Anda di halaman 1dari 68

PENETAPAN KADAR PROTEIN DALAM SUSU SEGAR DAN

SUSU KEMASAN DENGAN METODE KJELDAHL

SKRIPSI

OLEH:
MUHAMMAD FARDIANSYAH
NIM 111524044

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PENETAPAN KADAR PROTEIN DALAM SUSU SEGAR DAN
SUSU KEMASAN DENGAN METODE KJELDAHL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
MUHAMMAD FARDIANSYAH
NIM 111524044

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR PROTEIN DALAM SUSU SEGAR DAN


SUSU KEMASAN DENGAN METODE KJELDAHL

OLEH:
MUHAMMAD FARDIANSYAH
NIM 111524044

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 17 Mei 2017

Disetujui Oleh :
Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.
NIP 195008281976032002 NIP 195201041980031002

Pembimbing II, Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt.


NIP 195008281976032002

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. Dra. Sudarmi, M.Si., Apt.
NIP 195006071979031001 NIP 195409101983032001

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.


NIP 195006071979031001

Medan, Juli 2017


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Penetapan

Kadar Protein dalam Susu Segar dan Susu Kemasan dengan Metode Kjeldahl”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Dekan Fakultas Farmasi Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. yang telah memberikan

fasilitas kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Prof. Dr.

Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. dan Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc.,

Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan

nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak Drs.

Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. dan Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. selaku

dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta Bapak dan Ibu staf pengajar

Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada

Ibunda tercinta Sumiyati dan Ayahanda Sumitro yang telah memberikan doa dan

cinta kasih yang tidak ternilai dengan apapun, serta Adik tersayang Irvan Dwi

Putra, terima kasih atas semua doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan baik

moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat

seperjuangan Ayu Sari Anastasia, Zuandri Faradiba, Andre Kurniawan, Predi

iv
Universitas Sumatera Utara
Sutanto, Afriandi Bakri dan Rosy Ershendy yang selalu memberikan semangat,

doa, saran, motivasi dan kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di

bidang Farmasi.

Medan, Mei 2017


Penulis,

Muhammad Fardiansyah
NIM 111524044

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhammad Fardiansyah

N.I.M : 111524044

Prog. Studi : S-1 Farmasi Ekstensi

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Protein dalam Susu Segar dan Susu Kemasan
dengan Metode Kjeldahl.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data hasil
pengerjaan yang saya lakukan sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar kesarjanaan diperguruan tinggi lain, dan bukan plagiat
karena kutipan yang telah ditulis sudah disebutkan sumbernya didalam daftar
pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam
skripsi ini ditemukan plagiat itu adalah karena kesalahan saya sendiri, maka saya
bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenar-benarnya


untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Mei 2017


Yang membuat pernyataan,

Muhammad Fardiansyah
111524044

vi
Universitas Sumatera Utara
PENETAPAN KADAR PROTEIN DALAM SUSU SEGAR DAN SUSU
KEMASAN DENGAN METODE KJELDAHL

ABSTRAK

Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan
bernilai gizi tinggi dan sering dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan protein
tubuh karena mudah diperoleh dan harganya cukup terjangkau. Protein tersusun
atas asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang merupakan
suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur.
Penetapan kadar protein yang paling sering dilakukan adalah penetapan
protein kasar yang bertujuan untuk menentukan jumlah protein total di dalam
bahan pangan. Metode penetapan kadar protein yang paling lazim digunakan
adalah metode Kjeldahl.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein dalam susu
segar dan susu kemasan dan untuk mengetahui kesesuainnya terhadap persyaratan
SNI (Standar Nasional Indonesia).
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah susu segar dan susu
kemasan UHT (Ultra High Temperature) Ultra Milk, Frisian Flag dan Indomilk.
Hasil penelitian menunjukkan kadar protein keempat sampel yang
ditentukan dengan metode Kjeldahl adalah: susu segar = 3,48 ± 0,0504 g/100 g,
susu Ultra Milk = 2,92 ± 0,1166 g/100g, susu Frisian Flag = 2,88 ± 0,0360 g/100g
dan susu Indomilk = 2,48 ± 0,0809 g/100g. Kadar protein dalam susu segar dan
susu UHT, masing-masing telah memenuhi persyaratan SNI (2011) dan SNI
(2014). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa, kadar protein dalam susu segar
lebih besar dibandingkan kadar protein dalam susu kemasan.

Kata kunci: susu segar, susu kemasan, susu UHT, protein, Kjeldahl

vii
Universitas Sumatera Utara
DETERMINATION OF PROTEIN IN RAW MILK AND PACKED MILK
USING KJELDAHL METHOD

ABSTRACT

Milk is one dairy product that has been known as high nutrient food and
often consumed to fulfill daily protein value because it easy to get and the price is
quite affordable. Protein are made up of amino acids which consist of C, H, O,
and N elements. Amino acids very benefit for our body, because beside as crave
in our body, it also has function as building and controlling cell.
Determination of protein that usually done is protein crude measured that
purpose to measured the amount of protein total in food. The protein
determination method that usually used is Kjeldahl method.
The purpose of this study are to determine protein in raw milk and packed
milk, and to know these protein suitability according to SNI requirements.
In this study, sample that used are raw milk dan packed UHT (Ultra High
Temperature) milk: Ultra Milk, Frisian Flag, and Indomilk.
The result of the study shows that the protein concentration of four
samples that have been determined using Kjeldahl method are raw milk = 3,48 ±
0,0504 g/100 g, Ultra Milk = 2,92 ± 0,1166 g/100g, Frisian Flag = 2,88 ± 0,0360
g/100g dan Indomilk = 2,48 ± 0,0809 g/100g. The amount of protein from raw
milk and UHT milk, has been fulfill the requirement of SNI (2011) and SNI
(2014). The result shows that protein content in raw milk is higher than protein
content in packed milk.

Keywords: Raw milk, packed milk, UHT milk, protein, Kjeldahl

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ....................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ............................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 4

1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................. 4

1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5

2.1 Protein .......................................................................................... 5

2.1.1 Asam Amino ................................................................... 5

2.1.2 Klasifikasi Protein ........................................................... 7

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Fungsi Protein ................................................................. 9

2.1.4 Sumber Protein ................................................................ 9

2.1.5 Penyakit Gizi yang Berhubungan dengan Protein .......... 10

2.1.5.1 Akibat Kekurangan Protein ................................ 10

2.1.5.2 Akibat Kelebihan Protein ................................... 11

2.1.6 Mutu Protein .................................................................... 11

2.1.7 Denaturasi Protein ............................................................ 12

2.2 Susu ............................................................................................. 12

2.2.1 Susu Segar ....................................................................... 13

2.2.2 Susu UHT (Ultra High Temperature) ............................. 12

2.3 Analisis Protein............................................................................ 14

2.3.1 Analisis Kualitatif ........................................................... 14

2.3.2 Analisis Kuantitatif ......................................................... 15

2.3.2.1 Metode Kjeldahl ................................................. 15

2.3.2.2 Metode Spektrofotometri .................................... 18

2.3.2.3 Metode Titrasi Formol ........................................ 22

2.3.2.4 Meode Dumas ..................................................... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................... 23

3.1 Alat-Alat .................................................................................. 23

3.2 Bahan-Bahan ........................................................................... 23

3.3 Prosedur Penelitian .................................................................. 23

3.3.1 Pengambilan Sampel ................................................... 23

3.3.2 Pembuatan Pereaksi ..................................................... 24

3.3.2.1 Larutan NaOH 40% .......................................... 24

x
Universitas Sumatera Utara
3.3.2.2 Larutan H3BO3 4% ........................................... 24

3.3.2.3 Larutan HCl 0,1 N ............................................ 24

3.3.2.4 Katalisator Selenium .......................................... 24

3.3.2.5 Indikator Mengsel .............................................. 24

3.3.3 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N ................................... 24

3.3.4 Penentuan Kadar Protein .............................................. 25

3.3.5 Analisis Data Secara Statistik....................................... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 27

4.1 Hasil ......................................................................................... 27

4.2 Pembahasan ............................................................................. 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 30

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 30

5.2 Saran ........................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 31

LAMPIRAN ............................................................................................... 33

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi Asam Amino ..................................................................... 7

2.2 Nilai protein berbagai bahan makanan ................................................ 10

4.1 Data Hasil Penetapan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl dan

yang Tercantum dalam Label Kemasan ............................................ 27

