Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS

Nama Mahasiswa :

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM :

Kode/Nama Mata Kuliah :

Kode/Nama UPBJJ :

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA

Jawaban :
Soal 1
Standar Pelayanan Minimal adalah suatu standar dengan batas-batas
tertentu untuk mengukur kinerja penyeleggaraan kewenangan wajib organisasi
publik yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang
mencakup jenis layanan, indikator dan nilai (bencmark). Dengan kata lain,
standar pelayanan minimal adalah tolak ukur kinerja dalam menentukan
capaian jenis dan mutu pelayanan dasar oleh organisasi kepada masyarakat
atau konsumen. Standar pelayanan minimal merupakan ketentuan mengenai jenis
dan mutu pelayanan standar yang merupakan urusan organisasi yang berhak
diperoleh masyarakat secara minimal.
Teknik untuk menentukan standar pelayanan minimal terdiri dari tiga unsur
dasar untuk meningkatkan layanan untuk pelanggan. Secara singkat, tiga
komponen tersebut adalah (Rod Gilmour dalam Australian Capital Territory
Government, September 1999) :
a. Penelitian / riset pelanggan ( masyarakat yang mengases pelayanan)
Meminta pendapat para pelanggan terhadap layanan apa yang mereka pikir
harus disediakan oleh pemerinah dan bagaimana pelayanan tersebut harus
diberikan kepada mereka. Penelitian ini juga telah berusat pada tingkat
kepuasan pelanggan terhadap layanan sehingga memungkinkan untuk
menentukan area atau hal-hal yang diperbaiki;
b. Menetapkan standar Hal ini telah melibatkan sejumlah proses kunci.
Komitmen untuk Laporan Layanan dipajang bagi pelanggan dan hal ini dapat
dianggap sebagai jaminan Komitmen Layanan yang akan diberikan. Standar
pelayanan pelanggan menyediakan staf dengan seperangkat minimal standar
praktek terbaik yang harus dilakukan untuk praktek kerja mereka dalam berurusan
dengan pelanggan internal dan eksteral. Komponen ketiga dalam penetapan
standar adalah penghargaan atau award untuk pelayanan pelanggan. Awards
dijalankan bersama-sama dengan aturan yang ada dan bertjuan untuk
mengenali dan menghargai keunggulan dalam layanan pelanggan, baik di sektor
publik dan swasta.
c. Merubah cara kita melakukan bisnis Dengan menggunakan hasil riset
kepuasan pelanggan dan umpan baliknya pemerintah mampu untuk melihat
lebih dekat proses bisnis yang dilakukan organisasi dan mampu untuk
mendesain cara yang lebih baik untuk melakukannya. Aspek dari program ini
adalah salah satu yang paling mendasar dalam membawa perubahan bagi
pelanggan.
Contoh Penerapan Dalam Sektor Publik :
1. Tingkat Pusat
a. Pemerintah melalui Deprtemen/LPND setelah dikonsultasikan dengan
Departemen dalam Negeri, menetap kewenangan wajib dan standar
Pelayanan Minimal yang berlaku secara nasional dan wajib dilaksanakan daerah
Kabupaten/Kota.
b. Pemerintah melakukan supervisi, monitoring dan pengendalian terhadap
pelaksanaan kewenangan wajib dan pencapaian Standar Pelayanan Minimal.
c. Pemerintah melakukan penilaian keberhasilan pelaksanaan Standar
Pelayanan Minimal di masing-masing daerah apakah Standar Pelayanan Minimal
tercapai atau tidak.
d. Pemerintah mengambil tindakan terhadap Daerah yang tidak melaksanakan
kewenangan wajib dan atau tidak mencapai Standar Pelayanan Minimal sesuai
dengan alasan dan derajat/tingkat kegagalan. e. Pemerintah melakukan
sosialisasi, desiminasi, pelatihan, bimbingan dan workshop/lokakarya Standar
Pelayanan Minimal.
2. Tingkat Provinsi
a. Gubernur selaku wakil pemerintah menetapkan program dan kurun waktu
pencapaian Standar Pelayanan Minimal sesuai dengan kondisi pada masing-
masing Daerah Kabupaten/Kota yang ditentukan secara bersama sama dengan
Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayahnya, berdasarkan Standar Pelayanan
Minimal dari Departemen/LPND.
b. Gubernur selaku wakil pemerintah melakukan supervisi, pemantauan dan
monitoring terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal di Daerah
Kabupaten dan Kota.
c. Gubernur selaku wakil pemerintah melaporkan Issue strategis sebagai
dampak pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal di Daerahnya untuk
mendapatkan pertimbangan dari pemerintah.
d. Gubernur selaku wakil pemerintah melakukan sosialisasi, diseminasi,
pelatihan, bimbingan dan workshop/lokakarya dalam rangka pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal di daerahnya.
e. Gubernur melaporkan kepada pemerintah pusat secara berkala kinerja
