Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS DAYA TARIK BUDAYA DESA WISATA PELIATAN,

UBUD, GIANYAR BALI

Peneliti :

Ni Putu Ratna Sari NIP 197807022008122001

FAKULTAS PARIWISATA
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
PENDAHULUAN

Peliatan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ubud,


Kabupaten Gianyar. Desa ini dilihat dari kata “peliatan” memang layak memakai logo
atau lambang yang ada mata manusianya, karena barangkali berhubungan dengan
terkenalnya desa ini sebagai tenpat untuk menyaksikan /”melihat” berbagai pementasan
seni budaya. .

Desa ini merupakan salah satu desa dalam kawasan pariwisata Ubud, salah satu dari
dua kawasan pariwisata di Kabupaten Gianyar, Bali. Lokasi Peliatan di dalam kawasan
pariwisata ini memberikan peluang sekaligus tantangan bagi pengembangan pariwisata
di desa ini.

Walaupun merupakan salah satu wilayah dalam kawasan pariwisata, dan grup
keseniannya sudah melanglang buana sejak tahun 1930-an, namun perlu kiranya
dilakukan kajian apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
dalam pengembangan pariwisata budaya di wilayah ini, sehingga bisa dijadikan bahan
pertimbangan bagi pemegang kebijakan di dalam pembangunan kepariwisataan di
wilayah ini.

METODE PENELTIIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan teknik pengamatan langsung


(observasi), wawancara, dan pemeriksaan dokumen yang terkait. Jenis data yang
dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data dianalisis secara deskriptif
kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Threat), untuk menentukan mana yang merupakan kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan di dalam pengembangan kepariwisataan di desa ini.

PEMBAHASAN

Kekuatan
Kekuatan yang dimiliki desa Peliatan dalam pengembangan pariwisatanya antara lain:
1. Peliatan mempunyai potensi seni tari, khususnya legong, yang unik, dan masih
bertahan hingga kini. Bahkan kalau dibeli kaset tarian Bali di pasaran, legong
stail Peliatan tetap dikenal namanya diantara penikmat seni tari Bali. Potensi
ini harus dijaga dan dikembangkan. Penciptaan seni juga harus terus dilakukan
supaya produk seni yang diciptakan Desa Peliatan tidak mandeg. Penciptaan
karya seni yang fenomental menjadi sangat penting, shingga Peliatan bukan
hanya memiliki penari saja misalnya, tetapi seorang seniman dan maestro tari.
2. Peliatan terletak di kawasan pariwisata Ubud. Lokasi di dalam kawasan
pariwisata memberikannya peluang untuk mengembangkan sarana pariwisata
secara maksimal termasuk membangun fasilitas pariwisata hotel bintang,
lapangan golf dan sebagainya, walaupun paling tidak harus melalui kajian
kelayakan teknis, lingkungan, ekonomis. Di balik itu, perlu usaha bagaimana
agar sarana-prasarana yang dikembangkan bisa semaksimal mungkin
memberikan peluang kerja pada masyarakat lokal, bukan hanya manarik tenaga
kerja luar daerah berdatangan ke desa ini yang pada akhirnya menjadikan tenaga
kerja lokal hanya sebagai penonton saja dari peluang kerja yang ada.
3. Peliatan memiliki tokoh-tokoh seni budaya yang punya kemampuan cukup
unggul atau berkualitas dan memiliki ciri khas. Hasil karya dan pemikiran
tokoh-tokoh ini banyak yang tidak tercatat. Jika dilakukan penulisan hasil karya
dan pemikirannya maka akan bisa dijadikan sumber pengetahuan dan penambah
wawasan bagi generasi penerusnya.
Sekaa kesenian Gunung Sari Peliatan, antara lain dengan tari legong, kebyar
terompong dan oleg tamulilingannya, merupakan sekaa kesenian pertama dari
Bali yang diundang tur ke negara asing, yaitu negara-negara Eropa dalam jangka
waktu beberapa bulan. Sekaa semara pegulingan Teges Kanginan dengan
kekhasan suara gambelannya juga sering diundang pentas di luar negeri. Akhir-
akhir ini sekaa Semara Pegulingan Tirta Sari muncul dengan daya saing yang
cukup kuat. Dari segi kesenian tari dan tabuh muncul tokoh-tokoh seperti
Wayan Gandra (alm), Made Lebah (alm), Anak Agung Gede Mandera (alm),
Gusti Kompyang Pangkung (alm), Ir. Anak Agung Oka Dalem, Cok Alit
Hendrawan, dan lain-lain, yang kesemuanya sudah sering pentas bukan hanya
di Bali namun juga di luar negeri.

Gambar 1. Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan merupakan sekaa gong yang pertama kali
diundang pentas keliling dunia pada tahun 1930-an.

Untuk seni lukis, muncul dengan seniman-seniman besar seperti Ida Bagus
Made (alm), Wayan Jujul, Ketut Kasta, dan Ida Bagus Sugata, merupakan
contoh seniman yang sudah cukup diperhitungkan di Bali maupun di dunia luar
dengan lukisannya yang berkarakter dan khas. Media belajar juga ditunjang
oleh adanya koleksi lukisan yang representatif antara lain di Museum Arma (di
Pengosekan berbatasan dengan Peliatan), dan Museum Rudana. Di samping itu
masih ada beberapa Museum lain di luar desa ini tetapi masih di kawasan
pariwisata Ubud, antara lain: Museum Puri Lukisan, Museum Neka, Museum
Pendet, dan Museum Rudana. Bahkan akhir-akhir ini dibangun sebuah museum
baru namanya Museum of Marketing yang terletak di Museum Puri Lukisan
Ubud (sumber: Anon. 2014).
Dari segi seni patung ada seniman Nyoman Togog, dan Bapak Ayun.

Gambar 2. Foto salah seorang seniman lukis Peliatan, I Jujul

4. Adanya benda-benda peninggalan sejarah / kepurbakalaan. Benda-benda ini


perlu dijaga agar tetap lestari tidak rusak, dicuri, atau diperjual belikan. Akhir-
akhir ini di seluruh Bali sering terjadi pencurian pratima, shingga memaksa
warga mekemit di pura-pura. Di samping itu bangunan penyimpenan pretima
yang dulunya berukuran relatif rendah/‘pendek’, sekarang dibuat menjulang
tinggi sehingga menyulitkan bagi pencuri menggapainya. Di balik semua ini,
secara tidak sengaja telah terjadi perubahan struktur bangunan akibat mulai
adanya pencurian di sana-sini. Walaupun perubahan ini tidak diharapkan namun
kenyataannya bangunan ‘penyimpanan pretima’ telah mengubah urutan
ketingiannya bangunan pura dari “yang umum”, yang mana pelinggih
padamasana (pada pura yang memiliki padmasana) biasanya merupakan
bangunan tertinggi.
Gambar 3. Kori Agung Puri Agung Peliatan

5. Jarak dengan pusat pariwisata Ubud dan destiansi/atraksi wisata yang dekat.
Peliatan dan derah tujuan wisata di kawasan pariwisata Ubud, yaitu kelurahan
Ubud memang sangat dekat, hanya sekitar satu Km dari pusat kota Ubud.
Kedekatan ini memang memberikan potensi pada aksesibilitas yang terkait
dengan waktu tempuh, apalagi kedua lokasi ini dihubungkan dengan lebih dari
3 jalan yang kondisinya bagus dan sudah diaspal.
6. Salah satu gudang budaya Bali. Peliatan bukan hanya terkenal karena tari-
tariannya, namun juga memiliki seniman tabuh, seniman wayang, seni
ukir/patung, seni lukis dan lain sebagainya. Keanekaragaman potensi budaya ini
menjadi atraksi penting dalam kepariwisataan, dimana kawasan pariwisata
Ubud mengandalkan budaya sebagai daya tarik utamanya.
Gambar 4. Seniman patung peliatan sedang berkarya

7. Adanya puri – merupakan daya tarik. Keberadaan puri dengan segala


peninggalannya beserta sejarahnya menjadi daya tarik dari segi sejarah, budaya,
struktur dan juga dari segi arsitektur bangunannya.
8. Dukungan daya tarik budaya yang bercermin pada masyarakat Hindu yang
relatif dominan. Dominansi pendukung/pemeluk agama Hindu di desa ini
memberikan nuansa Hindu yang cukup kuat. Dan ini menjadi daya tarik wisata
di wilayah ini.