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Dasar Asam Amino ......................................................... 6

4.1 Diagram Batang Rerata Kadar Protein pada Sampel..................... 27

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Spesifikasi Sampel .......................................................... 33

2. Skema Prosedur Analisis Kadar Protein dengan Metode


Kjeldahl ...................................................................................... 35

3. Skema Prosedur Pengerjaan Blanko ........................................... 36

4. Data Perhitungan Pembakuan Larutan Standar HCl 0,1 ............ 37

5. Contoh Perhitungan Kadar Protein pada Sampel ....................... 38

6. Hasil Penetapan Kadar Protein pada Sampel ............................. 39

7. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk Mencari Kadar


Protein Sebenarnya pada Sampel A............................................. 41

8. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk Mencari Kadar


Protein Sebenarnya pada Sampel B ............................................. 43

9. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk Mencari Kadar


Protein Sebenarnya pada sampel C ............................................. 45

10. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar


Protein sebenarnya pada sampel D .............................................. 47

11. Hasil Penetapan Kadar Protein pada Bahan Sampel ................... 49

12. Tabel Nilai Distribusi t ............................................................... 50

13. Gambar Rangkaian Alat Destruksi dan Destilasi ........................ 51

14. Gambar Hasil Destruksi, Destilasi dan Titrasi ............................ 52

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN

Gambar Halaman

1. Rangkaian Alat Destruksi .................................................................. 51

2. Alat Destilasi ...................................................................................... 51

3. Sampel Sebelum Didestruksi .............................................................. 52

4. Hasil Destruksi ................................................................................... 52

5. Hasil Destilasi ..................................................................................... 53

6. Hasil Titrasi ........................................................................................ 53

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,

karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga

berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam

amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak

atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada

jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga

(Budiyanto, 2004).

Berdasarkan sumbernya protein digolongkan atas dua yaitu protein hewani

dan protein nabati. Protein hewani adalah protein dalam bahan makanan yang

berasal dari hewan. Contohnya protein dari daging, protein susu, dan sebagainya.

Protein nabati adalah protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan.

Contohnya protein dari jagung, dari terigu, dan sebagainya (Sediaoetama, 2010).

Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih,

yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya

tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan

apapun kecuali pendinginan (SNI, 2011).

Susu UHT (Ultra High Temperature) adalah produk susu yang diperoleh

dari susu segar, dan atau susu rekonstitusi, dan atau susu rekombinasi dengan cara

memanaskan pada kondisi Ultra High Temperature, dengan atau tanpa

1
Universitas Sumatera Utara
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan, serta

dikemas secara aseptik untuk mencapai sterilitas komersial (SNI, 2014).

Pengolahan bahan pangan merupakan pengubahan bentuk asli kedalam

bentuk yang mendekati bentuk untuk dapat segera dimakan. Salah satu proses

pengolahan bahan pangan adalah menggunakan pemanasan. Pengolahan pangan

dengan menggunakan pemanasan dikenal dengan proses pemasakan yaitu proses

pemanasan bahan pangan dengan suhu 100⁰ C atau lebih dengan tujuan utama

adalah memperoleh rasa yang lebih enak, aroma yang lebih baik, tekstur yang

lebih lunak, untuk membunuh mikroba dan menginaktifkan semua enzim.

Penggunaan panas dalam proses pemasakan sangat berpengaruh pada nilai gizi

bahan pangan tersebut (Sundari, dkk., 2015).

Susu yang beredar di pasaran umumnya berbentuk cair, bubuk, dan kental

yang dikemas dalam wadah aseptik. Pada proses pengolahan susu untuk

mencegah kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme digunakan cara

pemanasan, baik pemanasan dengan suhu tinggi (Ultra High Temperature, UHT)

maupun pemanasan dengan suhu rendah (Pasteurisasi). Dengan pemanasan ini

diharapkan akan dapat membunuh bakteri patogen yang membahayakan

kesehatan manusia dan meminimalisir perkembangan bakteri lain selama masa

penyimpanan (Saleh, 2004a).

Analisis kadar protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu i) secara

tidak langsung dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung di dalam

bahan, contohnya metode Kjeldahl dan metode Dumas dimana kadar protein

sebanding dengan total N yang terkandung di dalamnya; ii) secara langsung

menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein, contohnya dengan

2
Universitas Sumatera Utara
pereaksi Biuret, Lowry, Bradford atau dengan metode pengikatan warna dimana

konsentrasi ditentukan berdasarkan kompleks warna yang terbentuk (Rhee, 2005).

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein dalam bahan

makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah

kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka

konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk susu angka

konversi yang digunakan = 6,38. Angka tersebut berasal dari angka konversi

serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen (Budiyanto, 2004).

Penetapan kadar protein dalam susu telah dilakukan oleh Kamizake, dkk,

(2003) dengan metode Kjeldahl dan Spektrofotometri menggunakan pereaksi

Biuret, Lowry, dan Bradford. Berdasarkan penelitian tersebut, metode

spektrofotometri memberikan hasil penetapan kadar protein yang tidak jauh

berbeda dengan menggunakan metode Kjeldahl. Spektrofotometri dengan

pereaksi Bradford memiliki sensitifitas yang terbaik dibandingkan dengan

pereaksi Biuret dan Lowry. Dibandingkan dengan metode Kjeldahl, penetapan

kadar protein dalam sampel secara spektrofotometri perlu dilakukan pemisahan

lemak terlebih dahulu dan juga memerlukan BSA (Bovine Serum Albumine) atau

Kasein sebagai baku pembandingnya.

Dalam hal ini, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang kandungan

protein yang terdapat pada susu segar dan susu kemasan untuk mengetahui

perbedaan kadar protein yang terdapat susu segar dan susu kemasan dan

kesesuaiannya terhadap persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian

dilakukan dengan metode Kjeldahl karena metode ini lebih mudah

pelaksanaannya dibandingkan dengan metode spektrofotometri.

3
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Berapakah kadar protein pada susu segar dan susu kemasan?

b. Apakah kadar protein protein pada susu segar dan susu kemasan memenuhi

persyaratan SNI?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Kadar protein pada susu segar lebih besar daripada kadar protein pada susu

kemasan.

b. Kadar protein protein pada susu segar dan susu kemasan memenuhi

persyaratan SNI.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kadar protein pada susu segar dan susu kemasan.

b. Untuk mengetahui apakah kadar protein pada susu segar dan susu kemasan

telah memenuhi persyaratan SNI.

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein

Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu proteos, yang bearti yang utama

atau yang di dahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus

Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting

dalam setiap organisme. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan

unsur khusus yang terdapat di dalam protein dan tidak terdapat di dalam molekul

karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N) (Almatsier, 2004; Sediaoetama, 2010).

Protein adalah komponen dasar sel dan dibutuhkan untuk pertumbuhan,

penggantian dan perbaikan sel. Protein merupakan bagian terbesar dari semua sel

hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai

hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya

adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak

sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-

molekul yang esensial untuk kehidupan (Almatsier, 2004).

2.1.1 Asam Amino

Molekul protein tersusun dari dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam

amino. Dalam molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan

dengan suatu ikatan yang disebut ikatan peptide (–CONH–). Satu molekul protein

dapat terdiri dari 12-18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah ratusan

asam amino (Suhardjo dan Kusharto, 2000). Struktur dasar asam amino dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

5
Universitas Sumatera Utara
COOH (gugus karboksil)

H – C – R (gugus radikal)

NH2 (gugus amino)

Gambar 2.1 Struktur dasar asam amino (Almatsier, 2004)

Asam amino yang bangun molekulnya tertera diatas memiliki muatan

ganda, merupakan ion zwitter. Ini dibuktikan dari tingginya titik lebur kristal asam

amino, tetapan dielektrika, dan lain-lain. Asam amino tidak larut dalam eter.

Kelarutannya dalam air pada umumnya paling kecil pada pH antara 4,8-6,3.

Daerah pH tersebut dinamakan daerah isolistrik atau isoionik. Pada daerah ini

asam amino tersebut akan mengendap (Martoharsono, 1998).

