Anda di halaman 1dari 12

68

Kegiatan Belajar 7
TEORI KEYNES: PASAR UANG

A. PENDAHULUAN

a. Pengantar
Sesi/pertemuan ketujuh ini masih akan membahas lanjutan mengenai teori ekonomi
makro Keynes (ekonom dari Universitas Cambridge di Inggris) yang menerbitkan buku
berjudul “The General Theory of Employment, Interest and Money” tahun 1937. Jika
pada kegiatan belajar 5 dan 6 membahas tentang teori makro Keynes: Pasar Barang, maka
pada kegiatan belajar 7 ini membahas Pasar Uang. Secara rinci materi pembahasannya
meliputi :
a. Definisi tentang uang
b. Fungsi uang
c. Teori Permintaan akan uang ekonom klasik
d. Teori permintaan uang Keynes
Pemahaman materi di atas sangat bermanfaat untuk melengkapi pengetahuan dan
pemahaman anda mengenai perkembangan teori ekonomi makro Keynes, sehingga
memudahkan anda dalam mengikuti sajian berikutnya.

b. Kompetensi Yang Ingin Dicapai


Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa memiliki kompetensi memahami
konsep tentang uang, fungsi uang dan teori permintaan akan uang baik menurut kaum
klasik maupun menurut Keynes, dengan indikator dapat :
1. menyusun pengertian uang secara tepat
2. menyebutkan empat fungsi uang
3. membedakan jenis-jenis uang
4. menyebutkan sedikitnya tiga motif seseorang memegang uang
5. menyebutkan posisi keseimbangan di pasar barang
6. memberi contoh ilustrasi masuknya unsur spekulasi antara pemegang uang dan
pemegang obligasi
7. menyebutkan keterbatasan yang ada pada teori pasar uang Keynes.
69

B. PENYAJIAN

7.1 PENGERTIAN UANG


Dari sudut pandang ekonom, uang (money) meruapakan stok aset-aset yang
digunakan untuk transaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima/dipercaya masyarakat
sebagai alat pembayaran atau transaksi. Karena itu uang dapat berbentuk apa saja, tetapi
tidak berarti segala sesuatu itu adalah uang. Misalnya “uang kertas” digunakan sebagai
alat transaksi, tetapi tidak semua kertas adalah uang.
Kita mengenal beberapa jenis uang antara lain: (1) Uang Fiat (fiat money atau
token money) adalah komoditas yang diterima sebagai uang, namun nilai nominalnya atau
nilai intrinsik (intrinsic value) jauh lebih besar dari nilai komoditasnya itu sendiri. (2)
Uang Komoditas (commodity money), adalah uang yang nilainya sebesar nilai komoditas
itu sendiri. Dan (3) Uang Hampir Likwid Sempurna (near money), yaitu uang yang perlu
ditukarkan atau dicairkan terlebih dahulu, misalnya dalam bentuk cek (demand deposit).

7.2 FUNGSI UANG


Uang memiliki empat fungsi penting, yaitu sebagai satuan hitung, alat
transaksi/pembayaran, penyimpanan nilai dan standar pembayaran dimasa mendatang.
1. Satuan Hitung (unit of account), yaitu uang dapat memberikan harga suatu
komoditas berdasarkan satu ukuran umum, sehingga syarat terpenuhinya tidak
diperlukan lagi. Misalnya harga sepotong baju Rp 2.000.000 dan sepasang sepatu
kaca Rp 2.500.000, jika untuk pernikahannya Agustini perlu membeli keduanya
maka Tini harus menyiapkan Rp 4.500.000. Jika Agustini memiliki lima ekor
kambing a Rp 1.000.000, dia tidak perlu membawa dua ekor kambing ke toko
baju dan dua setengah ekor ke toko sepatu.
2. Alat transaksi (medium of exchange), untuk dapat berfungsi sebagai alat transaksi
uang harus diterima/mendapat jaminan kepercayaan. Dalam perekonomian
modern ini, jaminan kepercayaan itu diberikan pemerintah berdasarkan undang-
undang. Sebagai alat transaksi, uang amat mempermudah dan mempercepat
kegiatan pertukaran dalam perekonomian modern.
3. Penyimpan Nilai (store of value), disini uang memiliki kemampuan menyimpan
hasil transaksi untuk digunakan di masa mendatang. Misalnya Agustini menjual 1
ekor kambing kecil seharga Rp 500.000, padahal ia belanjakan Rp 450.000, maka
saldo Rp 50.000 dapat disimpan untuk digunakan di masa mendatang.
70