daerah Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyusun dan menetapkan Peraturan
Daerah tetang pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal.
b. Penelenggaraan SPM di Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh unit organisasi
perangkat daerah atau BUMD atau lembaga mitra pemda, terhadap
Kewenangan bidang Pemerintahan tertentu yang wajib dilaksanakandidasarkan
kepada SPM yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
c. Melakukan reorientasi tugas pokok dan fungsi kelembagaan unit orgaisasi
peangkat daerah dalam penelenggaraan SPM kedalam program Pembangunan
Daerah atau Rencana Strategis Daerah dan Rapetada sebagai pengukuran
indikaor kinerja APBD atau anggaran lainnya.
d. Unit organisasi perangkat daerah dalam menyusun rapetada dan RAPBD
memprioritaskan bidang pemerintahan yang wajib yang menyentuh langsung
kepada pelayanan dasar masyarakat dengan pengukuran kinerja berdasarkan
indikator SPM yang telah ditetapan.
e. Kajian penyempurnaan SPM sesuai kewenangan yang wajib dilaksanakan
Kabupaten/Kota berdasarkan kondisi rill, potensial dan kemampuannya.
f. Sosialisasi, diseminasi penyelenggaraan SPM pelaksanaan Kewenangan Wajib
Daerah Kabupaten/Kota yang dibutuhkan dasar masyarakat secara umum
g. Melakukan survei kepuasan masyarakat terhadap pencapaian pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal.
Soal 2
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara adalah patokan untuk melakukan
pemeriksaan, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Standar
pemeriksaan sektor publik biasanya dilakukan dengan :
a. Prosedur Analitis (Analytical Procedures) Prosedur analitis terdiri dari
penelitian dan perbandingan hubungan diantara data. Prosedur ini meliputi
perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertikal, atau
laporan persentase, perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data
historis atau anggaran serta penggunaan model matematis dan statistik, seperti
anaisis regresi. Contoh :
Membandingkan item belanja padaanggaran dan item realisasi belanja.Hasil
pembandingan akan menunjukkan ada atau tidaknya penyimpangan jumlah
realisasi belanja dari jumlah yang dianggarkan sebelumnya.
b. Inspeksi (Inspecting) Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap
dokumen, dan catatan serta pemeriksaan sumber daya berwujud. Prosedur ini
digunakan secara luas dalam auditing.
Contoh : Pemeriksaan terhadap bukti-bukti transaksi seperti rekening
bank, kuitansi atau tanda terima lainnya untuk mengevaluasi apaah transaksi
yang digunakan sesuai atau menyimpang dengan rencana dan anggaran yang
telah ditetapkan.
c. Konfirmasi (comfirmating) Meminta konfirmasi adalah bentuk
permintaan keterangan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi
secraa langsung dari sumber independen di luar organisasi sektor publik yang
diaudit.
Contoh : Meminta keterangan kepada bendahara pengeluaran terkait
bukti-bukti transaksi pembelian atau pengalokasian anggaran yang telah
dilakukan.
d. Permintaan Keterangan (Inquiring) Permintaan keterangan meliputi
permintaan keterangan secara lisan maupun tertulis oleh auditor. Permintaan
keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada manajemen atau karyawan
organisasi sektor publik.
Contoh : Auditor meminta keterangan bendahara pengeluaran atas
ketidaksesuaian jumlah pengeluaran (berdasarkan bukti transaksi yang ada) dari
jumlah anggaran yang telah ditetapkan.
e. Penghitungan (counting)
Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah (1)
perhitungan fisik sumber daya berwjud, seperti jumlah kas dan persediaan yang
ada, dan (2) akuntansi seluruh dokumen, dengan nomor urut yang telah dicetak
(prenumbered). Yang pertama menyediakan cara untuk mengevaluasi bukti
fisik tentang jumlah yang ada, sementara yang kedua, dapat dipandang
sebagai penyediaan cara untuk mengevaluasi pengendalian internal organisasi
melalui bukti yang objektif tentang kelengkapan catatan akuntansi.
Contoh : Auditor menghitung aset yang telah dibeli bagian pengadaan
berdasarkan bukti traksakdi yang ada.
f. Penelusuran (tracing) Dalam penelusuran (tracing) yang seringkali disebut
sebagai penelusurang ulang, auditor (1) memilih dokumen yang dibuat pada saat
transaksi dilaksanakan, dan (2) menentukan bahwa informasi yang diberikan
oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan benar dalam catatan akuntansi