Menurut Suhardjo dan Kusharto (2000), Asam amino dapat dibedakan

kedalam 3 golongan, yaitu:

1. Asam amino esensial

Asam amino ini tidak dapat dibentuk oleh tubuh sendiri. Asam amino ini

sangat diperlukan tubuh dan harus disuplai dalam bentuk jadi (preformed) dalam

menu yang dimakan sehari-hari. Ada 8 asam amino esensial untuk orang dewasa,

dimana tubuh tidak dapat membentuk, pada anak-anak ada 10 asam amino

esensial.

2. Asam amino semi esensial

Defenisi asam amino semi esensial dapat diartikan asam amino ini dapat

menjamin proses kehidupan jaringan orang dewasa, tetapi tidak mencukupi

pertumbuhan anak-anak.

6
Universitas Sumatera Utara
3. Asam amino non-esensial

Asam-asam amino ini dapat disintesa tubuh sepanjang bahan dasarnya

memenuhi bagi pertumbuhannya. Tabel klasifikasi asam amino dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Asam Amino

Asam Amino Asam Amino Asam Amino


Esensial Semi-Esensial Non-esensial
Isoleusin Arginin Asam glutamate
Leusin Histidin Asam Hidroksi Glutamat
Lisin Tirosin Asam Aspartat
Metionin Sistin Alanin
Fenilalanin Glisin Prolin
Treonin Serin Hidroksi Prolin
Triptopan Neuleusin
Valin Sitrulin
Hidroksi Glisin
Sumber: (Suhardjo dan Kusharto, 2000)

2.1.2 Klasifikasi Protein

Menurut Budiyanto (2004), protein dapat diklasifikasikan berdasarkan

bentuknya, kelarutannya, senyawa pembentuknya, dan berdasarkan keberadaan

asam amino esensialnya.

1. Berdasarkan bentuknya protein digolongkan atas dua golongan yaitu:

a. Protein fibriler (skleroprotein) yaitu protein yang berbentuk serabut.

Contoh protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan,

miosin pada otot, keratin pada rambut, dan fibrin pada gumpalan darah.

b. Protein globuler (steroprotein) yaitu protein yang berbentuk bola. Protein

ini banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur dan daging.

Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer.

2. Berdasarkan kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup

yaitu:

7
Universitas Sumatera Utara
a. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya adalah

albumin telur, albumin serum, laktalbumin dalam susu.

b. Globulin: tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas. Contohnya adalah

miosinogen dalam otot dan ovoglobulin dalam kuning telur.

c. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral, tetapi larut dalam asam atau basa

encer. Contohnya adalah glutelin gandum, orizenin beras.

d. Prolamin (gliadin): larut dalam alkohol 70-80% dan tidak larut dalam air

maupun alkohol absolut. Contohnya adalah prolamin dalam gandum.

e. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Contohnya

adalah histon dalam hemoglobin.

f. Protamin: larut dalam air dan tidak terkoagulasi dalam panas.

3. Berdasarkan senyawa pembentuknya dibagi atas dua golongan yaitu:

a. Protein sederhana (protein saja) contohnya adalah hemoglobin.

b. Protein konyugasi dan senyawa non protein: protein yang mengandung

senyawa lain yang non protein disebut protein konyugasi sedangkan

protein yang tidak mengandung senyawa non protein disebut protein

sederhana. Contohnya glikoprotein terdapat pada hati, lipoprotein terdapat

pada susu dan kasein terdapat pada kuning telur.

4. Berdasarkan asam amino pembentuknya, protein digolongkan sebagai berikut:

a. Protein sempurna (mengandung semua asam amino esensial). Contohnya:

kasein pada susu, albumin pada telur.

b. Protein kurang sempurna (hanya sedikit mengandung asam amino

esensial). Contohnya: zein pada jagung dan protein nabati lainnya.

8
Universitas Sumatera Utara
c. Protein tidak sempurna (tidak atau sedikit sekali mengandung asam amino

esensial). Contohnya legumin pada kacang-kacangan, galdin pada

gandum.

2.1.3 Fungsi Protein

Semua organisme menggunakan protein untuk melakukan sejumlah fungsi

penting untuk kehidupan. Beberapa fungsi protein antara lain: untuk pertumbuhan

dan pemeliharaan, untuk pembentukan ikatan-ikatan esensial dalam tubuh, untuk

mengatur keseimbangan air dalam tubuh, untuk pembentukan antibodi, untuk

mengangkat zat-zat gizi, dan sebagai sumber energi. Oleh karena itu, protein

sangat berperan penting dalam tubuh manusia, karena bila manusia tidak cukup

mendapatkan asupan protein, maka akan dapat menderita gizi kurang

(Sibagariang, 2010).

Mengingat fungsi protein yang sangat penting, sudah selayaknya bila

protein ini diberikan perhatian dan tempat penting dalam penyediaan pangan, baik

bagi anak-anak maupun orang tua (Sediaoetama, 2008).

2.1.4 Sumber Protein

Menurut Sibagariang (2010), berdasarkan sumbernya protein digolongkan

atas dua yaitu:

1. Protein hewani adalah protein dalam bahan makanan yang berasal dari hewan.

Contohnya protein dari daging, susu, udang, telur, belit, ikan, dan lain-lain

2. Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contohnya

protein dari jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan lain-lain.

Nilai protein dalam berbagai bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.2

berikut ini:

9
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Nilai protein berbagai bahan makanan (gram/100 gram)

Sumber Protein Nilai Protein Sumber Protein Nilai Protein


Hewani Nabati
Daging 18,8 Kacang kedelai 34,9
Hati 19,7 Kacang hijau 22,2
Daging kelinci 16,6 Kacang tanah 25,3
Ikan 17,0 Kacang merah 29.1
Kerang 16,4 Beras 7,4
Udang 21,0 Jagung 9,2
Ayam 18,2 Tepung terigu 8,9
Telur 12,8 Kelapa 3,4
Susu sapi 3,2 Daun singkong 6,6
Telur ayam 13,1 Singkong 1,1
Telur bebek 12,0 Kentang 2,0
Sumber: (Almatsier, 2004).

2.1.5 Penyakit Gizi yang Berhubungan dengan Protein

2.1.5.1 Akibat Kekurangan Protein

1. Kwarshiorkor

Gejala dari penyakit ini adalah pertumbuhan terhambat, otot-otot

berkurang dan melemah, edema, moonface, dan gangguan psikomotor. Edema

terutama pada perut, kaki, dan tangan merupakan ciri khas kwarshiorkor dan

kehadirannya erat berkaitan dengan albumin dalam serum. Anak apatis, tidak

nafsu makan, tidak bergembira dan suka merengek. Kuku mengalami

depigmentasi, kering, bersisik, pecah-pecah, dan dermatosis. Rambut mengalami

depigmentasi, menjadi lurus, kusam, halus, dan mudah rontok. Hati membesar

dan berlemak; sering disertai anemia dan xeroftalmia. Kwarshiorkor pada orang

dewasa jarang ditemukan (Almatsier, 2004).

2. Marasmus

Gejala dari penyakit ini adalah pertumbuhan terhambat, lemak dibawah

kulit berkurang serta otot-otot berkurang dan melemah. Anak apatis dan terlihat

seperti sudah tua, sering kelihatan waspada dan lapar. Selain itu sering terjadi

10
Universitas Sumatera Utara
gastroenteris yang diikuti oleh dehidrasi, infeksi saluran pernapasan, tuberkolosis,

cacingan beratdan penyakit kronis lain. Marasmus sering disertai defisiensi

vitamin, terutama vitamin D dan vitamin A (Almatsier, 2004).

2.1.5.2 Akibat Kelebihan Protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Kelebihan asam

amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan

kelebihan nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi,

diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam

(Almatsier, 2004).

2.1.6 Mutu Protein

Menurut Sediaoetama (2010), ada beberapa jenis parameter yang dapat

dipergunakan untuk memetukan kualitas protein makanan secara numerik

objektif:

1. Chemical Score (CS)

Parameter ini diberi definisi persentase kwantum asam amino pembatas

pertama, dibandingkan dengan kebutuhan tubuh, seperti yang tercantum pada

provisional amino acid pattern (PAP)

2. Protein Efficiency Ratio (PER)

Didefinisikan sebagai gram perubahan berat badan binatang percobaan, untuk

setiap gram protein makanan yang dikonsumsi, selama suatu periode

percobaan tertentu (biasanya 3-4 minggu)

11
Universitas Sumatera Utara
3. Net Protein Utilization (NPU)

NPU adalah persentase nitrogen makanan yang diretensi tubuh pergram

protein yang dikonsumsi

2.1.7 Denaturasi Protein

Sebagian besar molekul protein menampakkan aktivitas biologisnya pada

kisaran pH dan suhu tertentu. Pada pH dan suhu yang tinggi maka protein

globular mengalami perubahan fisik yang dinamakan denaturasi. Salah satu sifat

yang tampak adalah kelarutannya yang menurun. Ketika protein mengalami

denaturasi, struktur ikatan primer protein tersebut tidak mengalami perubahan.