4. Standar Pembayaran di Masa Mendatang (Standard of deferred payment). Banyak


suatu kegiatan ekonomi yang balas jasanya tidak diberikan saat itu juga, para
tenaga kerja setelah bekerja selama waktu tertentu baru mendapat gaji/upah,
transaksi utang-piutang mungkin baru dapat diselesaikan tuntas dalam waktu
sekian tahun. Pembayaran di masa mendatang tersebut dimungkinkan karena uang
memiliki fungsi ini. Dengan fungsi tersebut, berapa balas jasa atau pembayaran di
masa mendatang menjadi lebih mudah dihitung, karena diukur dengan daya beli
(furchasing power), dibanding bila diukur dengan nilai komoditas tertentu.

7.3 TEORI PERMINTAAN UANG KLASIK

Menurut pandangan ekonom klasik, fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar.
Karenanya jumlah uang yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat output atau
pendapatan. Bila tingkat output meningkat, maka permintaan uang meningkat, begitu juga
sebaliknya. Jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat bukanlah semata-mata nilai
nominalnya, tetapi juga daya belinya, yaitu nilai nominal dibandingkan dengan tingkat
harga (real modey balances).
Karena hanya berfungsi sebagai alat tukar, maka uang bersifat netral, dalam arti
uang hanya mempengaruhi tingkat harga. Pendapat tersebut dinyatakan dalam persamaan
kuantitas uang klasik (classical quantity of money):

M x V = P x T atau MV = PT

dimana:
M = jumlah uang yang beredar
V = velositas uang
P = tingkat harga umum
T = jumlah unit transaksi

Dengan demikian : Jumlah uang x Velositas = Harga x Transaksi

Velositas uang merupakan konsep yang menunjukkan berapa kali dalam setahun
uang berputar di dalam suatu perekonomian. Dalam jangka pendek, kecepatan uang
beredar dianggap tetap.
Misalnya dalam sebuah perekonomian yang hanya memproduksi mobil, dalam
setahun dihasilkan 10.000 unit mobil. Harga per unit mobil adalah Rp 60 juta, sedangkan
velositas uang adalah 12 kali setahun, maka jumlah uang yang dibutuhkan adalah:
M x 12 = 10.000 x Rp 60.000.000
M = (10.000 x Rp 60.000.000) : 12 = Rp 50 Milyar.
71

Bila produksi mobil meningkat menjadi 12.000 unit (naik 20%), ceteris paribus,
maka jumlah uang yang dibutuhkan meningkat 20%, yaitu M = (12.000 x Rp 60 juta) : 12
= 60 Milyar, atau terjadi ∆ M sebesar 20%.
Kesulitan dari model di atas adalah pengukuran unit transaksi (T) yang
memungkinkan terjadinya perhitungan ganda. Sebab dalam dunia nyata, output yang
dihasilkan amat beragam. Untuk mengurangi kesulitan tersebut, maka nilai untuk T yang
digunakan adalah nilai output riil (GDP riil).

