PERILAKU ORGANISASI
Oleh Jayanti Apri
BAB VII
KEKUASAAN DAN POLITIK
1.Kekuasaan (power)
Kemampuan untuk bertindak atau memerintah sehingga menyebabkan orang lain bertindak
sesuai perintah.
Wewenang : hak untuk memerintah orang lain .
2. Tipe-tipe kekuasaaan
1.formal : kekuasaan seseorang dalam organisasi
Terdiri dari
a. Kekuasaan koersif (coercive power) yaitu kekuasaan yang didasarkan atas rasa takut
dikarenakan seseorang tidak patuh terhadap perintah pimpinan sehingga dapat di jatuhi
hukuman.
b. Kekuasaan imbalan (reward power) yaitu kekuasaan yang di dasarkan atas pemberian
harapan pujian,penghargaan atau pendapatan karena seseorang telah memenuhi permintaan
pemimpin.
Imbalan bersifat finansial : contohnya kenaikan tingkat upah
Imbalan non finansial : promosi kenaikan jabatan,penugasan kerja yang menarik,wilayah
kerja dan penjualan yang bagus.
c. Kekuasaan legetiminasi (legitimate power) yaitu kekuasaan yang di peroleh secara
sah karena posisi dalam kelompok atau hirarki keorganisasian.
Contohnya kepala sekolah kepada guru,kapten dengan letnannya.dst
2. Kekuasaan pribadi
Kekuasaan berasal dari karakteristik individual .
a. Kekuasaan karena keahlian (expert power) yaitu pengaruh kekuasaan didasarkan
keterampilan atau pengetahuan khusus contohnya dokter,akuntan,psikolog.
1
b. Kekuasaan rujukan (referent power) yaitu pengaruh di dasarkan kepada sifat-sifat
seseorang yang menyenagkan.
Dari ke lima kekuasaan yang paling efektif adalah kekuasaan pribadi (yang keahlian) karena
kekuasaan keahlian mengikuti kepuasaan.
Taktik kekuasaan : cara individu untuk dapat menjalankan kekuasaan dengan kata
lainpikiran-pikiran apa saja yang dimiliki seseorang untuk memilikinya.
9 taktik
1. Legitimasi : mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekan kan bahwa
semua permintaah selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
2. Persuasi rasional : menyajikan argumen-argumen logis dan berbagai bukti faktual
untuk memperlihatkan bahwa semua permintaan itu masuk akal.
3. Seruan inspirasional : mengembangkan komitmen emosional dengan cara
menyerukan nilai-nilai,kebutuhan harapan dan aspirasi sebuah sasaran.
4. Konsultasi : meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran
dengan cara melibatkan nya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan di
jalankan.
5. Tukar pendapat : memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau
peghargaan lain sebgai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
6. Seruan pribadi : meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
7. Menyenangkan orang lain : menggunakan rayuan , pujian , atau perilaku bersahabat
sebelum membuat permintaan.
8. Tekanan : menggunakan peringatan, tuntutan, tegas dan ancaman.
9. Koalisi : meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran (target) atau
menggunakan dukungan dari orang lain sebagai alasan agar isi sasaran setuju.
dari ke -9 taktik yang paling efektif
persuasi rasional,seruan inspirasional,konsultasi.
paling tidak efektif
tekanan,persuasi rasional
taktik kekuasaan yang sebaiknya dipilih menurut arah pengaru .
pengaruh ke atas
persuasi rasional
pengaruh ke bawah
persuasi raional
seruan inspirasional
2
tekanan
konsultasi
menyenagkan orang lain
tuker pendapat
legitimasi
pengaruh ke samping
persuasi rasional
konsultasi
menyenangkan orang lain
tuker pendapat
legitimasi
seruan pribadi
koalisi
3. cara mempertahan kan kekuasaan.
1. Menghilangkan segenap peraturan lama terutama dalam bidang politik
2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belive system) yang dapat memperkokoh
penguasa/golongannya
3. Laksana administrasi dan birokrasi yang baik
4. Mengadakn konsolidasi horizontal dan vertakal kekuasaan yang bersumber pada
kedudukan.
3
Orang yang banyak mengetahui informasiakan banyak menjadi pemimpin
5. Kendali ekologis
Kekuasaan bersumber karena situasi (situasional engineenering) contohnya seorang kepala
bagian personalia punya kendali untuk menempatkan jabatan atau posisi karyawannya,kepala
dinas tata kota berhak memberikan IMB,asrama berhak menentukan bagian kamar.
4
BAB VIII
MOTIVASI DALAM BERORGANISASI
Beberapa motif tidak didasari oleh individu. Banyak tingkah laku manusia yang tidak
disadari oleh pelakunya, sehingga beberapa dorongan (needs) yang muncul sering
dikarenakan berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan yang berada dibawah
sadarnya. Dengan demikian, dorongan dari dalam yang sangat kuat sering menjadikan
individu yang bersangkutan tidak bisa memahami motifnya sendiri.
Apakah motivasi itu? Banyak orang keliru memandang motivasi sebagai karakteristik
pribadi,yaitu ada yang memiliki dan ada pula yang tidak. Para menejer yang belum
berpengalaman sering mengecap karyawan yang terlihat kurang memiliki motivasi sebagai
5
pemalas. Cap semacam itu mengasumsikan seseorang selalu malas atau kurang memiliki
motivasi. Menurut kami, motivasi merupakan akibat dari interaksi individu dan situasi.
Secara bebas , dapat diartikan, motivasi adalah sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-
ciri:
a.berasal dari dalam ataupun dari luar individu;
b. dapat menimbulkan perilaku bekerja;
c.dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku bekerja.