(jurnal dan buku besar). Arah pengujian prosedur ini berasal dari dokumen
menuju ke catatan akuntansi, sehingga menelusur kembali asal-usul aliran data
meliputi sistem akuntansi.
Contoh :
Auditor membandingkan antara angka yang tertera di dalam kuitansi-
kuitansi dari transaksi yang telah dilakukan dengan jumlah angka yang tertera di
dalam jurnal. Hal ini akan menunjukkan apakah ada kesesuaian penyajian,
penyajian yang lebih rendah atau lebih tinggi.
g. Pemeriksaan bukti pendukung (Vouching) Pemeriksaan bukti pendukung
(voching) meliputi (1) pemilihan ayat jurnal dalam pencatatan akuntansi, dan
(2) mendapatkan serta memeriksa dokumen yang digunakan sebagai dasar
ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan
akuntansi. Dalam melakukan vouching arah pengujian berlawanan dengan arah
yang digunakan dalam tracing. Prosedur vouching digunakan secara luas untuk
mendeteksi adanya salah saji berupa penyajian yang lebih tinggi dari yang
seharusnya dalam catatan akuntansi.
Contoh : Auditor mrmilih ayat jurnl “pembelian ATK” di jurnal
kemudian membandingkan dengan kuitansi “pembelian ATK” tersebut atau tanda
terima lainnya.
h. Pengamatan (observing) Pengamatan (observing) berkaitan dengan
memperhatikan dan menyaksikan pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses.
Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin jenis transaksi tertentu seperti
penerimaan kas untk melihat apakah para pekerja sedang melaksanakan
tugas yang diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur organisasi sektor
publik. Pengamatan penting terutama untuk memperoleh pemahaman atas
pengendalian internal.
Contoh :
Auditor mengamati kegiatan bendahara gaji dalam menjurnal ketika
mengeluarkan gaji kepada para pegawai.
i. Pelaksanaan Ulang (reperforming) Salah satu prosedur audit yang
penting adalah pelaksaan ulang (reperforming) perhitungan dan rekonsiliasi
yang dibuat oleh organisasi sektor publik yang diaudit. Misalnya menghitung
ulang total jurnal, beban penyusutan dan lain-lain. Auditor juga dapat
melaksanakan ulang beberapa aspek pemrosesan transaksi transaksi tertentu
untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah sesuai dengan pengendalian
intern yang telah dirumuskan. Contoh :
Auditor menghitung ulang depresiasi kendaraan-kendaraan milik organisasi
berdasarkan umur ekonomis yang sebenarnya, untuk kemudian dibandingkan
dengan pencatatan beban penyusutan kendaraan yang telah dilakukan.
j. Teknik Audit berbantuan komputer (computer assisted audit techniques)
Apabila catatan akuntansi organisasi sektor publik dilaksanakan melalui
media elektronik, maka auditor dapat menggunakan teknik audit berbantuan
komputer untuk membantu melaksanakan beberapa prosedur yang telah
diuraikan seperti diatas.
Contoh :
Auditor dengan bantuan komputer memeriksa angka-angka di dalam file
jurnal bendahara dan membandinkannya dengan kuitansi pembelian, kuitansi
pendapatan dan bukti-bukti transaksi lainnya.
k. Pengujian pengendalian
Terdapat dua tipe pengujian pengendalian, yaitu antara lain :
1) Pengujian pengendalian yang berkaitan langsung dengan keefektifan desain
kebijakan atau prosedur dan apakah benar-benar digunakan dalam kegiatan
organisasi.
2) Pengujian pengendalian yang berkaitan dengan keefektifan kebijakan dan
prosedur san bagaimana pengaplikasiannya, konsistennya dengan aplikasi
sebelumnya, dan oleh siapa aplikasi tersebu dilakukan selama periode audit.
Contoh :
Auditor membandingkan dokumen SOP atau petunjuk teknis pegawai,
dan mengamati pelaksanaannya di lapangan.
l. Pengujian substantif
Dua kategori umum pengujian substantif yaitu :
1) Prosedur analitis, merupakan suatu prosedur dalam menyediakan bukti-bukti
tentang validitas perlakuan akuntansi atas transaksi dan neraca, atau
sebaliknya tentang kesalahan atau ketidakberesan yang terjadi;
2) Pengujian rinci atas transaksi atau neraca merupakan suatu pengujian
untuk menyediakan bukti-bukti tentang validitas perlakuan akuntansi atas
transaksi dan neraca, atau sebaliknya tentang kesalahan atau ketidakberesan
yang terjadi.
Contoh :
Auditor memeriksa secara rinci angka dan jumlah transaksi-transaksi yang
telah terjadi, dimulai dari pemeriksaan seluruh bukti transaksi, catatan dalam
jurnal, posting dalam buku besar hingga laporan yang telah jadi. Dengan
demikian dapat ditemukan apakah ada kesalahan atau ketidakberesan.
Soal 3
Pendekatan top down merupakan pendekatan yang paling umum