Pada ikatan sekunder, kemantapan sekunder pada protein terletak pada keutuhan

ikatan H antara C=O dan –NH–. Putusnya ikatan tersebut dapat menyebabkan

protein terdenaturasi. Demikian pula jika terjadi pemutusan ikatan disulfida

(–S–S–), salah satu ikatan yang memantapkan struktur tersier protein, maka hal itu

pun dapat mengakibatkan denaturasi. Perubahan struktur sebagai akibat dari

putusnya ikatan dapat mengakibatkan perubahan fungsi biologis. Jika hal itu

terjadi pada enzim maka kemungkinan biokatalisator yang bersangkutan menjadi

in-aktif (Martoharsono, 1998).

2.2 Susu

Air susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena

kelezatan dan komposisinya yang ideal selain air susu mengandung semua zat

yang dibutuhkan oleh tubuh, semua zat makanan yang terkandung didalam air

susu dapat diserap oleh darah dan dimanfaatkan oleh tubuh (Saleh, 2004b).

12
Universitas Sumatera Utara
Komposisi susu dapat sangat beragam tergantung pada beberapa factor,

akan tetapi angka rata-rata untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah

sebagai berikut: lemak = 3,9%; protein = 3,4%; laktosa = 4,8%; abu = 0,72%;

air = 87,10%. Bersama dengan bahan-bahan lain dalam jumlah sedikit seperti

sitrat, enzim-enzim, fosfolipid, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C

(Buckle, dkk., 2009).

Nilai gizinya yang tinggi yang terkandung dalam susu, menyebabkan susu

merupakan medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan

dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi

tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar (Saleh, 2004a).

Mikroorganisme yang berkembang didalam susu selain menyebabkan susu

menjadi rusak juga membahayakan kesehatan. Salah satu cara yang dapat

ditempuh untuk mencegah kerusakan pada susu adalah dengan cara pemanasan

(pasteurisasi) baik dengan suhu tinggi maupun suhu rendah yang dapat diterapkan

pada peternak. Dengan pemanasan ini diharapkan akan dapat membunuh bakteri

patogen yang membahayakan kesehatan manusia dan meminimalisasi

perkembangan bakteri lain, baik selama pemanasan maupun pada saat

penyimpanan (Saleh, 2004b).

2.2.1 Susu Segar

Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih,

yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya

tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan

apapun kecuali pendinginan (SNI, 2011).

13
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Susu Ultra High Temperature (UHT)

Susu UHT (Ultra High Temperature) adalah produk susu yang diperoleh

dari susu segar, dan atau susu rekonstitusi, dan atau susu rekombinasi dengan cara

memanaskan pada kondisi Ultra High Temperature, dengan atau tanpa

penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan, serta

dikemas secara aseptik untuk mencapai sterilitas komersial (SNI, 2014).

2.3 Analisis Protein

2.3.1 Analisis Kualitatif

Menurut Rohman dan Sumantri (2013), analisis kualitatif protein dapat

dilakukan dengan beberapa reaksi warna seperti:

1. Reaksi Ninhidrin

Protein yang sudah dilarutkan ditambah dengan pereaksi Ninhidrin maka

akan terbentuk warna biru lembayung. Reaksi antara Ninhidrin dengan gugus

amina primer membentuk warna ungu. Gugus-gugus amin seperti asam pipekolat

dan prolin; gugus guanidin seperti arginin; gugus amida seperti asparagin; cincin

indol seperti triptofan; gugus sulfuhidril pada sistein; gugus-gugus amino pada

sitosin dan guanin; dan ion-ion sianida juga membentuk warna tertentu dengan

pereaksi Ninhidrin ini.

2. Reaksi Biuret

Protein yang sudah dilarutkan ditambah dengan pereaksi biuret (larutan

CuSO4; kalium tartrat; dan NaOH) maka akan terbentuk warna biru lembayung.

14
Universitas Sumatera Utara
3. Reaksi Millon

Protein ditambah larutan merkuro nitrat Hg2(NO3)2 dan asam nitrat pekat

maka akan terbentuk warna merah. Adanya warna merah ini disebabkan oleh

oksidasi asam nitrat pada asam amino yang mempunyai gugus OH seperti tirosin.

2.3.2 Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1)

secara langsung menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein,

contohnya seperti dengan pereaksi Biuret, Lowry, Bradford atau dengan metode

pengikatan warna dimana konsentrasi ditentukan berdasarkan kompleks warna

yang terbentuk; 2) secara tidak langsung dengan menghitung jumlah nitrogen

yang terkandung di dalam bahan, contohnya metode Kjeldahl dan metode Dumas

dimana kadar protein sebanding dengan total N yang terkandung di dalamnya

(Rhee, 2005).

2.3.2.1 Metode Kjeldahl

Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen

total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel

didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai

sehingga akan menghasilkan ammonium sulfat. Setelah ditambah dengan alkali

kuat, ammonia yang terbentuk didestilasi uap secara kuantitatif ke dalam larutan

penyerap dan selanjutnya dititrasi. Metode ini telah banyak mengalami

modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semi mikro, sebab hanya

memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta waktu analisis yang

pendek. Metode Kjeldahl cocok digunakan untuk menetapkan kadar protein yang

tidak terlarut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat proses

15
Universitas Sumatera Utara
pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan

(Rohman dan Sumantri, 2013).

Tahapan kerja pada metode Kjeldahl dibagi tiga yaitu:

a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga

terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H)

teroksidasi menjadi karbo monoksida (C), karbon dioksida (CO2), dan H2O.

Elemen nitrogen (N) akan berubah menjadi ammonium sulfat atau (NH4)2SO4.

Banyaknya asam sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap

kandungan protein, karbohidrat, lemak. Untuk mempercepat destruksi maka

ditambah katalisator natrium sulfat (Na2SO4) dan merkuri oksida (20:1). Dengan

penambahan katalisator ini, titik didih asam sulfat ditinggikan sehingga destruksi

berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik

didih asam sulfat 3°C. Suhu destruksi berkisar antara 370-410°C

(Rohman dan Sumantri, 2013).

Reaksi yang terjadi pada tahap destruksi adalah:

HgO + K2SO4 + H2SO4 pekat HgSO4 + H2O + K2SO4

2 HgSO4 Hg2SO4 + SO2 + 2On

Hg2SO4 +2 H2SO4 pekat 2 HgSO4 + 2 H2O + SO2

CHON (dari sampel) + On + H2SO4 pekat CO2 + H2O + (NH4)2SO4

CO2 + H2O + SO2 + NaOH Na2CO3 + Na2SO4

b. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Supaya destilasi tidak

16
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan superheating atau percikan cairan atau timbulnya gelembung gas

yang besar, maka ditambah dengan logam seng (Zn). Ammonia yang dibebaskan

selanjutnya ditangkap dengan larutan baku asam. Asam yang digunakan dapat

berupa asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan (mgrek

asam lebih besar daripada mgrek ammonia). Supaya kontak antara asam dengan

ammonia lebih baik maka ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam

asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih, maka ditambah dengan

indikator fenolftalein (pp) (Rohman dan Sumantri, 2013).

Pada tahap destilasi ini, reaksi yang terjadi adalah:

(NH4)2SO4 + HgSO4 + NaOH + Na2S + Zn + H2O

NH3 (g) + Na2SO4 + ZnS + HgS + H2O

NH3 (g) NH3 (aq)

c. Tahap Titrasi

Pada tahap titrasi ini (jika digunakan HCl sebagai penampung destilat)

akan terjadi reaksi sebagai berikut:

NH3 (aq) + HCl NH4Cl

HCl (sisa) + NaOH NaCl + H2O

Apabila penampung destilat yang digunakan adalah asam borat maka

banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan

cara menitrasi ion ammonium (hasil reaksi antara ammonia dengan asam borat)

dengan asam klorida menggunakan indikator metilen biru/metil merah. Titik akhir

titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda

(Rohman dan Sumantri, 2013).