Tiga unsur kunci dalam definisi kita adalah intensitas, arah, dan berlangsung lama. Intensitas
terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Ini adalah unsur yang mendapat perhatian
paling besar dari kita berbicara tentang motivasi, Akan tetapi, intensitas yang tinggi
kemungkinan tidak akan mmenghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya itu tidak
disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi.
Pada akhirnya, motivasi memiliki dimensi yang berlangsung lama. Ini adalah ukuran tentang
beberapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu termotivasi
tetap bertahan dengan pekerjaanya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka.
3. Teori Awal Tentang Motivasi
Tahun 1950-an adalah kurun waktu yang gemilang dalam pengembangan konsep-konsep
motivasi. Tiga teori spesifik yang dirumuskan periode itu, meskipun di kritik habis-habisan
dan saat ini dipertanyakan kesahihan (validitasnya). Agknya masih merupakan penjelasan
yang paling baik mengenai motivasi karyawan. Teori-teori awal inisekurang-kurangnya untuk
dua alasan; (1) teori-teori ini sebagai fondasi dan dari situ berkembang teori-teori
kontemporer, dan (2) para manajer aktif masih masih menggunakan teori-teori ini
danbterminologinya secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.
1.Teori hierarki kebutuhan
Mungkin bisa dikatakan bahwa teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan
yang diungkapkan Abraham Maslow (Robbins,2006) hipotesisnya mengatakan bahwa
didalam diri semua manusia berseemayam lima jenjang kebutuhan, yaitu;
a. Psikologis, antara lain rasa lapar , haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sexs, dan
kebutuhan jasmani;
b. keamanan, antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional;
c. sosial, mencakup kasihsayang, rasa memiliki, diterimaa baik, dan persahabatan;
d. penghargaan, mencakup faktor penghormatan diri, seperti harga diri, otonomi, dan prestasi,
serta faktor penghormatan dari luar, seperti status pengakuan dan perhatian;
e. aktualisasi diri, duorongan untuk menjadi seorang atau sesuatu sesuai ambisinya; yang
mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.
6
Douglas McGregor, mengemukakan dua pandangan yg jelas berbeda mengenai manusia.
Pada dasarnya yang negatif ditandai sebagai teori X, dan yg positif di tandai dengan teori Y.
Setelah mengkaji cara para manejer menangani karyawan, McGregor menyimpilkan bahwa
pandangan manajer mengenai kodrat manusia di dasarkan pada kelompok asumsi tertentu,
dan menurut asumsi-asumsi ini, manajer cenderung menularkan cara berperilakunya kepada
para bawahaan.
Menurut teori X, empat asumsi yang di pegang para manajer adalah:
a. karyawan secara inheren tidak menyukai kerja, apabila dimungkinkan, akan mencoba
menghindarinya;
b. karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam
dengan hukuman untuk mencapai sasaran;
c. karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila
mungkin;
d. kebanyakan karyawan meneempatkan keamanan diatas semua faktor lain yang terkait
dengan kerja dan akan menunjukan ambisi yang rendah.
Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor mencatat empat
asumsi positif, yang disebut teori Y, yaitu:
a. karyawaan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang ssama dengan
istirahat atau bermain.
b. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
memiliki komitmen pada sasaran.
c. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung
jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas kepada semua orang
dan tidak hanya milik mereka yang berbeda dalam posisi manajemen.
7
4. Model Motivasi Instrinsik
Pemahagam yang lebih jelas tentang flow sudah ditawarkan dalam model motivasi
instrinsik Ken Thomas. Perluasan konsep Flow ini mengidentifikasikan unsur pokok yang
menciptakan motivasi intrinsik.
Model Thomas tersebut mengemukakan bahwa motivasi intrinsic dicapai ketika
seseorang mengalami perasaan-perasaan adanya pilihan, kompetensi, penuh arti, dan
kemajuan. Dia menetapkan komponen-komponen ini sebagai berikut.
• Pilihan adalah peluang untuk mampu menyelesaikan kegiatan-kegiatan tugas yang
masuk akal bagi anda.
• Kompetensi adalah pencapaian yang anda rasakan saat melakukan kegiatan pilihan
anda dengan cara yang amat terampil.
• Penuh arti adalah peluang untuk mengejar sasaran tugas yang bernilai.
• Kemajuan adalah perasaan bahwa anda membuat langkah maju berarti dalam
mencapai sasaran tugas anda.
1). Achievement
Kebutuhan untuk dapat melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain, yang memotivasi
seseorang untuk menyelesaikan tugas dengan lebih efektif dan efisien sehingga mencapai
prestasi yang lebih tinggi.
2). Deference
Kebutuhan untuk mendengarkan pendapat orang lain, mengikuti petunjuk yang diberikan,
memberikan pujian kepada orang lain, dan penyesuaian diri terhadap adat istiadat.
3). Order
Kebutuhan untuk melakukan sesuatu secara teratur, membuat rencana secara detail, dan
melakukan kegiatan secara teratur.
4). Exhibition
8
Kebutuhan untuk diperhatikan orang lain serta menjadi pusat perhatian dari kelompok.
5). Autonomy
Kebutuhan untuk tidak tergantung pada orang lain, hidup mandiri dan tidak mau diperintah.
6). Affilition
Kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan, menjalin persahabatan, atau berpartisipasi
dalam kelompok.
7). Intraception
Kebutuhan untuk memahami perasaan orang lain dan mengetahui perilaku lingkungan.