diterapkan mayoritas organisasi, yang mana perencanaan dan arahan
ditetapkan oleh pemimpin organisasi, dan disampaikan kepada anggota tim
organisasi.
Sedangkan, pendekatan bottom up adalah sebaliknya, yakni pendekatan
yang perencanaan dan arahannya sebagian besar ditetapkan dan disuarakan
oleh para anggota organisasi, dan disampaikan kepada pemimpin organisasi
atau manajemen tingkat atas. Dilihat dari pengertiannya, kedua pendekatan
komunikasi organisasi ini berbeda dari segi sumber dan arah komunikasinya.
Pendekatan perencanaan bawah atas (buttom up) merupakan
perencanaan publik yang lebih tepat dalam sistem pemerintahan
desentralisasi dimana dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana
hasil pendekatan bawah-atas (buttom up) diselaraskan melalui musyawarah
(musrenbang) Perencanaan Pembangunan yang dihasilkan lewat Metode
Penjaringan Aspirasi yang dilaksanakan baik di tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa.
Soal 4
Dari keenam sistem penganggaran yang ada, sistem manakah yang
tepat digunakan dalam perencanaan jangka panjang, jelaskan!
Jawab :
6 (enam) Sistem Penganggaran, yaitu :
1) Line Item Budgeting
Line Item Budgeting adalah proses penyusunan anggaran didasarkan pada
dan dari mana dan berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut
digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini relatif dianggap paling tua
dan banyak mengandung kelemahan atau sering pulah disebut ‘traditional
budgeting’. Walaupun tak dapat disangkal ‘line-item budgeting’ sangat populer
penggunaannya karena dianggap mudah untuk dilaksanakan.
2) Incremental Budgeting
Incremental Budgeting adalah sistem anggaran belanja dan pendapatan
yang memungkinkan revisi selama tahun berjalan, sekaligus sebagai dasar
penentuan usulan anggaran periode tahun yang akan datang. Angka di pos
pengeluaran merupakan pembanding (kenaikan) dari angka periode
sebelumnya. Permasalahan yang harus diputuskan bersama adalah metode
kenaikan/penurunan (incremental) dai angka anggaran tahun sebelumnya. Logika
sistem anggaran ini adalah bahwa seluruh kegiatan yang dilaksanakan merupakan
kelanjutan kegiatan dari tahun sebelumnya.
3) Planning Programming Budgeting System (PPBS)
Planning Programming Budgeting System adalah suatu proses
perencanaan, pembuatan program, dan penganggaran yang terkait dalam
suatu sistem sebagai kesatuan yang bulat dan tidak terpisah-pisah, dan
didalamnya terkandung identifikasi tujuan organisasi atas permasalahan yang
mungkin timbul. Proses pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan
terhadap semua kegiatan sangat diperlukan selain pertimbangan atas implikasi
keputusan terhadap berbagai kegiatan di masa yang akan datang.
4) Zero Based Budgeting (ZBB)
Zero Based Budgeting (ZBB) merupakan sistem anggaran yang
didasarkan pada perkiraan kegiatan, bukan pada apa yang telah dilakukan di
masa lalu. Setiap kegiatan akan dievaluasi secara terpisah. Ini berarti berbagai
program dikembangkan dalam visi tahun yang bersangkutan. Tiga langkah
penyusunan ZBB adalah :
1. Identifikasi unti keputusan.
2. Membangun paket keputusan
3. Mereview peringkat paket keputusan
5) Performance Budgeting
Performance Budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja)
adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada ‘out put’ organisasi dan
berkaitan sangat erat dengan Visi, Misi, dan Rencana Strategis Organisasi.
‘Performance budgeting’ mengalokasikan sumber daya pada program, bukan pada
unit organisasi semata dan memakai ‘out put measurement’ sebagai indikator
kinerja organisasi.
6) Medium Term Budgeting Framework (MTBF)
Medium Term Budgeting Framework (MTBF) adalah suatu kerangka
startegis kebijakan pemerintah tentang anggaran belanja untuk departemen
dan lembaga pemerintah non departemen. Kerangka ini memberikan
tanggung jawab yang lebih besar kepada departemen untuk menetapkan
alokasi dan penggunaan sumber dana pembangunan. Keberhasilan MTBF
tergantung pada mekanisme pengambilan keputusan anggaran secara agregat
yang didasarkan pada skala prioritas.
Sistem Penganggaran yang tepat digunakan dalam perencanaan jangka
panjang yaitu Planning Programming Budgeting System (PPBS) karena PPBS
berusaha merasionalkan proses pembuatan anggaran dengan cara menjabaran
rencana jangka panjang ke dalam program-program, sub-sub program serta
berbagai proyek.
Sumber : BMP EKSI4207/ MODUL 6/

Anda mungkin juga menyukai