7.4 TEORI PERMINTAAN UANG KEYNES

Dalam bagian yang lalu kita telah singgung bagaimana tingkat bunga ditentukan di
pasar uang. Di sini akan kita lanjutkan uraian mengenai pasar uang, khususnya mengenai
teori pasar uang seperti yang dikemukakan oleh Keynes dalam bukunya General Theory.
Di pasar uang, penawaran akan uang bertemu dengan permintaan akan uang dan
menentukan “harga” dari uang. Menurut Keynes, “harga” uang adalah harga yang harus
dibayar untuk penggunaan uang, yang tidak lain adalah tingkat bunga. Penawaran akan
uang dianggap ditentukan oleh penguasa moneter, sehingga identik dengan jumlah uang
yang beredar.
Permintaan akan uang merupakan fokus dari teori moneter Keynes. Ia mengatakan
bahwa seseorang memegang uang tunai (atau “meminta” uang tunai) karena ia
mempunyai tujuan-tujuan (motif) tertentu yang bisa dipenuhi dengan menggunakan uang
tunai. Ada tiga macam tujuan atau motif memegang uang:
(a) Motif transaksi
(b) Motif berjaga-jaga
(c) Motif spekulasi
Motif transaksi timbul karena dalam perekonomian yang menggunakan uang
sebagai alat tukar-menukar ada kebutuhan untuk menyelesaikan transaksi-transaksi lewat
penggunaan uang. Di dalam masyarakat yang didasarkan atas barter, tentunya kebutuhan
akan alat likuid yang bisa sewaktu-waktu digunakan untuk menyelesaikan transaksi tidak
akan timbul. Uang tunai yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk tujuan ini tergantung
kepada (a) volume transaksi yang dijalankan dan (b) tingkat harga umum. Keynes, seperti
kaum Klasik, menganggap bahwa volume transaksi erat hubungannya dengan jumlah
barang/jasa yang diproduksikan (yaitu output agregat atau GDP riil, Q).
Pada hakekatnya ia menerima perumusan kaum Klasik.
Md = k.P.Q
Di mana k adalah suatu konstanta (dalam jangka pendek). Tetapi bagi Keynes, ini
hanya merupakan sebagian dari permintaan akan uang.
72

Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan


pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang di luar rencana transaksi normal,
misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit, dan
pembayaran yang tak terduga lain. Motif ini disebut motif berjaga-jaga (precautionary
motive). Orang akan mendapat manfaat dari memegang uang untuk menghadapi keadaan-
keadaan yang tak terduga tersebut, karena sifat uang yang likuid, yaitu mudah untuk
ditukarkan dengan barang-barang lain. Menurut Keynes permintaan akan uang untuk
tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan akan uang untuk tarnsaksi, yaitu terutama dipengaruhi
oleh tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula oleh tingkat
bunga.
Permintaan akan uang untuk motif transaksi dan berjaga-jaga tersebut tidak
menyimpang dari teori Klasik, yaitu memandang kebutuhan akan uang dari fungsinya
sebagai alat tukar. Yang merupakan pembaharuan dalam teori moneter Keynes adalah
unsur ketiga dari permintaan akan uang, yaitu permintaan akan uang untuk tujuan
spekulasi. Sesuai dengan namanya motif dari pemegangan uang ini adalah terutama
bertujuan untuk memperoleh “keuntungan” yang bisa diperoleh seandainya si pemegang
uang tersebut meramal yang akan terjadi dengan betul. Motif spekulasi ini bisa kita
terangkan lebih lanjut sebagai berikut.
Pada garis besarnya teori Keynes membatasi keadaan di mana pemilik kekayaan
(asset holder) bisa memilih apakah memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai
atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan, sedang obligasi
dianggap memberikan penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode.
Dalam model Keynes dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu
penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas
(perpetuity). Tetapi meskipun hanya obligasi semacam ini yang dibicarakan dalam model
Keynes sebagai alternatif dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang tunai, hal ini
tidak mengurangi validitas teori Keynes umtuk kasus di mana obligasi tidak berbentuk
perpetuity, tetapi yang memberikan aliran penghasilan sampai tanggal jatuh temponya,
ataupun surat-surat berharga lainnya.
Untuk memperjelas bagaimana unsur “spekulasi” masuk dalam pemilihan antara
pemegang uang dan obligasi, perlu didefinisikan lebih lanjut pengertian “obligasi”.
Obligasi yang memberikan aliran penghasilan setiap tahunnya, misalnya, Rp 6.000,00
untuk selama-lamanya mempunyai nilai sekarang tidak lebih dari Rp 100.000,00 bila
tingkat bunga yang berlaku adalah 6% setahun, atau sama halnya bila kita mempunyai
uang sebesar Rp 100.000,00 dan tingkat bunga yang berlaku adalah 6% setahun, maka
kita bisa memperoleh penghasilan bunga sebesar Rp 6.000,00 per tahun untuk selama-
lamanya bila uang tersebut kita simpan di bank atau kita pinjamkan selama-lamanya
(dengan anggapan tingkat bunga tetap 6%).
Jadi harga (atau nilai sekarang) dari obligasi “perpetuity” yang memberikan hasil
Rp 6.000,00 akan mendekati Rp 100.000,00 bila tingkat bunga yang berlaku 6% per
tahun, atau Rp 150.000,00 bila tingkat bunga 4% per tahun, atau Rp 200.000,00 bila
73