Gambar 5. Aktivitas keagamaan di Desa Peliatan sebagai daya tarik wisata

Kelemahan
Dibalik kekuatan yang disebutkan sebelumnya, ada beberapa titik lemah yang dimiliki
desa Peliatan di dalam pengembangan kepariwisataannya, antara lain:
1. Peliatan tidak mempunyai landmark, sehingga tampak relatif sama dengan wilayah
lainnya (terutama memasuki perbatasan). Landmark ini sudah pernah diusulkan
dalam rapat dan presentasi wisata di desa Peliatan, namun tak pernah diperhatikan
dan ditindaklanjuti, sehingga ciri khas yang diharapkan sampai kini tidak ada. Yang
pernah dilakukan adalah mulai menamai jalan2 utama di desa Peliatan dengan
tokoh-tokoh seniman (di samping nama-nama pahlawan) sehingga mengingatkan
orang-orang pada Peliatan sebagai daerah seni-budaya, yang bukan hanya slogan
belaka.
2. Nama Peliatan relatif agak susah diucapkan, apalagi diingat oleh orang asing.
(Catatan: Ingat kasus Ceju di Korea yang diubah namanya menjadi Jeju akhir-akhir
ini, karena nama Ceju relatif lebih susah diucapkan oleh para turis dibandingkan
Jeju).
3. Kebersihan yang kurang terjaga. Ada kesan kotor/jorok dibeberapa tempat.
Kebersihan ini sangat sulit ditingkatkan kecuali ada kesadaran dari seluruh
masyarakat. Desa Peliatan dengan bantuan LPD Desa Peliatan sudah menyediakan
kendaraan pengangkut sampah, namun usaha pemilahan sampah belum berhasil
dilaksanakan. Pengangkutan sampah juga belum sepenuhnya berhasil dilaksanakan
setiap hari di semua lokasi desa Peliatan.

Gambar 6. Sampah di Desa Peliatan sebagian masih ada berserakan, sebagian masih
dibakar padahal asapnya membahayakan kesehatan

4. Keindahan telajakan kurang terjaga. Banyak terlajakan sekarang sudah habis diisi
ruko, toko, rumah makan, artshop dan sebagainya. Dengan demikian view desa
semakin sumpek dan padat. Sekitar tahun 1970-an telajakan desa masih banyak
yang ditanami tanaman hias, tebu, dipagari dan nampak masih hijau. Makin ke
belakang, banyak tembok pekarangan rumah yang menghadap ke jalan raya
dibongkar, kemudian dibangunlah toko, ruko, artshop dan lain-lainnya.
5. “Betonisasi” yang semakin meningkat. Lahan terbuka di desa Peliatan semakin
berkurang. Lahan terbuka di lapangan desa Peliatan di depan puri sudah dibangun
balai serbaguna. Kemudian semakin kecil lahan ini setelah dilakukan pembangunan
LPD, pusat pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Ruang terbuka di seberang jalan dari
Pura Desa-Bale Agung- Pura Pusehpun dibangun, sehingga wilayah Peliatan
semakin ‘sumpek’, padat dengan bangunan.
6. Keamanan dan kenyamanan yang semakin perlu mendapat perhatian.
Gambar7. Benda-benda sakral di Peliatan rawan dicuri, sehingga perlu dijaga dengan
kegiatan mekemit secara rutin

7. Kurang adanya penghargaan terhadap peninggalan sejarah Peliatan. Peliatan meiliki


bangunan indah, seperti Sekolah Dasar berukir indah, dulunya milik SD 3 Peliatan.
Bangunan yang indah ini sudah tak nampak wajahnya dan disulap penampilannya
menjadi LPD, sehingga tidak selalu bisa dilihat oleh turis, kecuali saat LPD buka.