17
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan

untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk

pengerjaannya, akurat dan merupakan metode umum untuk penentuan kandungan

protein kasar, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun

kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang terdapat

didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih

lama (minimal 2 jam untuk menyelesaikannya), presisi yang lemah, pereaksi yang

digunakan korosif (Chang, 2010).

2.3.2.2 Metode Spektrofotometri

Penentuan kadar protein dengan menggunakan instrumen dibagi menjadi

dua yaitu: 1) metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan

280 nm dan 2) metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu

(Simonian, 2005).

1. Metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm

Absorbansi pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm digunakan untuk

menghitung konsentrasi protein dengan terlebih dahulu distandarisasi dengan

protein standar. Metode ini dapat dengan mudah diaplikasikan dan sederhana,

cocok untuk larutan protein yang telah dimurnikan atau dimurnikan parsial.

Penetapannya berdasarkan absorbansi sinar ultraviolet oleh asam amino triptopan,

tirosin dan ikatan disulfida sistein yang menyerap kuat pada panjang gelombang

tersebut, terutama panjang gelombang 280 nm (Simonian, 2005).

Keuntungan metode ini adalah waktu yang diperlukan untuk analisis cepat,

memiliki sensitifitas yang baik, tidak ada gangguan dari ion ammonium dan

garam-garam buffer, larutan sampel masih dapat digunakan untuk analisis lain

18
Universitas Sumatera Utara
selain analisis protein. Kerugian metode ini adalah asam nukleat juga memiliki

absorbansi yang kuat pada panjang gelombang 280 nm, susunan asam amino

aromatis dapat bervariasi untuk setiap sampel protein, larutan protein harus benar-

benar jernih dan tidak berwarna ataupun keruh (Chang, 2010).

2. Metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu

a. Pereaksi Biuret

Penetapan kadar protein dengan metode biuret berdasarkan kenyataan

bahwa dua atau lebih ikatan peptide dapat berikatan secara kovalen koordinasi

dengan ion Cu2+ dari tembaga (II) sulfat yang berasal dari pereaksi biuret dalam

suasana alkalis. Ion dari dua ikatan peptide membentuk senyawa kompleks yang

berwarna ungu yang dapat diukur secara spektrofotometri pada panjang

gelombang 550 nm (Rohman dan Sumantri, 2013).

Pemilihan protein standar dapat menyebabkan kesalahan fatal dalam

analisis, standar yang digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.

Untuk analisis protein secara umum, standar Bovine Serum Albumin (BSA)

merupakan pilihan yang baik untuk analisis protein karena memiliki kemurnian

yang tinggi, dan harganya tidak terlalu mahal. Selain itu, Bovine Gamma Globulin

(BGG) juga merupakan pilihan yang baik bila akan digunakan untuk analisis

kadar protein Immunoglobulin dalam tubuh, karena BGG memberikan warna dan

kurva yang sangat mirip dengan Immunoglobulin G (Ig G). Asam amino tunggal

dan dipeptida tidak akan memberikan reaksi dengan Biuret, akan tetapi tripeptida
2+
dan polipeptida akan membentuk kompleks chelat. Satu ion Cu akan bereaksi

dengan empat sampai enam ikatan peptida (Krohn, 2005).

19
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari metode ini adalah prosedur yang sederhana, tidak

memerlukan biaya yang mahal, waktu yang digunakan relatif singkat, deviasai

warna sangat sedikit bila dibandingkan dengan Lowry, Bradford dan metode

turbidimetri sehingga absorpsi warnanya relatif stabil, sangat sedikit senyawa

yang berinteraksi dengan pereaksi Biuret, dan tidak mendeteksi nitrogen dari

sumber non-protein. Kerugiannya adalah kurang sensitif dibandingkan dengan

Lowry dan Bradford, absorbansinya dapat dipengaruhi oleh asam empedu,

konsentrasi garam ammonium yang sangat tinggi, adanya variasi warna untuk

beberapa protein tertentu, bila bahan mengandung lemak dan karbohidrat yang

sangat tinggi dapat menyebabkan larutan menjadi buram sehingga tidak dapat

ditembus cahaya UV, dan karena metode ini bukan merupakan metode absolut

sehingga absorpsi warnanya perlu terlebih dahulu distandarisasi terhadap protein

murni seperti Bovine Serum Albumin (BSA) (Chang, 2010).

b. Pereaksi Lowry

Pada tahun 1951, Oliver H. Lowry memperkenalkan penggunaan pereaksi

ini yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Biuret. Metode ini diakui

cukup sensitif untuk menentukan konsentrasi total protein (Krohn, 2005).

Prinsipnya tidak jauh berbeda dengan Biuret, dimana ion tembaga akan

membentuk kompleks dengan ikatan peptida kemudian dengan adanya pereaksi

fosfotungstik-fosfomolibdat akan mengoksidasi rantai samping asam amino

sehingga menghasilkan warna dan konsentrasi protein dapat diukur dengan

spektrofotometer (Chang, 2010).

Keuntungan analisis dengan pereaksi ini adalah memiliki sensitifitas yang

lebih baik dibanding Biuret, lebih spesifik dibanding metode lain, dan waktu

20
Universitas Sumatera Utara
untuk analisis lebih singkat bila dibandingkan dengan metode Kjeldahl

(sekitar 1-1,5 jam). Kerugian analisis dengan pereaksi Lowry adalah variasi

warnanya yang lebih banyak dibanding dengan pereaksi Biuret, warna yang

terbentuk tidak secara tepat menggambarkan konsentrasi protein, reaksinya sangat

dipengaruhi oleh senyawa-senyawa pengganggu seperti glukosa, lemak, garam

buffer fosfat, senyawa-senyawa yang mengandung amin, gula pereduksi, garam

ammonium dalam konsentrasi tinggi dan senyawa sulfhidril (Chang, 2010).

c. Pereaksi Bradford

Pada tahun 1976, Marion Bradford memperkenalkan penggunaan pereaksi

Coomassive Blue untuk penetapan secara kuantitatif konsentrasi total protein.

Coomasive Blue ini akan berinteraksi dengan gugus samping asam amino yang

memiliki ikatan rangkap sehingga terjadi perubahan warna pereaksi dari merah

menjadi biru (Chang, 2010).

Keuntungan analisis dengan pereaksi Bradford adalah tidak menggunakan

pereaksi yang berbahaya, hanya protein yang akan diukur, memiliki presisi yang

lebih tinggi dibanding metode Kjeldahl, waktu analisis yang diperlukan singkat,

biaya yang diperlukan tidak terlalu mahal, dan cukup akurat untuk digunakan

dalam analisis kandungan total protein dalam makanan. Adapun kerugiannya

adalah kandungan asam amino yang berbeda akan mempengaruhi kapasitas

pembentukan warna, senyawa gula, kalsium dan fosfat dapat mengganggu ikatan

warna sehingga akan mengganggu hasil analisis, dan adanya variasi absorbansi

yang signifikan tegantung jenis protein (Chang, 2010).

21
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3 Metode Titrasi Formol

Prinsip metode ini adalah dengan adanya air dan penambahan Kalium

oksalat, protein akan dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Selanjutnya dengan

penambahan formaldehid akan memblokade gugus basa asam amino membentuk

gugus dimethilol sehingga tidak mengganggu reaksi antara NaOH dengan gugus

asam dari asam amino dan konsentrasi protein dapat ditentukan. Titrasi formol ini

kurang tepat untuk menentukan kadar protein dam lebih tepat digunakan untuk

menunjukkan proses hidrolisis protein (Estiasih, dkk., 2012).

2.3.2.4 Metode Dumas

Pada metode ini sampel dioksidasi pada suhu sangat tinggi (700-900°C).

Hasil oksidasi menghasilkan gas O2, N2 dan CO2. Gas nitrogen yang dilepaskan

dikuantitasi menggunakan kromatografi gas dengan detektor konduktivitas termal

(Thermal Detector Conductivity/TDC) kemudian jumlah nitrogen yang diperoleh

dikonversi. Jumlah nitrogen dalam sampel sebanding dengan kadar proteinnya

(Pomeranz dan Meloan, 1987).