tingkat bunga 3% setahun dan seterusnya, secara umum hubungan ini bisa ditulis dalam
bentuk persamaan sebagai berikut:
K = rP
dimana K adalah hasil per tahun yang diterima atau Rp 6.000,00 dalam contoh di atas, r
adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar (atau nilai sekarang) dari obligasi
“perpetuity” tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis sebagai;

K
___
P=
r

yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi (P) berbanding
terbalik dengan tingkat bunga (r). Bila tingkat bunga turun, maka harga pasar obligasi
naik; dan sebaliknya bila tingkat bunga naik berarti harga pasar obligasi turun.
Sekarang, menurut Keynes orang bisa “berspekulasi” mengenai perubahan tingkat
bunga di waktu mendatang (yang berarti juga perubahan harga pasar obligasi di waktu
mendatang) dengan membeli obligasi atau menjual obligasi yang dipunyainya dengan
harapan memperoleh keuntungan.
Bila kita mengharapkan tingkat bunga akan naik (atau harga obligasi turun) di
waktu mendatang maka adalah rasional baginya untuk menjual obligasi yang ia punyai
dan memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai (yaitu hasil dari penjualan obligasi
tersebut), sebab dengan demikian ia bisa menghindari kerugian-kapital (capital loss) yang
mungkin terjadi, yaitu berupa turunnya harga obligasi yang ia punyai.
Sebaliknya jika ia mengharapkan tingkat bunga akan turun (atau harga obligasi akan
naik), maka lebih baik baginya untuk membeli obligasi (atau mengurangi uang tunai yang
ia pegang, karena dengan demikian ia bisa memperoleh keuntungan-kapital (capital gain)
berupa kenaikan nilai atau harga dari obligasi yang dibelinya tadi.
Perhatikan bahwa perilaku pemilik kekayaan tersebut didasarkan atas harapan atau
ramalannya mengenai apa yang akan terjadi dengan tingkat bunga. Tentunya “spekulasi”
semacam ini hanya bisa terjadi di dunia yang ada faktor “ketidakpastian masa depan”
(uncertainty). Dan ini memang keadaan dunia nyata yang kita hadapi (dan dari segi ini
teori Keynes adalah lebih “realistis” dari pada teori-teori moneter sebelumnya).
Jadi menurut teori Keynes: (a) bila tingkat bunga diharapkan turun maka orang
lebih suka memegang kekayaannya dalam bentuk obligasi dari pada uang tunai, karena
bukan hanya obligasi memberikan penghasilan tertentu per periode (K, dalam notasi di
atas) tetapi juga bisa memberikan “capital-gain” berupa kenaikan harga obligasi, (b) bila
tingkat bunga diharapkan untuk naik maka orang akan memilih memegang uang tunai
daripada obligasi.
Satu hal yang perlu dicatat mengenai mekanisme permintaan akan uang untuk motif
spekulasi seperti yang dikemukakan di sini adalah bahwa semuanya berkisar pada
harapan mengenai perubahan tingkat bunga di masa mendatang. Apa yang menentukan
harapan seseorang akan gerak dari tingkat bunga yang ia anggap “normal”. Bila pada
74

