Oleh: Halimatussa’diah
b. Struktur Dasar
Buku ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan fonem di dalam al-Qur’an
yang dimulai dengan pendahuluan, lalu menjelaskan konsep fenom secara umum
kemudian masuk ke penerapan fenom di dalam al-Qur’an. Pembahasan tema di buku ini
dapat dilihat dengan urutan sebagai berikut:
1. Dimensi fonem
2. Metodologi kajian fonem
3. Kajian bahasa dalam Fawatih al-Suwar
4. Fonem dalam ungkapan al-Qur’an
5. Fonem dalam pembagian ayat-ayat al-Qur’an
6. Tanda-tanda bunyi dalam al-Qur’an
7. Kesimpulan
Konsep dasar yang ditawarkan buku ini adalah bahwa penerapan ilmu fonologi
dalam al-Qur’an merupakan jalan terbaik untuk memahami fonologi bahasa Arab karena
ia adalah mukjizat Nabi saw dan memiliki kesusastraan tertinggi.
d. Contoh
Pemisah ayat al-Qur’an itu seperti qarinah sajak di dalam prosa dan akhir kata
(qafiyah) dalam bait syair. Hal yang disebut kecacatan qafiyah itu berasal dari batasan,
kepadatan dan maksudnya, maka tidak ada kecacatan dalam pemisah dan dibolehkan
1
Muhammad Husain Ali al-Shaghir, Al-Shaut al-Lughawi fi al-Qur’an, J 1, h. 6
terjadi perpindahan dalam fashilah, qarinah dan qafiyah sebuah puisi, hal yang berbeda
dengan qafiyah nya qasidah. Oleh karena itu perpindahan dalam pemisah al-Qur’an
adalah hal yang sering terjadi di ayat al-Qur’an. Contohnya: Al-Qur’an menggabungkan
kata “tahsyurun” dengan kata “’iqab”, sedangkan keduanya memiliki huruf
fashilah/pemisah dan timbangan yang berbeda.
واتقوا فتنة ال تصيبن الذين ظلم وا منكم خاص ة * وأعلموا أن هللا يحول بين المرء وقبله وأنه إليه تحشرون
2
.وأعلموا أن هللا شديد العقاب
Buku ini adalah buku yang sangat bagus yang membahas penerapan fonologi
dalam al-Qur’an. Di awal buku ini dipaparkan tentang defenisi shaut untuk sampai pada
pendefenisian fenom, dan penjelasannya dapat penulis jadikan rujukan dalam membahas
defenisi shaut. Namun, buku ini memiliki perspektif berbeda dalam memandang shaut,
dengan memakai kacamata fonologi sedangkan penulis menggunakan kacamata tafsir
maudhui dan pemaknaan kata shaut di dalam al-Qur’an.
Bahwa gelombang bunyi yang selama ini dipelajari dari teori Barat ternyata telah
ada di dalam Islam yang diisyaratkan di dalam al-Qur’an, baik diterangkan secara
langsung ataupun secara tersirat.
b. Struktur Dasar
Struktur dasar dalam artikel ini penulisnya membahas dimulai dari gelombang
bunyi perspektif al-Qur’an hingga menjelaskannya dari perspektif Sains dengan
urutan sebagai berikut:
1. Sumber bunyi perspektif al-Qur’an : di surah al-Zumar disebut terompet.
2. Defenisi Bunyi perspektif al-Qur’an: kata shaihah yang berarti bunyi yang
yang diakibatkan oleh gempa atau halilintar atau teriakan malaikat Israfil saat
meniup sangkakala.
3. Gelombang bunyi: longitudinal yang terjadi karena perapatan dan
perenggangan dalam medium gas, cair atau padat.
2
Al-Shaghir, J.1, h. 149
3
Achmad Hanif Ulinuha, Bunyi dalam perspektif al-Qur’an dan Sains: ISSN, Prosiding UNSIQ, Vol 4.
No. 2 (2018 ): 112-114
Konsep dasar yang ditawarkan hanya menunjukkan kata yang bermakna bunyi di
dalam al-Qur’an yang bertumpu pada satu kata, yaitu shaihah berhubungan dengan
Sains. Bunyi dalam al-Qur’an itu muncul dari aktivitas alam seperti gempa dan halilintar.
Penjelasan tentang shaihah di dalam al-Qur’an ini dianggap oleh penulis tersebut
sangatlah syarat dengan ilmu Fisika, karena mengajak manusia untuk meneliti lebih
dalam tentang bunyi yang diangggap tidak sederhana seperti yang diakibatkan oleh
gempa dan halilintar, bukan suara manusia atau makhluk yang biasa ditemuinya.
d. Contoh
Penulis dari artikel ini hanya menghubungkan satu term kata bunyi di fisika dan di al-
Qur’an,sedangkan term lain seperti shaut tidak dibahas. Mungkin karena pemilihan kata
shaihah lebih menunjukkan pemahaman yang lebih mendalam yang dapat
menghubungkannya dengan penjelasan sains dibanding kata shaut. Walalupun begitu
penulis menjadikan tulisan ini sebagai salah satu referensi karena memiliki kesamaan
kata bunyi ketika shaut dan shaihah diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Penggunaan
metode dalam tulisan ini adalah metode berpikir deduktif, induksi dan tafsir tahlili.
Namun, peneliti tidak akan menggunakan metode seperti ini karena akan menjadi fokus
penulis adalah pada tema shaut di dalam al-Qur’an, yang lebih cocok menggunakan
metode tematik.
3. Tesis dengan judul: Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Hamka: Studi QS. Luqman
dalam Tafsir al-Azhar4
a. Asumsi Dasar
4
Abdullah Sani Ritonga,Pendidikan Akhlak dalam Perspektif HAMKA, Thesis Master, Prodi S2
Pendidikan Islam UIN Sumatera Utara Medan, (2018).
Pendidikan karakter dalam uaraian Balitbang Depdiknas tidaklah sama dengan
pendidikan akhlak karena belum sepenuhnya bisa dijadikan rujukanuntuk megnatasi
permasalahan moral generasi muda karena hanya menitikberatkan apda nilai-nilai
kemanusiaan saja, dan mengenyampingkan norma-norma agama.
b. Struktur Dasar
Relevansi nyata antara pendidikan akhlak dan pendidikan karakter terdapat pada
pengertian dan tujuannya untuk menghasilkan peserta didik yang baik. Defenisi baik
dalam pendidikan akhlak adalah baik dalam tinjauan agama, sedangkan baik menurut
pendidikan karakter adalah baik dalam tinjauan Pancasila, jadi keduanya tidak
bertentang, namun pendidikan akhlak merupakan salah satu bagian yang melengkapi hal-
hal yang belum dirumuskan dalam pendidikan karakter.
d. Contoh
Relevansi dan nilai tambah pendidikan akhlak yang telah digali dari Tafsir Al-
Azhar QS. Luqman: 12-19 dengan pendidikan karakter diantaranya:
1. Akidah yang benar (nilai tambah): men-tauhid-kan Allah swt semata dan tidak
menyekutukannya dengan tuhan-tuhan lain. (ayat 13)
2. Sikap yang benar: tahuhid, menghormati dan memuliakan dan (ayat 14-15)
3. Cara mengasuh yang benar: proses pengasuhan orang tua kepada anaknya
(ayat 15)
4. Senantiasa berbuat baik yang benar: ibadah dengan shalat, sosial dengan amar
ma’ruf nahi munkar (ayat 17)
5. Beradab dan sopan santun juga yang benar: akhlak baik melalui sikap yang
beradab atau sopan santun yang benar. Di antaranya: jangan berpaling muka
ketika berbicara, jangan sombong dalam berperilaku, jangan berbangga-
bangga diri dalam kehidupan, sederhana dalam berjalan dan lunak dalam
berbicara sesuai konteksnya.
Tulisan ini membahas mengenai pendidikan akhlak dalam QS. Luqman ayat 12-
19, yang salah satu ayatnya membahas tentang shaut. Jadi, penelitian ini hanya beririsan
salah satu bagian di antara akhlak-akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya.
Perspektif yang digunakan juga adalah pendidikan Islam, sedangkan peneliti ingin
membahas dari perspektif tafsir al-Qur’an yang lebih memusatkan pada segi pemaknaan
dan konteks ayat.
4. Artikel Ilmiah: Etika Komunikasi dalam Al-Qur’an: Studi Tafsir Al-Hujurat Ayat 1-85
a. Asumsi Dasar
Manusia yang cerdas bukan ditentukan pada tingginya IQ yang dipunya, manusia
yang cerdas adalah yang mempu melaksanakan fungsi sebagai khalifah (makhluk sosial.
Karena orang yang bertaqwa adalah yang dapat melaksanakan perintah dan larangannya
baik itu yang terkait dengan muamalah sesame (horizontal) ataupun dengna Allah dan
Rasul-Nya (vertikal).
b. Struktur Dasar
Penulis memulai dengan menjelaskan pendahuluan terkait asumsi dasar.
Kemudian di pembahasan terstruktur ia mengurutkannya dengan sub penjelasan:
1. Penamaan dan tujuan surat al-Hujurat
2. Munasabah surat al-Hujurat dengan surat sebelumnya
3. Kandungan surat al-Hujurat ayat 1-3 (Adab sopan santun terhadap Rasulullah)
4. Kandungan surat al-Hujurat ayat 4-5 (Tata tertib dalam pergaulan)
5. Ayat 6-8 (Etika Bermasyarakat: Bagaimana menghadapi berita yang dibawa
oleh orang fasik).
Konsep terkait ayat 1-8 al-Hujurat yang memberikan banyak tuntunan bagaimana
harus bersikap terkhusus kepada Rasulullah dengan mengelaborasi metode tahlili dan
maudhui dengan pendekatan muqaran.
d. Contoh
Artikel ini membahas masalah etika komunikasi dalam surah al-Hujurat 1-8, yang
beririsan dengan pembahasan penulis terkait shaut terkait ayat 2 dan 3 surah ini. Di sini
5
Siti Fahimah, Etika Komunikasi dalam Al-Qur’an: Studi Tafsir Al-Hujurat Ayat 1-8, Madinah: Jurnal
Studi Islam, Vol 1. No. 2 (2018 ):95-108
juga dapat ditemukan kesimpulan penulis terkait shaut yang tidak menyeragamkan
makna raf’ shaut dan menyinggung tentang kebiasaan masyarakat. Artikel ini membahas
ayat ini cukup mendalam, oleh karena itulah sangat relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan terkait shaut, juga pendapatnya yang tidak menyeragamkan pemaknaan terkait
meninggikan suara. Penelitian ini juga memberikan inspirasi penulis untuk mengikuti
metode yang digunakan yaitu metode muqaran dengan menggabungkan dua pendekatan
yaitu maudhui dan tahlili.
5. Artikel dengan judul: Analisis Pesan Komunikasi dalam Surat Luqman ayat 12-196
a. Asumsi Dasar
b. Struktur Dasar
1. Pengertian Pesan Komunikasi: tiga komponen pesan yaitu makna, simbol dan
bentuk. Simbol utama adalah kata/bahasa yang dapat merepresentasikan
objek.
2. Teri Komunikasi dalam QS. Luqman Ayat 12-19
a) Larangan syirik
b) Berbakti kepada kedua Orang Tua
c) Anjuran untuk Mendirikan Shalat
d) Amar Ma’ruf Nabhi Munkar
e) Sabar dalam menghadapi Ujian Hidup
f) Larangan Sombong
g) Sederhana dalam Berjalan
h) Lunakkan Suara dalam Berbicara
3. Kesimpulan
d. Contoh
Pesan Luqman dalam surat Luqman ayat 19 terkait melunakkan suara dalam
berkomunikasi digambarkan sangat menentukan berhasil tidaknya pesan disampaikan,
sehingga sikap yang harus dilakukan adalah dengan sopan, lemah lembut, dan tidak
keras.
Tafsir ini merupakan soal-jawab yang telah menjadi pekerjaan yang berakar pada
prinsip “ Kemudahan bagi takwil al-Qur’an” yang merupakan pertanyaan orang-orang
yang mendebat. Penulisan buku ini berpedoman kepada metode dan amalan Ahlussunnah
wal Jama’ah dalam menafsirkan al-Qur’an yang sejalan dengan jejak para sahabat dan
tabi’in.
b. Struktur Dasar
Struktur dasar yang digunakan dalam tafsir ini adalah dalam bentuk tanya jawab
yang dapat diklasifikasikan dengan urutan sebagai berikut:
7
Musthafa ibn al-‘Adwi al-Syalbayah, Al-Tashîl li Ta’wîl al-Tanzîl : Tafsir Sûrah al-Hujurât, (Mesir: Dâr
Majid ‘Asayri, 2000)
3. Tema Ayat: menjelaskan tema pokok ayat yang menjadi pembicaraan.
4. Hadis-hadis terkait ayat dimaksud
Penafsiran yang disusun secara sistematis berdasarkan tanya jawab terkait ayat-
ayat di surah al-Hujurat yang dengna metode penulisan seperti ini dapat memberikan
pemaknaan yang lebih mendalam dan tertancap di pikiran dan hati pembaca.
d. Contoh
Tafsir ini memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan tafsir pada umumnya yang
tidak memiliki sistematika penulisan seperti ini. Metode ini juga membantu mencari
jawaban dari sebuah pertanyaan sehingga dapat dengan tepat terjawab, tanpa harus
mencari-cari di seluruh bagian kitab. Pembahasan tentang ayat-ayat shaut di dalam tafsir
ini cukup ringkas dan tidak begitu mendetail, terutama karena adanya batasan-batasan
yang telah ditetapkan seperti mengikuti penafsiran yang sejalan dengan metode
penafsiran Ahlussunnah wal Jama’ah. Kitab ini juga memiliki relevansi terkait ayat shaut
dan dapat membantu menyediakan referensi terkait opini Ahlussunnah wal Jama’ah
terkait penafsiran ayat shaut. Namun, metode dalam kitab ini tidak akan digunakan
dalam penelitian karena tidak untuk merepresentasikan pandangan mazhab tertentu dan
juga sistematika yang berbeda dengan karya ilmiah.
b. Struktur Dasar
Struktur dasar yang digunakan penulis artikel ini adalah deduktif-reflektif dengan
menetapkan sebuah konsep yang kemudian dijelaskan secara mendetail, kemudian
8
Yunahar Ilyas, Akhlak terhadap Allah dan Rasul Tafsir Surat al-Hujruat Ayat 1-9, TARJIH, Vol 11. No.
1 (2013 ): 1-10
merefleksikannya dalam realitas. Artikel ini disusun berdasarkan tema yang disesuaikan
dengan urutan ayat. Bisa saja sebuah ayat memiliki satu tema atau beberapa ayat
digabung dan hanya punya satu tema. Sturuktur dalam artikel ini disusun sebagai berikut
sesuai kandungan ayat:
1. Pendahuluan
2. Jangan mendahului Allah dan Rasul-Nya
3. Akhlak berbicara di hadapan Nabi
4. Sikap kritis dan selektif menerima informasi: sebuah contoh dari Rasulullah
5. Andaikata norma tunduk pada realita.
d. Contoh
Artikel ini menitikberatkan pada akhlak terhadap Nabi saw. Yang di dalamnya
juga beririsan dengan ayat shaut yang akan diteliti. Ayat terkait meninggikan suara,
dimana dijelaskan di artikel tersebut bahwa orang-orang yang mempunyai kebiasaan
berbicara keras hendaknya bertobat dan memperbaiki diri. Meninggikan suara dianggap
sebagai sebuah dosa sehingga diharuskan bertaubat jika melakukannya. Perspektif seperti
ini termasuk kepada penyeragaman makna raf’ shaut. Namun, tidak dijelaskan metode
yang digunakan secara gamblang, sehingga tidak bisa dijadikan referensi terkaitnya.
Namun, penelitian ini dapat menambah referensi opini terkait ayat-ayat shaut.
8. Artikel dengan judul: Implikasi Al-Hujurat Ayat 1-5 terhadap Etika Komunikasi Murid
kepada Guru9
a. Asumsi Dasar
Surat al-Hujurat ayat 1-5 ini menjelaskan gambaran al-Qur’an tentang etika
komunikasi yang dilakukan oleh sahabat terhadap Rasulullah sebagai panglima dan
pendidik mereka. Di dalam Islam, guru sebagai pendidik memiliki kedudukan yang
tinggi di mata murid, berbeda dengan pandangan guru di Barat tidak lebih sekedar
transfer of knowledge (pemberi dan penerima ilmu pengetahuan).
b. Struktur Dasar
Sturktur dalam tulisan ini dimulai dari penjelasan terkait pendapat mufassir terkait
surat al-Hujurat ayat 1-5 kemudian pengolahan data sehingga didapatkan esensinya,
kemudian melihat implikasi dari hasil yang telah diambil terhadap etika komunikasi
terhadap guru. Struktur tersebut terurut sebagai berikut:
1. Penafsiran mufassir
2. Esensi dari ayat
3. Pendapat para ahli pendidikan tentang etika komunikasi kepada guru
4. Implikasi dari ayat terhadap etika komunikasi murid ke guru.
Konsep pada artikel ini adalah analisis pendidikan dari QS al-Hujurat ayat 1-5
terhadap etika komunikasi murid kepada guru. Esensi yang didapatkan adalah etika
berkomunikasi sahabat terhadap Rasulullah saw, patuh terhadapnya dan kesabaran dalam
menuntut ilmu.
d. Contoh
Salah satu contoh dari konsep yang ditawarkan, bahwa etika murid kepada
guru menurut analisis pendidikan dari surat al-Hujurat ayat 1-5 adalah implikasi
dengan adanya upaya agar murid tidak sombong dengan cara merendahkan suara
ketika berbicara dengan guru dan tidak bersuara keras.
9
Diana I.S.S dkk, , Implikasi Al-Hujurat Ayat 1-5 terhadap Etika Komunikasi Murid kepada Guru,
Prosiding Pendidikan Agama Islam UIB, Vol 3. No. 2 (2017 ): 249-255
sehingga perlu dicegah dengan mengajak untuk merendahkannya. Dia menggunakan
metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Metode dan pendekatan ini
sangat cocok untuk menggali kandungan dan esensi dari sebuah ayat. Namun, peneliti
lebih memilih menggunakan pendekatan muqaran, karena disamping menganalisa secaar
mendalam juga ingin fokus pada tema shaut dalam al-Qur’an.
b. Struktur Dasar
1. Terkait adab dan tata karma: 1) Tata krama kepada Allah dengan tidak mendahuli
ketetapan-Nya, 2) Tata krama kepada Rasul yaitu dengan tidak mendahului
ketetapannya, tidak meninggikan suara dsb, 3) Tata krama kepada sesama manusia
dengan memerika setiap informasi dari orang fasik, berlaku adil dan bijaksana dalam
menyelesaikan pertentangan, mendamaikan pihak yang bertikai, tidak mencela orang
lain, dsb.
2. Butir-butir nilai pendidikan karakter dalam surat al-Hujurat, yaitu karakter terpuji
seperti iman, takwa, sopan santun, sabar dsb. Selain itu ada juga karakter tercela
seperti fasik, kafir, durhaka, sombong dsb.
3. Implikasi pendidikan karakter dalam surat al-Hujurat dalam dunia pendidikan yakni
seorang pendidik dan peserta didik harus taat terhadap etika guru dan murid.
10
Zulkarnain S, Pendidikan Karakterdalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat, NUANSA, Vol IX, No.2, (2016):
133-143
d. Contoh
Artikel ini berisi penjelasan tentang nilai-nilai pendidikan karakter yang ditarik dari
surat al-Hujurat, kemudian membandingkan nilai-nilainya dengan versi Kemendiknas serta
implikasinya terhadap etika antara guru dan murid. Artikel ini membahas surat tersebut
dengan menggunakan perspektif pendidikan sehingga berbeda dengan penelitian shaut.
Artikel ini menggunakan penelitian studi pustaka dengan metode analitis kritis melalui
pendekatan tafsir tahlili. Sedangkan penelitian shaut tidak menggunakan analitis kritis
karena penelitian dilakukan bukan untuk melakukan kritik, namun untuk penggalian makna
dan dinamika penafsirannya.
10. Artikel dengan judul: Relevansi Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqman Ayat 12-19
dengan Pendidikan Anak Kontemporer11
a. Asumsi Dasar
Materi pendidikan yang terkandung dalam surat Luqman masih sangat relevan
dengan pendidikan anak kontemporer karena akhlak merupakan cerminan kepribadian
seseorang. Hal ini sesuai dengan tujuan diutusnya Rasulullah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.
b. Struktur Dasar
Artikel ini dimulai dengan pendahuluan yang berisi masalah akhlak yang telah
menjadi kerusakan global. Kemudian dibahas tentang poin-poin materi akhlak yang
terkadung dalam surah Luqman ayat 12-19. Artikel ini tidak menjelaskan metode dan
pendekatan yang digunakan di dalamnya, namun dapat diketahui dari pemaparannya
menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan tafsir tahlili. Kemudian
ditutup dengan kesimpulan terkait materi yang telah disajikan.
d. Contoh
Materi pendidikan terkait sikap tidak sombong dan membanggakan diri diambil
dari penafsiran Quraish Shihab tentang surah Luqman ayat 18-19. Di sana terdapat
beberapa ciri-ciri sikap tersebut, yaitu memalingkan wajah dari manusia, berjalan dengan
keangkuhan, bersuara kasar dan berjalan dengan membusungkan dada. Juga disebutkan
solusi agar terhindar dari sikap tersebut dengan cara menampakkan wajah yang berseri
dan penuh kerendahan hati, berjalan dengan lemah lembut dan penuh wibawa,
melunakkan suara dalam berbicara, dan berjalan sederhana dan sedang-sedang.
Artikel ini ingin menunjukkan relevansi antara pendidikan dalam surat Luqman
ayat 12-19 dengan pendidikan anak kontemporer. Penelitian shaut beririsan dengan ayat
ke 19 tentang nasehat Luqman kepada anaknya untuk merendahkan suara. Perintah ini
dimasukkan sebagai salah satu solusi dari sikap sombong. Dia berpendapat bahwa
kebiasaan meninggikan suara karena faktor budaya tidak dapat disebut sebagai sikap
sombong. Hal ini memberi pengecualian sehingga tidak menyeragamkan makna raf’
shaut. Pandangan ini bisa dijadikan referensi terkait pendapat yang tidak menyeragamkan
makna shaut karena berpedoman kepada tafsir Quraish Shihab yang memang termasuk
mufassir yang tidak menyeragamkan makna tersebut. Namun, tidak dijelaskan di artikel
sombong seperti apa yang ditargetkan oleh al-Qur’an sehingga dapat dibedakan dengan
orang-orang yang melakukannya karena kebiasaan atau faktor budaya. Sedangkan penulis
artikel tidak mengemukakan metode dan pendekatan apa yang digunakan sehingga tak
bisa dijadikan referensi dalam penggunaan metodenya.