Gambar 8. Ukiran dan patung di bekas SD 3 Peliatan yang ‘disembunyikan’ di dalam


ruangan LPD Peliatan.
8. Pemahaman tentang ramah lingkungan yang masih kurang. Warga desa ada yang
masih belum memahami bahwa saluran air, sungai dan lain-lainnya bukanlah
tempat membuang sampah. Pembuangan sampah di saluran air bisa mengakibatkan
air meluap menimbulkan banjir. Banjir ini antara lain sering terjadi di depan
pertigaan Tegalalang-Pejeng-banjar Ambengan/Ubud. Kerja bakti secara sukarela
untuk menangani banjir atas kesadaran amsyarakat yang sekitar tahun 1990-an
masih nampak ada, kini mulai ditinggalkan, sehingga jika ada banjir, maka tidak
satupun warga yang berjuang mengatasinya secara bersama-sama, sehingga air
meluap ke jalan raya dalam waktu yang lama sampai hujan surut dengan sendirinya.
Hal ini dapat mempercepat rusaknya jalan raya, serta terganggunya kenyamanan
menggunakan jalan raya di saat jalan masih tergenang.
9. RTHD (Ruang Terbuka Hijau Desa) yang semakin berkurang. Ruang ini semakin
berkurang seiring dengan semakin banyaknya lahan terbuka dibangun, termasuk
‘teba’-nya. Hal ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena lahan terbuka hijau
tidak terlalu produktif dari segi ekonomi. Di samping itu konversi lahan terbuka
hijau menjadi infrastruktur akan menyebabkan suhu udara di wilayah ini yang
semakin panas, sehingga akan mengurangi kenyamanan wisatawan yang
berkunjung ke wilayah ini. Ada lahan-lahan terbuka di tempat lapak dagangan
orang dari luar desa bahkan tidak dilarang karena tidak adanya pemahaman akan
pentingnya arti ruang terbuka. Bahkan bangunan sampai menjorok atapnya lewat
telajakanpun tidak ada yang melarang. Sangat disayangkan kejadian ini terus
berlanjut, dan semakin parah.

Gambar 9. Persawahan di Peliatan mulai dikonversi menjadi bangunan

10. Ciri desa bergeser di sepanjang jalan utama desa: dulu view Bali dominan, sekarang
view “budaya luar” yang dominan. Hal ini disebabkan berubahnya telajakan dari
diisi tanaman hias dengan pertokoan-artshop dan sebaginya yang kurang ditata
secara arsitektur dan keindahannya seringkali berkurang.
11. Sadar wisata masih lemah. Berbagai kalangan belum ada disiplin di dalam
menerapkan sapta pesona, terutama menyangkut kebersihan dan keindahan.
12. Informasi atraksi pariwisata minim. Hal ini disebabkan minimnya publikasi berupa
buku, berita koran, majalah dan sebagainya yang memuat daya tarik wisata Peliatan.
Bahkan Peliatan sendiri belum membuat sarana promosi berupa brosur dan
sejenisnya serta pusat infromasi pariwisata yang memadai.
13. Kebanggan masyarakat Peliatan atas yang berbau Bali berkurang: misal terhadap
“bubuh mebasa, cendol, daluman, topot”, dan lain-lain (termasuk bahasa Balinya
yang semakin jarang dipakai). Anak-anak sekarang lebih sering diajarkan bahasa
Indonesia daripada bahasa Bali (sejak kecil), sehingga lebih mudah tercabut dari
akar budayanya.
14. Hilangnya kekuatan ekonomi masyarakat yang menurut salah seorang warga desa
adalah akibat kebijakan yang mengabaikan Perdes 2011, dimana penyewaan
fasilitas ekonomi desa tidak sesuai aturan desa. Menurut salah seorang warga desa,
disebutkan dalam Perdes 2011 bahwa aset desa diprioritaskan dikontrakkan untuk
warga lokal desa Peliatan. Kenyataannya, banyak fasilitas desa yang dikontrak oleh
pihak luar. Warga yang tahu dan menentang keputusan ini tidak berdaya, ataukah
koh ngomong? Yang jelas kejadian ini sering dikeluhkan sebagian warga
masyarakat, namun tidak ada tindak lanjut penyelesaiannya. Bahkan ada fasilitas
desa yang dikontrakkan berpuluh-puluh tahun sehingga dalam jangka waktu lama
tidak bisa dimanfaatkan warga desa.
15. Pembelian lahan dalam sekala besar antara lain untuk sarana akomodasi pariwisata.
Pembelian lahan ini sangat berpeluang memberikan peluang kerja jika lahan itu
dibuka untuk usaha tertentu, khususnya pariwisata. Sekarang tinggal komitmen
pengusaha, seberapa banyak akan menyerap tenaga kerja lokal. Masyarakat lokal
belum menyiapkan kebijakan tentang penyerapan ternaga kerja lokal ini, sehingga
kepastian memperoleh pekerjaan tidak terjamin. Di samping itu tidak ada pihak
yang mampu menekan penerimaan naker di perusahaan.
16. Adanya usaha di desa Peliatan yang tidak memperhatikan Tri Hita Karana (THK).
Beberapa usaha yang buka di wilayah Desa Peliatan tidak memperhatikan
bangunan, misalnya dari segi arsitekrutnya, jaraknya dari jalan (sempadan jalan)
semakin sempit, sarana parkir yang minim, bangunan kurang hiasan
tanaman/pepohonan dan sebagainya.
17. Keanekaragaman flora-fauna yang semakin menurun. Dengan semakin banyak
lahan terbuka hijau termasuk ‘teba’ yang dikonversi menjadi fasilitas bangunan
maka peluang penurunan keanekaragaman hayati meningkat. Belum lagi adanya
perburuan satwa liar secara sengaja oleh sebagian warga, bukan untuk konsumsi
namun untuk kesenangan belaka.