suatu waktu tingkat bunga yang berlaku lebih tinggi dari tingkat bunga yang ia anggap
normal, maka ia akan mengharapkan bahwa tingkat bunga akan turun dimasa mendatang.
Sebaliknya bila tingkat bunga yang berlaku lebih rendah daripada tingkat bunga
yang dianggapnya sebagai “normal”, maka akan diharapkan tingkat bunga akan naik.
Semakin besar perbedaan antara tingkat bunga yang berlaku dengan tingkat bunga
“normal” tersebut semakin cepat (atau semakin besar) perubahan yang diharapkan dari
tingkat bunga yang berlaku.
Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes
adalah
M
Md = [kQ + ø (r)] P atau d = kQ + ø (r)
P
Md
___
adalah permintaan total akan uang dalam arti riil ;
P
Suku pertama dalam kurung, yaitu kQ adalah permintaan akan uang untuk transaksi
dan berjaga-jaga; yang dinyatakan sebagai suatu proporsi (k) dari pendapatan nasional riil
atau tingkat output; ø (r) adalah permintaan akan uang untuk motif spekulasi yang
dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat bunga yang berlaku (r). fungsi permintaan akan
uang ini disebut juga sebagai fungsi Liquidity Preference.

Secara grafik, penentuan tingkat bunga di pasar uang digambarkan oleh


perpotongan kurva Liquidity Preference dengan kurva jumlah uang yang beredar.
r
Ms Mś

r0

r1
Md (Q,r)

O M
Gambar 7.1
Bila jumlah uang yang beredar ditambah (Ms  MŚ), tingkat bunga cenderung turun (r0
 r1).

Menurut Boediono (2001), ada beberapa hal yang perlu disadari mengenai teori
pasar uang dari Keynes:
75

(a). Teori tersebut legih cocok bagi negara-negara yang mempunyai lembaga
pasar uang yang telah berkembang.

Mekanisme subtitusi antara uang tunai dengan obligasi dan surat-surat berharga
lainnya, yang kemudian menentukan harga dari obligasi (surat-surat berharga lain) atau
tingkat bunga, hanya relevan bagi negara-negara semacam ini. Di banyak negara sedang
berkembang, pasar uang belum berkembang (dan mungkin bahkan belum ada).
Mekanisme subtitusi yang relevan, bukan antara uang tunai dan surat berharga,
tetapi antara uang dan barang. Tidak tersedianya surat-surat berharga sebagai objek dari
motif spekulasi mengakibatkan orang “lari” ke barang. Jadi, di negara-negara yang
terkahir disebut ini mekanisme subtitusi tersebut menentukan harga barang. Jadi kita
kembali lagi kepada dalil Teori Kuantitas kaum Klasik, yang menyatakan bahwa
perubahan jumlah uang yang beredar (MS) menentukan harga barang (P), bukannya
tingkat bunga (r).

(b) Mengenai anggapan bahwa MS ditentuklan oleh penguasa moneter,


sebetulnya hanya suatu karikatur yang kasar dari kenyataan.

Kita ingat bahwa uang yang beredar terdiri dari dua bagian, yaitu uang kartal dan
uang giral. Hanya uang kartallah yang langsung ditentukan oleh penguasa moneter,
sedangkan uang giral diciptakan oleh sektor perbankan. Uang giral ini bisa dipengaruhi
oleh pemerintah melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan kredit, tingkat bunga dan
perbankan. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa kekuasaan pemerintah untuk
mengendalikan MS tidaklah selangsung dan semutlak seperti yang digambarkan dalam
teori di atas.

LATIHAN-7
1. Pelajari secara cermat istilah-istilah yang ada pada kegiatan belajar 7 ini,
kemudian jelaskan apakah yang dimaksud dengan; fiat money, commodity money,
near money, unit of account, medium of exchange, sore of value, standard of
deferred payment, transaction motive, precautionary motive, speculation motive.
2. Diskusikan dengan teman sejawat anda tentang perbedaan pokok teori permintaan
uang klasik dengan teori permintaan uang dari Keynes. Laporkan hasil diskusi
anda.

RINGKASAN
1. Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan akan uang dengan penawaran akan
uang. Permintaan akan uang adalah kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk
menunjang kegiatan ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah
76

uang yang disediakan oleh pemerintah dan bank-bank, yaitu seluruh uang kartal dan
uang giral yag beredar.
2. Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber pada 3 macam kebutuhan akan
uang: (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan berjaga-jaga dan (c) kebutuhuan
spekulasi. Ketiga macam kebutuhan ini disebut 3 motif (alasan) mengapa orang
memegang uang.
3. Permintaan akan uang untuk transaksi ditentukan oleh (a) volume output yang
ditransaksikan (yaitu GDP riil) dan (b) tingkat harga umum. Dalam hal ini Keynes
tidak berbeda dengan kaum Klasik. Permintaan uang untuk berjaga-jaga relatif kecil
dan dalam analisa bisa diabaikan.
4. Permintaan untuk spekulasi (yang membedakan teori Keynes dengan teori
Kuantitas) adalah permintaan akan uang tunai untuk tujuan memperoleh
keuntungan. Caranya adalah dengan “berspekulasi” dalam pasar obligasi (surat
berharga). Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, maka
orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya hari ini. Ini berarti uang tunai
yang saat ini ia pegang (untuk tujuan spekulasi) berkurang. Sebaliknya, apabila
harga obligasi diharapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini
bertambah (ia lebih senang menjual obligasi yang ia pegang dan memperoleh atau
memegang uang tunai sekarang).
5. Hubungan antara obligasi dan tingkat bunga yang berlaku adalah berkebalikan.
Harga obligasi naik sama saja artinya dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga
obligasi turun berarti tingkat bunga naik.
6. Bila harga obligasi diharapkan naik, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini
dianggap terlalu rendah. Bila harga obligasi diharapkan turun, ini berarti bahwa
harga obligasi saat ini dirasa terlalu tinggi.
7. Atas dasar logika dalam no. 4, 5 dan 6 di atas, Keynes mengatakan bahwa
permintaan akan uang untuk spekulasi saat ini tinggi apabila tingkat bunga saat ini
(dirasa rendah), dan permintaan untuk spekulasi saat ini rendah apabila tingkat
bunga untuk spekulasi mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan tingkat
bunga (saat ini). Ini adalah inti teori moneter Keynes.
8. Permintaan masyarakat total akan uang tunai adalah permintaannya untuk transaksi
plus permintaannya untuk spekulasi.
Md = P [k.Q + ø(r)]
Permintaan untuk berjaga-jaga diabaikan.
9. Permintaan total ini disebut Liquidity Preference. Di pasar uang, Liquidity
Preference bertemu dengan penawaran akan uang dan menentukan “harga” dari
penggunaan uang, yaitu tingkat bunga.
10. Tingkat bunga merupakan penghubung utama antara pasar uang dengan pasar
barang, sebab tingkat bunga menentukan berapa pengeluaran investasi yang
direncanakan oleh investor, dan selanjutnya pengeluaran investasi ini menentukan
tingkat permintaan agregat.
77

11. Penghubung lain antara kedua pasar adalah tingkat harga (P) dan output (Q), karena
kedua variabel ini mempengaruhi Liquidity Preference (Md). Jadi hubungan antara
kedua pasar tersebut adalah timbal balik.

Pasar r Pasar
Barang P,Q Uang

C. PENUTUP

a. Test Formatif – 7
Tunjukkan kompetensi Anda dengan melingkari salah satu jawaban yang paling tepat.

