Anda di halaman 1dari 18

5.

Bab 5 Kesimpulan dan saran, bab ini merupakan penutup yang


memberikan kesimpulan dan sasaran yang direkomendasikan untuk
berkelanjutan studi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transportasi memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, maka


dengan demikian juga dalam perencanaan ruang. Kemajuan suatu kota atau daerah
dapat diukur dengan kelancaran mobilitas barang dan penumpang yang diangkut
oleh berbagai jenis sarana angkutan. Artinya sistem transportasi di daerah tersebut
secara memadai mampu mengangkut dengan cepat, murah, mudah, aman,
nyaman, dan sesuai dengan kebutuhan pemakai (convenient), maka berarti bahwa
mobilitas dan proses distribusi mempunyai kapasitas yang sesuai dengan yang
dibutuhkan (Soefaat,1999).

Meningkatnya kemacetan pada jalan perkotaan maupun jalan luar kota


menyebabkan tingkat pelayanan jalan atau kinerja jalan menjadi berkurang.
Sehingga sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan waktu tempuh kendaraan
dari suatu tempat atau wilayah ke tempat atau wilayah lain, dan juga akan
menambah biaya dari segi ekonomi.

Salah satu penyebab kemacetan adalah volume lalulintas yang berlebih terhadap
daya tampung jalan yang ada.

A. Klasifikasi Jalan
Jalan merupakan prasarana penting bagi transportasi.Semakin baik jalan, maka
transportasi semakin lancar.

Pengertian jalan adalah tempat untuk lalulintas orang (kendaraan dan sebagainya)
(Kamus Besar Bahasa IndonesiaOnline).

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah

4
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel (UU Nomor 38 , 2004)
Menurut peruntukkannya jalan terbagi dua, yaitu jalan umum dan jalan khusus
(UU Nomor 38, 2004)

Merujuk kepada Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 status jalan umum


dikelompokkan beberapa bagian, yaitu:

1. Jalan nasional

Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan antar ibukota propinsi, jalan strategis nasional, dan
jalan tol.

2. Jalan propinsi

Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang


menghubungkan antara ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota atau
antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategi propinsi

3. Jalan kabupaten
Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat
kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

4. Jalan kota

Merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubu
ngkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan anatar persil, serta menghubungkan anatar
pusat pemukiman yang berada dalam kota.

5. Jalan desa

Adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan danantar pemukiman di


dalam desa, serta jalan lingkungan.

5
Fungsi jalan menurut Undang–undang Nomor 38 Tahun 2004 dikelompokkan ke
dalam beberapa bagian, yaitu:

1. Jalan arteri, adalah jalan yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan kolektor, adalah jalan yang berfungsi melayani angkutan pengumpul


atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal, adalah jalan yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan julah
jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan, adalah jalan yang berfungsi melayani angkutan


lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rendah.

B. Kinerja Jalan
Kinerja ruas jalan merupakan suatu pengukuran kuantitatif yang menggambarkan
kondisi tertentu yang terjadi pada suatu ruas jalan.Umumnya dalam menilai suatu
kinerja jalan dapat dilihat dari kapasitas, derajat kejenuhan (DS), kecepatan rata-
rata, waktu perjalanan, tundaan, dan antrian melalui suatu kajian mengenai kinerja
ruas jalan.

C. Tingkat Pelayanan Jalan


Tingkat pelayanan jalan (kinerja jalan) adalah tingkat pelayanan dari suatu jalan
yang menggambarkan kualitas suatu jalan dan merupakan batas kondisi
pengoperasian.

Tingkat pelayanan jalan atau kinerja jalan merupakan pengukuran kualitatif yang
menerangkan tentang kondisi – kondisi operasional lalu lintas dan penilaian oleh
pemakai jalan. Tingkat pelayanan suatu jalan menunjukkan kualitas jalan diukur
dari beberapa faktor, yaitu kecepatan dan waktu tempuh, kerapatan (density),

6
tundaan (delay), arus lalu lintas dan arus jenuh ( saturation flow) serta derajat
kejenuhan ( degree of saturation).