Peluang
Ada beberapa peluang yang bisa diambil desa Peliatan di dalam pengembangan
kepariwisataannya ke depan, antara lain:
1. Diversifikasi produk wisata, antara lain: trekking, ‘meet local encounter’, dan lain-
lain. Trekking bisa dikemas dalam jangka waktu pendek, menengah maupun
panjang. Dengan memanfaatkan persawahan, jalan lingkungan desa, sanggar-
sanggar seni, serta puri dan pasar desa maka peluang pengembangan paket-paket
trekking menjadi terbuka. Paket menjual diskusi turis dengan warga lokal yang
‘prominen’ dalam paket ‘meet local encouter’ (Raka Dalem, warga lokal Peliatan,
pemerhati ekowisata dan lingkungan, pers. comm.) juga merupakan peluang
lainnya.
Gambar 10. Jalur-jalur jalan yang agak sepi bisa dimanfaatkan untuk jalur trekking

2. Wisata belajar seni budaya: melukis, membuat patung, belajar menari, dan
sebagainya. Foto dengan pakaian adat Bali juga merupakan alternatif lainnya. Turis
cukup ada yang belajar seni langsung di desa Peliatan. Mereka ada yang belajar
menari, menabuh, melukis, dan sebagainya. Ini merupakan produk yang perlu
dikembangkan terus.
3. Turis yang cinta Peliatan. Turis yang sudah cinta dan kenal Peliatan mempunyai
peluang akan datang atau mengajak rekan-rekannya berkunjung ke Peliatan.
Tinggal bagaimana ‘memaintain’ kepuasan mereka.

Gambar 11. Turis sedang berbelanja di sebuah artshop di wilayah Desa Peliatan
Tantangan
Ada beberapa tantangan/ancaman di dalam pengembangan kepariwisataan Desa
Peliatan. Tantangan/ancaman tersebut antara lain:
1. Nama Ubud lebih dikenal sebagai desa, bukan kawasan pariwisata Ubud, dimana
Peliatan merupakan bagiannya. Disamping itu menyebutkan nama Peliatan juga
relatif sulit, sehingga perlu dicari jalan keluarnya.
2. Produk seni yang relatif homogen dengan yang ada di wilayah lainnya di Bali. Oleh
sebab itu perlu dilakukan diversifikasi produk sebagai daya tarik wisata yang dijual
kepada turis. Di samping tarian legong, makanan di Peliatan juga ada yang potensial
dikembangkan, seperti betutu (bebek tutu, ayam tutu Peliatan) memang mulai
cukup dikenal..
3. Banyaknya tenaga kerja luar daerah, khususnya luar Bali yang datang
memperebutkan peluang kerja di wilayah ini. Perlunya seleksi tenaga kerja
(khususnya tenaga kerja luar daerah) agar mampu memberikan manfaat positif
untuk Desa Peliatan. Tantangannya terutama adalah bagaimana mereka datang
dengan tetap “menjaga keramahan” terhadap budaya lokal yang menjadi daya tarik
utama pariwisata di wilayah ini. Jangan sampai pendatang tinggal di bedeng-bedeng
kumuh dan rentan serangan nyamuk, serta mengurangi kesehatan lingkungan.
Apalagi ada warga yang membuang air besar ke sungai. Tentu kejadian ini semakin
tidak sehat dari segi lingkungan.
4. Pedagang kaki lima, pemulung dan pasar senggol. Pusat permasalahan desa Peliatan
biasanya sama dengan desa-desa lainnya di Bali. Di mana pemulung, pedagang kaki
lima dan pasar senggol tersebar dan berkembang pesat, di situ akan susah
mengendalikan permasalahan sosial masyarakat yang bersangkutan. Untuk wilayah
Peliatan, berdasarkan salah satu informan tokoh masyarakat desa tersebut, di desa
Peliatan sudah ada Perdes tentang larangan bagi pemulung, pedagang kaki lima dan
keberadaan pasar senggol (sejak tahun 2001). Namun apakah kebijakan ini bisa
bertahan di masa mendatang? Ini masih tanda tanya. Kenyataannya dalam beberapa
tahun terakhir justru pedagang kaki lima mulai meningkat jumlahnya di wilayah ini,
tanpa pengelolaan yang maksimal.
5. Adanya pentas seni modern bernuansa non Bali di beberapa tempat. Pentas seni
yang ‘berbeda’ ini menyebabkan nuansa budaya Bali yang merupakan unggulan
utama daya tarik wisata di Ubud menjadi melemah.