Keuntungan metode ini adalah merupakan metode alternatif dari metode

Kjeldahl tetapi waktu analisis yang diperlukan lebih singkat dari metode Kjeldahl,

tidak menggunakan senyawa yang berbahaya, banyak sampel dapat diukur

sekaligus karena perkembangan alatnya yang sudah menggunakan sistem

otomatis. Adapun kekurangan metode ini adalah membutuhkan instrumen analisis

yang mahal, tidak mengukur kadar protein yang sesungguhnya karena yang diukur

adalah total nitrogen sehingga nitrogen non-protein juga terukur sebagai protein,

memiliki variasi faktor konversi, membutuhkan sampel dalam jumlah besar untuk

analisis (Chang, 2010).

22
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

yaitu penetapan kadar protein dalam sampel. Penelitian dilakukan di

Laboratorium Makanan Minuman dan Hasil Pertanian Balai Riset dan

Standardisasi Industri Medan selama bulan Januari 2017.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik

(Mettler), labu Kjeldahl (FOSS), desikator, alat destruksi (Scrubber dan pemanas),

alat destilasi (UDK 130 A), buret 25 ml (Pyrex) dan alat-alat gelas (Pyrex) yang

diperlukan dalam penelitian .

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

H2SO4 pekat, HCl pekat, SeO2, CuSO4, NaOH 40% b/v, H3BO3 4% b/v, metil

merah, metilen biru (Merck®) dan akuabides.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya sampel dipilih

hanya atas dasar pertimbangan peneliti yang menganggap unsur-unsur yang

dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003).

Sampel yang digunakan adalah susu segar (sampel A) dari peternakan sapi

23
Universitas Sumatera Utara
Gundaling Farm di Berastagi, Sumatera Utara. Susu kemasan yang digunakan

adalah susu UHT yaitu susu merek Ultra Milk (sampel B), Frisian Flag (sampel

C) dan Indomilk (sampel D), diambil dari Berastagi Swalayan Medan, Sumatera

Utara. Spesifikasi daftar sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 33.

3.3.2 Pembuatan Pereaksi

3.3.2.1 Larutan NaOH 40%

Larutan NaOH 40% b/v dibuat dengan melarutkan 40 gram pellet NaOH

dalam 100 mL aquades bebas CO2 (Ditjen POM, 1979).

3.3.2.2 Larutan H3BO3 4%

Larutan H3BO3 4% b/v dibuat dengan melarutkan 40 gram asam borat

dengan air suling dalam labu ukur 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.2.3 Larutan HCl 0,1 N

Larutan HCl 0,1 N yaitu encerkan 8,3 ml HCl P dengan air hingga

1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.2.4 Katalisator Selenium

Katalisator selenium 2,5 gram serbuk SeO2, 30 gram CuSO4.5H2O dan

100 gram K2SO4 (SNI, 1992).

3.3.2.5 Indikator Mengsel

Indikator mengsel dibuat dengan melarutkan merah metil 425 mg dan

500 mg metil biru dan dilarutkan dengan 100 ml alkohol 96%

(SNI, 1992).

3.3.3 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N

Ditimbang 0,01 gram natrium tetraborat (Na2B4O7.H2O) BM=381,37, lalu

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambah aquades 10 ml. Setelah

24
Universitas Sumatera Utara
larut ditambah 2 tetes indikator metil merah dan dititrasi dengan larutan

HCl 0,1 N yang akan distandarisasi sampai warna kuning pucat. Semprot dinding

gelas dengan akuades. Teruskan titrasi dengan tetesan lambat, hentikan titrasi bila

timbul warna merah jambu muda (Ditjen POM, 1979).

Dihitung normalitas larutan dengan menggunakan rumus :

berat atrium tetraborat mg


ormalitas larutan l
atrium tetraborat olume l ml

3.3.4 Penentuan Kadar Protein

Penentuan kadar protein ditetapkan dengan metode Kjeldahl. Ditimbang 1

gram sampel susu dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian

ditambahkan 1 gram katalisator selenium dan 25 ml H2SO4 pekat. Didekstruksi

sampai cairan berwarna jernih pada suhu 375 °C selama 30 menit dan

didinginkan. Setelah dingin, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, ditepatkan

sampai garis tanda dengan akuabides. Dipipet 25 ml larutan dan ditambahkan

50 ml NaOH 40%, kemudian diletakkan ke dalam alat destilasi. Destilat

ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml H3BO3 4% dan 3 tetes indikator

mengsel. Destilat dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan

warna dari warna hijau zamrud menjadi warna ungu. Dilakukan hal yang sama

terhadap blanko (SNI, 1992).

Kadar N-total dihitung dengan rumus:

ml l sampel – blanko
Kadar Protein l
berat sampel g

Keterangan:

N HCl = Normalitas HCl hasil pembakuan

Fk = Faktor konversi (6,38) 14,007 = Massa atom nitrogen

25
Universitas Sumatera Utara
3.3.5 Analisis Data Secara Statistik

Kadar nitrogen dan kadar protein yang diperoleh dari hasil penetapan

kadar masing-masing sampel dianalisis dengan metode standar deviasi

menggunakan uji t. Menurut Harmita (2004), untuk menghitung Standar Deviasi

(SD) digunakan rumus :

∑ ̅

Dasar penolakan data adalah apabila thitung ≥ ttabel pada taraf kepercayaan

99 dengan nilai α dimana thitung dihitung dengan rumus:

̅
| |

dimana: SD = Standar Deviasi


X = Kadar protein
̅ = Kadar rata-rata protein
n = Jumlah perlakuan
Menurut Harvey (2000), kadar protein sebenarnya dapat dihitung dengan

rumus:

̅

dimana:

μ = Kadar sebenarnya SD = Standar Deviasi


̅ = Kadar rata-rata protein n = Jumlah perlakuan

Perhitungan kadar protein pada sampel tertera pada lampiran 5,

halaman 38.

26
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Data hasil penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dan Diagram

hasil penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dapat dilihat pada Tabel

4.1 dan gambar 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Data hasil penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dan yang
tercantum dalam label kemasan.

Persyaratan Kadar Kadar


Kadar Protein Kadar Protein Protein
No. Sampel
Rata-rata Protein pada Label setelah
Minimum Kemasan dikonversi
(3,48 ± 0,0504)
1 A 2,8 g/100 g a - -
g/100g
(2,92 ± 0,1166)
2 B 2,7 g/100 g b 8 g/250 ml 7,1 g/250 ml
g/100g
(2,88 ± 0,0360)
3 C 2,7 g/100 g b 7 g/225 ml 6,3 g/225 ml
g/100g
(2,48 ± 0,0809)
4 D 2,0 g/100 g b 4 g/190 ml 4,58 g/190 ml
g/100g
Keterangan: data diatas merupakan rata-rata dari enam kali pengulangan.
a. SNI 2011 b. SNI 2014

Kadar Protein (g/100g)


4 3.48
2.92 2.88
3 2.48
2
1
0
Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D

Gambar 4.1 Diagram batang rerata kadar protein pada sampel A, B, C, dan D

Keterangan: A. Susu Segar B. Ultra Milk C. Frisian Flag D. Indomilk

27
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan

Kadar protein dari sampel A, B, C dan D yang ditetapkan dengan metode

Kjeldahl masing-masing sebesar (3,48 ± 0,0504) g/100 g, (2,92 ± 0,1166)

g/100g, (2,88 ± 0,0360) g/100g, dan (2,48 ± 0,0809) g/100g. Dari hasil tersebut

dapat dilihat susu segar memiliki kadar protein yang lebih besar dibandingkan

susu kemasan. Terlihat adanya penurunan kadar protein pada susu kemasan

dibandingkan dengan susu segar. Sampel B, C, dan D dibandingkan dengan

sampel A, terjadinya penurunan kadar protein masing-masing sebesar 16,09 %;

17,24 %; dan 28,74 %.

Adanya penurunan kadar protein sampel susu kemasan dapat dipengaruhi

oleh pengaruh dari proses pengolahan. Susu segar setelah diperah dari sapi belum

mengalami proses pengolahan dengan penambahan bahan tambahan dan

pemanasan, hanya disimpan di dalam kulkas atau ruangan dengan suhu 4°C.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sundari, dkk. (2015) tentang pengaruh

proses pemasakan terhadap kompisisi zat gizi bahan pangan, proses pemasakan

mengakibatkan penurunan komposisi kimia dan zat gizi bahan pangan tersebut

seperti kadar air, kadar protein dan kadar lemak. Tinggi atau rendahnya penurunan

kandungan gizi suatu bahan pangan pangan akibat pemasakan tergantung dari

jenis bahan pangan dan suhu yang digunakan. Pada proses pengolahan bahan

pangan adanya pemanasan dan penambahan bahan tambahan seperti air dapat

menurunkan kadar proteinnya. Panas dapat menyebabkan terdenaturasinya protein

dan penambahan air menyebabkan volume larutan bertambah sehingga kadar

protein akan menurun.