8) Succorance
Kebutuhan untuk mendapatkan bantuan, simpati dan afiksi dari orang lain terhadap dirinya.
9) Dominance
Kebutuhan untuk mendominasi kelompok, memimpin, menasihati, dan mempertahankan
pendapatnya.
10) Abasement
Kebutuhan perasaan bersalah dan diberi hukuman jika merasa berdosa.
11) Nurturance
Kebutuhan untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan, bersimpati, dan berbuat
baik kepada orang lain.
12) Change
Kebutuhan untuk melakukan pembaruan, tidak menyukai rutinitas, senang bepergian, serta
melawan adat istiadat.
13) Endurance
9
Kebutuhan utnuk dapat bertahan pada suatu kegiatan hingga selesai dan tidak menyukai
gangguan pada saat bekerja.
14)Heterosexuality
Kebutuhan untuk mendekati lawan jenis dan ingin dianggap menarik oleh lawan jenis.
15) Agression
Kebutuhan untuk mempertanyakan pendapat orang lain, mengkritik, mengalahkan, dan
senang pada kekerasan.
Teori ini menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan terbentuk, karyawan akan
mencoba meraih kembali keadilan dengan mengurangi jumlah kontribusi mereka. Misalnya,
karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau bahkan absen sama sekali, dengan
tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang mereka kontribusikan pada perusahaan.
Pertemuan dengan tujuan memberikan penjelasan mengenai PHK pada seluruh karyawan
sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dengan criteria sebagai berikut.
Penjelasan diberikan oleh manajemen level atas.
Para manajer bersungguh-sungguh menunjukkan empati terhadap para pekerja,
misalnya dengan mengucapkan bahwa mereka mengerti perasaan para pekerja dengan adanya
PHK.
Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detail.
10
Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup untuk mengajukan pertanyaan
atau memberikan pendapat mengenai PHK.
6. Expectancy theory
Menurut Vroom, seseorang termotivasi untuk melakukan perilaku tertentu berdasarkan tiga
persepsi, yaitu :
o Expectancy : seberapa besar kemungkinan jika mereka melakukan perilaku tertentu
mereka akan mendapatkan hasil.
o Instrumentality : seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dan hasil kerja yang
lebih tinggi
o Valence : seberapa penting si pekerja menilai penghasilan yang diberikan perusahaan
kepadanya.
11
BAB IX
STRES DAN KREATIFITAS KERJA
1.Pengertian Stres
Menurut Morgan dan King, stres adalah :
Jadi, stress adalah keadaan yang bersifat internal, yang bias disebabkan oleh tuntutan fisik
atau lingkungan, dan situasi social, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.
Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai
tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas kemampuan (Cooper, 1994)
Menurut Hager (1999), stress sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak
apabila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan bebab yang
dirasakannya.
Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat menjadi peristiwa positif dan
tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa berbahaya yang mengancam (Selye, 1956)
Penilaian kognitif bersifat individual differences. Maksudnya, berbeda padaa masing masing
individu
Di pihak lain, stress s ering terlihat dengan hanya melihat stimulus atau respons yang dialami
seseorang
2. Jenis-Jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stress menjadi dua:
a. eustress, yaitu hasil dari respons terhadap stress yang bersifat sehat,positif,dan
konstruktif(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga
organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,fleksibilitas,kemampuan adaptasi,dan
tingkat performance yang tinggi
b. distress, yaitu hasil respons terhadap stres yang bersifat tidak sehat,negative, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga
organisasi, seperti penyakit kardiovaskular,penurunan fisik/kesehatan, dan kematian
12
Perbedaan tingkat perkembangan antara anak anak orang dewasa tidak begitu besar dalam hal
pembentukan persepsi manusia. Teori appraisal dari Lazarus sudah diaplikasikan dalam
penelitian terhadap anak.
Menurut Lazarus (1991), dalam melakuka penilaia tersebut, ada dua tahap yang harus dilalui.
a. Primary Appraisal
Primary Appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami
individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, negative, atau netral oleh individu.
(3) Type Of Ego Involvement : yaitu penilaian yang mengacu dalam berbagai aspek dari
identitas ego atau komitmen seseorang
b. Secondary Appraisal
Secondary Appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan
coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, apakah individu cukup mampu menghadapi
harm,threat. Dan challenge dalam peristiwa yang terjadi. Secondary Appraisal memiliki tiga
komponen yaitu
(1) Blame and Credit : penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi
menekan yang terjadi atas diri individu
(2) Coping-Potential : penilaian bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan
atau mengaktualisasi komitmen pribadinya
(3) Future Expectancy : penilaian mengenai apakah untuk alasa tertentu individu berubah
secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau buruk
3. Respons Stres
Taylor (1991), menyatakan stress dapat menghasilkan berbagai respons. Berbagai peneliti
telah membuktikan bahwa respons respons tersebut dapat berguna sebagai indicator
terjadinya stress pada individu. Respons Stres dapat dibagi menjadi berbagai aspek, yaitu:
13
a. Respons fisiologis: dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,detak jantung,
detak nadi, dan system pernapasan
b. Respons kognitif : dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti
pikiran kacau,menurunnya konsentrasi, dan pikiran tidak wajar
c.
Respons emosi : dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami
individu
d. Respons tingkah laku : dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang
menekan
3. COPING STRES
14
Menurut Lazarus & Folkman, ada dua strategi dalam melalukan coping, yang dibedakan
menjadi:
1. Problem-focused coping
Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah
masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.
2. Emotion-focused coping.
Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon
emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh
suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi
masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu
cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang
menurutnya sulit untuk dikontrol (http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html).
Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun
tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu
(http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html).