REKOMENDASI

Berdasarkan analisis di atas ada beberapa rekomendasi yang bisa disampaikan di dalam
pengembangan kepariwisataan di desa Peliatan, sebagai berikut:
 Pembuatan landmark di tapal batas: misalnya: orang main kendang dan penari
legong dari Selatan (Denpasar), patung melukis dari arah utara (Tegallalang),
patung orang melukis dari arah barat (Ubud), tari oleg tamulilingan dari arah timur
(Tukad Petanu), serta manusia dengan nuansa Hindu dari arah timur lainnya (Goa
Gajah).
 Perlu dilakukan sosialisasi Ubud sebagai kawasan pariwisata Ubud, bukan
kelurahan/desa Ubud saja, antara lain melalui peta-peta, brosur-brosur, dan media
lainnya.
 Perlu dicari nama sejenis ‘Nick name’ untuk Peliatan yang mudah diucapkan dan
diingat serta memberi ciri kepada wilayah Peliatan. Misalnya ‘the eye village of
Bali’, ‘the legong village of Bali’, dan sebagainya. Atau dicarikan persamaan kata
Peliatan dalam bahasa Sansekerta, Jawa Kuno, dan lain-lain yang sama artinya
dengan Peliatan.
 Penmoran jalan dan penamaan jalan perlu dikerjakan kembali. Penomoran dan
penamaan jalan akan memudahkan turis menemukan lokasi yang dicari. Di samping
itu, ini juga akan mencegah kecelakaan bagi turis yang berusaha mencari alamat
tertentu di jalan sambil mengendaraan (menyetir) kendaraan.
 Cegah betonisasi telajakan, ganti dengan “grass block” atau sejenisnya.
 Kenyamanan jalan di telajakan ditingkatkan. Telajakan bukan hanya dibuat namun
dirawat sehingga tidak membahayakan pejalan kaki yang memanfaatkannya.
Jangan sampai ada jalan yang jebol tidak diperbaiki segera sehingga memberi
peluang terjadinya kecelakaan akibat turis keperosok ke lubang.
 Cegah trotoarisasi di lokasi-lokasi yang tidak perlu. Beberapa wilayah desa Peliatan
yang tidak terlalu perlu trotoar mesti dipertahankan agar tidak ditrotoar agar
nampak lebih ‘asli’ suasana desanya dibandingkan dengan suasana kota.
 Dalam jangka panjang, ‘papingisasi’ jalan lingkungan sebagai ganti jalan aspal
perlu dilaksanakan, sehingga kesannya lebih nyaman bagi wisatawan yang
bepergian di wilayah desa, khususnya di jalan yang bukan jalan utama di wilayah
desa.
 Pertahankan view utama dengan ke-Bali-annya! Pembangunan sarana-sarana.,
khususnya artshop, toko dan sebagainya di pinggir jalan semestinya diketatkan
kontrolnya agar menerapkan arsitektur tradisional Bali, sehingga kesan kebaliannya
tetap terjaga.
 Pertahankan bengang. Jika memungkinkan bengang atau ruang kosong agar tetap
dijaga, sehingga mengurangi kesan penuh sesak oleh bangunan.
 Kerjasama dengan pihak-pihak terkait di dalam pengembangan kepariwisataan.
Kerjasama agar terus dipupuk untuk mengembangkan kepariwisataan di wilayah
Peliatan, bukan hanya digarap sendirian.
 Pendekatan holistik, jangan parsial. Pendekatan pengembangan kepariwisataan
memerlukan kajian yang menyeluruh sehingga hasilnya menjadi lebih akurat.
 Sesegera mungkin dilakukan pemberian ceramah tentang penataan lingkungan
berdasarkan nilai budaya Bali dan mempertahankan biodiversitas, khususnya dalam
aspek pertamanannya.
 Perawatan daya tarik/atraksi wisata. Daya tarik wisata sering hanya menjadi
tontonan tanpa mendapatkan manfaat, sehingga akhirnya rusak tak terawat. Dengan
demikian perlu semacam sumber-sumber funding untuk menjaga kelestarian daya
tarik wisata ini.
 Di lokasi strategis di Peliatan dijual produk yg bernuansa Bali, dimulai terutama
dari yang dikelola desa.
 Penertiban papan nama dan papan reklame, kalau memungkinkan papan nama
diatur ukurannya sehingga proporsional dengan ukuran ruang yang ada, serta
memasang papan yang sejajar dengan pagar/tembok/jalan.
 Pengembangan SDM pariwisata serta SDM yang memahami kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan manusia Bali.
 Forum-forum pariwisata dibuat holistik anggotanya dan diberdayakan, bukan hanya
melibatkan sbagian kecil stakeholders saja.
 Pemberdayaan pusat informasi pariwisata desa Peliatan dan meningkatkan promosi
paket-paket wisata yang ada, terutama dengan travel agent yang ada.
 Fam trip kepada travel agent, sopir, pramuwisata, dll.
 Mendengarkan masukan dari para peneliti dalam dan luar negeri serta para pecinta
desa Peliatan sebagai bagian dari masukan pengembangan kepariwisataan Desa
Peliatan.
 Pengembangan wisata puri. Puri yang masih ada dimanfaatkan untuk mendorong
pengembangan kepariwisataan di desa Peliatan.
 Mengganti tanaman peneduh jalan (glodogan) secara bertahap sehingga sesuai
dengan image desa Peliatan sebagai desa seni-budaya.
 Desa Peliatan sebaiknya mengikuti program sertifikasi kawasan berwawasan
lingkungan atau pariwisata budaya berkelanjutan. Dengan demikian perkembangan
aspek lingkungan dan budaya dapat dipantau secara berkelanjutan dan terukur.
Disamping itu ini akan meningkatkan citra Peliatan sebagai destinasi pariwisata
yang baik.