28
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan panas dalam proses pemasakan bahan pangan sangat

berpengaruh pada nilai gizi bahan pangan. Pemanasan protein dapat menyebabkan

terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim,

perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam

amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang

secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH,

adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya

senyawa karbonil. Reaksi yang terjadi pada saat pemanasan protein tersebut dapat

merusak kondisi protein, sehingga kadar protein dapat menurun

(Sundari, dkk., 2015).

Sampel A telah memenuhi persyaratan kadar minimum protein

(SNI, 2011) tentang susu segar. Sampel B, C, dan D masing-masing juga telah

memenuhi persyaratan kadar minimum protein (SNI, 2014) tentang susu UHT.

Kadar protein yang tertera pada label kemasan sampel B, C, dan D

masing-masing sebesar 8 g/250 ml, 7 g/225ml, dan 4 g/190 ml. Sedangkan kadar

protein yang peroleh setelah dikonversi masing-masing sebesar 7,1 g/250 ml,

6,3 g/225 ml dan 4,58 g/190 ml. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kadar

protein yang diperoleh dengan yang tertera pada label kemasan. Perbedaan kadar

yang diperoleh dapat disebabkan oleh berbedanya metode analisis yang

digunakan.

29
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah

a. Kadar protein yang diperoleh pada sampel A, B, C dan D masing-masing

sebesar (3,48 ± 0,0504) g/100g, (2,92 ± 0,1166) g/100g, (2,88 ± 0,0360)

g/100g dan (2,48 ± 0,0809) g/100g.

b. Kadar protein pada sampel memenuhi persyaratan protein minimum menurut

SNI.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti berikutnya untuk meneliti kandungan protein

dalam susu segar dan susu kemasan dengan metode spektrofotometri.

30
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Umum. Hal. 77, 78, 104.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wootton, M. (2009). Food Science.
Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI-Press. Hal. 270.

Budiyanto, M. A. K. (2004). Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang Press. Hal. 37, 40-41.

Chang, S. K. C. (2010). Protein Analysis. Dalam Buku Food Analysis. Edisi II.
Editor: S. Suzanne Nielsen. New York: Springer Science Business Media
Inc. Hal. 239-247.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen.


Kesehatan RI. Hal. 650.

Estiasih, T., Novita, W., Indria, P., Wenny, B.S., Nurcholis, M., Feronika, H.,
dkk. (2012). Modul Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan. Malang:
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Hal. 41-44.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara


Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. I (3). Hal. 122.

Harvey, D. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA: McGraw-Hills


Companies Inc. Hal. 85.

Kamizake, N. K. K., Goncalvez, M. M., Zaia, C. T. B. V., Zaia, D. A. M. (2003).


Detemination of Total Proteins in Cow Milk Powder Samples: a
Comparative Study between Kjeldahl Method and Spectrophotometric
Methods. Journal of Food Composition and Analysis. Hal. 515.

Krohn, R. I. (2005). The Colorimetric Detection and Quantitation of Total


Protein. Dalam Buku Handbook of Food Analytical Chemistry. (2005).
Editor: Ronald E. Wrolstad, Terry E. Acree, Eric A. Decker, Michael H.
Penner, David S. Reid, Steven J. Schwartz, Charles F. Shoemaker, Denise
Smith, Peter Sporns. New Jersey: John Wiley and Sons Inc. Hal. 77-90.

Martoharsono, S. (1998). Biokimia. Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press. Hal. 36, 37, 48.

Nasution, R. (2003). Teknik Sampling. Medan: USU Digital Library. Hal. 5.

Pomeranz, Y. dan Meloan, C.E. (1987). Food Analysis: Theory and Practice.
Edisi II. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Hal. 760.

31
Universitas Sumatera Utara
Rhee, K. C. (2005). Determination of Total Nitrogen. Dalam Buku Handbook of
Food Analytical Chemistry. (2005). Editor: Ronald E. Wrolstad, Terry E.
Acree, Eric A. Decker, Michael H. Penner, David S. Reid, Steven J.
Schwartz, Charles F. Shoemaker, Denise Smith, Peter Sporns. New Jersey:
John Wiley and Sons Inc. Hal. 105.

Rohman, A. dan Sumantri. (2013). Analisis Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press. Hal. 5-10.

Saleh, E. (2004a). Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan:
USU Digital Library. Hal. 1.

Saleh, E. (2004b). Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan:
USU Digital Library. Hal. 1.

Sediaoetama, A. D. (2010). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I.


Jakarta: Dian Rakyat. Hal. 53, 59, 75.

Sibagariang, E. E. (2010). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: CV. Trans


Info Media. Hal. 31.

Simonian, M. H. (2005). Spectrophotometric Determination of Protein


Concentration. Dalam Buku Handbook of Food Analytical
Chemistry.(2005). Editor: Ronald E. Wrolstad, Terry E. Acree, Eric A.
Decker, Michael H. Penner, David S. Reid, Steven J. Schwartz, Charles F.
Shoemaker, Denise Smith, Peter Sporns. New Jersey: John Wiley and
Sons Inc. Hal. 115-117.

SNI. (1992). SNI no. 01-2891-1992: Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional. Hal. 11.

SNI. (2011). SNI no. 3141.1-2011: Susu Segar. Bagian 1: Sapi. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional. Hal. 2.

SNI. (2014). SNI no. 3950-2014: Susu UHT (Ultra High Temperature). Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional. Hal. 2.

Suhardjo dan Kusharto, C. M. (2000). Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius. Hal. 29-31.

Sundari, D., Almasyhuri, Lamid, A. (2015). Pengaruh Proses Pemasakan


terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Jurnal
Media Litbangkes. Hal. 236, 242.

32
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Daftar spesifikasi sampel

No Sampel Spesifikasi

1 Merek :-

Komposisi : -

Kandungan Protein : -

Tanggal Kadaluarsa: -

Produsen : -

2 Merek : Ultra Milk

Komposisi : Susu sapi segar, susu


skim bubuk, penstabil nabati, garam.

Kandungan Protein : 8 g/250 ml

Tanggal Kadaluarsa: 03 Juli 2017

Produsen : PT. Ultrajaya Milk


Industry & Trading, Co. Tbk.
Indonesia

33
Universitas Sumatera Utara
No Sampel Spesifikasi

3 Merek : Frisian Flag Full Cream

Komposisi : Susu segar, air, susu


skim bubuk, lemak susu, bubuk
whey, penstabil nabati.

Kandungan Protein : 7g/225 ml

Tanggal Kadaluarsa: September 2017

Produsen : PT. Frisian Flag Indonesia

4 Merek : Indomilk Vanila

Komposisi : Susu sapi segar, air,


gula, susu bubuk skim, lemak susu,
penstabil, perisa identik alami vanilla.