Tingkat pelayanan suatu ruas jalan, diklasifikasikan berdasarkan volume ( Q) per


kapasitas (C) yang dapat ditampung ruas jalan itu sendiri.

Kriteria tingkat pelayanan atau “level of service” dapat dilihat pada tabel berikut
ini:

Tabel 2. 1 Karakteristik Tingkat Pelayaan

RASIO Tingkat Keterangan


Q/C Pelayanan
0,00 - 0,20 A Kondisi arus bebas dengan keceptan tinggi dan volume lalu lintas
rendah. Pengemudi dapat memilih keceptan yang diinginkan tanpa
hambatan.
0,21 – 0,44 B Dalam zona arus stabil. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup
dalam memilih kecepatan.
0,45 – 0,74 C Dalam zona arus stabil. Penegemudi dibatasi dalam memilih
kecepatan.
0,75 – 0,84 D Mendekati arus tidak stabil. Dimana hampir seluruh pengemudi
akan dibatasi (terganggu). Volume pelayanan berkaitan dengan
kapasitas yang dapat ditolelir.
0,85 – 1.00 E Volume lalu lintas mendekati atau berada pada kapasitasnya. Arus
tidak stabil dengan kondisi yang sering terhenti.
>1. 00 F Arus yang dipaksakan atau macet pada kecepatan yang rendah.
Antrean yang panjang dan terjadi hambatan – hambatan yang besar.

Sumber: Kementerian PUPR (2014)

Tingkat pelayanan jalan pada ruas berdasarkan PM 96 tahun 2015 diklasifikasikan


kedalam beberapa kategori, meliputi:

1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi:

a. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan sekurang-
kurangnya 80 ( delapan puluh ) kilometer per jam;

b. Kepadatan lalu lintas sangat rendah;

c. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya


tanpa atau dengan sedikit tundaan.

7
2. Tingkat pelayanan B,dengan kondisi:

a. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan sekurang –
kurangnya 70 (tujuh puluh) kilometer per jam;

b. Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum


mempengaruhi kecepatan;

c. Pengemudimasih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya


dan lajur jalan yang digunakan.

3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi:

a. Arus stabil tapi pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu


lintas yang lebih tinggi dengan kecepatan sekurang- kurangnya 60
(enam puluh) kilometer per jam;

b. Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas


meningkat;

c. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah


lajur atau mendahului.

4. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi:

a. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan
kecepatan sekurang – kurangnya 50 (lima puluh) kilometer per jam;

b. Masih ditolelir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus;


c. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan
hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang
besar;

d. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam


menjalankan kedaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih
dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.

8
5. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi:

a. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas mendekati


kapasitas jalan dan kecepatan sekurang – kurangnya 30 (tiga puluh)
kilometer per jam pada jalan antar kota dan sekurang – kurangnya 10
(sepuluh) kilometer per jam pada jalan perkotaan;

b. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi;

c. Pengemudi mulai merasakan kemacetan – kemacetan durasi pendek.

6. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi:

a. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang dengan


kecepatan kurang dari 30 (tiga puluh) kilometer per jam;

b. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama;

c. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0


(nol).

D. Segmen Jalan
Segmen jalan didefinisikan sebagi suatu panjang jalan antara dua simpang dan
arus lalu lintas dalam segmen tidak terpengaruh oleh simpang tersebut, dan
mempunyai bentuk geometrik, arus lalu lintas, dan komposisi lalu lintas yang
seragam (homogen) diseluruh panjang segmen. Jika karakteristik jalan berubah
secara signifikan, maka perubahan tersebut menjadi batas segmen, meskipun tidak
simpang di dekatnya.

Segmen jalan luar kota secara umum diharapkan jauh lebih panjang dari segmen
jalan perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik
geometrik dan karakteristik lainnya tidak sering berubah dan simpang utamanya
tidak terlalu berdekatan. Segmen harus berubah jika tipe medan berubah,
walaupun karakteristik geometrik, arus lalu lintas, dan hambatan sampingnya
tetap sama. Perubhaan kecil pada geometrik jalan, misalnya lebar jalur lalu lintas
berbeda sampai dengan 0,5 m, tidak merubah segmen, terutama jika perubahan
kecil tersebut hanya terjadi sedikit.

9
E. Karakteristik Jalan
Setiap titik dari segmen jalan yang mempunyai perubahan penting baik dalam
bentuk geometrik, karakteristik arus lalu lintas, maupun kegiatan hambatan
samping jalan, menjadi batas segmen jalan.

Karakteristik jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya apabila


dibebani lalu lintas adalah

a. Geometrik

1). Lebar jalur lalu lintas, semakin lebar jalur lalu lintas kapasitas semakin
meningkat

2). Bahu, kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu sedikit meningkat
dengan bertambahnya lebar bahu, kapasitas berkurang jika terdapat
penghalang tetap dekat pada tepi jalur lalu lintas.

3). Median, median yang direncanakan dengan baik meningkatkan


kapasitas.

4). Lengkung vertikal, memiliki dua pengaruh, makin berbukit jalannya,


makin lambat kendaraan bergerak di tanjakan biasanya tidak diimbangi
di turunan dan puncak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua
pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.

5). Lengkung horizontal, jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa


kendaraan untuk bergerak lebih lambat daripada di jalan lurus untuk
meyakinkan bahwa ban mampu mempertahankan gesekan yang aman
dengan permukaan jalan.

6). Jarak pandang, jika jarak pandang cukup panjang, pergerakan menyalip
akan lebih mudah dilakukan dan kecepatan serta kapasitas menjadi
lebih tinggi. Meskipun jarak pandang sebagian tergantung pada
lengkung vertikal dan horizontal, jarak pandang juga tergantung pada
ada atau tidaknya penghalang pandangan dari tumbuhan, pagar,
bangunan dan lain-lain.

10
b. Arus, komposisi, dan pemisahan arah

1). Pemisahan arah lalu lintas, pada tipe jalan dua lajur dua arah tak
terbagi (2/2 TT) kapasitas tertinggi dicapai jika pemisahan arus per
arah 50% - 50%.

2). Komposisi lalu lintas, komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan


arus kecepatan jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan
kend/jam, hal ini tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan
berat dalam arus.

c. Pengendalian lalu lintas

Pengendalian kecepatan arus, pergerakan kendaraan berat, dan parkir akan


mempengaruhi kapasitas jalan.

d. Aktifitas samping jalan

Kegiatan di samping jalan dapat menimbulkan konflik dengan arus lalu


lintas dan dapat menjadi konflik berat, pengaruh dari konflik ini yang
selanjutnya disebut hambatan samping. Yang termasuk hambatan samping
adalah pejalan kaki, pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain,
kendaraan tak bermotor (misal becak, gerobak sampah/dagangan, kereta
kuda), dan kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan persil di samping
jalan.

e. Fungsi jalan dan tata guna lahan

Kelas fungsional jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas, karena


kelas fungsional cenderung mencerminkan jenis perjalanan yang terjadi di
jalan.

f. Pengemudi dan populasi kendaraan

Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga mesin, dan


kondisi kendaraan dalam setiap komposisi kendaraan) berbeda untuk
setiap daerah.Kendaraan yang tua dari satu tipe tertentu atau kemampuan
pengemudi yang kurang gesit dapat menghasilkan kapasitas dan kinerja

11
lebih rendah, pengaruh ini tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat
diperhitungkan melalui pemeriksaan setempat dari parameter kunci.

F. Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan adalah arus lalu-lintas maksimum ( skr/jam ) yang dapat
dipertahankan sepanjang segmen tertentu dalam kondisi tertentu. (PKJI, 2014).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan, antara lain:

a. Faktor jalan, lebar lajur, kebebasan lateral, bahu jalan, ada median atau
tidak, kondisi permukaan jalan, alinyemen, kelandaian, trotoar, dan lain-
lain.

b. Faktor lalu lintas, seperti komposisi lalu-lintas, volume, distribusi lajur dan
gangguan lalu-lintas, adanya kendaraan tidak bermotor, hambatan samping
dan lain-lain.

c. Faktor lingkungan, seperti pejalan kaki, pengendara sepeda, dan lain-lain.

G. Kecepatan
Kecepatan adalah rata-rata jarak yang dapat ditempuh suatu kendaraan pada suatu
ruas jalan dalam satu satuan waktu tertentu. Menurut (Hobbs,F.D,1995) kecepatan
yang sering digunakan dalam teknik lalu lintas adalah:

a. Kecepatan sesaat (spot speed) adalah kecepatan pada suatu saat tertentu.

b. Kecepatan bergerak (running speed) adalah kecepatan pada saat kendaraan


sedang bergerak.

c. Kecepatan perjalanan (overall travel speed) adalah waktu komulatif yang


bias ditempuh dari suatu panjang jalan didalamnya.

d. Termasuk unsur waktu berhenti dan waktu bergerak

V = D/T…………………………………………………………

12
Dimana :

V = Kecepatan sesaat (Km/jam)

D = Panjang segmen (Meter)

T = Waktu yang diperlukan kendaraan melewati segmen (Detik)

H. Geometrik Jalan
Geometrik jalan merupakan sketsa gambar yang memberikan informasi lebar
jalan, lebar bahu jalan, ataupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan

I. Arus Lalu Lintas (Q)


Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan
menyatakan arus dalam satuan kendaraan ringan (skr).Semua nilai arus
lalu lintas (per arah dan total) dikonversikan menjadi skr dengan
menggunakan nilai ekivalen kendaraan ringan (ekr).

Q = [(ekrKR X KR) + (ekrKB X KB) + (ekrSM X SM)]

Dimana :

Q = Jumlah arus atau volume kendaraan (skr/jam)

Ekr = Ekuivalensi kendaraan ringan

KR = Kendaraan ringan

KB = Kendaraan berat

SM = Sepeda motor

Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan luar kota berdasarkan PKJI


2014:

1. Kendaraan Ringan (KR), meliputi kendaraan bermotor roda empat


dengan dua gandar berjarak 2,0 –
3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick up dan
truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

13
2. Kendaraan Berat Menengah (KBM), meliputi kendaraan bermotor
dua as dengan jarak gandar 3,5 – 5,0 m (termasuk bis kecil, truk dua
gandar dengan enam roda, sesuai klasifikasi Bina Marga)

3. Bis Besar (BB), bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak gandar
5,0 – 6,0 m 4. Truk Besar (TB), truk tiga gandar dan truk kombinasi
dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua <3,5 m) sesuai
klasifikasi Bina Marga.

5. Sepeda Motor (SM), sepeda motor dengan dua atau tiga roda. Sesuai
klasifikasi Bina Marga

Kendaraan tak bermotor dianggap hambatan samping, dan


dimasukkan ke dalam faktor penyesuaian hambatan samping.
Ekivalensi kendaraan ringan (ekr) untuk masing-masing tipe
kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinyemen dan arus lalu
lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Ekr sepeda motor
ada juga dalam masalah jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2TT),
tergantung pada lebar efektif jalur lalu lintas.Semua ekr kendaraan
yang berbeda pada alinyemen datar, bukit, dan gunung disajikan
dalam tabel dibawah ini.

14
Tabel 2. 2 Ekivalensi kendaraan ringan (ekr) untuk jalan dua lajur dua arah tak
terbagi (2/2 TT).

ekr
SM
Tipe Arus total
r jalur lalu lintas (m)
alinyemen ( kend/ja m) KBM BB TB
<6 6-8 > 8
Datar 0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
≥ 1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
Bukit 0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
≥ 1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
Gunung 0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
≥1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3

Sumber: PKJI 2014

J. Hambatan Samping
Hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap
kinerja lalu lintas.

Hambatan samping yang sangat berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan luar
kota adalah

a. Jumlah pejalan kaki berjalan atau menyeberang sepanjang segmen jalan

b. Jumlah kendaraan berhenti dan parkir

c. Arus kendaraan lambat

d. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan

15
Hambatan samping, yaitu aktifitas samping jalan yang dapat menimbulkan
konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta menurunkan
fungsi kinerja jalan. Pejalan kaki yang menyeberang atau berjalan menyebabkan
lalu lintas berhenti sejenak untuk menunggu kendaraan yang melintas selama
pejalan kaki menyeberang, adanya waktu yang hilang akibat berhenti dan
menunggu menyebabkan berkurangnya kapasitas jalan akibat bertambahnya
waktu tempuh untuk suatu ruas jalan, sehingga aktifitas sisi jalan perlu
dikendalikan agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.

Tingginya tingkat hambatan samping juga dipengaruhi oleh perpotongan –


perpotongan jalan yang tidak direncanakan dengan baik, dimana jarak pertigaan
yang satu dengan pertigaan yang lain terlalu dekat satu sama lain dan tidak
dilengkapi dengan rambu-rambu pengatur lalu lintas.

Kelas hambatan samping untuk jalan luar kota dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

Tabel 2. 3 Kelas hambatan samping untuk jalan luar kota

Frekuensi
berbobot dari Kondisi khas Kelas hambatan samping
kejadian di
kedua sisi
jalan
Pedalaman, pertanian atau tidak sangat
< 50 SR
berkembang (tanpa kegiatan) Rendah
Pedalaman,beberapa bangunan dan
50 - 149 R
kegiatan disamping jalan Rendah
150 - 249 Desa, kegiatan dan angkutan lokal Sedang S

250 - 350 Desa, beberapa kegiatan pasar Tinggi T


Hampir perkotaan, pasar/kegiatan Sangat
> 350 ST
perdagangan Tinggi
Sumber: PKJI 2014

16
K. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan ( Dj ) adalah rasio arus ( Q ) terhadap kapasitas (C) digunakan
sebagai faktor utama dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu segmen
jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan akan
mempunyai masalah kapasitas atau tidak

Dj = Q/C ............................................................................................... (2.1)

Derajat kejenuhan dinyatakan tanpa satuan, dihitung dengan menggunakan arus


dan kapasitas yang masing-masing dinyatakan dalam skr/jam. Derajat kejenuhan
digunakan untuk analisis kinerja lalu lintas berupa kecepatan.

L. Kecepatan Dan Waktu Tempuh


Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata – rata ruang dari
kendaraan ringan ( LV ) sepanjang segmen jalan. Sedangkan waktu tempuh
adalah waktu total yang diperlukan untuk melalui suatu panjang jalan
tersebut,termasuk seluruh waktu tundaan.

Untuk menentukan kecepatan lalu lintas pada kondisi sekarang menggunakan


hubungan antara kecepatan arus bebas (FV) dengan derajat kejenuhan (DS).
Untuk menentukan waktu tempuh (TT) menggunakan perbandingan antara
panjang segmen jalan ( L) dengan kecepatan rata – rata pada kondisi sekarang (V)

TT = L/V ................................................................................. (2.2)

M. Kapasitas ( C )
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per
satuan jam yang melewati suatu segmen jalan dalam kondisi yang ada. Untuk
jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2 TT), kapasitas didefinisikan untuk arus
dua arah, tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah
perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur.

Persamaan umum untuk menentukan kapasitas adalah

C = C0 x FClj x FCpa x FChs… .............................................. (2.3)

17
N. Kapasitas Dasar (C0)
Kapasitas dasar adalah kapasitas suatu segmen jalan (skr/jam) untuk kondisi
tertentu (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan).

Tabel 2. 4 Kapasitas dasar tipe jalan 2/2 TT

Tipe jalan/ tipe alinyemen Atas dasar total kedua arah (skr/jam)

dua lajur tak terbagi


- datar 3100
- bukit 3000
- gunung 2900
Sumber: PKJI 2014

18
O. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FClj)
Merupakan faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas.

Tabel 2. 5 Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas

Tipe jalan Lebar efektif jalur lalu lintas (Wc) FClj


(m)

4D per lajur 3,0 0,91


6D 3,25 0,96
3,50 1,00

3,75 1,03

4 UD per lajur 3,0 0,91


3,25 0,96

3,50 1,00

3,75 1,03

2 UD total kedua arah 5 0,69


6 0,91

7 1,00

8 1,8

9 1,15

10 1,21

11 1,27

Sumber: PKJI 2014

19
P. Faktor Penyesuaian Akibat Pemisahan Arah (FCpa)
Merupakan faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah

Tabel 2. 6 Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah

Pemisahan arah SP % - % 50 - 50 55 - 60 - 65 - 70 - 30
45 40 35
dua lajur
1,0 0,97 0,94 0,91 0,88
FC 2/2
pa empat lajur 1,00 0,975 0,95 0,92 0,90
4/2 5
Sumber: PKJI 2014

Q. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FChs)


Merupakan faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping

Tabel 2. 7 Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FChs)

Faktor penyesuaian akibat hambatan samping


Tipe Kelas (FChs)
jalan hambatan lebar bahu efektif Ws
samping ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
4/2 Sangat 0,99 1,00 1,01 1,03
UD rendah
2/2 Rendah 0,96 0,97 0,99 1,01
UD Sedang 0,93 0,95 0,96 0,99
Tinggi 0,90 0,92 0,95 0,97
4/2
Sangat 0,88 0,90 0,93 0,96
UD
tinggi
Sangat 0,97 0,99 1,00 1,02
rendah
Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00

Sedang 0,88 0,91 0,94 0,98


Tinggi 0,84 0,87 0,91 0,95
Sangat 0,80 0,83 0,88 0,93
tinggi
Sumber: PKJI 2014

20
Berikut adalah tabel faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dalam tabel 2.8
berdasarkan PKJI 2014

Tabel 2. 8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota

Ukuran Kota (Juta Penduduk) FCUk

< 0,1 0,86


0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-3,0 1,00
>3,0 1,04
Sumber : PKJI 2014

R. Derajat Iringan
Indikator penting lebih lanjut mengenai kinerja lalu lintas pada segmen jalan
adalah derajat iringan, didefinisikan sebagai rasio antara arus kendaraan di dalam
peleton terhadap arus total.

Peleton didefiniskan sebagai gerakan dari kendaraan yang beriiringan dengan


waktu antara (gandar depan ke gandar depan dari kendaraan yang di depannya)
dari setiap kendaraan, kecuali kendaraan pertama pada peleton, sebesar <5 detik.
Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian peleton.

S. Kinerja Lalu Lintas Jalan


Dalam US-HCM kinerja jalan diwakili oleh tingkat pelayanan (level of
Service,LoS), yaitu suatu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi
pengemudi tentang kualitas berkendaraan. LoS berhubungan dengan suatu ukuran
pendekatan kuantitatif, seperti kerapatan atau persen tundaan.Konsep tingkat
pelayanan telah dikembangkan untuk penggunaannya di Amerika Serikat dan
definisi LoS tidak secara langsung berlaku di Indonesia. Dalam Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI 2014) kecepatan, derajat kejenuhan dan
derajat iringan digunakan sebagai indikator kinerja lalu lintas dan parameter yang
sama telah digunakan dalam pengembangan “petunjuk pelaksanaan berlalulintas”
yang berdasar “penghematan”.

21

Anda mungkin juga menyukai