BIBLIOGRAFI

[1] A.A.Putra Agung, I W. Geria, N. O. Supartha, Lanus dan A. A. G. Raka Dalem.


Bali: objek dan daya tarik wisata. Editor: A. A. G. Raka Dalem. 2003. DPD HPI
Daerah Bali dan Disparda Bali.
[2] A.A.G. Raka Dalem. 2002. Ecotourism in Indonesia. pp. 85-97 di dalam “Linking
Green Productivity to Ecotourism: Experiences in the Asia-Pacific Region”. Ed. by
T. Hundloe. Asian Productivity Organization: Japan.
[3] A. A. G. Raka Dalem. Implementasi Tri Hita Karana dalam usaha mewujudkan
pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. 2002. Makalah sebagai “guest lecture
for the teaching staff” di STP Nusa Dua, 7 Januari 2002.
[4] Raka Dalem, A. A. G. 2003. “Views from around the world: Cultural differences
will ensure that certification will mean different thing in different destinations, as
three examples from Bali, Latin America and South Africa show: Bali”. Tourism
Concern (Inggris/UK) Autumn 2003 (48): 12.
[5] A.A.G. Raka Dalem, I N. Wardi, I W. Suarna dan I W. Sandi Adnyana (editor).
2007. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. UPT Penerbit dan
PPLH Universitas Udayana, Denpasar.
[6] A.A.G. Raka Dalem. 2005. Mengembangkan Pariwisata Peliatan yang Berkarakter
dengan Pendekatan Holistik. Makalah disampaikan dalam ceramah Pengembangan
Pariwisata Desa Peliatan di kantor Perbekel Desa Peliatan tanggal 23 April 2005.
[7] A. A. G. Raka Dalem. “Sistem Manajemen Lingkungan, THK dan
Implementasinya pada Hotel”. Jurnal Lingkungan Hidup Bumi Lestari 8(1), 2008.
pp 58-62.
[8] Undang Undang No 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
[9] Anon. 2014. The book. mm3-ubud.org, disitasi 28 08 2014.

Anda mungkin juga menyukai