Suatu studi dilakukan oleh Folkman et al.
(http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html) mengenai kemungkinan variasi dari
kedua strategi terdahulu, yaitu problem-focused coping dan emotion focused coping. Hasil
studi tersebut menunjukkan adanya delapan strategi coping yang muncul, yaitu :
1. Problem-focused coping
a. Confrontative coping; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan
cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.
b. Seeking social support; yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan
bantuan informasi dari orang lain.
c. Planful problem solving; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan
cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
2. Emotion focused coping
a. Self-control; usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.
b. Distancing; usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari
permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang
positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon.
c. Positive reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan terfokus pada
pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.
d. Accepting responsibility; usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya
menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan
tindakannya sendiri. Namun strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya
bertanggung jawab atas masalah tersebut.
15
e. Escape/ avoidance; usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut
atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau
menggunakan obat-obatan.
2. Coping Outcome
Lazarus dan Folkman (http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html) menyatakan,
coping yang efektif adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan
menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya.
Sesuai dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus mengemukakan, agar coping
dilakukan dengan efektif, maka strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping
yang dikenal dengan istilah coping task, yaitu :
* Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk
memperbaikinya.
* Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.
* Mempertahankan gambaran diri yang positif.
* Mempertahankan keseimbangan emosional.
* Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.
Menurut Taylor (http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html), efektivitas
coping tergantung dari keberhasilan pemenuhan coping task. Individu tidak harus memenuhi
semua coping task untuk dinyatakan berhasil melakukan coping dengan baik. Setelah coping
dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana
coping outcome yang dialami tiap individu. Coping outcome adalah kriteria hasil coping
untuk menentukan keberhasilan coping. Coping outcome, yaitu :
* Ukuran fungsi fisiologis, yaitu coping dinyatakan berhasil bila coping yang dilakukan dapat
mengurangi indikator dan arousal stres seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung,
detak nadi, dan sistem pernapasan.
* Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stres, dan
seberapa cepat ia dapat kembali. Coping dinyatakan berhasil bila coping yang dilakukan
dapat membawa individu kembali pada keadaan seperti sebelum individu mengalami stres.
* Efektivitas dalam mengurangi psychological distress. Coping dinyatakan berhasil jika
coping tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu.
4. Stres Kerja
1. Pengertian stress kerja
Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan
yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers to a
physical or psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in
16
the work environment. yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga
akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu
berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada.
Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja sebagai
suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena
pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang. Jika seseorang / karyawan mengalami stres yang terlalu besar maka akan
dapat menganggu kemampuan seseorang / karyawan tersebut untuk menghadapi
lingkungannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya(Handoko 1997:200)
Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang,
baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan
mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian
diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan
suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang
menetapkan permintaan psikologis dan
atau fisik berlebihan kepada seseorang.
17
kemarau, kematian, dan lain-lain. Dari dalam: lelah, cacat mental, rasa rendah diri, dan lain-
lain) yang menghambat kemajuan suatu cita-cita yang hendak dicapainya
4. Krisis
Krisis adalah perubahan atau peristiwa yang timbul mendadak dan menggoncangkan
keseimbangan sesorang diluar jangkauan daya penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di
bidang usaha, hubungan keluarga dan lain-lain
5. Tekanan
Stres dapat ditimbulkan oleh tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar
yang harus ditanggungnya. Contohnya, dari dalam diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga dan
lain-lain. Dan dari luar: istri yang terlalu menuntut, orangtua yang menginginkan anaknya
berprestasi dan lain-lain.
b. Sumber stres eksternal (dari luar diri individu), meliputi:
1. Keluarga
Stres di sini dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, seperti
perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan yang
saling berbeda dan lain-lain. Kemudian stres yang dialami orang tua yang kehilangan anak-
anaknya atau pasangannya karena kematian (Sarafino, 1994). Hawari (1997) mengatakan
bahwa kondisi keluarga yang tidak baik (sikap orang tua) juga dapat memicu timbulnya stres.
Misalnya: hubungan kedua orangtua yang dingin, kedua orangtua jarang di rumah dan tidak
ada waktu untuk bersama dengan anak-anak, perceraian, salah satu orangtua menderita
gangguan jiwa, orangtua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter dan
lain-lain.
18
3. Hubungan interpersonal
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, konflik
dengan kekasih, antara atasan dan bawahan, dan lain-lain.
4. Keuangan
Masalah keuangan (kondisi sosial ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih
rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan, dan lain-lain.
5. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stres pula. Misalnya
tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain-lain.
6. Perkembangan
Yang dimaksudkan perkembangan disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun
mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut, dan lain-lain.
7. Lain-lain
Stressor kehidupan lainnya, misalnya: bencana alam, kebakaran, perkosaan, kehamilan diluar
nikah, dan lain-lain.
Stres memiliki beberapa gejala, Cary Cooper dan Alison Straw (dalam Manar, 2008)
mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, rnerasa
panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit
kepala, salah urat dan gelisah.
19
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak
berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat,
sulit konsentrasi, sulit berfikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas,
hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas
menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.
Gejala-gejala di atas merupakan gejala stres secara umum, sedangkan gejala stres di tempat
kerja menurut Cooper dan Straw, yaitu meliputi:
a. Kepuasan kerja rendah
b. Kinerja yang menurun
c. Semangat dan energi menjadi hilang
d. Komunikasi tidak lancar
e. Pengambilan keputusan jelek
f. Kreatifitas dan inovasi kurang
g. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Kolvereid (1982) mengatakan bahwa stres kerja akan berdampak terhadap tiga hal, yaitu:
Kesehatan fisik dan mental, respon perilaku / kognitif, dan organisasional.
a. Kesehatan fisik dan mental
Dalam penelitiannya, Caplan (1970 -1975) menemukan bahwa stres berkorelasi secara positif
terhadap penyakit jantung, kadar kolesterol dalam darah, tekanan darah, dan detak jantung.
Selain itu stres juga berkaitan dengan tingkat asam urat, penyakit tukak lambung (Cobb &
Kasl dalam Kolvereid, 1982), serta kadar gula darah dan diabetes (Schar, dkk dalam
Kolvereid, 1982)
Stres juga memiliki korelasi positif terhadap gangguan/penyakit mental seperti neuroticism /
penyakit urat syaraf, ketegangan, depresi, kejengkelan dan kegelisahan (House & Rizzo
dalam Kolvereid, 1982). Selain itu juga ditemukan hubungan antara stres dengan rasa percaya
diri yang rendah (Behr, dkk dalam Kolvereid, 1982); stres dengan keletihan (Cameron dalam
Kolvereid, 1982); stres dengan kebosanan (Caplan, dkk dalam Kolvereid 1982); stres dengan
kebencian (House & Harkins, dalam Kolvereid, 1982) dan stres dengan sakit kepala (Cherry,
dalam Kolvereid, 1982)
20
makan. Dan yang kedua adalah respon adaptif, contohnya seperti peningkatan konsumsi
rokok, minuman beralkohol, penyalahgunaan obat-obatan bahkan hingga bunuh diri.
Biasanya pekerja atau pegawai yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan
perilaku tcrjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat
berupa perilaku melawan stres (flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-
hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk
stres. Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang
mengalami stres antara lain (Margiati dalam Manar, 2008) :
• Bekerja melewati batas kemampuan,
• Kelerlambatan dan ketidakhadiran ke tempat kerja yang sering,
• Kesulitan membuat keputusan,
• Kelalaian menyelesaikan pekerjaan,
• Kesulitan berhubungan dengan orang lain,
• Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat,
c. Organisasional
Dampak organisasional yang sering terjadi akibat stres kerja menurut Kolvereid (1982)
adalah turunnya kualitas kinerja, turnover pegawai yang tinggi, tingginya tingkat
ketidakhadiran di tempat kerja serta berkurangnya tingkat kepuasan kerja.
Stres kerja yang dialami oleh pegawai memiliki dampak yang sangat merugikan bagi
perusahaan, dengan tingginya tingkat ketidakhadiran pegawai serta berkurangnya tingkat
kepuasan kerja, maka dapat menyebabkan tingkat kinerja menurun, hal ini membuat
perusahaan tidak produktif untuk menjalankan fungsi utamanya, seperti mendapatkan profit
atau memberi pelayanan kepada masyarakat. Selain itu dengan tingginya tingkat turnover
pegawai, maka aktivitas pekerjaan menjadi terhambat sehingga perusahaan harus
mengeluarkan biaya dan waktu tambahan untuk mendapatkan dan melatih pegawai baru.
4. Strategi manajemen stress kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para
pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja
lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-
apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum
masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus
diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan.
Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi
terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam
hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul
pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan
21
tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang
dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika
karyawannya mengalami stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu akan
memberikan akibat positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik.
Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan membuat
menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari
sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen
mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi
karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan
sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola
stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
Dalam pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk
mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu:
pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan
waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa
adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi
tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu
untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan
sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat,
kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
Dari pendekatan organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah
tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh
manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang
mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres karyawannya adalah melalui
seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan
partisipatif, komunikasi organisasional dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut
akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan
mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal yang
sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
BAB X
BUDAYA ORGANISASI:
22
PENDALAMAN BUDAYA ORGANISASI
1. Budaya organisasi
merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia dan teori
organisasi. Manajemen sumber daya manusia budaya organisasi dilihat dari aspek
perilaku, sedangkan teori organisasi dilihat dari aspek sekelompok individu yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat
individu bekerja sama secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan.
1. Budaya
Untuk kajian terhadap konsep budaya, kami memulainya dengan pendapat
Koentjaraningrat (2004:9). Menurutnya, istilah budaya berasal dari kata bahasa lain
colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani.
Kemudian, dalam bahasa inggris disebut culture.
Kroeber dan kluchon tahun 1952 menemukan 164 definisi budaya. Akan
tetapi, pengertiannya yang kami kemukakan di sini hanya yang terkait dengan
budaya organisasi.
Taliziduhu Ndraha dalam bukunya budaya organisasi mengemukakan
pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut:
a. Edward Burnett berpendapat “Budaya mempunyai pengertian teknografis
yang luas, meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral,
hukum, adat-istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
didapat sebagai anggota masyarakat”
b. Vijay Sathe berpendapat “Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang
dimiliki bersama anggota masyarakat”
c. Edgar H. Schein berpendapat bahwa budaya adalah suatu pola asumsi dasar
yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu
sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik.
d. Hofstede (dalam Physey, 1993: 4) mengartikan budaya sebagai nilai-nilai
(values) dan kepercayaan (beliefs) yang memberikan orang-orang suata cara
pandang terprogram (programmed way of seeing). Dengan demikian, budaya
merupakan suatu cara pandang yang sama bagi sebagian besar orang.
e. Physey (1993:4) mengartikan nilai-nilai sebagai “segala sesuatu yang
dimuliakan (esteemed), dijunjung (prized), atau dihargai (appricate) dalam
udaya tersebut”. Adapun kepercayaan diartikan sebagai, “Apa yang
seseorang anggap benar (true). Dengan demikian, bentuk atau wujud dari
pengertian budaya dapat dilihat dalam tiga hal, yaitu: pertama, budaya itu
abstrak (ideal), budaya itu merupakan kepercayaan, asumsi dasar, gagasan,
ide, moral, norma, adat-istiadat, hukum atau peraturan. Kedua, nudaya
ituberupa sikap yang merupakan pola perilaku atau kebiasaan dari kegiatan
manusia dalam lingkungan komunitas masyarakat, yang menggambarkan
kemampuan beradaptasi, baik secara internal maupun eksternal. Ketiga,
budaya itu tampak secara fisik yang merupakan bentuk fisik dari hasil karya
manusia.
23
Ndraha (1997:45) merupakan fungsi budaya sebagai berikut:
Identitas dan citra suatu masyarakat;
Pengikat suatu masyarakat;
Sumber inspirasi, kebanggaan, dan sumber daya;
Kekuatan penggerak;
Kemampuan untuk membentuk nilai tambah;
Pola perilaku;
Warisan;
Pengganti formalitas;
Mekanisme adaptasi terhadap perubahan;
Proses menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga
terbentuk nation state.
Perilaku tertentu atau hasil karya tertentu tersebut akan menjelma identitas dan
citra manusia, baik secara individu, kelompok, organisasi, bahkan komunitas
masyarakat tertentu. Sebagai contoh, kita mengenal sikap atau perilaku orang jawa
yang lamban dan sopan; orang batak yang tegas; orang Barat yang rasional.
Kemudian, secara fisik, kita mengenal rencong dari Aceh; keris dari Yogyakarta,
batik dari Solo, kain borderan dari Tasikmalaya, dan lain-lain.
Budaya dalam konteks komunitas manusia, baik dalam bentuk kelompok,
organisasi, suku bangsa, atau negara memiliki fungsi yang strategis, yaitu sebagai
pengikat atau perekat hingga membentuk satu kesatuan yang utuh sebagai suatu
kelompok, organisasi, suku, bahkan negara.
Budaya menjadi sumber inspirasi, kebanggaan, dan sumber daya. Suatu
daerah bisa sejahtera karena kebanggaan dan pemberdayaan budayanya, bahkan
budaya telah menjadi unsur utama komoditas bisnis pariwisata.
Budaya juga menjadi kekuatan penggerak yang mampu membangkitkan
semangat juang untuk memerdakakan dan memajukan suatu daerah atau suatu
negara. Globalisasi telah memunculkan budaya baru, yaitu budaya kompetisi,
budaya cepat dan akurat, budaya teknologi komunikasi.
Budaya juga berfungsi sebagai mekanisme dalam beradaptasi dengan
berbagao perubahan yang terjadi, baik didalam maupun di luar organisasi.
Mekanisme adaptasi menjadi ciri kedewasaan individu, kelompok, organisasi,
bahkan masyarakat suatu negara tertentu.
Dengan adaptasi, kehidupan dapat berjalan secara harmonis, tentram, aman,
dan damai. Karena dengan budaya, kita bisa dikenal, bisa hidup berdampingan
secara sehat dan harmonis.
Adapun unsur-unsur budaya adalah:
Ilmu pengetahuan;
Kepercayaan;
Seni;
Moral;
Hukum;
Adat-istiadat;
Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat;
Asumsi dasar;
Sistem nilai;
Pembelajaran/pewarisan;
24
Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Beberapa pemikir dan penulis mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan
dengan budaya, sebagaimana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut:
a. Budaya merupakan produk konteks pasar ditempat organisasi
beroperasi, peraturan yang menekan, dan sebagainya.
b. Budaya merupakan struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi,
misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi
yang terdesntralisasi.
c. Budaya merupakan produk sikap orang-orang dalam pekerjaan
mereka. Hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dan
organisasi.
2. Organisasi
Organisasi adalah tempat atau wadah orang-orang berkumpul, bekerja sama
secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin, dan terkendali,
dalam memanfaatkan sumber daya organisasi (uang, material, mesin, metode,
lingkungan, sarana-prasarana, data, dan lain-lain) secara efisien dan efektif untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Organisasi juga merupakan wadah atau alat segenap keinginan dan
kemampuan sekumpulan orang bersatu, mengikuti diri dalam usaha memenuhi
kebutuhannya, jika dilihat dari proses terbentuknya dan kegunaannya, organisasi
juga merupakan salah satunfungsi budaya, yaitu sebagai pengikat suatu
masyarakat., berisi pola perilaku, dan lain-lain. Berikut ini definisi organisasi yang
dikemukakan oleh para pakar tersebut:
a. Robbins (1990: 4) mengartikan organisasi sebagain “a consciously
coordinates social entity, with a relatively identifibale boundary that
functions on a relatively continous basis to achieve a common goal or
set of goals”
b. Brown and moberg (1980: 6) mendefinisikan “Organization are
relatively permanent social entities characterized by goal-oriented
behavior, specialization and structure”
c. Barnard mendefinisikan organisasi sebagai berikut “Coorporation of
two or more persons, a systems of consciously coordinated personel
activites or forces”
d. J.R. Schermerhorn berpendapat bahwa “Organization is a collection of
people working together in a division of labor to achieve a common
purpose” (Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama).
e. Philiph Selznick berpendapat bahwa “The arrangement of personnal of
facilitating the accomplishment of some agree purpose through the
allocation of function and responbilities”. Organisasi adalah pengaturan
personal guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah
ditetapkan memalui alokasi fungsi dan tanggung jawab.
Unsur-unsur organisasi:
Kumpulan orang;
Kerja sama;
Tujuan bersama;
Sistem koordinasi;
Pembagian tugas dan tanggung jawab;
25
Sumber daya organisasi.
2.BUDAYA ORGANISASI
26
3.Level budaya organisasi
27
4.Pengertian Budaya perusahaan
28
Budaya perusahaan memberikan kepada karyawan kenyamanaan,
keamanan, kebersamaan, rasa tanggung jawab , kut memiliki, tahu bagaimana
perilaku, apa yang harus mereka kerjakan dan lain lain.
29
4. PEMBENTUKAN BUDAYA ORGANISASI
Deal dan kennedi mengemukakan lima unsur pembentukan budaya
organisasi sebagai berikut :
a. lingkungan usaha
b. nilai-nilai
c. pahlawan
d. ritual
e. jaringan budaya
Stoner (1995)
30
Budaya organisasi sebaga suatu cognitive framework ,yang meliputi sikap
nilai-nilai,norma perilaku dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh anggota
organisasi
Davis (1984)
Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang
dipahami , dijiwai, dan dipraktikan oleh organisasi sehingga pola tersebut
memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi
Schein (1992)
Budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang
ditemukan ,diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan
maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-
masalahnya yang timbul akibat adaptasi external dan integrasi internal yang sudah
berjalan dengan cukup baik
31
9.Variabel-variabel Kunci yang Membentuk Budaya Tanggap terhadap
Pelanggan (Robbin,2004)
Ada beberapa variabel yang secara rutin terdapat dalam budaya yang
tanggap pelanggan, yaitu :
1. tipe karyawan.
1. formalisasi yang rendah.
2. perluas formalisasi yang rendah, yaitu penggunaan pemberdayaan scara luas.
3. kerterampilan mendengar yang baik.
4. kejelasan peran.
BAB XI
KOMUNIKASI
32
Proses Komunikasi
Komunikasi Tertulis
33
cepaj. Pesan-pesan tersebut dapat didistribusikan kepada satu atau seribu orang
dengan hanya sekali mengklik mouse komputer kita. Pesan-pesan itu dapat
dibaca, secara keseluruhannya, sesuai dengan waktu yang diinginkan penerima.
Selain itu, biaya pengiriman sebuah pesan e-mail formal bagi para karyawan
hanya sedikit bila dibandingkan dengan biaya untuk mencetak, memperbanyak,
dan mendisrribusikan sepucuk Surat atau brosur yang setara denganya.
34
Komunikasi berbantuan komputer sedang membentuk kembali
cara kita berkomunikasi dalam organisasi. Para karyawan tidak lagi harus
terpaku di tempat atau meja kerja mereka supaya "dapat dihubungi". Penyeranta,
telepon seluler, komunikator pribadi, dan pesan telepon membuat para karyawan
bisa dihubungi ketika mereka sedang berada dalam sebuah pertemuan, selama
makan siang, ketika mengunjungi seorang pelanggan, atau saat bermain golf di
hari Sabtu pagi. Batasan antara kehidupan kerja dan non kerja. seorang karyawan
ridak lagi jelas. Di zama n elckrronik ini, semua karyawan secara teoritis dapat
dihubungi selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Akibat komunikasi berbantuan komputer, batasan-batasan organisasional
menjadi tidak terlalu relevan, jaringan komputer memungkinkan karyawan
untuk melompati tingkat-tingkat vertikal dalam organisasi, bekerja purna waktu
di rumah atau di tempat selain dari fasilitas yang dioperasikan secara
organisasional, dan melakukan komunikasi terus-menerus dengan orang-orang
d i organisasi lain. Periset pasar yang ingin mendiskusikan suatu isu dengan
direktur pemasaran (yang secara hirarkis tiga tingkat di atasnya dapat
melompati orang-orang di antaranya dan mengirimkan e-mail secara langsung.
Dengan demikian, StatUS hierarki tradisional, yang sebagian besar ditentukan
oleh tingkatan dan akses, secara mendasar dihapuskan. Atau periset pasar yang
sama dapat memilih untuk tinggal di Cayman Islands dan bekerja dari rumah
melalui telecommuting alih -alih melakukan pekerjaannya di kantor perusahaan
di Chicago. Ketika komputer seorang karyawan dihubungkan dengan komputer
pemasok dan pelanggan, batasan yang memisahkan organisasi-organisasi mereka
pun menjadi lebih kabur, Dalam kasus semacam itu, karena komputer-kompurer
Levi Strauss's dan Wal-Mart terhubung, Levi dapat memantau persediaan celana
jinsnya di Wal-Mart dan menggantikan barang-barang dagangannya tiap kali
dibutuhkan, dengan demikian mengaburkan perbedaan anrara karyawan Levi
dan Wal-Mart.
35
BAB XII
36
KEPEMIMPINAN : MENDALAMI KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL
1.Arti Kepemimpinan
Danfrod berkesimpulan : bahwa suatu teori kepemimpinan yang kompherensif mencakup tiga
fakta yaitu:
• pemimpin yang memiliki karakter psikologinya
• para pengikut yang mempunyai masalah, sikap, dan kebutuhannya
• situasi kelompok yang di dalamnya pimpinan dan pengikut saling berinteraksi
37
• pelaksana pengaruh
• tindakan atau perilaku
• suatu bentuk persuasi
• hubungan kekuatan dan kekuasaan
• sarana pencapaian tujuan
• suatu hasil dari interaksi
• inisiasi (permulaan) dari struktur
Kesepuluh pengertian di atas kemudian menjadi tiga unsur oleh Kartini Kartono,:
• Kepemimpinan, berarti kemampuan memengaruhi orang lain, bawahan atau
kelompok
• Kepemimpinan, berarti mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain
• Kepemimpinan berarti upaya untuk mencapai tujuan pemimpin
Dari berbagai pengertian yang di kemukakan, dapat di simpulkan bahwa kepemimpinan
adalah suatu proses dalam mengerahkan segenap kecakapan seseorang untuk memengaruhi,
membingbing, menggerakkan, serta mengarahkan orang lain dengan cara memanfaatkan
daya, dana, sarana, dan tenaga yang tersedia untuk mncapai tujuan tertentu
Dalam perusahaan pemimpin di bagi dalam tiga tingkatan yang tergabung dalam kelompok
anggota manajemen:
• Manajer puncak
• Manajer menengah
• Manajer bawah
38
Semakin tinggi kedudukan, ia semakin generalis, sedangkan semakin rendah kedudukan
seseorang ia semakin spesialis.
Tipe-tipe pemimpin
a. Tipe pemimpin demokratis
b. Tipe pemimpin militeris
c. Tipe pemimpin fatherlistis
d. Tipe pemimpin kharismatis
e. Tipe pemimpin otokratis
39
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang tergolong sebagai pemimpin
adalah seseorang yang pada waktu lahirnya memang telah di berkahi dengan bakat-bakat
kepemimpinan dan karir dan ia mengembangkan bakat genetisnya melalui pendidikan
pengalaman kerja.
Beberapa syarat penting yaitu:
➢ pendidikan umum yang luas
➢ pemimpin generalis yang baik juga
➢ kemampuan berkembang secara mental
➢ selalu bersikap ingin tahu
➢ kemampuan analistis
➢ memiliki daya ingat yang kuat
➢ mempunyai kapasitas integratif
➢ memiliki keterampilan berkomunikasi
➢ memiliki keterampilan mendidik
➢ personalitas dan objektivitas
➢ mempunyai naluri untuk menentukan prioritas
➢ sederhana
➢ berani
➢ tegas
3. Kecerdasan Emosi Seorang Pemimpin
Ada orang yang pandai, namun ketika ia selesai berbicara ia selalu menyerang
pendapat orang lain. Orang-orang seperti ini, karirnya tidak dapat berkembang pesat.
Sebaliknya ada orang yang peduli, baik, pandai, memerhatikan perasaan orang lain, dan pada
umumnya orang seperti inilah yang dapat berkembang pesat
Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam memonitor perasaan dan
emosinya baik pada diri sendiri maupun orang lain.
40
5. Memahami Kepemimpinan Transformasional
Model kepemimpinan ini menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat
yang terbiaik sesuai dengan perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang memandang
bahwa entitas-entitas dalam kepemimpinan saling mempengaruhi.
Salah satunya adalah di butuhkannya model kepemimpinan transformatif yang
mampu mengembangkan potensi yang di miliki diri dan bawahannya secara inovatif,
memberdayakan staf dan organisasi dengan perubahan cara berpikir, pengembangan visi,
pengertian dan pemahaman tentang tujuan organisasi, serta membawa organisasi menuju
perubahan yang kontinu melalui pengolahan aktivitas kerja dengan memanfaatkan bakat,
keahlian, kemampuan, ide, dan pengalaman sehingga setiap pegawai merasa terlibat dan
bertanggung jawab dalam menyelsesaikan pekerjaan.
BAB XIII
KONFLIK, MANAJEMEN KONFLIK DAN NEGOSIASI
1. Definisi Konflik
Kata 'konflik' berasal dari bahasa latin yaitu, 'confligo' yang terdiri atas dua kata,
yaitu 'con' yang berarti bersama-sama dan 'fligo' yang berarti pemogokan, penghancuran, atau
peremukan. Konflik atau pertentangan bisa terjadi pada diri seseorang (konflik internal),
ataupun di dalam kalangan yang lebih luas. Dalam organisasi, istilah nya menjadi “konflik
organisasi”
41
Berikut ini adalah beberapa pandangan tentang konflik, sebagaimana di kemukakan
oleh Robbins
1) Pandangann tradisional
2) Pandangan hubungan manusia
3) Pandangan interaksionis
3. Jenis-jenis Konflik
42
• Struktur
• Variabel pribadi
Jika dalam suatu organisasi tingkat konfliknya rendah atau tidak ada konflik sama
sekali, tipe konfliknya adalah disfungional, hal ini di tandai oleh karakteristik organisasi
tersebut yang apatis, macet (stagnan), tidak responsif terhadap perubahan, dan kekurangan
ide-ide baru. Situasi ini mengakibatkan pelayanan publik menjadi rendah. Hal ini sama
akibatnya jika terjadi konflik yang tinggi dalam sebuah organisasi. Penggunaan berbagai
teknik pemecahan dan motivasi untuk mencapai tingkat konflik yang di inginkan di sebut
sebagai manajemen konflik
Keadaan yang di harapakan adalah tercapai suatu konflik optimal yang fungsional,
yang di tandai oleh ciri-ciri organisasional yang viable, self-critical, dan innovative.
Robbin menjelaskan bahwa konflik itu baik bagi perusahaan jika:
1. merupakan suatu alat untuk menimbulkan perubahan
2. mempermudah terjadinya kepaduan
3. memperbaiki keefektifan kelompok dan organisasi
4. menimbiulkan tingkat ketegangan bahwa konflik yang sedikit lebih tinggi dan lebih
konstruktif
43
Daftar Pustaka
44