1. Dari sudut pandang ekonom, yang dimaksud dengan uang adalah:


A Sesuatu yang dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi
B Uang kertas, uang kartal dan uang giral
C Uang fiat, uang komoditas dan uang hampir likuid sempurna
D Sesuatu alat yang hanya berfungsi sebagai alat hitung
2. Jika Nadya menjual 1000 ekor ayam seharga Rp 20.000, kemudian uangnya tidak
digunakan saat ini tetapi di kemudian hari, maka hal tersebut menunjukkan bahwa
uang berfungsi sebagai:
A Alat transaksi
B Penyimpan nilai
C Standar pembayaran di masa mendatang
D Satuan hitung
3. Uang yang nilai nominalnya jauh lebih tingi dari nilai bahannya disebut:
A Uang kertas
B Uang komoditas
C Uang fiat
D Uang logam
4. Karena hanya berfungsi sebagai alat tukar, maka menurut pandangan ekonom klasik,
uang bersifat:
A statis
B dinamis
78

C multiplier
D netral
5. Jika dalam sebuah perekonomian yang hanya memproduksi barang X sebanyak 5.000
unit dengan harga Rp 5 juta per unit, sedangkan perputaran uang hanya 5 kali per
tahun, maka jumlah uang yang dibutuhkan adalah:
A Rp 500 juta
B Rp 5 mlyar
C Rp 500 milyar
D Rp 5 trilyun
6. Menurut Keynes motif seseorang memegang uang, yaitu:
A Motif alat tukar, stabilisasi dan harapan keuntungan
B Motif transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi
C Motif stabiliasi, transaksi dan spekulasi
D Motif pendapatan, konsumsi dan tabungan
7. Jika harga pasar obligasi saat ini (P) sebesar Rp 10 juta, tingkat bunga (r) 12 per tahun,
maka hasil yang diterima per tahun dari obligasi tersebut (K) adalah:
A Rp 12.000.000
B Rp 11.800.000
C Rp 1.200.000
D Rp 11.200.000
8. Beberapa hal yang perlu disadari mengenai teori pasar uang Keynes adalah sebagai
berikut:
A Teori Keynes lebih cocok untuk negara yang sedang berkembang
B Teori Keynes lebih cocok jika Pemerintah mudah mengendalikan moneter
C Teori Keynes lebih cocok untuk negara sosialis
D Teori Keynes lebih cocok untuk negara yang memiliki pasar uang yang telah
berkembang.

b. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban test formatif 7 yang ada di
bagian akhir buku ini, dan hitunglah jawaban anda yang benar. Kemudian gunakan
rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaaan Anda terhadap materi
kegiatan belajar-7.
Rumus :

Tingkat Penguasaan = jumlah jawaban anda yang benar x 100%


8
Arti tingkat Penguasaan :
90% - 100% = baik sekali, 80% - 89% = baik, 70% – 79% cukup dan < 69% =
kurang.
79

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan
mempelajari materi pertemuan ke-8 BAGUS. Tetapi kalau tingkat penguasaan Anda
di bawah 80% Anda harus mengulangi mempelajari materi pertemuan ke-7 terutama
bagian yang belum Anda kuasai.

c. Bahan Bacaan :
1. Boediono, 2001, Ekonomi Makro, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bab IV halaman 63-69.
2. Suyuthi, M. Djamil, 1989, Pengantar Ekonomi Makro, Ditjen Dikti-
Depdikbud, Jakarta, Bab VI, halaman 120-128
3. Soelistyo, dkk, 2001, Pengantar Ekonomi Makro, Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, Jakarta, kegiatan belajar 1-4, halaman 275-320.
4. Rahardja, Pratama & Mandala Manurung, 2001, Teori Ekonomi Makro,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, Bab VI
halaman 143-176.

d. Bacaan Tambahan :
1. Dooley, Peter C, Introductory Macroeconomics, Random House, New York,
1975.
2. Ruffin, Roy J, & Paul R. Gregory, Principles of Macroeconomics, Third edition,
Ccott Foresman & Co, 1988,
3. Reksoprayitno, Soediyono, Ekonomi Makro, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Edisi Milenium, 2000.
4. Wijaya, Faried, Ekonomi Makro : Aneka Model Baku, Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Edisi 2, 1991.
5. Susanti, Hera, Moh Ikhsan & Widyanti, Indikator-Indikator Makro Ekonomi,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1995.

Anda mungkin juga menyukai