi dari Mahkamah Konstitusi adalah sebagai lembaga
pengawal konstitusi (the guardian of constitution). Fungsi Mahkamah Konstitusi
ini termasuk juga dapat menganulir atau membatalkan keberadaan Undang-
Undang baik secara menyeluruh ataupun parsial apabila terbukti bertentangan
dengan UUD RI 1945;------
16. Bahwa dalam hal ini Mahkamah Konstitusi bertindak sebagai penafsir tunggal
Konstitusi. Maka tidak ada yang dapat memaparkan secara eksplisit berdasar
kewenangan tentang apa yang sedang dimohonkan oleh pemohon untuk
mengujikan materi suatu undang-undang yang
diperkarakan;------------------------------------------------------------------------
17. Bahwa oleh karena objek permohonan pengujian ini adalah materi muatan dalam
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum khususnya pada Pasal 169 huruf
n terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 4, Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7 UUD RI
tahun 1945. Maka Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berwenang untuk
memeriksa dan mengadili permohonan pengujian a quo;
18. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang
untuk memeriksa dan mengadili permohonan aquo;-------------
E. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon
“Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat”
PETITUM
Berdasarkan dalil-dalil dan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka pemohon
memohonkan kepada Majelis Hakim Konstitusi yang Terhormat pada Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus Uji Materil sebagai
berikut:
Apabila Majelis Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya – ex ae quo et bono
B. PRESIDEN/PEMERINTAH
Yahya Herwanto Baggio, S.H.,M.H (Menteri Hukum dan HAM , Selaku Kuasa
Termohon)
C. DPR
Sarah Ananda Putri, S.H,.M.H
Setelah pihak-pihak dipanggil untuk memasuki ruang sidang, Pukul 10.00 WIB sidang
dibuka oleh Ketua Majelis Hakim. Ketua Majelis Hakim menerangkan bahwa sidang hari
ini adalah Putusan, dan majelis hakim membacakan putusan.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Dalam hal ini secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan
atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut-------
--------------------------------------------------DPR-RI------------------------------------------
Sehubungan dengan Surat Nomor:…….. .2022 tanggal 24 November 2022
perihal permintaan keterangan tertulis DPR-RI terkait dengan permohonan pengujian
Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
diajukan oleh Abdul Ghofar (Presiden ) yang dalam hal ini diwakili oleh Kuasa Hukum
yang terdiri dari:
I. Pendapat DPR-RI
Apabila kelima syarat tersebut tidak terpenuhi oleh Pemohon dalam mengajukan
pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka Pemohon tidak memiliki kualifikasi kepentingan dengan Undang-
Undang tersebut atau dapat dikatakan tidak memiliki Kedudukan Hukum (legal standing)
sebagai pihak Pemohon.
Menanggapi permohonan Pemohon a quo, DPR RI berpandangan bahwa
meskipun Pemohon memiliki kualifikasi sebagai subjek hukum dalam permohonan a quo
sesuai dengan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 juncto Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, namun merujuk pada
ukuran kerugian konstitusional . Pemohon dalam permohonan a quo tidak membuktikan
secara aktual kerugian konstitusional dan kerugian potensial, serta tidak terdapat causal
verband kerugian yang didalilkan Pemohon dengan ketentuan pasal UU a quo yang
dimohonkan pengujiannya. adapun pandangan DPR terhadap kedudukan hukum (legal
standing) Pemohon adalah sebagai berikut:
1. Kerugian konstitusional yang dimaksudkan oleh Pemohon dalam permohonannya
tidak jelas. Dalam permohonannya, Pemohon tidak mampu menguraikan secara
jelas kerugian Konstitusional dengan pemberlakuan Pasal 169 huruf n aya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Hal ini
ditunjukan dengan Pemohon tidak mampu memberikan data yang valid dan akurat
terhadap kerugian yang dialami disebabkan oleh pemberlakuan Undang-Undang a
quo;
2. sehingga apabila Pemohon berpendapat kehadiran Pasal 169 huruf n Undang-
Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan
aturan yang lebih tinggi yaitu Undang –Undang Dasar yaitu pasal 1 ayat 2, pasal
4, pasal 6A ayat 1dan pasal 7 ayat 1 jelaslah pendapat yang salah karena pada
dasarnya Undang-undang a quo tersebut telah dibentuk dengan berbagai
pertimbangan dengan landasan filosofis, yuridis, serta sosiologis, maka Undang-
undang Pemilihan Umum tersebut dalam pembuatannya telah memperhatikan
seluruh aspek yang diatur didalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang
pembentukan perundang-undangan pasal 16 sampai 23 pasal 43 sampai 51 dan
pasal 65 sampai 74.
b. Pasal-Pasal Inkonstitusional
Pemohon dalam permohonan a quo mengajukan uji materiil terhadap ketentuan
pasal 169 huruf n tentang Pemilihan Umum . DPR-RI sebagai pelaku pembentukan
undang-undang akan menyampaikan maksud asli (original meaning) dari masing-masing
pasal yang dipermasalahkan oleh Pemohon tersebut sebagai berikut:
No.Anggota A-019
Dalam perkara Permohonan Uji Materi Pasal 169 huruf (n) undang – undang
nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum yang bertentangan dengan UUD NRI 1945
Pasal 1 ayat 2, Pasal 4 pasal 6A ayat 1 dan pasal 7. Yang diajukan oleh :
B. PRESIDEN/PEMERINTAH
Patria Natham Satvhaste S.H,M.H ( ahli Pemerintah)
Yahya Herwanto (Mentri Hukum dan Ham )
C. DPR
Sarah Ananda Putri S.H, M.H (ketua DPR)
Yahya Herwanto Baggio S.H, M.H ( ahli DPR)
Setelah pihak-pihak dipanggil untuk memasuki Ruang Sidang, Pukul 10.00 WIB.
Sidang dibuka oleh ketua majelis hakim .Ketua Majelis menerangkan bahwa sidang hari
ini adalah sidang pembacaan kesimpulan dari para pihak, dan para pihak dipersilahkan
untuk membacakan isi kesimpulan.
Setelah majelis hakim memasuki ruang sidang , maka kedua belah pihak tersebut
dipanggil oleh panitera untuk memasuki ruang sidang.
Sidang ini di buka dan terbuka untuk umum, kemudian hakim ketua menanyakan
kepada kedua belah pihak apakah sudah siap mengikuti sidang pada hari ini, dan dijawab
oleh para pihak mereka siap untuk mengikuti persidangan.