Kandungan Protein : 4g/190 ml

Tanggal Kadaluarsa: Juli 2017

Produsen :

PT. Indolakto Indonesia

34
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Skema Prosedur Analisis Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl

Sampel

Ditimbang 1 g
Dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl
Ditambahkan 1 g selenium, ditambahkan 25 ml
H2SO4 pekat
Didestruksi hingga jernih (suhu 375°C selama
30 menit)
Didinginkan pada suhu kamar
Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
Ditambahkan aquabides sampai garis tanda

Dipipet 25 ml kemudian dipindahkan ke dalam


labu Kjeldahl
Ditambahkan NaOH 40% sebanyak 50 ml

Didestilasi dan destilat ditampung dalam erlenmeyer


yang berisi 25 ml H3BO3 4 % dan 3 tetes indikator
Mengsel (larutan berwarna hijau zamrud)

Dititrasi dengan HCl 0,1082 N hingga berwarna


ungu

Volume Titrasi

35
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Skema Prosedur Pengerjaan Blanko

1 g Selenium

Dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl


Ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat
Didestruksi hingga jernih (suhu 375°C selama 30 menit)

Didinginkan pada suhu kamar


Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml

Ditambahkan aquabides sampai garis tanda

Dipipet 25 ml, dipindahkan ke dalam labu Kjeldahl


Ditambahkan NaOH 40% sebanyak 50 ml

Didestilasi dan destilat ditampung dalam erlenmeyer


penampung yang berisi 25 ml H3BO3 4 % dan 3 tetes
indikator Mengsel (larutan berwarna hijau zamrud)

Dititrasi dengan HCl 0,1082 N hingga berwarna ungu

Volume Blanko

36
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Data Perhitungan Pembakuan Larutan Standar HCl 0,1 N

Berat Natrium Tetraborat Volume HCl


No.
(g) (ml)
1 0,2088 10,10
2 0,2049 9,95
2 0,2060 10,05

berat atrium tetraborat mg


larutan l
olume l ml atrium tetraborat

9 9

9
99 9 9

9 9

Normalitas rata-rata (Nr) dan persen deviasi (% d)

r
d | | | |
r

r
d | | | |
r

r
d | | | | 9
r

Normalitas HCl adalah normalitas rata-rata dengan persen deviasi terkecil,


yaitu % d1 = 0,18% dengan Normalitas 0,1082 N.

37
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Protein pada Sampel

ml l sampel – blanko
l k
berat sampel g
Keterangan:

N HCl = Normalitas HCl hasil pembakuan

Contoh perhitungan kadar protein pada susu segar :

Volume larutan HCl titrasi sampel = 0,90 ml

Volume larutan HCl titrasi blanko = 0 ml

Normalitas larutan HCl = 0,1082 N

Berat sampel = 1,0032 g

Fk = 6,38

9
Kadar Protein

= 3,47 %

= 3,47 g/100g

Perhitungan kadar protein tiap-tiap sampel untuk 6 kali pengulangan dilakukan

seperti contoh di atas.

38
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Hasil Penetapan Kadar Protein pada Sampel
1. Hasil Penetapan Kadar Protein pada sampel A

Kode Berat Sampel Volume Titar Kadar Protein


No.
Sampel (g) Sampel (ml) (g/100g)

1 A1 1,0032 0,90 3,47


2 A2 1,0528 0,95 3,49
3 A3 1,0498 0,95 3,50
4 A4 1,0119 0,90 3,44
5 A5 1,0441 0,95 3,52
6 A6 1,0089 0,90 3,45

2. Hasil Penetapan Kadar Protein pada sampel B

Kode Berat Sampel Volume Titar Kadar Protein


No.
Sampel (g) Sampel (ml) (g/100g)

1 B1 1,0563 0,80 2,93


2 B2 1,0084 0,75 2,88
3 B3 1,0359 0,75 2,80
4 B4 1,0314 0,80 3,00
5 B5 1,0632 0,80 2,91
6 B6 1,0383 0,80 2,98

3. Hasil Penetapan Kadar Protein pada sampel C

Kode Berat Sampel Volume Titar Kadar Protein


No.
Sampel (g) Sampel (ml) (g/100g)

1 C1 1,0107 0,75 2,87


2 C2 1,0072 0,75 2,88
3 C3 1,0644 0,80 2,91
4 C4 1,0856 0,80 2,85
5 C5 1,0706 0,80 2,89
6 C6 1,0674 0,80 2,90

39
Universitas Sumatera Utara
4. Hasil Penetapan Kadar Protein pada sampel D

Kode Berat Sampel Volume Titar Kadar Protein


No.
Sampel (g) Sampel (ml) (g/100g)

1 D1 1,0096 0,65 2,49


2 D2 1,0127 0,65 2,48
3 D3 1,0984 0,70 2,46
4 D4 1,0403 0,65 2,42
5 D5 1,0293 0,65 2,44
6 D6 1,0559 0,70 2,56

40
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein
sebenarnya pada sampel A
Kadar Protein (g/100g)
No. ̅ ̅
(xi)
1 3,47 -0,01 0,0001
2 3,49 0,01 0,0001
3 3,50 0,02 0,0004
4 3,44 -0,04 0,0016
5 3,52 0,04 0,0016
6 3,45 -0,03 0,0009
∑ = 20,87
∑ ̅
̅

∑ ̅

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99 maka nilai α ; dk n-1 = 6-1 = 5


Diperoleh ttabel= (1 – ½ α ; dk
= (1 – 0,005); 5
= 0,995; 5
= 4,3

Syarat penerimaan data apabila thitung ≤ ttabel


̅
| |

| |

41
Universitas Sumatera Utara
| |

| |

| |

| |

| |

Semua data diterima, maka kadar Protein sebenarnya pada susu segar untuk α =
0,01; dk = n-1 = 6-1= 5 adalah:
̅

( )

42
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein
Sebenarnya pada sampel B
Kadar Protein (g/100g)
No. ̅ ̅
(xi)
1 2,93 0,01 0,0001
2 2,88 0,04 0,0016
3 2,80 -0,12 0,0144
4 3,00 0,08 0,0064
5 2,91 -0,01 0,0001
6 2,98 0,05 0,0025
∑ = 17,49
∑ ̅
̅

∑ ̅

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99 maka nilai α ; dk n-1 = 6-1 = 5


Diperoleh ttabel= (1 – ½ α ; dk
= (1 – 0,005); 5
= 0,995; 5
= 4,03

Syarat penerimaan data apabila thitung ≤ ttabel


̅
| |

| |

| |

43
Universitas Sumatera Utara
| |

| |

| |

| |

Semua data diterima, maka kadar Protein sebenarnya pada susu segar untuk α =
0,01; dk = n-1 = 6-1= 5 adalah:
̅

( )

44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein
sebenarnya pada sampel C
Kadar Protein (g/100g)
No. ̅ ̅
(xi)
1 2,87 -0,01 0,0001
2 2,88 0,00 0,0000
3 2,91 0,03 0,0009
4 3,85 -0,03 0,0009
5 2,89 0,01 0,0001
6 2,90 0,02 0,0004
∑ = 17,30
∑ ̅
̅

∑ ̅

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99 maka nilai α ; dk n-1 = 6-1 = 5


Diperoleh ttabel= (1 – ½ α ; dk
= (1 – 0.005); 5
= 0,995; 5
= 4,03

Syarat penerimaan data apabila thitung ≤ ttabel


̅
| |

| |

| |

45
Universitas Sumatera Utara
| |

| |

| |

| |

Semua data diterima, maka kadar Protein sebenarnya pada susu segar untuk α =
0,01; dk = n-1 = 6-1= 5 adalah:
̅

( )

46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein
sebenarnya pada sampel D
Kadar Protein (g/100g)
No. ̅ ̅
(xi)
1 2,49 0,01 0,0001
2 2,48 0,00 0,0000
3 2,46 0,02 0,0004
4 2,42 0,06 0,0036
5 2,44 0,04 0,0016
6 2,56 0,08 0,0064
∑ = 14,85
∑ ̅
̅

∑ ̅

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99 maka nilai α ; dk n-1 = 6-1 = 5


Diperoleh ttabel= (1 – ½ α ; dk
= (1 – 0,005); 5
= 0,995; 5
= 4,03

Syarat penerimaan data apabila thitung ≤ ttabel


̅
| |

| |

| |

47
Universitas Sumatera Utara
| |

| |

| |

| |

Semua data diterima, maka kadar Protein sebenarnya pada susu segar untuk α =
0,01; dk = n-1 = 6-1= 5 adalah:
̅

( )

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Hasil Penetapan Kadar Protein pada Bahan Sampel

No. Sampel Kadar Protein Rata-rata


1 A (3,48 ± 0,0504) g/100g
2 B (2,92 ± 0,1166) g/100g
3 C (2,88 ± 0,0360) g/100g
4 D (2,48 ± 0,0809) g/100g

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Tabel Nilai Distribusi t

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Gambar Rangkaian Alat Dekstruksi dan Destilasi

Scrubber

Labu
Kjeldahl

Pemanas

Gambar 1. Rangkaian Alat Dekstruksi

Destilat

Hasil Destruksi

Gambar 2. Alat destilasi

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Gambar Hasil Destruksi, Destilasi dan Titrasi

Gambar 3. Sampel Sebelum Didestruksi

Gambar 4. Hasil Destruksi

52
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Hasil Destilasi

Gambar 6. Hasil Titrasi

53
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai