Anda di halaman 1dari 6

Kekerasan Dalam Rumah

Tangga

NURSELA
X IPS 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah KDRT (Kekerasan dalam Rumah
Tangga) ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini tentu mempunyai
banyak kekurangan,tapi saya sudah berusaha sebaik mungkin agar makalah yang
saya susun ini dapat tersampaikan dengan baik.

Indonesia,23,05,2023

DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
 BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang.......................................................................................................................
 B. Rumusan Masalah................................................................................................................
 BAB II PEMBAHASAN
 A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga............................................................
 B. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.....................................................
 C. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga....................................
 D. Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga .......................................
 BAB III PENUTUP
 A. Kesimpulan................................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan
kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri
dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga
di samping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari
ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan
yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam
hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga.
Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-
masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota
keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan
mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga
sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara
sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan
kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang
sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan
lancar.
Di sisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan
semakin sering terjadi dalam keluarga. Penyelesaian masalah dilakukan dengan
marah yang berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan
kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan.
Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau
melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga?
2. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga?
3. Apakah faktor-faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga?
4. Bagaimana cara penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga?
5. Apakah perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga?
6. Apa contoh kasus kekerasan dalam rumah tangga?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga seperti yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

B. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga


Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap
istri dalam rumah tangga dibedakan ke dalam 4 (empat) macam:
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan
sebagainya. 
2. Kekerasan psikologis/emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku
kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir
istri dari dunia luar, mengancam atau, menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri.

C. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga


Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
3. Beban pengasuhan anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,
mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala
hak dan kewajiban wanita.

4. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki


Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan
oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian
kasusnya sering ditunda atau ditutup. 

D. Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga


Untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, diperlukan
cara-cara penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga, antara lain:

1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlak yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat
diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena di
dalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,
saudara, dan orang lain.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis.

4.Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. 

1. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapa pun keuangan yang ada
dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat
diatasi dengan baik.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar,
seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang
bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, dan
warahmah. Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara
suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis.
Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan di
antara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan
dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi
kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua
belah pihak yang bertentangan.
Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat
pasangannya masing-masing. Seperti halnya dalam berpacaran. Untuk
mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian,
saling menghargai dan sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga
harus dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya,
maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan
maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga
yang kadang juga berlebih-lebihan.
Tidak sedikit seorang suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga
melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut istrinya
diambil orang atau yang lainnya. Jika sudah begitu kegiatan seorang istri jadi
terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari
sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi. Banyak
contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kejadian seperti itu. Sifat rasa cemburu
bisa menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.
Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-
sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak
hanya satu pihak yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami
maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca
pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga
menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai