Anda di halaman 1dari 89

1 | Sekolah Pendidikan Kritis II

MATERI I

FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Pengantar Filsafat Pendidikan


1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari Yunani Kuno yaitu “Philos”
yang artinya cinta dan “Shopia” yang berarti kebijaksanaan.
Jadi secara harfiah filsafat merupakan cinta yang sangat
mendalam terhdap sebuah kebijaksanaan. Istilah filsafat
sering diartikan sebagai suatu pendirian hidup dan dapat juga
disebut pandangan hidup masyarakat. Jadi dengan kata lain
filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat
mendalam sampai ke akar-akarnya yaitu dengan berpikir
reflektif dan kritis. Setiap manusia mengalami titik puncak
dalam berfilsafat manusia akan menemukan sebuah
kebijaksanaan baik dari perkataan maupun perbuatan.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang
memiliki peran penting dalam menentukan dan menemukan
eksistensi nya. Dalam kegiatan berfilsafat manusia akan
berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Kearifan
merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha mencapai
hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan, dan
menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun yang
tersirat dalam kehidupan. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi
tidak semua berpikir berati berfilsafat. Berpikir dapat
dikategorikan sebagai berfilsafat jika mengandung tiga ciri
yaitu radikal, sistematis, dan universal.
Oleh karena itu ketika kita sebagai upaya dalam merawai
ilmu pengetahuan serta merawan ilmu pengetahuan secara
konsisten dalam mempertahankanya. Banyak fenomenologi
yang terjadi saat ini seperti menyikapi perkembanyan zaman

1 | Sekolah Pendidikan Kritis II


yang terjadi, dalam berfilsafat berfikir secara rasional dan
logika bagaimana kita menyikapi dampak dara
perkembangan zaman seperti saat ini akan kah menjadi
tantangan atau menjadi sebuah peluang. Setiap manusia
berfikir dalam setiap harinya, berfikir tersebut merupakan
sebuah proses menuju sebuah kebijaksanaan dalam diri,
setiapharinya kita senantiasa berfikir untuk berbenah pada
hari esok yang akan datang. Dalam kehidupan ketika
berfilsafat terdapat beberapa hal yang yang harus diketahui
secara umum.
Secara fungsional filsafat sebagai sebuah bentuk alat
dalam hal menemukan seubah permasalahan yang terjadi
seperti saat ini. Dalam konteks pendidikan banyak perobelm
atau permasalahan yang masih dipersoalkan dan tugas
manusia menjadi sebuah pemecah atau solusi sebuah
permasalahan-permasalahan yang terjadi yang ada di Dunia
ini. Sebelum mengetahui permasalahan-permasalahn yang
terjadi kita harus memeiliki sebuah modal pengetahuan yang
cukup sebagai moda awal dalam mengahadapi problematika
yang ada.
Terdapat tiga persoalan yang dibahas dalam filsafat yaitu
sebagai berikut :
a. Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa yunani kuno,
yaitu dari kata meta dan kata fisika. Meta berarti
sesudah atau melampaui dan fisika berarti alam
nyata. Metafisika merupakan cabang filsafat yang
membahas mengenai hakikat yang tesimpul
dibelakang dunia fenomena. Metafisika melampaui
pengalaman obeknya di luar hal yang dibahas panca
indera.

2 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Metafisika berhubungan dengan penjelasan
hakikat se-rasional dan se-komperehensif mungkin.
Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
ontologi dan metafisika khusus. Ontologi
mempersoalkan esensi sesuatu yang ada. Sedangkan
metafiska khusus membahas mengenai teologi
(menyangkut tentang tuhan), antropologi (mengenai
manusia) dan kosmologi (menyangkut mengenai
alam).
Ontologi merupakan sebuah cabang filsafat yang
mendasar dan yang awal ontologi ini merupakan
esensi dari sebuah keperadaan yang sudah dijelaskan,
dalam didunia adanya sebuah matrial dalam dunia ini
merupakan sebuah contoh dari Ontologi.
b. Epistemologi
Istilah epistimologi berasal dari bahasa yuanani
kuno denga kata episteme dan logos. “Episteme”
berarti pengetahuan dan “logos” berarti ilmu.
Sehingga epistimologi berarti ilmu atau teori
mengenai pengetahuan, cabang filsafat ini membahas
atau mengkaji tentang asal, struktur, metode serta
kebahasaan pegetahuan.
Epistimelogi merupakan sebuah tahapan
selanjutnya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
yang bersifat selain sebuah keberadaan dan tentang
sebuah nilai. Epistimologi ini sangat pentinglah
penting untuk kita pelajari karena sebagai sebuah
landasan manusia untuk bertindak dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai dasar untuk mengembangkan
khazanah ilmu pengetahuan dan sebagai sarana
dalam memvalidasikan pengetahuan.

3 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Pengetahuan ini dibagi menjadi beberapa
pengetahuan yaitu:
1. Pengetahuan wahyu, yaitu pengetahuan yang
bersumber langsung dari Tuhan yang diberikan
kepada manusia.
2. Pengetahuan intuitif, diperoleh manusia dari
dalam dirinya sendiri, saat ia menghayati
sesuatu, sehingga akan muncul kesadaran dalam
dirinya.
3. Pengetahuan rasional, merupakan pengetahuan
yang diperoleh dengan latihan atau rasio akal
semata yang tidak disertai dengan observasi
terhadap peristiwa-peristiwa faktual.
4. Pengetahuan empiris, diperoleh atas bukti
penginderaan sehingga memiliki konsep dunia di
sekitar kita.
5. Pengetahuan otoritas,menerima suatu kebenaran
bukan karena kita telah mengeceknya, namun
menerima kebenaran yang telah dijamin oleh
otoritas lapangan.
c. Aksiologi
Secara epistimologi istilah ini berasal dari bahasa
yunani kuno yang terdiri dari kata “aksio” yang
artinya niali dan “logos” yang berarti ilmu. Sehingga
aksiologis berarti ilmu yag mempelajari mengenai
hakikat nilai atau kemanfaatan. Dalam artian
epistimologi ini ialah mempelajari tentang norma-
norma, manfaat, kebaiakan, kejujuran dan lain
sebagainya.
Dalam konteks nilai dalam teori Nilai dibagi
menjadi 2 jenis-jenisnya yaitu :

4 | Sekolah Pendidikan Kritis II


1. Etika
Etika berasal dari kata Ethos yang berarti adat
kebiasaan. Dalam istilah lain para ahli dibidang
etika ada yang menyebutkannya dengan moral.
Meski antara keduanya ada terdapat perbedaan
tetapi para ahli tidak membedakannya dengan
tegas bahkan secara praktis memberi arti yang
sama. Etika merupakan teori tentang nilai yang
membahas ilmu kesusilaan yang menmuat dasar-
dasar untuk berbuat susila. Cara
memandangnnya dari sudut baik dan tidak baik.
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sebuah
norma, ataupun peraturan dalam kehidupan
bermasyarakat merupakan sebuah bentuk hasil
dari sebuah Nilai tentang etika.
2. Estetika
Estetika merupakan nilai yang berkaitan dengan
kreasi seni. Prinsip yang berhubungan dengan
estetika sering dikaitkan sebagai hakikat
keindahan. Manusia memiliki sebuah panca
pengelihatan dan sebagai sebuah bentuk untuk
menikmati sebuah karya yang memiliki sebuah
keindahan dalam seni hal tersebut meruakan
manusia merasakan sebuah keindahan terdapat
nilai estetika dalam filsafat aksiologi.
2. Pengertian Pendidikan
Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara
khusus dan secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld
mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang
diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai kedewasaannya. Selanjutnya Abu Ahmadi

5 | Sekolah Pendidikan Kritis II


dan Nur Uhbiyati mengemukakan beberapa definisi
pendidikan sebagai berikut :
1. Menurut Prof. Hoogeveld, mendidik adalah
membantu anak supaya kelak anak itu cakap
menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab
sendiri.
2. Menurut Prof. S. Brojonegoro, mendidik berarti
memberi tuntutan kepada manusia yang belum
dewasa dalampertumbuhan dan perkembangan
sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani
dan jasmani. Jadi dapat disimpulkan pendidikan
dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang
dewasa dalam membimbing anak yang belum
dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Setelah
anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka
pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan
upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan
keluarga.
Menurut Drijarkara, pendidikan secara prinsip dalah
berlangsung dalam lingkungn keluarga. Pendidikan
merupakan tangung jawab orang tua, oleh ayah dan ibu yang
merupakan figursentral dalam pendidikan. Ayah dan ibu
bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan,
membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap
anaknya. Bimbingan yang dilakukan ayah dan ibu tersebut
akan berkhir jika sang anak menjadi manusia yang sempurna
atau manusia purnawan.
Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi
individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang
berlangsung sepanjang hayat sejak manusia dilahirkan.
Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan

6 | Sekolah Pendidikan Kritis II


masyarakat, yang merupakan alat bagi manusia untuk
pengembangan manusia yang terbaik dan intelejen. untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dalam GBHN tahun 1973 dikemukakan pengertian
pendidikan bahwa “pendidikan pada hakikatnya merupakan
suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan
didalam maupun diluar sekolah dan berlangsung seumur
hidup.” Dalam Undang-Undang RI No 2 Tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan adalah suatu
usaha sadar untuk menyiapkan subjek didik melalui kegiatan
bimbingan pengajaran, atau latihan bagi peranannya dimasa
yang akan datang. Pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia indonesia dalam upaya
mewujudkan upaya nasional.
Dari beberapa teori yang dikemukakan diatas pengertian
pendidikan ialah sebuah bentuk upaya dalam proses
mendewasakan manusi. Pendidikan sebagai pondasi awal
dalam diri manusia menjadi lebih baik. Manusia diberikan
pendidikan dari orang tua sebagai bekal awal dalam mendidik
anaknya menjadi apa yang diharapkan oleh orang tua.
Makadari itu pendidikan sebagai proses dalam menanamkan
penanaman dalam hal kedewasaan dalam kehidupan.
Tujuan Pendidikan, merupakan gambaran pandangan
hidup manusia baik perseorangan maupun kelompok yang
menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam konteks
kebudayaan.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan
dasar sekaligus tujuan yang ingin dicapai dalam
melaksanakan pendidikan yang ditujukan untuk
menghasilkan manusia yang seutuhnya, memiliki kepribadian

7 | Sekolah Pendidikan Kritis II


bermasyarakat, dan bernegara yang dijiwai oleh nilai-nilai
pancasila. Dalam Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tujuan
pendidikan adalah “pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan
jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan”.
Tujuan pendidikan terapat pula yang termaktup pada UU
Sistem pendidikan no. 20 tahun 2003. Dalam UU ini
penyelengara pendidikan wajib memegang prinsip
demokratis dan berberkeadilan tidak diskrimatif serta
menjunjung tinggi nilai-nilai Hak asasi manusia, Agama,
budaya dan menjunjung kemajuan bangsa Indonesia.
3. Filsafat Pendidikan
Pengertian Filsafat, Berasal dari kata Philos, philore
(cinta) dan sophos atau sophia (kebajikan, kebaikan,
kebenaran). Ilmu yang mempelajari hakikatsegala sesuatu,
Manusia, Alam dan Tuhan. Filsafat Pendidikan menurut Al-
Syaibany (1979) adalah pelaksanaan pandangan Falsafah dan
kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Fiksafat itu
mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah
umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip
dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari
falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan secara praktis.
Al-Syaibany juga berpandangan bahwa filsafat
pendidikan seperti halnya filsafat umum, yaitu berusaha
mencari hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses
pendidikan, yang berusaha untuk mendalami konsep-konsep

8 | Sekolah Pendidikan Kritis II


pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki dari
masalah pendidikan.
Berfilsafat merupakan sebuah bentuk berfikir secara
reflektif untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan yang
mendasar dan universal. Jawaban tersebut di susun dengan
sistematis, ayng diuji dengan nalar kritis dan ilmiah untuk
memperoleh sebuah kebenaran yang valid, jawaban dari
beberapa persoalan yang di dapat belum tentu selesai untuk
mencapai sebuah kesempurnaan.
Hubungan filsafat dan pendidikan, filsafat ini merupakan
sebuah pisau Analisa dalam menelaah realita sosial dangan
mengunakan karakteristiknya. Selain itu juga bawasanya
filsafat tidak hanya melahirkan ilmu pengetauhan yang baru
akan tetapi juga melahirkan. Tujuan lahirnya filsafat
pendidikan pendidikan yang ada pada saat ini menjadi
sebuah perkembangan dalam ranah pendidikan sehingga
pendidikan dari masa ke masa mengalami perkembangan dan
tidak menjadi penurunan dalam pendidikan. Selain itu juga
Filsafat pendidikan menjadi sebuah formulasi dalam
persoalan-persoalan dalam pendidikan.

9 | Sekolah Pendidikan Kritis II


MATERI II

IDEOLOGI PENDIDIKAN

A. Ideologi Dan Pendidikan


1. Pengertian Ideologi
Ideologi adalah seperangkat keyakinan yang
memungkinkan seseorang untuk menjelaskan dan
membenarkan masyarakat yang mereka inginkan, sebuah
ideologi ini mencakup asumsi mengenai masa depan dan
juga tujuan masyarakat termasuk sifat terkait individu,
dimana hal ini dapat menstimulus seseorang untuk menilai
kehidupan dan masyarakat serta sebagai sarana untuk menilai
diri sendiri. Sedangkan menurut pendapat lain ideologi
merupakan dasar pegangan yang kuat mengenai ide, teori
maupun sistem yang diakui kebenarannya, diikuti dan
dilaksanakan secara praktik dengan komitmen dan tanggung
jawab (journalpapers.org). Berbeda dengan pendapat tersebut
menurut Karl Marx ideologi-ideologi politik pun mayoritas
adalah pembenaran bagi materi yang ada atau organisasi
ekonomi masyarakat. Sementara konsep mannheim
mengenai sebuah ideologi total pada intinya sama dengan
yang disampaikan oleh Karl Marx dalam bukunya ideologi
and utopia Mannheim meminta perhatian terhadap kenyataan
bahwa ideologi paling bisa dipahami dalam proses
kesejarahan yang terbuka.

Sedangkan menurut Alastair C. Maclntyre ia


berpandangan bahwa ideologi berupaya untuk
menggambarkan karakteristik umum mengenai alam dan atau
masyarakat, hubungan keterkaitan antar hakikat, dan ideologi
10 | Sekolah Pendidikan Kritis II
sendiri tidak hanya dipercayai oleh anggota kelompok sosial
tertentu namun diyakini sedemikian rupa bagi mereka
konsep-konsep yang tertanam, keyakinan mengenai suau
konsep mencerminkan kelompok tersebut sehingga dapat
memunculkan eksistensi bagi kelompok. Pendapat Sargent
medngenai ideologi dalam bukunya Contemporary Political
Ideologies menyatakan bahwa ideologi adalah sebuah sistem
nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau
kebenaran oleh kelompok tertentu yang tersusun dari
rangkaian sikap terhadap berbagai kelompok masyarakat.
Apabila dilihat dari berbagai pendapat mengenai ideologi
maka dapat ditarik pemahaman bahwa ideologi adalah
pegangan atau keyakinan yang dimiliki oleh seseorang
mengenai gambaran karakteristik umum dan dilaksanakan
secara praktik dengan komitmen dan tanggung jawab penuh.

Menurut salah satu aliran Maxian yaitu Antonio


Gramsci dalam buku Prision Ntebooks1, berpendapat bahwa
secara historis ideologi telah mengorganisir rakyat dan massa
yang kemudian membuat mereka dalam memperjuangkan
kesadaran atas posisi mereka, berjuang dengan mereka
maupun sebaliknya. Ideologi menjadi penting dalam
melasanakan sebuah Hegemoni, meraka memepengaruhi
untuk mengendalikan sebuah kuasa dengan melaksanakan
sebuah persetujuan jejaring sebuah Lembaga, hubungan
sosial dan ide. Lenin mengkhususkan Ideologi sebuah
perjuangan kelas, serta bisa berbicara mengenai tentang
ideologi sosial dan ideologi Borjuis.2

1
Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks of Antonio
Gramsci, diedit and diterjemahkan oleh Quintin Hoare and Geoffrey Nowell
Smith (New York: International Publishers, 1971).
2
Louis Althusser, “Ideology and Ideological State Apparatuses,” dalam Lenin
and Philosophy and Other Essays, terj. Ben Brewster (New York: Monthly
11 | Sekolah Pendidikan Kritis II
Menarik dari penjelasan beberapa teori yang
diungkapkan dari beberapa tokoh sentral yang paham
terhadap ideologi dari definisi atau pengertiannya maka dapat
kita uraikan di sekitar kita atau dalam konteks yang lebih
sederhana, ideoologi merupakan suatu konsep yang
kemudian diyakini dan dijadikan komitmen dalam
meneruskan proses-proses baik sosial, ekonomi, politik
bahkan dalam pendidikan, dengan diyakini dan dijadikan
prinsip secara kelompok sehingga dapat dikatagorikan dari
karakternya, sifat dan beberapa ciri yang tertanam. Dalam
negara Indonesia secara luas dan normatifnya dari
perkembangan ideologi yang ada, saat ini ideologi yang
yakini dan dipahami ialah Pancasila, yang kemudian menjadi
prinsip bernegara dan berbangsa di negara Indonesia ini.
Sehingga di negara Indonesia ini dapat dicirikan, dilihat dari
karakter masyarakatnya yang berpegang pada ideologi
tersebut jelas dapat dibedakan dengan negara-negara lainnya.

2. Pengertian Pendidikan
Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian
secara khusus dan secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld
mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang
diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai kedewasaannya. Selanjutnya Abu Ahmadi
dan Nur Uhbiyati mengemukakan beberapa definisi
pendidikan sebagai berikut :

a. Menurut Prof. Hoogeveld, mendidik adalah membantu


anak supaya kelak anak itu cakap menyelesaikan tugas
hidupnya atas tanggung jawab sendiri.

Review Press, 1991).


12 | Sekolah Pendidikan Kritis II
b. Menurut Prof. S. Brojonegoro, mendidik berarti memberi
tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam
pertumbuhan dan perkembangan manusia sampai
tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
Jadi dapat disimpulkan pendidikan dalam arti khusus
hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam
membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan
segala cirinya, maka pendidikan dalam arti khusus ini
menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam
lingkungan keluarga.

Menurut Drijarkara, pendidikan secara prinsip dalah


berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan
merupakan tanggung jawab orang tua, oleh ayah dan ibu
yang merupakan figursentral dalam pendidikan. Ayah dan
ibu bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan,
membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap
anaknya. Bimbingan yang dilakukan ayah dan ibu tersebut
akan berkhir jika sang anak menjadi manusia yang sempurna
atau manusia purnawan.

Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu


proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan
fisik yang berlangsung sepanjang hayat sejak manusia
dilahirkan. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan
masyarakat, yang merupakan alat bagi manusia untuk
pengembangan manusia yang terbaik dan intelejen. untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Dalam GBHN tahun 1973 dikemukakan pengertian


pendidikan bahwa “pendidikan pada hakikatnya merupakan
suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan
13 | Sekolah Pendidikan Kritis II
kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan
didalam maupun diluar sekolah dan berlangsung seumur
hidup.” Dalam Undang-Undang RI No 2 Tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan adalah suatu
usaha sadar untuk menyiapkan subjek didik melalui kegiatan
bimbingan pengajaran, atau latihan bagi peranannya dimasa
yang akan datang. Pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia indonesia dalam upaya
mewujudkan upaya nasional.

3. Tujuan Pendidikan
Merupakan gambaran pandangan hidup manusia baik
perseorangan maupun kelompok yang menyangkut sistem
nilai dan norma-norma dalam konteks kebudayaan. Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa merupakan dasar sekaligus
tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan pendidikan
yang ditujukan untuk menghasilkan manusia yang seutuhnya,
memiliki kepribadian bermasyarakat, dan bernegara yang
dijiwai oleh nilai-nilai pancasila. Dalam Undang-Undang No
2 Tahun 1989 tujuan pendidikan adalah “pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan
keterampilan kesehatan jasmani dan rohani kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Dari paparan diatas mengenai apa arti pendidikan?


apa tujuan pendidikan yang secara jelas telah diperdebatkan
melalaui beberapa pendapat tokoh pendidikan yang
kemudian dapat kita uraikan secara jelas bahwasannya

14 | Sekolah Pendidikan Kritis II


pendidikan merupakan usaha dari manusia untuk
mengarahkan manusia lainnya memahami suatu hal
pengetahuan sehingga manusia tersebut menjadi pribadi yang
dewasa, bermoral dan mempunyai intelegensi yang matang
untuk melanjutkan kehidupan.

Dalam prakteknya pendidikan saat ini secara formal


memiliki keterkaitan secara jelas dengan arti pendidikan,
namun dalam pemahaman secara umum oleh manusia tidak
semua memeiliki pandangan bahwasannya secara esensi
pendidikan mempunyai kadar yang penting untuk
keberlangsungan bagi manusia. Pendidikan dalam
perkembangannya terkhusus di Indonesia mempunyai aspek
yang penting dalam tubuh pendidikan, yaitu Pendidikan
Formal, Non formal dan Informal, namun maraknya ada
ketidakstabilan dalam memaknai perkembangan pendidikan
di Indonesia ini terutama di wilayah urgensi pendidikan,
banyak yang berpandangan bahwasannya pendidikan formal
menjadi wadah proses belajar yang paling penting satu-
satunya, padahal definisi pendidikan secara esensialnya
memaknai pendidikan merupakan proses transformasi
pengetahuan yang bertujuan untuk membimbing
kedewasaan, menata moral dan tercapainya manusia yang
mempunyai daya nalar untuk berpikir, sehingga mencapai
insan kamil dan yang memanusiakan manusia

B. Ideologi Pendidikan
1. Pengertian Ideologi Pendidikan
Berdasarkan definisi dari ideologi sendiri apabila
dibenturkan dengan pendidikan ideologi dapat bersifat
dinamis yang akan mengalami pertumbuhan, perkembangan,
dan keragaman. Walaupun definisi ideologi berarti jamak
15 | Sekolah Pendidikan Kritis II
namun sebenarnya ideologi memiliki misi yang sama yaitu
untuk memanusiakan manusia. Berbicara mengenai ideologi
pendidikan sebenarnya ideologi pendidikan terbagi menjadi
dua jenis yaitu ideologi pendidikan konservatif yeng meliputi
fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan dan
konservatisme pendidikan dan juga ideologi pendidikan
liberalisme yang meliputi liberalisme pendidikan,
liberasionisme pendidikan, dan anarkisme pendidikan.

2. Ideologi Pendidikan Konservatif


Menurut Karti Soeharto diskursus ideologi
pendidikan secara historis bermula dari perdebatan
konseptual antara perspektif sistem formal dan presfektif
proses empiris.3 Kemudian pada tahun 1981 William F.
O'Neil memetakan tipologi ideologi pendidikan menjadi
enam kelompok yang berbeda di bawah dua kategori utama. 4
Oleh O’Neil Ideologi-ideologi pendidikan kemudian
dikategorikan sebagai ideologi pendidikan konservatif dan
liberal dengan tiga sub kelompok untuk setiap kategori.
Ideologi pendidikan konservatif meliputi ideologi pendidikan
fundamentalisme, ideologi pendidikan intelektualisme, dan
ideologi pendidikan konservatisme. Sedangkan ideologi
pendidikan liberal meliputi ideologi pendidikan liberalisme,
ideologi pendidikan liberasionisme, dan ideologi pendidikan
anarkisme. O'Neil juga berpandangan bahwa ideologi
pendidikan memiliki dampak pada keyakinan individu yang
berkaitan dengan tujuan-tujuan pendidikan, tujuan sekolah,
administrasi pendidikan, mekanisme kontrol subyek didik,

3
Soeharto. (Perdebatan Ideologi Pendidikan). Surabaya: Perpustakaan FIP
Universitas Negeri Surabaya (Skripsi). Hal. 9
4
O’neil, W. F. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal. 23
16 | Sekolah Pendidikan Kritis II
sifat dan muatan dari kurikulum, metode mengajar dan
evaluasi serta mekanisme kontrol di dalam kelas.

a. Fundamentalisme pendidikan
Fundamentalisme disini meliputi semua corak
konservatisme politik yang pada dasarnya anti
intelektual. Artinya disini ingin meminimalisasi
pertimbangan-pertimbangan filosofis atau intelektual dan
cenderung berdasarkan pada penerimaan yang relatif
tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau
konsensus sosial yang mapan (akal sehat). Dalam
ungkapan politisnya, konservatisme reaksioner gagasan
untuk kembali terhadap kebijakan-kebijakan terdahulu
baik yang pernah ada maupun yang hanya dihayalkan.
Apabila dilihat dari sudut pandang seperti ini kemudian
dibenturkan dengan pendidikan terdapat 2 variasi.
1) Fundamentalisme pendidikan religius, dapat dilihat
dalam gereja-gereja Kristen tertentu yang bersifat
fundamentalis, yang memiliki komitmen yang sangat
kuat terhadap pandangan dari kenyataan yang secara
harfiah cukup kaku seperti yang diungkap oleh
otoritas Alkitab.
Dalam fondamentalis pendidikan religius ini secara
realita dapat kita lihat disekita kita sama halnya dari
contoh diatas di Indonesia yang mayoritas
penduduknya Islam yang juga banyak berkembang
pendidikan dari peninggalan ulama ulama terdahulu
yang konservatif yang berkembang sampai saat ini
seperti pondok pesantren salafiyah yang bercorak
konservatif dimana metode pembelajaran yang
digunakan yaitu mendengarkan, hafalan dan
mempercayai dengan yakin apa yang diajarkan oleh
17 | Sekolah Pendidikan Kritis II
guru atau Kiyai yang memberikan suatu pengetahuan
, sehingga oleh peserta didik atau santri dipegang dan
diamalkan secara serius tanpa keraguan sedikitpun
mengenai kebenaran yang disampaikan.
2) Fundamentalisme pendidikan sekuler, pendidikan
sekuler merupakan konsep pendidikan yang
memisahkan urusan agama dengan urusan dunia,
sehingga dalam pelaksanaanya pendidikan sekuler ini
tidak terikat pada aturan atau nilai-nilai agama yang
dimasukkan dalam pendidikan tersebut.5
Dampak nyata adanya sekulerisme dalam pendidikan
di Indonesia ialah dalam Undang-undang Sistem
pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 tahun 2003,
pada Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis
pendidikan bagian kesatu pasal 15 yang berbunyi :
“Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan
dan khusus”.
Dari pasal yang termuat diatas dapat diuraikan bahwa
terdapat dikotimi antara pendidika agama dengan
pendidikan umum. ini menjadi buti bahwa
pendidikan di Indonesia mulai ada perkembangan
yang mengarah pada pendidikan yang bercorak
sekuler.
b. Intelektualisme Pendidikan
Ideologi Intelektualisme menganut sebuah etika diri
yang universalistik atau terbuka, dan cenderung semua
intelektualis lahir dari ungkapan konservatisme politik
yang berdasarkan pada sistem pemikiran filosofis. Pokok
5
Jarman Arroisi, Hidayatus Sa’dah, Sekularisasi Pendidikan dan
Implikasinya Terhadap Peserta Didik, Jurnal pendidikan Gontor, Vol 02,
No.1, 2020, 56.
18 | Sekolah Pendidikan Kritis II
permasalahan yang muncul pada konsep pendidikan
intelektualisme ini tidaklah jauh dari kepentingan untuk
mencapai kemapanan dalam praktik-praktik pendidikan,
dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan ini tidak
jauh dari kepentingan antar individu kearah pemahaman
yang luas.6
Dalam pendidikan kontemporer, Konservatisme
filosofis mengungkapkan diri sebagai intelektualisme
pendidikan dimana ada 2 variasi mendasar yaitu
Intelektualisme pendidikan (bersifat sekuler, dapat
diamati dalam pemikiran beberapa orang teoretisi
pendidikan kontemporer seperti Robert Maynard
Hutchins dan Mortimer Adler) dan Intelektualisme
teologis (yang memiliki orientasi yang tercantum dalam
tulisan para filsuf pendidikan Katolik Roma kontemporer
seperti William McGucken dan John Donahue).
Penerapan pendidikan intelektualisme ini
memerelukan kadar elitis intelektual dalam pendidikan
yang memerankan berjalannya sistem pendidikan, yang
kemudian harus membawa pendidikan ke ranah individu
yang mempunyai daya nalar tinggi di sekolah. Selain itu
salah satu caranya lagi ialah dengan menggunakan
metode pembelajaran yang tradisonal seperti ceramah,
tes, dan diskusi secara struktur yang diarahkan oleh guru.
Pada pembelajaran juga harus diarahkan oleh guru ,
namun guru juga harus berusaha untuk bekerjasama
dengan siswa secara alamiah rasional, sehingga murid

6
Ketut Wisarja, Ketut Sudarsana, Refleksi Kritis Ideologi
Pendidikan Konservatisme Dan Liberalisme Menuju Paradigma Baru
Pendidikan, Journal of Education Research and Evaluation, Vol. 1, No.4,
2017, 286.
19 | Sekolah Pendidikan Kritis II
tidak buta terhadap pengetahuan karena adanya
indoktrinasi dalam penyampaiannya.
c. Konservatisme Pendidikan
Pada dasarnya konservatisme adalah posisi yang
mendukung ketaatan terhadap lembaga dan proses
budaya yang telah teruji oleh waktu dengan didampingi
dengan rasa hormat yang mendalam terhadap hukum dan
tatanan sebagai landasan perubahan sosial yang
konstruktif. Ideologi Pendidikan Konservatif juga
memegang pemahan bahwa pendidikan lebih cenderung
dengan konsep meneruskan dan melestarikan keyakinan-
keyakinan serta praktik-praktik pendidikan yang sudah
mapan sebagai cara yang normal dan dianggap benar
untuk kehidupan sosial.7
Dalam ranah pendidikan seorang konservatif
beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah
pelestarian dan penerusan pola sosial serta tradisi yang
telah mapan. Ada 2 ungkapan konservatisme pendidikan
yaitu:
1) Konservatisme pendidikan religius, menekankan
peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan
membangun karakter moral yang tepat. Dalam hal
ini nilai-nilai religius yang diwariskan oleh agama,
budaya, dan warisan yang secara tradisi memiliki
nilai-nilai relogius terhadap peserta didik yang
mengarahan pada terbentuknya karakter yang
religius.
7
Richard Junior Kapoyos, Paradigma Pendidikan Seni Melalui
Ideologi Liberal dan Ideologi Konservatif dalam Menghadapi Revolusi
Industri 4.0, Jurnal Pertunjukan dan Pendidikan Musik, Vol.2, No. 1, 2020,
44.
20 | Sekolah Pendidikan Kritis II
2) Konservatisme pendidikan sekular, lebih ke
memusatkan pada perlunya melestarikan dan
meneruskan keyakinan dan praktik yang telah ada
sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup
secara sosial serta efektivitas secara kuat oleh
orientasi pendidikan yang bersifat Al-kitabiah dan
Evangelis (mendakwahkan agama). Konservatisme
sekular cenderung terwakili oleh para kritisi tajam
dari kalangan pendukung progresifisme dan
permesifisme pendidikan seperti James Koerner dan
Hyman Rickover.
3. Ideologi Pendidikan Liberal
Liberal atau liberalisme adalah suatu pandangan yang
menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak
dan kebebasan (freedom), serta mengidentifikasi problem
dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi
menjaga stabilitas jangka panjang.8 Bagi penganut liberalis,
pendidikan adalah usaha untuk melestarikan dan
meningkatkan mutu tatanan sosial yang ada dengan cara
mengajarkan pada setiap anak-anak bagaimana cara
mengatasi masalah-masalah kehidupannya sendiri secara
efektif. Pendidikan diperoleh melalui pengalaman (empiris)
dan terbentuk serta dipengaruhi oleh lingkungan
(behavioris). Menurutnya pendidikan harus bisa
menyesuaikan diri terhadap kondisi zaman dengan cara
memecahkan berbagai macam masalah internal melalui
reformasi diri secara “kosmetik”, seperti pengadaan sarana
prasarana yang memadai, menyeimbangkan rasio murid dan
guru, menciptakan metode pembelajaran yang efektif (cara
belajar siswa aktif, modul, remedial learning, learning by

8
Subagja, S. (Gagasan Liberalisasi Pendidikan. Malang) Madani.
Hal.13
21 | Sekolah Pendidikan Kritis II
doing, experimental learning), penataan manajemen sekolah
dan lain-lain Menyebutkan bahwa ideologi pendidikan liberal
ada tiga macam yaitu:

a. Liberalisme Pendidikan
Tujuan jangka panjang pendidikan menurut seorang
yang liberal adalah untuk melestarikan dan memperbaiki
tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar siswa
sebagaimana caranya menghadapi persoalan-persoalan
dalam kehidupannya sendiri secara efektif. Intensitas
liberalisme pendidikan berbeda-beda. Dari yang relatif
lunak yaitu liberalisme metodis dengan tokoh Maria
Montessori, ke liberalisme direktif (liberalisme yang
bersifat mengarahkan) yang barang kali sarat akan
muatan filosofis dari John Dewey, hingga ke liberalisme
non-direktif atau liberalisme laissez faire (liberalisme
pengarahan) yang merupakan sudut pandang dari A.S.
Neill atau Carl Rogers.
b. Liberasionisme Pendidikan
Liberasionisme sendiri adalah sebuah sudut pandang
yang menganggap harus adanya perombakan yang
berlingkup besar terhadap tatanan politik yang ada
sebagai cara untuk memajukan kebebasan individu dan
mempromosikan perujudan potensi diri secara maksimal.
Liberasiomisme pendidikan mencakup spektrum
pandangan yang luas, yang merentang dan
liberasionisme pembaharuan yang relatif bersifat
konservatif di pertengahan tahun 1960 an dalam berbagai
protes menuntut hak warga negara ke komitmen yang
kuat dan mendesak terhadap liberasionisme revolusioner
dengan seruan agar sistem pendidikan segera mengambil

22 | Sekolah Pendidikan Kritis II


peran aktif dalam menggulingkan tatanan politik yang
ada.
Bagi pendidik liberasionis sekolah harus bersifat
obyektif namun tidak sentral. Sekolah memiliki fungsi
ideologis bukan hanya mengajarkan bagaimana cara
berfikir efektif namun juga membantu siswa untuk
menemukan keputusan dalam menyelesaikan masalah.
Dengan kata lain liberasionisme pendidikan dilandasi
oleh sistem kebenaran yang terbuka yang mencakup
komitmen tertentu terhadap tindakan yang bersifat
obyektif. Puncaknya liberasionisme pendidikan adalah
orientasi yang berpusat pada problem atau aturan.
Namun juga memandang bahwa sekolah secara moral
berkewajiban untuk mengenali dan mempromosikan
program sosial konstruktif bukan hanya melatih pikiran
siswa.
Metode yang sering digunakan oleh penganut
liberasionisme pendidikan adalah metode hafalan untuk
mengasah intelektual siswa dan metode kedisiplinan.
Dilihat dari metode yang digunakan, maka Ideologi ini
menganggap bahwa manusia harus mengusahakan
pembaruan/perombakan pendidikan dalam ruang lingkup
besar, sebagai jalan menuju perluasan kebebasan
individual serta untuk mempromosikan perwujudan
potensi-potensi personal sepenuhnya.9
c. Anarkisme Pendidikan
Seorang pendidik yang anarkis seperti pendidik
liberal dan pendidik liberasionis umumnya menerima
9
Rofiqotul Aini. (Titik Temu Ideologi Pendidikan Islam Konservatif
dan Liberal). Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 2, No. 2, Desember 2017, hlm.
243
23 | Sekolah Pendidikan Kritis II
sistem penyidikan eksperimental yang terbuka
(pembuktian melalui pengetahuan dan penalaran ilmiah),
atau mau menerima pikiran-pikiran yang dianggap
selaras dengan sestem pendidikan semacam itu. Seorang
pendidik anarkis beranggapan bahwa perlunya
meminimalisir atau menghapus pembatasan
kelembagaan terhadap perilaku personal, membuat
masyarakat bebas lembaga. Sejalan dengan pemikiran
tersebut, pendekatan terhadap pendidikan terbaik adalah
pendekatan yang mengupayakan untuk mempercepat
perubahan humanistik yang berskala besar yang
mendesak dalam masyarakat dengan cara menghapus
sistem persekolahan. Seperti pemikiran Ivan Illich dan
Paul Goodman. Sudut pandang anarkisme pendidikan
meliputi anarkisme taktis (ingin melebur sekolah-sekolah
sebagai cara untuk membebaskan kekayaan sumberdaya
untuk keperluan yang mendesak) hingga ke anarkisme
utopis (yang memimpikan terciptanya masyarakat yang
secara mutlak terbebas dari segala pembatasan
kelembagaan).
Anarkisme pendidikan memiliki tujuan untuk
membawa perombakan perombakan dan pembaharuan
yang segera dan berlingkup (berskala) besar serta bersifat
humanistis, yaitu dengan cara menghapus sistem
pendidikan formal yang ada sekarang secara keseluruhan
dan menggantikannya dengan pola belajar yang
ditentukan sendiri oleh perorangan secara sukarela. Hal
ini dapat dilakukan dengan menyediakan akses yang
bebas dan universal ke bahan-bahan pendidikan sehingga
tidak menonjolkan adanya sistem persekolahan wajib.

24 | Sekolah Pendidikan Kritis II


MATERI III

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN

A. Pendidikan Kritis Paulo Friere


1. Riwayat Hidup Paulo Freire
Paulo Freire merupakan seaorang tokoh pendidikan
yang lahir di Brazil pada tanggal 19 September 1921 dari
pasangan Joaquim Temistocles Freire dan Edeltus Neves
Freire. Paulo Freire dilahirkan di dalam keluarga kelas
menengah di Recife, Brazil. Recife merupakan sebuah kota
pelabuhan di timur Brazil, di mana wilayah tersebut masih
dalam lingkup wilayah yang penuh kemiskinan dan
keterbelakangan. Keluarga kelas menengah dan juga wilayah
miskin inilah yang menjadi latar belakang dari pemikirannya
yang condong kepada rakyat miskin dan masyarakat
menengah kebawah.
Pada saat krisis ekonomi yang melanda Amerika
Serikat pada tahun 1992 juga mulai melanda Brazil, keluarga
Freire yang merupakan keluarga menengah mengalami
kejatuhan finansial yang amat hebat. Kejatuhan finansial ini
yang memaksa keluarga Freire untuk pindah ke Jabato pada
tahun 1931. Saat keluarga Freire mengalami kejatuhan
finansial ini menjadikan ia kerap kali merasakan kelaparan
pada usia sekolah.
Pada saat kondisi finansial keluargannya mulai membaik, ia
menyelesaikan sekolah lanjutan dan memulai pendidikannya
di Universitas Recife dengan mengambil fakultas hukum.
Saat dalam Univesitas, ia juga banyak belajar mengenai
filsafat dan psikologi bahasa. Setelah menyelesaikan
studinya, pada tahun 1944, Freire menikah dengan Elza Maia
25 | Sekolah Pendidikan Kritis II
Costa Olivera, yakni seorang guru sekolah dasar. Pada saat
itulah pemikirannya mengenai dunia pendidikan mulai
tumbuh.
2. Konsep Pendidikan Poulo Freire
Pendidikan menurut Paulo Freire haruslah
berorientasi pada pembebasan manusia dari rasa takut dan
rasa tertekat akibat penindasan yang dilakukan oleh para
penindas. Konsep yang ditawarkan oleh Freire ini, secara
ideal mestinya mampu menjadi solusi atas bentuk-bentuk
ketimpangan sistem pendidikan kita, baik secara teoritik
maupun praktik di lapangan.
Paulo Freire dalam bukunya “Pendidikan Kaum
Tertindas”, banyak mengkritik mengenai sebuah metode ajar
yang ia sebut sebagai metode pendidikan gaya bank. Menurut
Paulo Freire, Pendidikan gaya bank ini menganggap
pengetahuan merupakan sebuah anugrah yang di berikan oleh
orang yang mereka anggap berpengetahuan kepada orang
yang mereka anggap tidak berpengetahuan.
Pendidikan gaya bank ini menganggap orang lain
sebagai orang bodoh yang mutlak. Hal ini sama saja dengan
menganggap manusia sebagai makhluk yang gampang di atur
layaknya benda. Sama seperti ideologi penindasan lain,
pendidikan gaya bank ini berarti mengingkari pendidikan dan
pengetahuan sebagai proses pencarian.
Menurut Paulo Freire, dialog merupakan unsur yang
sangat penting dalam pendidikan, sehinga beliau
mengembangkan sebuah metode pendidikan baru yang beliau
sebut sebagai metode “Pendidikan Hadap Masalah”. Dalam
metode ini murid belajar dari guru dan guru belajar dari
murid, dan keduanya di anggap sebagai subyek pendidikan
dengan objeknya adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Guru
diposisikan seagai teman murid yang membantu merangsang

26 | Sekolah Pendidikan Kritis II


daya kritis bersama-sama keduanya mengembangkan
kemampuan mengerti secara kritis terhadap diri mereka
sendiri maupun dunia sekitar mereka.
Berbeda dengan pendidikan gaya bank yang
cenderung kaku dan statis, pendidikan hadap masalah ini
menganggap dunia bukanlah realitas yang statis, tapi metode
ini menganggap dunia merupakan sebuah proses untuk
“menjadi”, makhluk yang belum selesai, yang berada di
dalam kenyataan yang belum selesai pula.
Pendidikan hadap masalah, dimana guru dan murid
sama-sama mendiskusian mengenai realita, sehingga dari
pergumulan tersebut diharap dapat muncul sebuah kesadaran
dalam memandang realita, lalu dari kesadaran tersebut pula
diharapkan munculnya tingkah laku kritis di dalam diri
seseorang/anak didik. Paulo Freire sendiri membagi dan
mengelompokkan kesadaran setidaknya menjadi 4 kelompok
yakni:
a. Kesadaran Intansitif.
Kesadaran ini merupakan kesadaran dimana
manusia hanya terikat pada kebutuhan jasmani saja.
Manusia dengan kesadaran ini tidak sadar akan sejarah
dan tenggelam di dalam masa kini yang
menindas.dalam kesadaran ini manusia akan berhenti
pada konteks kebutuhan jasmani saja di mana hanya
memikirkan kebutuhan pangan.

b. Kesadaran Semi Intransitif.


Kesadaran Semi Intransitif ini kerap kali disebut
juga sebagai Kesadaran Magis. kesadaran ini terjadi
pada masyarakat berbudaya bisu, di mana
masyarakatnya tertutup. Di sebutkan pula yang
merupakan ciri dari kesadaran ini sifatnya yang

27 | Sekolah Pendidikan Kritis II


fatalistik, dimana mereka yakin bahwa hidup merupakan
sebuah jalan takdir dan meyikini juga bahwa yang
mereka alami merupakan takdir yang tidak dapat
dirubah. Mereka yang dalam kondisi kesadaran ini hidup
dalam kekuasaan orang lain dan menganggap hidup
mereka yang seperti itu merupakan sebuah takdir.
Dalam kesadaran semi intrasitif ini seorang
manusia akan terlalu pasrah dalam menjalani
kehidupannya dan manusia akan terbelengu dalam
sebuah pemahaman takdir yang seakan segala sesuatu
yang di lakukan dan terkait dunia akan berhenti,
bahwasanya semu itu adalah takdir dan proses seseorang
manusia akan berhenti dengan sebuah pandangan yang
terlalu pasrah dalam suatu kehidupan ini.kesadaran
konservatif lahir dalam sebuah paradigma konservatif,
paradigma ini menjelaskan bahwa ketidak sederajatan
manusia ini lahir dari proses yang alami dan tidak bisa
mengelak karena ini merupakan takdir tuhan.
Contoh nyata kesadaran semi intransitif ini adalah
masyarakat desa yang terbelnggu dalam penyikapan
kemiskinan. Fenomena kemiskinan ini pada umumnya
di anggap bawa ini merupakan takdir yangdi berikan
oleh tuhan kepada kita namun juga dapat di lihat bahwa
sebenarnya kemiskinan ini di akibatkan kesenjanagan
sosial yang terjadi dan juga tingkat pengangguran yang
juga cukup besa, hingga pada taraf ini manusia memiliki
anggapan yang di anggap semua sudah jalannya. Tentu
dalam kesadaran magis ini akan menjadi benalu untuk
masyarakat desa untuk dapat keluar dari jurang
kemiskinan.

28 | Sekolah Pendidikan Kritis II


c. Kesadaran Naif.
Kesadaran Naif merupakan kesadaran di
mana manusia sebenarnya mampu untuk
mempertanyakan mengenali realita. Namun orang
dengan kelompok kesadaran ini cenderung masih
memiliki sifat primitif dan naif seperti
mengidentifikasikan diri dengan elite, kembali ke
masa lampau, mau menerima penjelasan yang sudah
jadi, sikap emosi kuat, banyak berpolemik dan
berdebat tetapi bukan dialog.
Dalam taraf kesadaran ini manusia akan
sedikit lebih maju terkait pemikirannya bahwa
manusia ini telah sadar dan semua yang terjadi di
lakukan dari seseorang itu sendiri, seperti halnya dia
sudah paham bahwasanya ada permasalahan sosial di
lingkunganya namun belum bisa sepenuhnya untuk
memberikan solusi,contoh lainya seperti bahwa
seseorang itu sadar bahwa dia miskin dan dia sudah
seharusnya kaya namun juga tidak bisa tahu caranya
untuk kaya.

d. Kesadaran Kritis Transitif


Kesadaran Kritis Transitif ini merupakan
kesadaran tertinggi dari 4 kelompok kesadaran yang
disebutkan oleh Paulo Freire. Orang dengan
kesadaran ini bisa dilihat dengan berbagai ciri
kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya
diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan
menolak, pembicaraan bersifat dialog. Orang dengan
kesadaran ini mampu untuk merefleksi realita sekitar

29 | Sekolah Pendidikan Kritis II


dan menganalisa hubungan sebab akibat dari sebuah
masalah.
Seperti yang Paulo Freire sebutkan, bahwa
pendidikan dialogis atau hadap masalah di ciptakan
dengan tujuan membangun kesadaran manusia dalam
melihat realita. Pendidikan dipandang sebagai suatu
salah satu alat dalam upaya menyadarkan manusia
akan ketertindasan. Maka jelas bahwa Paulo Freire
dengan metode mendidikan hadap masalah ini
bertujuan agar anak didik dapat mencapai tingkatan
kesadaran tertinggi yakni kesadaran kritis transitif.

B. Lahirnya Teori Kritis , Institut Sosial Dan Madzab


Frankfrut
Istilah teori kritis tdak bisa lepas dari mazab frankfrut, yaitu
sekumpulan filsuf beraliran Marxis di abad XX an yang
berkontribusi langsung di institut penilian sosial (institut fur
socialforschung) yang berpusat di Frankfrut Jerman. Lembaga
sosial ini pertama didirikan oleh Felix Jose Weil, ialah anak
seorang pedagang gandum yang kaya raya juga putra dari
seorang sarjana ilmu Politik. Berkat bantuan finansial dari
Ayahnya Felix bisa mendirikan sebuah lembaga yang kusus
meneliti teory sosial di dalamnya, serta indepedensi dari
Universitas Frankfrut. Pembangunan institut sosial ini merupakan
satu-satunya proyek yang sukses bagi Felix dalam mendirikan
lembaga Pendidikan Radikal di Jerman. Atas putusan mentri
Pendidikan Jerman berupa dikeluarkanya dekrit resmi berdirinya
Institut sosial pada tanggal 3 Febuary 1923 institut sosial ini
resmi berdiri dan beroprasi.
Pendirian institut sosial merupakan gagasan lama bagi felix
weil, dalam pertemuan “firs marxist work week”, di tahun 1922

30 | Sekolah Pendidikan Kritis II


yang dihadiri banyak pemikir beraliran marxis diantaranya,
Georg Lukcas (aktifis Partai Komunis Hungaria), Karl Korsh
(aktifis Komunis Jerman), Freidrich Pollock (ahli ekonomi), dan
Karl Witt fogel (sejarawan) mendiskusikan keinginan para
pemikir kiri ini untuk menerbitkan sebuah buku dengan judul
marxism and Philosophy, Pendiskusian ini banyak menimbulkan
perhatian publik atas esensi diskusi yang dibuatnya ditimbang
dari beberapa pertemuan yang telah diadakan. Felix sebagai
seorang yang melopori adanya diskusi tersebut mengharapkan
pertemuan ini tidak terputus sampai disini, dengan kata lain
naiatan felix mengharapkan adanya ruang atau lembaga kusus
untuk berdiskusi, seperti menciptakan pusat study marxis
independen agar dapat bebas berdiskusi teory-teory sosial di
dalamnya. Niatan dari Felix itu menimbulkan perhatian kusus
dari berbagai pihak untuk menyetujui, kemudian Felix
memusatkan fokus finansial serta skemanya sebagai wujud upaya
merealisasikan berdirnya institut sosial.
Kekalahan revolusi Jerman dan kemenangan revolusi Rusia
menciptakan kondisi kacau di tatanan masyarakat Dunia, dari
perkembangan sosial masyarakat yang tidak stabil dipengaruhi
kondsi ekonomi yang naik turun menimbulkan hasrat besar bagi
para pemikir marxis terkusus para Western Marxism (gerakan
pemikir sosial yang lebih luas dengan reintepretasi beragam),
untuk terciptanya wadah kusus yang mengkaji ulang teory sosial.
Karena dirasa teory sosial (marxis) ini belum mencapai kasta
sempurna, masih memerlukan pengejawemtahan kembali antara
teory, pengaplikasianya serta pengkontekstualisasianya terhadap
zaman yang berbeda dalam menghadapi kapitalis berwajah baru.
Pada awal beroperasi di tahun 1923-1933 Institut sosial
mengalami banyak variasi dalam corak penafsiran penelitian,
sama sekali belum bertendensi terhadap paradigma pemikiran
apapun terkusus pemikiran marxis, walaupun nantinya sudut

31 | Sekolah Pendidikan Kritis II


pandang marxis ini dipakai dalam paradigma kritis terhadap
penelitian di institut sosial ini. Dibawah pimpinan direktur
pertama Carl Gunberg (seorang sarjana ekonomi), setelah sahnya
menjadi direktur dikukuhkan pada tahun 1924, Grunberg
mengemukakan corak pandang akan pembawaan institut berbau
marxisme. Metode-metode pendekatan penelitian yang dilakukan
di institut mulai menemukan tendensi tersendiri terhadap
konsepsi marxis. Pandangan marxis ini, terus di digunakan oleh
peneliti di institut hingga pada pensiunya Carl Grunberg akibat
penyakit yang diteritanya di Tahun 1929.
Sekitar tahun 1933-1950 para tokoh institut berada
dipengasinganya di Amerika dalam kurun waktu yang lama
tokoh institut frankfrut mengalami kemandirian dalam kerja-
kerjanya. Pada saat itu, pendekatan pikiran kritis neo hegelian
mulai menghilmai lagi, reinterpretasi ide-ide dan juga penilitian
berbau marxis dikembangkan begitu pesat ketika direktur institut
diambil alih oleh max hokeimer di tahun 1930. Kemunculan
instrumen filsafat dan psikoanalisis yang juga memberikan
dampak besar bagi kerja-kerja institut dan juga awal gerbang
konsepsi elaborasi terory kritis yang sistematis.
Di tahun 1950 institut kembali dari pengasinganya ke Jerman
gagasan mengenai”teory kritis”pun sudah menjadi bentuk arus
pemikiran utama bagi tokoh-tokoh institut, dan mulai saat itu lah
“MAZAB FRANKFRUT” memerankan perananan dalam
memengaruhi pemikir sosial Jerman. Pengaruh itu tidak hanya
berkutat di Jerman namun, juga menyebar luas ke seluruh Eropa
dan Amerika serikat. Kondisi yang merebak luas ini sering
disebut sebagai masa “new left” (kiri baru). Masa kebangkitan
arus pikiran maxis dan juga metode pendekatan baru demi
menjawab masalah kondisi sosial.
C. Tokoh Madzab Frankfrut Dan Kritiknya
1. Marx hokheimer

32 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Max Horkheimer merupakan seseorang filsuf
Jerman dan juga pelopor pendirianya madzab frankfrut yang
menjadikan arus pemikiran kritis menjadi icon di institut
frankfrut. Sebagai salah satu filsuf generasi pertama
Mazhab Frankfurt Ia lahir dalam 14 Februari 1895 pada
Stuttgart, Jerman, & meniggal dalam 7 Juli 1973 pada
Nuremberg, Jerman.
Pemikiran Kritis yang menghujani positivis habis-
habisan memberikan sumbangsih besar diawal karirnya
bersama mazab frankfrut. Seperti yang tertulis di karya esai
hokeimer bersama adorno “traditional and critical theory”.
Kritikan hokeimer akan kemajuan teori tradisional yang
berhasil muncul ulang ”filsafat positivis dan empiris” dengan
cirihas signifikanya mengawali panasnya pemikiran kritis di
abad 20 an. Pemikiran positivis yang menerima akan fungsi
ilmu dalam melihat fakta rupanya malah memenjarakan rasio
ke dalam varible terbawah. kegelisahanya hokeimer terutama
terletak pada penyampurannya teori positvis ke dalam kajian
ilmu. Dengan demikian lmu sosial disamakan dengan ilmu
alam.(Tom Bottomore, 2019)
Gejolak industrialisai di abad 18, membawakan efek
berkepanjangan bagi perjalanan ilmu. Rasio yang seharusnya
individualis memperlihatkan fakta benar dan salah, seakan
terkontaminasi oleh budaya produksi industri. Penggunaan
pola fikir kelompok sosial beraliran “positivis atau empiris”
yang memanfaatkan situasi sosioal, rupanya telah
mensubordinasikan rasio kepintu lorong industri.
Kritik-nya hokheimer dalam melihat kejadian
semacam ini “Positivis dan empiris” lah sebagai virus besar
bagi kesehatan intelektualitas yang mengakibatkan
terpisahnya antara pengetahuan dan dunia praksis, teknologi
33 | Sekolah Pendidikan Kritis II
dan humanism.(Tom Bottomore 2019) Karateristik rasio
yang sehusnya sebagai motorik dalam menyelesaikan
problematik sosiologis kian menjadi budak pelayan egoisme
kebutuhan manusia. Gerusan kapitalis juga, terhadap
masyarakat mutakhir telah menjadikan musuh semu tak
terlihat, pergerakanaya yang perlahan membius akal sehat
masyarakat atas jajahan terhadap kenaluriahanya. Fungsional
akal untuk memilah mana ini bentuk jajahan, dan mana ini
keharusan sangat bias.
Ternyata keruntuhan sistem foadalism, tidak
membuat runtuhnya kebebasan kelas borjuasi dalam ekspansi
kapitalisnya. Produk pemikiran rasio yang kontras terhadap
kepentingan kapitalis (pemilik modal) mulai dilenyapkan,
agar tidak menjadikan penghambat jalan kebebasan
kepentinganya. Alhasil dalam pengamatan hokheimer ilmu
digunakan sebagian kaum dalam upaya pelanggengann
produksi industrial. Dalam corak masyarakat kapitalis, ilmu
diproyeksikan kapitalis menjadi penyuplay hegemoni kapital
atas masyarakat. Dengan munculnya teknologi-teknologi
berdaya ekploitatif semu, menjadikan ilmu malah
membelenggu manusia bukan menjadi instrumen pembasan
bagi manusia.(Sindung Tjahyani, 2007)
Dalam konteks ini ilmu justru mematikan rasio
dalam suatu proses sosial seperti halnya kemajuan tekhnologi
yang di sini akan membawa seorang manusia yang lahir dari
ketidaktahuan teknologi lalu dia dapat memahami teknologi
itu sendiri, dan menjadikan ketergantungan seseorang
terhadap teknologi yang disitu justru akan memenjarakan
rasio seseorang, tidak dapat memahami suatu realita dengan
pemikirannya yang seharusnya di kembangkan.
2. THEODOR ADORNO (Theodor Ludwig Wiesengrund
Adorno)

34 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Adorno merupakan seseorang filsuf, musikolog,
sekaligus sosiolog berkebangsaan Jerman. Ia lahir dalam 11
September 1903 & meninggal dalam 6 Agustus 1969 dalam
usia 65 tahun. Tidak terkenal seperti tokoh madzab frankfrut
lainya, adorno mengawali karirnya di institut frankfrut
bersama hokeimer dan juga sebagai mitra kerjanya. Mereka
banyak menorehkan karya selama masa berkarirnya di
madzab frankfrut. Tulisan kritikan merka seperti cakrawala
cikal bakal teori kritis nantinya. Komunikasi serta
kontribusi adorno terhadap madzab frankfrut bersifat
informal hinnga pada tahun 1938.(Tom Bottomore 2019)
Salah satu sumbangannya menjadi anggota mazhab
Frankfurt terhadap kondisi sosiolgis terkini merupakan
kritiknya dalam masyarakat terkini(mutakhir) menjadikan
bentuk penindasan terhadap individu yang dilakukan
kapitalisme. Pemikiran Adorno merupakan mengenai
interaksi manusia terhadap lingkungan.(Fatiha Firdaus)
Adorno mengungkapkan pemikiran kritriknya termuat dalam
esai-esai hokheimer yang bertujuan awalnya menjadi anti
tesisnya terhadap pemikiran karl popper. Karl popper yang
dituding adorno sebagai positiv mengelak akan klaim
adornro terhadapnya. Popper menganggap pemikiranya yang
kritikus positivisme dalam wina lingkaran realis. Dalam
perdebatan argumentasinya adorno hanya sedikit dalam
memperhatikan tesisnya Popper tentang jobdis teori sosial.
Penekanan adorno kemudian lebih memberikan perhatianya
terhadap kajian filsafat dan motodologi santifik. alhasil
pemikiran adorno telah merombak dan memberikan
pembaharuan terhadap modivikasi pemikiran kritis mazab
frankfrut. Dengan metode “Dialektika Negativ” adorno
mengemukakan pandangan pemikiran kritisnya sebagai
kekritisan yang murni, yang tidak ada tendensi kon

35 | Sekolah Pendidikan Kritis II


sepsi positifis di dalamnya. Alternatif pemikiran
adorno sebagai solusi terhadap masyarakat bisa di
reorentasikan dalam wujud ke absolutan lebih berkaitan
dengan epistimologisnya. Pandangan konsepsi dunia sebagai
konstelasi objek empiris dapat dipahamai secara memadai
dengan konsep yang ada. Kemudian, gagasan itu, tidak
menempatkan fakta idividu secara menyeluruh. (Tom
Bottomore, 2019)
Dalam pemikiran dari adorno ialah tentang hubungan
manusia degan sekelilingnya dan yang terkait
dengannya.adorno menjelaskan bahwa manusia menjadi
rakus dengan teknologinya seperti halnya adanya mesin
penebang pohon yang membuat manusia semakin mudah
untuk penebangan pohon dan manusia menjadi rakus untuk
mengambil sumber daya lingkungan hidup dengan
tekhnologi yang dimilikinya dan ini yang dinamakan adorno
sebagai “negatifitas total” yang di mana kondisi ini
mencerminkan bahwa lingkungan kehidupan menguasai
manusia hingga berdampak kerusakan sekitar yang harus di
tanggung oleh manusia itu sendiri.
3. HIBERT MARCUSE
Marcuse lahir di Berlin pada 19 juli 1898, dengan keturunan
yahudi yang mengikatnya berangkat dari kelurga yang
menengah marcuse besar belajar di Universitas Berlin dan
Unifesrsitas freidburg. Berawal dari sini marcuse
mempelajari berbagai filsafat dan meraih gelarnya doctor di
Universitas Freidburg.perkenalanya marcuse dengan filsuf
Edmund Huserl dan martin Heideger menjadi awal
pergelutanya marcuse dengan dunia filsafatnya. Perjalanan
dengan kedua filsuf ini memberikan dampak yang baik bagi
marcuse. Di bawah bimbingan Huserl marcuse berhasil
menuntaskan skipsinya dengan judul” Hegels Ontologie und

36 | Sekolah Pendidikan Kritis II


die Grunlegung einerTheorie der Geschichlichkeit” namun
kedua pengaruh besar yang dominan itu, tidak membuat
Marcuse memilikinprmikiran yang sama persis. Marcuse
besar lebih memiliki simpati terhadap pemikiran yang ke
kiri-kirian hal itupun, mengakibatkan pola hubungan
bersama Heideger renggang di akhir studinya.( Agus
Darmaji, 2013)
Kiprahnya terhadap ke kritisanya marcuse dapat dilacak
kecika marcuse bergabung dengan mazab frankrut. Dengan
banyak hasil karya marcuse bersama mazab frakfrut terhadap
kerja analisis terhdap masyarakat muthakir. Reason and
revoliton dan Eros and Civilition merupakan bentuk
sumbangsih Marcuse bersama mazab frankfrut. Walaupun,
ditahun 1940an Marcuse tidak lagi tercatat sebagai anggota
yang formal di dalmnya. Corak pemikiran filsafat yang
sistematis marcuse memunculkan kontribusi besar bagi
mazab frankfrut atas intepretasi pemikiran marx. Setelah
kejadian Revolusi Bolsevik para cendikiawan Mazab
Frankfrut terutama Marcuse melakukan kajian ulang atas
pemikiran Marx yang dianggap sudah banyak
diselewengakan bagi politisi. Alur arah yang sistematis
berusaha membukakan fakta objektif dan ilmiah atas
penyelewengan ajaran marx tersebut.( Agus Darmaji, 2013)
Kritikaan Marcuse terhadap masyarakat modern
yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang pesat.
Walaupun sebuah teknologi yang maju bisa menjadi
parameter untuk melihat kemajuan masyarakat dengan
adanya teknologi yang menjadi instrumen pembantu
kebutuhan manusia. Persoalan yang terjadi di masyarakat
modern adalah kelimpahan. Bagi Marcuse kondisi ini yang
terjadi mengakibatkan produktivitas kerja melimpah,
manusia bisa dengan luasa memenuhi kebutuhan hidupnya

37 | Sekolah Pendidikan Kritis II


hingga malah melakukan kejahatan dengan kebebasan
memenuhi hasrat dunianya sendiri dalam sektor ekonomi.
Pandangan sinis ditujukukan marcuse terhadap kaum buruh
yang larut dalam kondisi konformistis ini, akan eksploitasi
kesadaran nalurinya yang terbentuk oleh budaya seperti ini.
Penuelundupanya marcuse terhadap pemikiran
Freudian untuk senjata dalam menganalisis kondisi
sosiologis masyarakat mutahir kiranya memang di perlukan.
Bagi marcuse ajaran Freudian ini bisa dinamis dan juga
memiliki korelasi terhadap pemecahan masalah sosilogis.
Posisi psikogi dan juga sosiologi ini bisa saling
diperdebatkan namun, juga harus saling memperngaruhi.
Itulah marcuse berusaha memasukan ajaran psikoanalisi
Freudian unutuk menjebatani dan merealiasaikan
emansipatoris ajaran marx yang dirasa belum terwujud.
Marcuse menilai perhatian kaum buruh di era marx berbeda
dengan kaum buruh di era modernitas industri. Intepretasi
mengunakan freudian memungkinkan memunculakan corak-
corak pembebasan yang juga membebaskan atas kondisi
psikis yang selama ini masuk kepada kesadaran palsu.
Gagasan marcuse dengan kondisi yang seperti ini dengan
“one dimension man” masyarakat satu dimensi konsep
masyarakat satu dimensi menurut marcuse lebih
membahayakan dikarnekan kondisi keterperangkapan
manusia kedalam prinsip teknologi. Alhasil kemajuan
manusia diukur dengan kesamaan perluasan teknologinya.
Kesatauan antara produktifitas dan destruktifitas tak terlekan
lagi hingga merambat luas ke berbagai sektor tatanan sosia.
(Agus Darmaji, 2013)
Habert marcuse dalam bukunya one dimensional
man ,memiliki cita-cita untuk memberntuk masyarkat baru,
petama harus di beri kesadaran pada orang untuk mengurangi

38 | Sekolah Pendidikan Kritis II


rasa ingin berkuasa. Yang penting konsentrasi kekuasaan
harus di redakan . kedua sudah waktunya orang mengurangi
perkembangan yang berlebihan karena ini merupakan
kebutuhan yang palsu yang secara sering di lakukan secara
artifisial di bangkitkan oleh sistem produksi. Maka dari ini
manusia sudah seharusnya di beri kesadaran kritis, di sini
pula marcuse mengajukan serangkaian kritik terhadap ilmu
dan teknologi dengan lantang ia menyindir bahwa
masyarakat industri di rombak dan di bebaskan dari
kepalsual-kepalsuan.

4. JUGEN HABERMAS
Jurgen Habermas merupakan filsuf & teoritis social yang
lahir pada 18 Juni 1927 pada kota Dusseldorf, Jerman. Ia
adalah generasi ke 2 mazhab Frankfurt sekaligus profesor
filsafat Ketika Mazhab Frankfurt secara resmi telah lahir lagi.
Hebermas merupakan pelanjut tombak perjuangan
pendahulunya dalam meneruskan toritis kritis mazab
frankfrut. Pandangan hebermas menegenai teori kritis
bukanlah seperti teori ilmiah dengan sistematis
metodologinya seperti membuat tesis atas kejadian apapun.
Teori kritis beusaha mengupkan kejadian dibalik realitas
sosial yang terjadi untuk menemukan sebuah fakta objektif
yang mungkin kali masih adanya keabstrakan.
Seperti penerusnya pendahulu hebermas di lingkaran
teori kritis, hebermas bisa dikata penerus estafet perjuangan
tokoh-totkoh sebelumnya dalam peneragan antara teori kritis
dan prasisi lapangan. Menurut hebermas keterkaitan teori
atas praksisi lapangan menunjukan aktualisasi tersendiri
khususnya dalam jangka munculnya kritis sedniri. Dalam
hubungan interaksi manusia tidak bisa dipisahkan dengan
konsekuesi manusia satu dengan satunya akan tumbuh

39 | Sekolah Pendidikan Kritis II


hubungan komunikasi yang logis. Hal ini menunjukan setiap
manusia akan menalar sejauh mana dialogis yang terjalin ini
membangkitkan refleksi terhadap manusia.
Teori yang ditawarkan kepada rakyat berakhir
menggunakan perilaku yang pesimis. Namun, Jurgen
Habermas telah menghidupkan balik Mazhab Frankfurt &
melanjutkan balik teori kritis yang sebagai proyek menurut
para pendahulunya. Menurut Jurgen Habermas, teori kritis
bukanlah teori ilmiah, melainkan suatu metodologi yang
berdiri pada pada ketegangan dialektis antara filsafat & ilmu
pengetahuan (sosiologi). Teori krtis berusaha menembus
empiris sosial menjadi fakta sosiologis, buat menemukan
syarat yg bersifat trasendental yang melampaui data empiris.
Dapat dikatakan, Teori kritis adalah kritik ideologi. Jurgen
Habermas menambahkan konsep komunikasi ke pada teori
kritis tersebut yang menurutnya bisa merampungkan
kemacetana teori kritis yang ditawarkan sang pendahulunya.
Jurgen Habermas membedakan antara pekerjaan &
komunikasi (interaksi). Pekerjaan adalah tindakan
instrumental, jadi sebuah tindakan yang bertujuan buat
mencapai sesuatu. Sedangkan komunikasi merupakan
tindakan saling pengertian.
Jurgen Hubermas menawarkan teori kumunikasinya,
agar supaya manusia agar manusia bisa berkomunikasi
dengan baik ketika ingin memutuskan suatu hal apapun
dengan lawanya,tidak memutuskan sepihak tetapi hasil
diskusi kedua belah pihak. Untuk suatu komunikasi yang
lahir dan di butuhkan di ruang publik untuk sekedar
berdiskusi dengan baik, jujur dan benar hingga tepat
sehingga diskusi yang di hasilkan bisa produkti dengan hasil
yang bagus dan komprehensif.
D. Konsep Pendidikan Ivan Illich

40 | Sekolah Pendidikan Kritis II


1. Biografi Singkat Ivan Ilich
Ivan Illich adalah seorang filosof Austria. Di
samping itu, dia juga dikenal sebagai pastor dan aktivis sosial
yang kritis. Lahir di Wina pada 4 September 1926 dan
meninggal 2 Desember 2002. Dari dari pasangan Ivan
Illich Peter, yang berprofesi sebagai insiyur dan Ellen
née Regenstreif-Ortlieb. Illich menguasai kurang lebih
10 bahasa, di antaranya; Spanyol, Jerman (bahasa
asli), Italia, Perancis, Portugal, Inggris, Hindi dan
Yunani Kuno.Antara tahun1942-1946, dia
menghabiskan waktunya di Roma untuk mempelajari
histologi dan kristalografi di University of Florence
(Italia) serta teologi dan filsafat di Universitas Kepausan
Gregoriana serta mempelajari sejarah abad
pertengahan di Salzburg(Hansom, 2001). Illich tidak
mendapat pendidikan secara formal, hingga usia 24
tahun. Sejak kecil, dia memperoleh pendidikan secara
privat bagi dari guru-guru yang didatangkan ke
rumahnya maupun dari neneknya. Namun, interaksi
ilmiah dengan para cendekiawan, yang merupakan
sahabat ayahnya, sangat berarti bagi perkembangan
pemikirannya kelak. Di antara para cendekiawan itu ada
nama Jacques Maritain, seorang filosof dan Sigmund
Freud, psikolog. Baru kemudian tahun 1941, dia
mendapatkan pendidikan secara formal di Biara. Di usia 24
tahun. Gelar master bidang teologi dan filsafat
diperolehnya pada usia 24 tahun, dari Gregorian University
di Roma. Sedangkan gelar Philosophy Doctor(Ph. D)
diperolehya dari University of Salzburg (Palmer & Mardiana,
2010). Dia pergi ke New York Amerika Serikat pada tahun
1951, tepatnya di Puerto Rico. Meskipun hidup di tengah
imigran Irlandia, namun dia cukup produktif menghasilkan

41 | Sekolah Pendidikan Kritis II


beberapa karya. Kehidupan akademisnya semakin
gemilang, banyak penelitian dan seminar yang
diikutinya tentang Instituonal Alternative in a
Technolgical Society dengan fokus studi tentang Amerika
Latin, hal ini terjadi antara 1956-1976. Illich meninggalkan
beberapa karya, antara lain; Descholling Society, New
York, Harper & Row, 1971;Vernacular Gender, New
York, Pantheon Books, 1982;A Celebration of Awareness
(A Call for Institutional Revolution), New York,
Double Day, 1970;Medical Nemesis (The
Expropriation of Health), New York, Pantheon,
1973;Tools for Conviviality, (New York: Harper & Row,
1973); Energy and Equity,(New York: Harper & Row,
1974);Shadow Work, (London;Marion Boyers, 1981).10
Kemudian ia pergi ke Mexico, dan pada tahun 1956-1969 ia
menjadi salah satu pendiri Centre For Intercultural
Documentation (CIDOC) di Cuernavara, Mexico, dan sejak
tahun 1964-1976 ia mendapatkan suatu penghormatan untuk
memimpin seminar-seminar penelitian tentang Institusional
Alternative In a Technological Society dengan memfokuskan
studi-studi tentang Amerika Latin. Komitmennya pada
humanisme radikal menjadikan ia salah seorang hero bagi
kaum katolik kiri. Akibat sepak terjangnya banyak tidak
dimengerti oleh hirarki gereja dan lembaga-lembaga
konvensional serta ide-ide yang berlaku tentang apa itu
keutamaan sosial. Sejak tahun 1981, Ivan Illich menjadi
profesor tamu di Gottingen dan berlin di Jerman. Dan akhir
tahun 1982 ia mengajar di Berkeley, California, Amerika
Serikat.11
10
Daniel Mohammad Rosyid, ‘Belajar, Bukan Bersekolah : Agenda
Deschooling Untuk Indonesia Abad 21 : Kembali Ke Rumah’, 2013, 1–251.
11
M. Arfan Mu’ammar, ‘Gagasan Pendidikan (Sebuah Analisis Kritis)’, At-
Ta’dib, 3.2 (2016), 141–61.
42 | Sekolah Pendidikan Kritis II
2. Pemikiran Pendidikan Ivan Illich
Masyarakat masih mempercayai mitos-mitos seputar
sekolah dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: pertama, mitos
nilai terlembaga. Masyarakat belajar untuk membutuhkan
sekolah; belajar yang bernilai adalah hasil kehadiran kita
di kelas; nilai yang meningkat diukur dari ilmu pengeta-
huan yang diperoleh; nilai-nilai dapat diukur dan dicatat
melalui gelar dan ijasah. Kedua, mitos tentang pengukuran
nilai. Sekolah menginisiasi siswa ke dalam dunia mereka
bahwa segala hal adalah dapat diukur, termasuk prestasi
siswa; sekolah membagi berbagai mata pelajaran yang
hasilnya dapat diukur dengan standar internasional. Ketiga,
mitos pemaketan nilai-nilai: sekolah menjual kurikulum,
sehingga kurikulum berfungsi sebagai barang komoditas.
Keempat, mitos kemajuan yang berkesinambungan. Untuk
dapat maju, sekolah mengharuskan siswanya untuk selalu
naik ke tingkat yang lebih tinggi dengan kompetisi yang
lebih ketat.
Ivan Illich berpendapat bahwa kekaburan antara sekolah dan
pendi-dikan telah menyebabkan keyakinan popular yang naïf
bahwa pendidikan harus mahal, rumit, dan dipercayakan
hanya dilakukan oleh pendidik spesialis. Dengan
memonopoli keuangan dan sumber daya manusia untuk
pendidikan yang sebetulnya telah tersedia di masyarakat,
sekolah telah mengecilkan lembaga lain untuk ikut
dalam proses pendidikan. Untuk mengatasi persoalan
pendidikan formal tersebut, Ivan Illich mengusulkan
pembubaran sekolah formal, atau masyarakat harus
dibebaskan dari seko-lah (deschooling society). Selanjutnya

43 | Sekolah Pendidikan Kritis II


pendidikan lebih baik dilaksanakan oleh masyarakat sendiri
dalam bentuk jaringan pendidikan.12
Lebih tajam lagi kritik yang dilontarkan Ivan Illich
dalam Deschooling Society bahwa kebanyakan siswa dari
kalangan keluarga miskin secara intuisi mengetahui apa yang
telah dilakukan oleh sekolah-sekolah terhadap mereka.
Sekolah-sekolah membingungkan mereka tentang proses dan
substansi sehingga segala sesuatu menjadi kabur. Logika
baru diasumsikan bahwa semakin bagus usaha yang
dilakukan di sekolah semakin bagus pula hasilnya atau
semakin tinggi pula tingkat kesuksesannya. Pada giliran
berikutnya anak-anak disekolahkan untuk menjadi bingung
dan kabur tentang antara mengajar dengan belajar, antara
tingkat kemajuan dengan pendidikan, antara ijazah dengan
kompetensi dan antara kelancaran dengan adanya
kemampuan untuk menyatakan sesuatu yang baru. Imaginasi
anak dikarantina untuk menerima pelayanan dari tatanan
sesuatu nilai.13
Berdasarkan kondisi pendidikan sekolah di atas,
Illich mengagas konsep pendidikan tanpa sekolah.
Adapun konsep yang ditawarkan Illich sebagaiberikut:
Pertama, menghilangkan konsep batas umur dan usia
wajib sekolah. Tidak ada lagi masa kanak-kanak.
Masyarakat akan mampu menciptakan lingkungan yang
menyenangkan bagi kaum muda, jika mampu mengatasi
masa kanak-kanaknya(Illich, 2000).
Kedua, relasi guru dan murid. Kenyataan bahwa
orang belajar untuk mengetahui bagaimana cara hidup,

12
Muh. Hanif, ‘DESAIN PEMBELAJARAN UNTUK TRANSFORMASI SOSIAL (Studi Perbandingan
Pemikiran Paulo Freire Dan Ivan Illich Tentang Pendidikan Pembebasan)’, KOMUNIKA: Jurnal
Dakwah Dan Komunikasi, 8.2 (1970), 113–28 <https://doi.org/10.24090/komunika.v8i2.752>.
13
Zulfatmi Zulfatmi, ‘Reformasi Sekolah (Studi Kritis Terhadap Pemikiran Ivan Illich)’, Jurnal
Ilmiah Didaktika, 14.1 (2013), 221–37 <https://doi.org/10.22373/jid.v14i1.498>.
44 | Sekolah Pendidikan Kritis II
justru lebih banyak dilakukan di luar sekolah. Anak belajar
berbicara, merasa dicintai, bermain, bekerja sama, peduli dan
keterampilan hidup lainnya, dari lingkungan keluarga. Siswa
mempelajari sebagian besar dari yang seharusnya
diajarkan oleh gurunya, justru dari teman sebaya, dari
bahan bacaan sekunder dan praktik mandiri.Maka relasi
guru dan muridharus dibebaskan dari belenggu berkuasa
dan dikuasai(relasi yang membebaskan)(Illich, 2000).Ketiga,
memberi kesempatan kepada setiap orang untuk
mengakses sumber belajar secara mudah. Keempat,
memungkinan setiap orang yang memiliki suatu
pengetahuan berbagi kepada orang lain dengan mudah,
tanpa dibatasi formalisasi tertentu. Kelima,adanya jaminan
setiap orang atau pihak dapat berkontribusi dalam
pendidikan (Illich, 2000).14
Menurut illich wajib sekolah menimbulkan polarisasi
dalam masyarakat. Negara dinilai seperti kasta-kasta yang
drajat pendidikannya di tentukan jumlah rata-rata banyaknya
tahun pendidikan bagi warganya, kesempatan mendapatkan
pendidikan yang sama merupakan tujuan yang dapat di
laksanakan namun menyamkan dengan keharusan sekolah
sama halnya dengan anggapan keselamatan greja. Sekolah
telah menjadi gama yang di anut oleh proletar modern dan
memberikan janji-janji hampa dan keselamatan kepada kaum
miskin di zaman tekhnologi sekarang ini.

14
A Subkhan, ‘Relevansi Kebijakan Merdeka Belajar Terhadap Konsep Pendidikan Tanpa
Sekolah Ivan Illich’, At -Tarbiyat: Jurnal Pendidikan Islam, 04.03 (2021), 539–53
<http://jurnal.staiannawawi.com/index.php/At-Tarbiyat/article/view/314%0Ahttp://
jurnal.staiannawawi.com/index.php/At-'mpTarbiyat/article/download/314/246>.
45 | Sekolah Pendidikan Kritis II
MATERI IV

MARXISME PENDIDIKAN

A. Riwayat Hidup dan Latar Historis Pemikiran Karl Marx


(1818-1883):
Karl Marx, pelopor utama gagasan ―sosialisme
ilmiah‖ dilahirkan tahun 1818 di kota Trier, ayahnya ahli
hukum dan diumur tujuh belas tahun Karl Marx masuk
Universitas Bonn, juga belajar hukum. Belakangan dia
pindah ke Universitas Berlin dan kemudian dapat gelar
doktor dalam ilmu filsafat dari Universitas Jena. Entah
karena lebih tertarik, Marx menceburkan diri ke dunia
jumalistik dan sebentar menjadi redaktur Rheinische Zeitung
di Cologne. Tapi pandangan politiknya yang radikal
menyeretnya kedalam kesulitan dan memaksanya pindah ke
Paris. Disitulah dia mula pertama bertemu dengan Freidrich
Engels. Tali persahabatan dan persamaan pandangan
politiknya mengikat kedua orang ini selalu dwi tunggal
hingga akhir hayatnya. Karl Marx tak bisa lama tinggal di
Paris dan segera ditendang dari sana dan pindah ke Brussel.
Di kota inilah, tahun 1847, dia pertama kali menerbitkan
buah pikirannya yang penting dan besar The Poverty of
Philoshophy (Kemiskinan Filsafat).
Tahun berikutnya bersama dengan Freidrich Engels
mereka menerbitkan Communist Manifesto, buku yang

46 | Sekolah Pendidikan Kritis II


akhimya menjadi bacaan dunia. Pada tahun itu juga Karl
Marx kembali ke Cologne untuk kemudian diusir lagi dari
sana hanya selang beberapa bulan. Sehabis terusir dari sana-
sini, akhirnya Marx menyeberang selat Canal dan menetap di
London hingga akhir hayatnya. Meskipun hanya sedikit uang
dikoceknya berkat pekerjaan jurnalistik, Marx menghabiskan
sejumlah besar waktunya di London melakukan penyelidikan
dan menulis bukubuku tentang politik dan ekonomi (di
tahuntahun itu Marx dan familinya mendapat bantuan dari
Freidrich Engels kawan karibnya).
Jilid pertama Das Kapital, karya ilmiah Marx
terpenting terbit tahun 1867. Tatkala Marx meninggal di
tahun 1883, kedua jilid sambungannya belum sepenuhnya
rampung. Kedua jilid sambunganya itu disusun dan
diterbitkan oleh Engels berpegang pada cacatancatatan dan
naskah yang ditinggalkan Marx. Karya tulisan Marx
merumuskan dasar teoretis komunisme. Ditilik dari
perkembangan luar biasa gerakan ini di abad ke-20,
komunisme mempunyai pengaruh penting jangka panjang
dalam sejarah masyarakat.

B. Marxisme
Marx mempunyai pandangan bahwasannya dalam
pemikirannya ia meneruskan dan menyempurnakan ketiga
aliran ideologi yang pokok pada abad ke-19 yang kemudian
masing-masing muncul dari tiga negeri yang paling maju dari
umat manusia yaitu: filsafat klasik Jerman, Ekonomi Politik
Klasik Inggris dan Sosialisme Perancis yang dirangkaikan
dengan ajaran Revolusioner Perancis. Hal yang pokok dalam
ajaran Marx ialah penjelasan tentang peranan sejarah yang
meliputi seluruh dunia dari pada proletariat sebagai pembina
masyarakat Sosialis. Marxisme merupakam metode analisa,

47 | Sekolah Pendidikan Kritis II


bukan analisa teks-teks, namun merupakan analisa relasi-
relasi sosial. Marxisme adalah filsafat yang berawal dari
tulisan-tulisan Marx. Dalam arti sangat luas, Marxisme
berarti ajaran Karl Marx.
Marxisme dalam arti ini mencakup materialisme
dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada
kehidupan sosial. Dalam arti agak lebih sempit, sebagian
orang memahami Marxisme sebagai sejauh menyangkut
materialisme historis. Dalam arti sangat sempit, Marxisme
adalah kritik tajam atas kapitalisme (meskipun dalam
pengartinnya seringkali keliru) yang melanjutkan dasar
filosofis materialisme dialektis dan materialisme historis.
Menurut pandangan ini, sejarah manusia merupakan sejarah
perjuangan kelas dan negara hanya merupakan alat yang
digunakan kelas yang berkuasa untuk menindas seluruh
oposisi.
1. Komponen Dasar Marxisme
a. Filsafat Materialisme:
Filsafat yang dipakai Marxisme adalah
materialism. Marx memperdalam dan memperkaya
materialisme dengan penemuan-penemuan dari
filosofi klasik Jerman, khususnya dari pemikiran
dialektika Hegel, yang kemudian mengarah kepada
pemikiran materialism Feuerbach. Marx
memperdalam dan mengembangkan filosofi
materialisme sepenuhnya, serta memperluas
pengenalan terhadap alam dengan memasukkan
pengenalan terhadap masyarakat manusia.
Filosofinya Marx merupakan filosofi materialisme
terapan, yang mana membekali umat manusia,
khususnya kelas pekerja, dengan alat-alat
pengetahuan yang ampuh.

48 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Bahwa dalam pemikiran marx mengenai
materialisme ini manusuia mendapatkan
keterasingan atau aleniasi dalam tindakan sosial
yang kemudian berasal dari idea, dan untuk
menguraikan dan menyelasiakannya berakhir pada
hal yang bersifat materi, maka dalam proses
perubahan sosial oleh kaum pekerja atau kaum
tertindas objek materi yang bermuara pada
pengetahuan dan usaha sosial yang menjadikan
keterasingan tadi dapat diselesaikan dan praktik
penindasan merupakan orientasi dari perjuangan
kelas.

b. Kritik Ekonomi Politik:


Sistem ekonomi merupakan fondasi, yang di
atasnya suprastruktur politik didirikan. Das
Kapital, merupakan hasil studinya yang
mendalam terhadap sistem ekonomi modern:
kapitalisme. Ekonomi politik yang klasik,
sebelum Marx, berkembang di Inggris, negeri
kapitalis yang paling maju saat itu. Adam Smith
dan David Ricardo, dengan investigasi mereka
terhadap sistem ekonomi, meletakkan dasar-
dasar dari teori nilai kerja. Marx melanjutkan
karya mereka, ia menguji teori itu dan
mengembangkannya secara konsisten. Ia melihat
bahwa nilai dari setiap komoditi ditentukan oleh
kuantitas waktu kerja yang diharuskan secara
sosial, yang digunakan untuk memproduksi
komoditi itu. Jika para ahli ekonomi borjuis
melihat hubungan antar-benda (pertukaran antar-

49 | Sekolah Pendidikan Kritis II


komoditi), Marx memperhatikan hubungan antar
manusia
c. Doktrin Sosialisme-Komunisme dan Perjuangan
Kelas:
Ketika feodalisme tersingkir, dan masyarakat
merdeka kapitalis muncul di dunia, maka
muncullah suatu sistem untuk penindasan dan
eksploitasi terhadap golongan pekerja. Berbagai
doktrin sosialis segera muncul sebagai refleksi
dari dan protes terhadap penindasan ini. Filosofi
materialisme yang dipaparkan Marx
menunjukkan jalan bagi proletariat untuk bebas
dari perbudakan spiritual yang membelenggu
setiap kelas yang tertindas hingga kini. Teori
ekonomi yang dijabarkan Marx menjelaskan
posisi sebenarnya dari proletariat didalam sistem
kapitalisme.

2. Filsafat Meterialisme
Filsafat yang menyatakan bahwa dunia ada
dengan tidak bergantung kepada kesadaran, sensasi
atau pengalaman, materi adalah kenyataan yang
objektif yang diberikan kepada kita dalam sensasi.
Materi, alam yang jasmaniah adalah primer; dan
jiwa, kesadaran, sensasi kejiwaan adalah sekunder.
Perlu ditekankan bahwa materi dunia melahirkan
benda dalamn dirinya sendiri, yang diberikan dalam
sensasi tidaklah bergantung kepada sensasi, yaitu,
materi itu tidak bergantung kepada manusia dan
pengalaman manusia. Ajaran tentang tidak
bergantungnya dunia luar pada kesadaran (sensasi,
pengalaman) adalah dalil pokok daripada

50 | Sekolah Pendidikan Kritis II


materialisme. Materialime dalam konteks
pembahasan filsafat sering dilawankan dengan
idealisme, sebab kedua aliran (school) ini memiliki
kawasan yang bertitik pisah dan masing-masing
mempunyai ciri atau penganut dalam sejarah
kemanusiaan.
Materialisme yang juga lazim disebut serba
zat merupakan bagian dari filsafat metafisika dan
terutama ontologi. Zatlah yang menjadi sifat dan
keadaan terakhir kenyataan. Segala keadaan dan
kejadian berasal dari metari. Unsur dasar seluruh
kenyataan adalah zat. Tendensi akar materialisme
terlihat pada filosof Ionian, dan filsafat Yunani
Kuno. Materialisme adalah ajaran yang meletakkan
keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual
dalam metafisika, teori, nilai, fisiologi, epistemologi
atau penjelasan historis. Pada kutub ekstrem,
materialisme merupakan keyakinan bahwa tidak ada
sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran
(roh, kesadaran, jiwa) tidak lain adalah materi yang
sedang bergerak. Pada kutub ekstrem lainnya,
materialisme merupakan keyakinan bahwa pikiran
sungguh-sungguh ada tetapi disebabkan oleh
perubahan-perubahan material dan sama sekali
tergantung pada metari. Pikiran tidak memiliki
kedayagunaan kausal, juga tidak mutlak perlu untuk
berfungsinya alam semesta material. Duehring
mengembangkan suatu materialisme non-dialektis,
yang mendukung kapitalisme yang dimurnikan, dan
diserang balik oleh Marx ataupun Engels.
Dalam realita yang terjadi di masyarakat
adanya pemahaman bahwa dari suatu hal yang

51 | Sekolah Pendidikan Kritis II


dianggap ada itu terpisah dari yang materi berupa
penjelasan bentuk fisik dan imateril suatu hal yang
dianggap tidak mempunyai bentuk fisik, dalam
pemisahan pemahaman ini maka muncul pemikiran
bahwa segala yang dianggap ada baik itu berupa fisik
maupun tidak berbentuk fisik semua tersebut dalam
pandangan materialisme merupakan materi yang ada
di dunia ini. Maka dalam prakteknya hal yang
kemudian diperjuangkan bentuk nyata adanya
penindasan dalam kehidupan sosial, baik hal tersebut
dilakukan secara praksis dan nyata ataupun bentuk
tindakan yang tidak terlihat secara langsung, dalam
materialisme hal itu merupakan tindakan yang salah
dan harus diselesaikan melalui perjuangan kelas.

C. Jenis-Jenis Materialisme
1. Materialisme Rasionalistis: menurut materialisme
rasionalistis, seluruh kenyataan dapat dimengerti
seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah).
2. Materialisme Mitis atau Biologis: menyatakan bahwa
dalam peristiwa-peristiwa material terdapat misteri
yang mengungguli kita. Misteri itu tidak berhubungan
dengan suatu prinsip imaterial.
3. Materialisme Parsial: diajurkan oleh orang-orang yang
dalam bidang apapun mereduksikan unsur imaterial
atau formal pada sesuatu yang material dan karenanya
menyangkal adanya ciri khusus unsur imaterial atau
formal.
4. Materialisme Antropologis: muncul dalam dua bentuk.
Pertama, materialisme yang membantah adanya jiwa.
Jiwa disamakan dengan materi dan dengan perubahan-
perubahan fisik-kimiawi dengan materi. Kedua,

52 | Sekolah Pendidikan Kritis II


materialisme yang menyangkal adanya
ketidaktergantungan eksistensial jiwa pada materi.
5. Materialisme Dialektis: memadukan pandangan bahwa
yang nyata adalah materi sematamata disatu pihak
dengan dialektika‖ Hegel, dipihak lain. Penerapan
materialisme dialektis pada kehidupan sosial
menumbulkan materialisme historis.
6. Materialisme Historis: hakikat sejarah terjadi karena
proses-proses ekonomis.
Materialisme dialektis dan materialisme historis
menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang berkenaan
dengan sejarah rohani dan perkembangan manusia,
hanya merupakan akobatakibat dan refleksi-refleksi
ekonomis manusia.
D. Kritik Sosial dan Perjuangan Kelas
Prinsip marxisme jika dikaitkan dengan masalah
pendidikan akan menunjukkan bahwa pendidikan sebagai
proses historis dalam kehidupan manusia ditentukan oleh
perkembangan masyarakat yang pasti juga ditentukkan oleh
kondisi material-ekonomis yang berkembang. Jika
diibaratkan sebagai sebuah bangunan, Marx menempatkan
pendidikan pada struktur atas (supra struktur) dimana pada
struktur atas tersebut juga terdapat elemen lain dari
masyarakat seperti politik, agama, keluarga, media massa,dll.
Bangunan tersebut tentu juga memiliki struktur fondasi
(basis struktur) yang berfungsi menyangga (menentukan)
struktur atas bangunan tersebut, Marx menemukan bahwa
ekonomi merupakan pondasi dalam perkembangan
masyarakat.
Marxisme yang bersandar pada materialisme
histroris adalah suatu cara pandang yang mencoba untuk
mengaitkan produksi dan reproduksi kebudayaan dengan

53 | Sekolah Pendidikan Kritis II


organisasi kehidupan materi. Jadi kebudayaan merupakan
suatu kekuatan jasmaniah yang terikat pada produksi
sejumlah kekuatan material eksistensi yang ditata secara
sosial yang ada di bawah kondisi sejarah yang pasti. Karl
Marx menuliskan:
“Cara produksi kehidupan materi menentukan
karakter umum proses sosial, politik dan spiritual
kehiidupan. Bukan kesadaran manusia yang menentukan
kondisi mereka, tetapi kondisi sosial lah yang menentukan
kesadaran mereka”.
Meskipun demikian bukan berarti Marx mereduksi
segalanya menjadi persoalan
ekonomi, seperti yang ditunjukan oleh para penentang
marxisme yang tidak jujur dan naif. Materialisme yang
dialektik dan historis memperhitungkan sepenuhnya gejala-
gejala seperti agama, seni, ilmu pengetahuan, moralitas,
politik, tradisi, karakter nasional dan berbagai perwujudan
dari kesadaran manusia. Akan tetapi, bukan hanya itu,
marxisme juga menunjukan hakikat dari gejala-gejala itu dan
bagaimana mereka terhubung dengan perkembangan nyata
dari masyarakat, yang pada ujung analisanya jelas tergantung
pada kemampuannya untuk mereproduksi dan
mengembangkan kondisi material untuk mempertahankan
keberadaanya. Tentang hal ini Engels menulis:
Menurut pandangan materialis terhadap sejarah,
penentu akhir dalam sejarah adalah produksi dan reproduksi
dari kehidupan keseharian. Yang lebih dari ini baik Marx
maupun saya, tidak lah sepakat. Dengan demikian, jika
seseorang memutarbalikkan hal ini dengan menyatakan
bahwa unsur ekonomi unsur penentu satu-satunya, ia
mengubah posisi ini menjadi suatu frasa yang tidak
bermakna, abstrak, dan tidak masuk akal. Situasi ekonomi

54 | Sekolah Pendidikan Kritis II


adalah basis, tapi berbagai unsur dalam suprastruktur,
bentuk-bentuk politik dari perjuangan kelas dan hasil-
hasilnya, akan mencerminkannya: konstitusi yang disusun
oleh kelas yang berkuasa setelah menang dalam perjuangan
kelas, dsb., bentuk-bentuk peradilan dan berbagai pemikiran
yang timbul di benak para pelaku perjuangan kelas ini secara
politik, aturan hukum teori filosofis, pandangan religius, dan
pengembangan pemikiran-pemikiran ini lebih lanjut ke
dalam dogma-dogma. Semua ini menunjukan pengaruh
mereka ke dalam perjuangan kesejarahan, dan dalam
berbagai kasus merupakan faktor dominan dalam
menentukan teori filosofis, pandangan religius, dan
pengembangan pemikiran-pemikiran ini lebih lanjut ke
dalam dogma-dogma. Semua ini menunjukan pengaruh
mereka ke dalam perjuangan kesejarahan, dan dalam
berbagai kasus merupakan faktor dominan dalam
menentukan bentuk perjuangan yang diambil.15

E. Keterasingan Dan Emansipasi Manusia


Marxisme membangun konsep filosofisnya tentang
manusia dan masyarakat dengan berangkat dari penolakanya
terhadap idealisme Hegelian. Marxisme mengangap bahwa
persepsi, ide, pandangan dan teori merupakan refleksi dan
bayangan dari yang menyimpang dari praktik. Menurut
Marx, manusia harus membuktikan kebenaran, misalnya
realitas dan kekuasan, keduniawian dari pemikiranya dalam
praktik. Praktik, dalam arti keterkaitan langsung manusia
dengan realitas dan alam material, adalah kriteria kebenaran,
karena ia mendasari pengetahuan tentang realitas dank arena

15
Karl Marx dan Frederick Engels, Selected Correspondance,
Letter to Bloch, 21-22 September 1890, dikutip dalam Allan Wood, Reason
and Revolt (Yogyakarta: IRE Press,2006)
55 | Sekolah Pendidikan Kritis II
hasil dari proses kognitf direalisasikan dalam aktivitas
material, obyektif manusia.
Marx meletakkan dasar emasipasi atas keterasingan
manusia pada tiga hal: Pertama, emansipasivatas
keterasingan manusia Karl Marx berangkat dari kritik
terhadap hukum negara Hegel. Hegel
melukiskanvmasyarakat sebagai kacau balau, sebagai bellum
omnium contra omnes (perang semua lawan semua) karena
satu-satunya hukum batinnya adalah pemuasan kebutuhan
individu-individu. Masyarakat semacam itu mesti
menghancurkan diri sendiri karena semua anggota hanya
mencari kepentingan egois mereka masing-masing. Oleh
karena itu masyarakat tidak boleh dibiarkan begitu saja,
tetapi harus ditampung oleh negara.
Maka, Hegel menganggap negara sebagai realitas
dan tujuan masyarakat yang sebenamya sedangkan keluarga
dan masyarakat luas ini merupakan unsur-unsmya. Anggapan
itu dikritik oleh Marx, pertama, Hegel memutar balikkan
tatanan yang sebenarnya. Bukan negara sebagai subyek yang
unsurunsurnya adalah keluarga dan masyarakat luas,
melainkan keluarga dan masyarakat luas adalah
pengandaian-pengandaian negara. Dengan sarkasme tajam
Marx menulis: "Logika ini bukan unuk membuktikan negara,
melainkan negara dipakai sebagai bukti logika". Marx
mengkritik bahwa masyarakat luas merupakan realitas yang
terpisah dari negara. Masyarakat hidup dalam dunia
skizofren: Dalam masyarakat luas ia hidup sebagai individu
egois terisolasi, sedangkan hakikat sosialnya terpisah
daripadanya dijadikan negara yang menghadapinya sebagai
kekuatan represif. Manusia harus memecahkan hakikatnya,
eksistensi negara sebagai pemerintah selesai tanpa anggota

56 | Sekolah Pendidikan Kritis II


masyarakat, dan eksistensinya dalam masyarakat luas selesai
tanpa negara".
Marx mengkritik Hegel pada dua hal;
1. Bahwa ia memutarbalikkan subyek dan obyek: Hegel
menyatakan negara sebagai subyek dan masyarakat
sebagai obyek, padahal kenyataan adalah kebalikannya,
2. Hegel hendak mengatasi egoism masyarakat melalui
negara sebagai penertib, hal ini berarti bahwa kesosialan
(anti-egoisme) tidak masuk kembali kedalam
masyarakat, melainkan hanya dipaksakan dari luar
kepadanya oleh negara; padahal yang perlu adalah
mengembalikan kesosialan manusia sendiri.
Kedua, emansipasi atas keterasingan manusia Karl
Marx berangkat dari kritik terhadap agama. Gagasan Karl
Marx tentang kritik terhadap agama bertolak dari pemikiran
Feurbach (1804-1872). Feurbach memandang Hegel sebagai
puncak rasionalisme modern, tetapi dalam suasana semacam
ini dominasi agama tetap mewamai kehidupan sehingga
dunia materi khususnya "manusia" tidak ditempatkan pada
martabat semestinya. Feurbach menggariskan filsafatnya
dengan corak materialistis, tetapi nama yang lebih disukainya
adalah filsafat organisme. Kecenderungan ini timbul karena
Feurbach pun tidak setuju dengan paham materialisme kasar
yang dikembangkan oleh penganut materialisme
mekanismenurut Marx materialisme Feurbach tetap vulgar
karena manusia sehakikat dengan mesin. Pada bagian ini
Marx menentang paham Feurbach, karena manusia tidak
semata tergantung pada kondisi materi, tetapi pada kondisi
sosial, yaitu hidup dalam masyarakat 'social being that it, the
live of community". Disini Feurbach telah mengabaikan
corak historis serta hubungan sosial manusia. Bagi Marx
agama hanyalah pemyataan radikal manusia yang menjadi

57 | Sekolah Pendidikan Kritis II


korban sistem ekonomi yang tidak manusiawi, manusia
terasing secara sosial. Kritik agama bagi Marx, adalah
sekunder. Yang seharusnya dikritik adalah keterasingan
nyata manusia dalam masyarakat modem. "Kritik surga
menjadi kritik bumi, kritik agama menjadi kritik hukum,
kritik teologi menjadi kritik politik". Tuntutan emansipasi
manusia berubah membawa Marx secara konsekuen ke kritik
masyarakat
Ketiga, emansipasi dari keterasingan manusia Karl
Marx berangkat dari kritik terhadap masyarakat kapitalisme.
Terjadinya masyatakat borjuis erat kaitannya dengan
kapitalisme. Hakekat masyarakat borjuis adalah uang,
"pelacur umum, makcomblangnya orang-orang dan bangsa-
bangsa". Uang menjadikan manusia menjadi budak, yang
tergantung, yang ditentukan dari luar. la menjadi komoditi.
Emansipasi berarti penghapusan masyarakat seperti itu. Oleh
karena itu masyakat kapitalis berdasarkan hak milik pribadi
atas alat-alat produksi, emansipasi menurut Karl Marx hanya
dapat tercapai kalau hak milik pribadi itu dihapus. Marx
menggambarkan dehumanisasi ini terjadi dibawah sistem
produksi kapitalis dengan sebulan "keterasingan"
(Etfremdung). Bahwa emansipasi manusia itu perlu
diusahakan dan tercapai apabila manusia dapat mewujudkan
diri secara bebas dari heteronomi, secara sosial, bebas dari
kepentingan, secara produktif. Hubungan masyarakat dalam
sistem ekonomi kapitalistik bersifat eksploitatif.
Marx menandaskan bahwa praktik adalah satu-
satunya kriteria obyektif kebenaran, sejauh hal itu
merepresentasikan bukan hanya mental manusia, namun juga
keterkaitan manusia yang ada secara obyektif dengan dunia
alam dan sosial yang melingkupi dirinya. Sangat jelas di sini,
teori pengetahuan Marx sangat dilandasi oleh filsafat

58 | Sekolah Pendidikan Kritis II


material, dengan mengingkari kebenaran-kebenaran idealistik
dan supra- natural yang tidak dapat dijangkau oleh daya
indera manusia sebagai sarana praktik, dan pada sisi lain
menerima obyek materi dan pemahaman obyektif manusia
terhadap materi tersebut sebagai dasar kebenaran mutlak.
Dogma dan kebenaran agama yang bersumber dari wahyu
(revelation) tertolak mentahmentah dari paham Marxisme.

F. Hakekat Manusia Menurut Karl Marx


Pendirian Marx tentang hakekat manusia sanagat
menentukan jawaban yang diberikannya terhadap masalah,
seperti, "Apakah negara itu? Dan "Apakah sejarah itu?
Dipapakan oleh Louis O. Kattsoff tentang hakekat manusia
dalam penyelesaian materialisme historis, yaitu;
1. Hakekat manusia adalah berubah-rubah, manusia selalu
berubah secara dialektis dan historis,
2. Hakekat manusia adalah tingkah laku, manusia ialah apa
yang mereka kerjakan,
3. Hakekat manusia adalah menguasai dan merencanakan,
manusia mengubah sejarah dengan teknologinya dan ia
juga mengubah dirinya sendiri, hakekat manusia
ditentukan oleh alat-alat produksi, orang dapat
membayangkan betapa pentingnya menguasasi alat
produksi bagi penganut Marxisme. Sebab, manusia ialah
apa yang mereka kerjakan, dan yang mereka kerjakan
ditentukan oleh cara-cara produksi, maka menguasai
alat-alat produksi berarti menguasai hakikat manusia.
G. Sebagai Induk Teori Kritis Sosialisme
Untuk memahami metode pendidikan Marxis yang
diangap bervisi pembebasan, sangat tidak mungkin
meningalkan pandangan Marx yang menekankan bahwa
pengetahuan dan praktik tidak boleh dipisahkan. Inilah

59 | Sekolah Pendidikan Kritis II


pandangan penting dalam filsafat Marx, yang kemudian baru
dikembangkan oleh para filosof pendidikan seperti Paulo
Freire di Brazil, yang tentu saja sekarang menjadi filosof
pendidikan untuk pembebasan di banyak negara.
Marxlah yang pertama-tama berani mengatakan
bahwa ilmu pengetahuan yang obyektif bukanlah ilmu yang
terpisah dari akar material sejarah serta dari kelas sosial.
Ilmu yang obyektif dan progresif bukan berarti adalah ilmu
yang tidak berpihak pada kelas. Justru yang berpihaklah yang
obyektif, yaitu berpihak pada kelas tertindas atau orang
miskin. Sehinga bagi Marx, teori yang berlandaskan pada
sudut pandang kelas pekerjalah yang secara obyektif mampu
memahami realitas sosial. Rakyat pekerja adalah yang
berpraktik, yang berhadapan dengan alam secara langsung
dan sudah seringkali melakukanya.
Akar-akar historisnya adalah bahwa orang miskin
(kelas pekerja;proletar) tidak memilki tendensi apapun untuk
memalsu realitas karena mereka tidak butuh selubung apa
pun untuk menyembunyikan realitas ketertindasan. Berbeda
dengan kelas penghisap yang membutuhkan selubung
ideologis untuk menyembunyikan dan menutup-nutupi
penghisapan yang dibuatnya. Pengetahuan dan filsafat yang
dihasilkanya adalah subyektif, sehinga praktis bukan
pengetahuan, tetapi alat untuk mewujudkan kehendak
subyektifnya. Dalam memahami hakikat manusia, Marx
tidak percaya, sebagaimana banyak sosiolog dan psikolog
kontemporer, dengan pandangan yang mengatakan bahwa
watak manusia itu tidak ada; bahwa manusia dilahirkan
seperti kertas kosong (baca: tabula rasa) dan kebudayan atau
lingkunganlah yang akan mengisinya. Berkebalikan dengan
relativisme sosilogis, Marx melontarkan ide bahwa manusia
qua manusia adalah entias yang dapat dikenali dan diketahui,

60 | Sekolah Pendidikan Kritis II


bukan hanya secara biologis, anatomis danfisik, tetapi juga
psikologis.
Karl Marx yakin bahwa basis dari pendidikan adalah
perkembangan ekonomi, cara manunsia menghadapi alam
untuk memenuhi kehidupan dan mengembangkannya.
Berbagai kontradiksi alam yang dijumpai dan dari berbagai
macam kondisi adalah guru. Manusia belajar dari alam dan
dari pengalaman-pengalaman yang dirasakan. Karena
Marxisme adalah teori kritk yang menyibak adanya ideologi
penindasan dalam struktur masyarakat berkelas yang
menindas, makanya cita-cita pendidikan Marxis bertujuan
untuk mewujudkan kembali kesadaran manusia agar ia
mampu hidup sesuai dengan tuntutan-tuntutan
kemanusianya. Pertama-tama, pendidikan harus dilakukan
dengan penyadaran dan mendorong manusia mengenali dan
melawan hambatan-hambatan material yang ada.
Selanjutnya, pendidikan secara menyeluruh harus digunakan
untuk menciptakan tatanan yang sesuai bagi hakikat manusia,
yaitu tatanan di mana kontradiksi berupa hubungan produksi
yang eksploitatif (kapitalisme) digantikan dengan hubungan
produksi yang setara, yang seringkali disebut Marx dan para
pengikutnya sebagai sosialisme.

61 | Sekolah Pendidikan Kritis II


MATERI V

KAPITALISME PENDIDIKAN

A. KAPITALISME
1. Pengertian Kapitalisme
Apabila ditinjau dari kata, kapitalisme merupakan
sebuah kata benda yang disamakan dengan terma
“Capital” yang bermakna dana dan dipahami sebagai bak
alat pabrikasi umpama uang dan tanah. Menurut oxford
dictionary Kapital memiliki pengertian yaitu;
1. A sum of money used to start a business.
2. People who use their money to start business.
3. All the wealth owned by a person or a business.
4. Wealth property that can be used to produce more
wealth.

62 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Terma capitalism ini apabila merujuk ke sistem ekonomi
memiliki arti yaitu; Economic system in which a
country’s trade and industry are controlled by private
owner for profit, rather than by the state.
Untuk lebih jelasnya inilah beberapa pengertian
kapitalisme menurut para tokoh:

a. Adam Smith

Mendifinisikan kapitalisme sebagai sebuah


sistem ekonomi bercirikan kepemilikan perorangan
atas perkakas produksi, distribusi dan
pendayagunaan untuk mendapatkan keungtungan
dalam keadaan yang kompetitif. Menurutnya,
kepentingan pribadi merupakan kekuatan untuk
pengendalian perekonomian dan semua proses yang
dijalankan akan menuju ke arah kemakmuran
bangsa, yang seolah-olah, individu didorong dengan
“Tangan Tak Terlihat” (The Invisible Hand) yang
mendorong mereka untuk maju.

b. Max Weber

Mendifinisikan kapitalisme adalah sebuah


cara produksi komoditi yang berlandaskan kerja
berhonorarium untuk dipasarkan dan sebagai sistem
produksi komoditi berdasarkan kerja berupah untuk
dijual dan diperjualbelikan dalam rangka
mendapatkan laba. Bagi Weber, tanda-tanda konsep
kapitalisme yang mendasar ada pada cara-cara
pertukaran di area pasar. Metode dipasar ini dapat
menyebabkan kelogisan yang mengarah pada
langkahlangkah untuk mendapatkan laba yang
sebanyak-banyaknya (Kristeva, 2015).

63 | Sekolah Pendidikan Kritis II


c. Karl Marx
Mendifinisikan kapitalisme sebagai corak
atau introduksi golongan kapitalis. Adapun corak
yang kaum kapitalis sadari adalah dimotivasi oleh
pemikiran pola ekonomi dalam rangka menumpuk
kekayaan. Konsep kapitalisme bagi Marx merupakan
suatu formasi masyarakat kelas dan
didistrukturasikan dengan aturan eksklusif, yang
mana manusia dikonfigurasi untuk pabrikasi dalam
kebutuhan hidupnya.

d. Ayn Rand
Mendefinisikan kapitalisme laksana a social
system based on the recognition of individual rights,
including property rights, in which all property is
privately owned (suatu sistem sosial yang
berlandaskan pada pengakuan atas hak- hak
personal, termasuk hak milik dimana semua
kepemilikan adalah eksklusif (Rand, 1970).16

Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi


ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat atas alat-
alat produksi dan distribusi yang pemanfaatannya untuk
mencapai laba dalam kondisi yang sangat kompetitif.
Ada empat penyangga berlakunya sistem ekonomi
kapitalisme yaitu sebagai berikut: pertama, kegiatan
ekonomi dalam sisten kapitalisme digerakkan dan
dikoordinasi oleh pasar bebas dengan instrumen harga

16
Hasan, Mahyudi. Analisis terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme Adam
Smith. Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo.
https://core.ac.uk/download/pdf/300042135.pdf
64 | Sekolah Pendidikan Kritis II
sebagai penanda (sinyal). Jika harga dianggap melebihi
biaya produksi dan margin laba, hal tersebut merupakan
sinyal bagi pelaku ekonomi lain untuk masuk ke pasar
menambah persediaan (supply) barang/jasa sehingga
dapat menurunkan harga; demikian juga sebaliknya.
Kedua, setiap individu memiliki kebebasan untuk
mempunyai hak kepemilikan (property rights) sebagai
dasar melakukan transaksi. Tanpa adanya hak
kepemilikan, individu tidak akan pernah bisa
mengeksekusi kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, salah
satu fungsi terpenting dari kapitalisme adalah
menawarkan dan melindungi hak kepemilikan swasta.
Ketiga, kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga pemilik
faktor produksi yakni pemodal, tenaga kerja, dan pemilik
lahan. Pemilik modal memperoleh pendapatan dari laba,
tenaga kerja dari upah, dan pemilik lahan dari sewa.
Keempat, tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk
masuk dan keluar pasar. Pelaku ekonomi yang melihat
peluang profit bisa langsung pasar. Demikian pula pelaku
ekonomi yang gagal (rugi) dapat langsung keluar tanpa
ada regulasi yang menghambatnya (Ahmad Erani
Yustika, 2012: 220).17

B. Sejarah Dan Perkembangan Kapitalisme Di Dunia


Kapitalisme ialah suatu cara mengadakan produksi, yang
mana dalam sistem kapitalisme orang mengadakan produksi
tidak hanya untuk menutupi kebutuhan hidup tetapi dengan
tujuan mencari laba. Laba yang diperoleh, sesudah dikurangi

17
Itok Dwi Kurniawan, Sri Lahir. SISTEM KAPITALISME NEGARA SEBAGAI
ALTERNATIF SISTEM EKONOMI KERAKYATAN BERDASARKAN PANCASILA.
2017. Jurnal Edunomika vol.1. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AAS Surakarta.
https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jie/article/view/153/119
65 | Sekolah Pendidikan Kritis II
untuk menutupi ongkos-ongkos yang dikeluarkan,
dipergunakan pula untuk mengadakan perusahaan baru pula.
Jadi laba bukan dianggap sebagai karunia yang dapat diraih
dengan cara yang mudah. Belum tentu bahwa tiap-tiap
milik / hasil disebut capital (Romein : 97). Kapital ialah
milik yang dipergunakan untuk memperbanyak milik,
sebagai contoh yaitu sebuah cikar kepunyaan seorang tukang
pedati atau perahu seorang nelayan dipergunakan untuk
mencari sesuap nasi bagi diri dan anak istrinya dapat
dinamakan kapital dalam bentuk yang kecil. Tukang pedati
atau pemilik perahu tadi itu bukan termasuk kaum kapitalis.
Kapitalis ialah orang yang membuat rumah atau membeli
rumah dengan tujuan menyewakannya atau seorang pemilik
kapal yang melayarkan kapalnya dengan tujuan sisa uang
yang diperolehnya akan dipergunakannya mungkin ditambah
dengan uang yang didapatnya dengan berhutang dengan
membeli kapal yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Hal-hal penting dalam dunia ini mula-mula timbul secara
sederhana demikian pula dengan kapitalisme ini. Mula-mula
timbul di Eropa barat dalam lapangan industri tekstil kra-kira
tahun 1250. Pada mulanya sebuah perusahaan tenun domba
milik Negara Belanda memperoleh bahan dari daerahnya
sendiri. Tetapi kemudian ekspor barang tenunan meningkat,
bulu domba didatangkan dari daerah lain, terutama dari pasar
Calais, yang mendatangkan bulu domba dari tanah Inggris.
Saudagar yang banyak modalnya menempatkan dirinya
antara penenun dan bahan tenunan, diborongnya bulu domba
di Calais itu, lalu dijualnya kepada penenun. Dalam taraf
berikut bulu domba benar-benar telah menjadi milik
saudagar yang telah dapat disebut menjadi seorang
pengusaha. Dalam sistem kapitalisme orang mengadakan
produksi tidak hanya untuk menutupi kebutuhan hidup,

66 | Sekolah Pendidikan Kritis II


misalnya seorang petani atau seorang pekerja tangan dalam
sistem kapitalisme orang mengadakan produksi dengan
mengandung laba. Laba yang diperoleh sesudah dikurangi
untuk menutup ongkos-ongkos yang dikeluarkan,
dipergunakan pula untuk mengadakan perusahaan baru pula.
Jadi laba bukan dianggap sebagai karunia, yang dapat diraih
dengan suatu selamatan. Belum tentu bahwa tiap-tiap milik
dapat disebut kapital, sebuah rumah tempat kita diam, atau
sesuatu yang kita beli untuk menyenangkan hati bukan
kapital (Romein : 97).
Dalam abad pertengahan persaingan terbatas karena
kebanyakan pekerja tangan tergabung dalam organisasi yang
disebut “gilda”. Organisasi itu mengadakan aturan-aturan
keras yang tidak memungkinkan terjadinya persaingan.
Perkembangan lebih lanjut yaitu efek dari Revolusi Industri
di Inggris sehingga bisa dikatakan kapitalisme memasuki era
baru. Berbagai pendirian pabrik sangat membutuhkan
kapital. Akibat revolusi industri telah memunculkan para
pebisnis, mereka bertindak sebagai pengusaha. Sebagai suatu
kemajuan akibat industrialisasi, bagaimanapun juga
keperluan kapital menjadi pengukur kekayaan seseorang.
Para kapitalis melakukan usaha bersama, membentuk
organisasi perdagangan, yang disebut korporasi. Seperti
diketahui, bahwa kaum borjuis atau kapitalis sebagai
penganut politik eko liberal, menolak segala campur tangan
negara dalam perusahaan, sebab dianggap sebagai paksaan
seperti qilda yang mereka anggap telah menjadi using itu
(Sundoro; 191).
Sebagai akibat revolusi industri, muncullah apa yang
disebut sistem kerja di pabrik, timbul apa yang dinamakan
buruh pabrik. Pada awalnya, para borjuis yang sebagian
menjadi kaum industrialis itu semata-mata mencari dan

67 | Sekolah Pendidikan Kritis II


menumpuk kekayaan, maka mereka hanya memperhatikan
hal-hal yang menurut mereka dapat adalah kaum buruh
karena mereka merasa khawatir akan kehilangan sebagian
keuntungannya jika mereka memperhatikan dan
mengusahakan kesejahteraan kaum pekerjanya. Tenaga
murah sengaja dieksploitasi, para buruh dipaksa untuk
bekerja 10-18 jam sehari sesuai dengan keinginan majikan.
Pabrik-pabrik pada masa ini masih memperlihatkan
pabrik-pabrik yang kotor dan pengap sehingga kaum buruh
tidak saja mengalami penderitaan fisik, tetapi juga psikis
karena mereka seolah-olah menjadi bagian dari mesin dan
bekerja seperti mesin. Terdapat pula berbagai macam
pembagian kerja, misalnya buruh yang pekerjaannya
memutar sekrup, mengepak, mensortir dan sebagainya
selama berbulan-bulan bahkan dapat bertahun-tahun.
Pekerjaan semacam itu tentu sangat menjemukan dan dapat
menekan jiwa, lebih-lebih banyak bekas petani yang dahulu
biasa bekerja di alam terbuka dapat memperoleh kepuasan
batin dengan melihat terwujudnya benda-benda hasil
ciptaannya sendiri. Para majikan yang telah menjadi kaya
dan yang melihat negaranya menjadi kuat dan disegani
berkat usaha mereka, tidak mengalami kesulitan dalam
menemukan alasan-alasan mengapa kaum buruh sedemikian
keadaannya. Mereka menentang usaha-usaha pemerintahan
untuk mencampuri dalam urusan-urusan ekonomi yang dapat
dianggap merugikan kepentingan mereka.
Kaum borjuis atau kapitalis yang mempunyai slogan
“Laissez faire” (biarkan saja), pada awal revolusi industri
mampu menghadapi saingan dari manapun datangnya. Untuk
membela faham ini, mereka menunjuk pada bukti-bukti nyata
berupa ekspansi industri dan perdagangan Inggris yang
dimungkinkan berkat tiadanya berbagai perbatasan oleh

68 | Sekolah Pendidikan Kritis II


pemerintah, berupa tarif-tarif, mereka menyayangkan banyak
kaum buruh yang hidup sengsara, tetapi keadaan ini bukan
kesalahan siapapun, melainkan sudah merupakan akibat
“alamiah” berlakunya hukum-hukum ekonomi demikian
pandangan kaum kapitalis tersebut (Sundoro; 193). Berbagai
bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh para majikan
terhadap buruh, mendorong munculnya ide tentang martabat
manusia yang menentang segala bentuk pemerasan seseorang
oleh orang lain, melainkan juga diusahakan untuk
memberikan hidup yang layak bagi setiap orang, kecuali
penghapusan perdagangan budak, dengan mengadakan
peraturan upah minimal dan juga jam kerja maksimal bagi
para pekerja, kewajiban belajar untuk memberi dasar pada
setiap orang dapat menentukan hidupnya dengan sebaik
mungkin, disitu juga diadakan perawatan umum bagi orang-
orang cacat dan cedera yang mempunyai hak untuk hidup
seabgai manusia (Sartono; 53).
Proktariat industri tergabung dari perekonomian dunia
dan mereka sangat dieksploitasi. Organisasi pabrik,
kebiasaan kehidupan di pabrik dan efisiensi teknis, tidak
memperhitungkan soal kemanusiaan dan nilai-nilai pekerja
sebagai manusia, maka akibatnya sebagai reaksi keras kerap
kali timbul agitasi yang berkobar-kobar. Hubungan antara
kapital dan pekerja menimbulkan suatu problem sosial, yang
ternyata tidak dapat dipecahkan jika hanya dengan
philantrhophy (Sartono; 54), pekerja mulai sadar akan
kedudukannya dan menjadi semakin peka terhadap aturan
perbaikan masyarakat.

C. Perjalanan Kapitalisme Serta Dampaknya Di Indonesia


Kedatangan bangsa barat ke Indonesia melalui kongsi
dagang yang dibentuk di Indonesia yaitu Indische Vereniging
69 | Sekolah Pendidikan Kritis II
Ost Company makin menguatkan kelompok-kelompok
kapital di nusantara. Mereka membawa pengaruh pada sistem
perekonomian nusantara. Telah diperkenalkan namanya
sistem monopoli dalam perdagangan serta redanya
eksploitasi pada alam dan juga tenaga manusia. Pada hari
terakhir dari tahun 1799 VOC dibubarkan dan seluruh
miliknya diambil alih oleh pemerintah Belanda. Demikianlah
maka sejak hari pertama tahun 1800 Indonesia menjadi
jajahan negeri Belanda. Bataafsche Republik adalah sekutu
Prancis dan dengan demikian ikut terlibat dalam peperangan
yang terus menerus dengan Inggris beserta sekutu-sekutunya.
Peperangan ini dilangsungkan pula di Indonesia sehingga
dimulai dari Sumatra barat dan di Maluku, kepulauan
nusantara menjadi jajahan Inggris (Soekmono; 113). Maka
untuk memenuhi kebutuhan perang Belanda daerah jajahan
dijadikan sebagai daerah eksploitasi terutama pada sektor
ekonomi. Selama peperangan berlangsung menyebabkan
ekonomi negaranya merosot tajam, karena kas negeri
Belanda telah kosong dan ditambah lagi adanya hutang-
hutang luar negeri dalam jumlah yang tidak sedikit (Badrika;
155).
Untuk mengatasi ekonomi negara seperti ini, pemerintah
colonial mencoba untuk menggali potensi Indonesia melalui
pelaksanaan sistem tanam paksa. Tanam paksa telah
membawa hasil yang sangat besar dalam usaha memperbaiki
ekonomi negara dan pemerintah kolonial Belanda, sehingga
penduduk negeri Belanda terhindar dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Setelah tanam paksa dihapuskan, sistem
ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda
bersifat liberal dan mengembangkan sistem ekonomi
kapitalisme. Walaupun di masa tersebut negara
melaksanakan sistem ekonomi kapitalis tetapi keuntungan

70 | Sekolah Pendidikan Kritis II


yang berhasil diperolehnya cukup besar. Peranan golongan
swasta asing yang terjun dalam kegiatan perekonomian di
Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda
diantaranya orang-orang Belanda sendiri, orang-orang eropa,
orang-orang timur asing (Cina, India dan Arab).
Perkembangan ekonomi swasta asing di Indonesia
berasal dari penanaman modal eksploitasi terhadap beberapa
wilayah di Indonesia. Pengusaha swasta Belanda maupun
orang-orang eropa lainnya, lebih bannyak mengusahakan
perkebunan-perkebunan dengan tananam yang laku di
pasaran eropa. Selain itu, juga banyak yang terjun dalam
bidang pertambangan. Sementara orang timur aisng yang
terjun dalam bidang perekonomian diantaranya sebagai
pedagang kelontong dan menguasai pusat-pusat
perekonomian yang dianggap strategis seperti mengontrak
pasar kepada pemerintah kolonial Belanda, sehingga setiap
orang yang memasuki pasar, baik sebagai pedagang maupun
sebagai pembeli harus membayar sewa masuk. Disamping
itu, perkembangan ekonomi dari golongan timur asing cukup
tinggi, karena mereka memiliki hubungan dekat dengan
pemerintah kolonial Belanda dan menguasai perekonomian
masyarakat Indonesia.
Pada zaman pemerintahan kolonial Inggris dibawah
Raffles berkuasa di Indonesia, diperkenalkan sistem sewa
tanah. Bahkan sistem sewa tanah dijadikan pegangan
pemerintah Inggris dalam menjalankan kebijakan
ekonominya selama berkuasa di Indonesia. Sistem itu
diteruskan oleh pemerintah Belanda setelah Indonesia
diserahkan kembali oleh Inggris. Raffles berpendapat bahwa
tanah adalah milik pemerintah kolonial sehingga para petani
yang mengerjakan tanah dianggap sebagai penyewa tanah
yang wajib membayar sewa tanah kepada pemerintah. Sewa

71 | Sekolah Pendidikan Kritis II


tanah yang dikenakan pemerntah kepada para petani adalah
dalam bentuk pajak tanah atau lands rent. Pada sistem ini,
petani diberikan kebebasan menanam dan menjual hasil
tanamannya kepada siapapun juga. Petani berhasil memiliki
sejumlah uang dar penjualan hasil tanamannya.
Kesejahteraan meningkat dan kemampuan daya beli rakyat
akan naik. Sedangkan pemerintah hanya memperoleh pajak
tanah dari seperlima atau dua perlima ataupun sepertiga dari
hasil tanaman yang diperoleh petani. Setelah Indonesia
diserahkan oleh Inggris kepada Belanda tahun 1816,
pemerintah kolonial Belanda melanjutkan sistem
pemerintahan yang dilakukan oleh Inggris, tetapi mengalami
kegagalan. Akibat kegagalannya itu, pemerintah kolonial
Belanda dibawah Gubernur Jenderal van den Bosch
melaksanakan tanam paksa (culture stelsel). Tanam paksa
telah berhasil mengembalikan kejayaan negeri Belanda
berlimpah-limpah.
Ketika kaum liberal memperoleh kemenangan di negeri
Belanda, mereka menuntut kepada pemerintah kerajaan
Belanda agar menghapuskan sistem tanam paksa. Setelah
sistem tanam paksa dihapuskan, maka sesuai dengan tuntutan
kaum liberal, pemerintah kolonial memberi peluang kepada
pengusaha dan pemilik modal swasta untuk menanamkan
modal dalam berbagai usaha dan kegaitan di Indonesia,
terutama pada perkebunan-perkebunan besar di Jawa dan luar
Jawa. Dalam pelaksanaan sistem liberal ini memunculkan
kelompok kapitalis (pemilik modal), hal ini semakin luas
dengan masuknya kelompok kapitalisme eropa dalam
kehidupan pemerintah pada saat itu terutama di sektor
ekonomi, membuat kehidupan masyarakat Indonesia semakin
merosot (Sartono; 183). Kapitalisme dalam perkembangan
dari Indonesia merdeka hingga ke zaman reformasi ini

72 | Sekolah Pendidikan Kritis II


memiliki ben tuk yang berbeda-beda. Di masa sebelum
meredeka kapitalis dipegang oleh pihak penjajah namun
sekarang ini kelompok kapitalis tidak hanya oleh kalangan
pengusaha yang memiliki modal besar namun juga sudah
masuk ke kelompok penguasa (Kompas; 2). Sebagai contoh
yang real yaitu kasus Reklamasi di Teluk Benoa Bali telah
disusupi oleh muatan kepentingan beberapa pihak.18

D. Periodisasi Kapitalisme

1. Kapitalisme Awal (1500-1750)


Periode ini berawal sejak abad XIV sampai abad
XVIII yang dibuktikan dengan kehadiran pabrikasi
sandang di Inggris, tetapi perusahaan sandang tersebut
belum menggunakan mesin pemintal konvensional dan
pada berikutnya mampu beranjak apa yang disebut
sebagai surplus sosial. Surplus sosial yang didapatkan
lalu dikembangkan terus-menerus yang akhirnya bisa
berkompetisi dengan pola ekonomi sebelumnya.
Keunggulan tersebut lalu digunakan dibidang bisnis
bahan-bahan mentah, bisnis perkapalan, bisnis
pergudangan, bisnis barang-barang jadi dan lainnya
sebagainya. Ekspansi demi elaburasi dengan alasan
keproduktifan telah dilakukan. Selanjutnya,
menghadirkan fenomena menggemparkan dengan
datangnya penjajah atau imprealisme ke daerah lain.
Setelah itu, kapitalisme memasarkan hasil produksinya
dari suatu perjalanan dari suatu daerah ke daerah lain.
Pada akhirnya, perdagangan yang dilakukan menjadi

18
Intan Amariati. KAPITALISME : SEJARAH, BENTUK DAN
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d4253a62231b12
6b9bf73d2b05eb754f.pdf
73 | Sekolah Pendidikan Kritis II
perdagangan yang terima oleh masyarakat pada
umumnya (Kristeva, 2015).
2. Kapitalisme Klasik (17-1914)
Pada periode ini, kapitalisme mengalami perubahan
dari monopoli kapital dagang menjadi kapital industri.
Perkembangan ini merupakan ciri khas revolusi industri
di Inggris. Jadi, penerapan secara praktis dari ilmu
pengetahuan teknis yang ada selama berabad-abad
lamanya, sedikit demi sedikit berangsur-angsur telah
dilakukan. Dengan demikian, kapitalisme menginjak
dan menjadi pelopor bagi perubahan teknologi karena
akumulasi modal memungkinkan penggunaan
pembaharuan. Pada periode ini pula, tepatnya
kapitalisme memulai dan meletakkan pondasi dasarnya,
yaitu; laisez faire sebagai doktrin mutlak Adam Smith.
3. Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914)
Pada masa ini, konsep kapitalisme lanjut mulai kuat
dan berkembang, tepatnyapada abad XIX tahun 1914.
Kapitalisme fase ini ditandai oleh tiga momentum,
yaitu:
a) Adanya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan
Afrika terhadap penjajahan Eropa sebagai pintu
dari kapitalisme klasik, yang pada akhirnya
membuat negara-negara tersebut melakukan
perlawanan.
b) Perpindahan penguasaan asset dari Eropa ke
Amerika.
c) Perubahan besar-besaran Bolzhevik Rusia
meluluhlantahkan institusi fundamental
kapitalisme yang berupa kepemilikan modal
secara perorangan atas penguasaan struktur
kelas sosial, alat produksi, sistem

74 | Sekolah Pendidikan Kritis II


pemerintahan, dan religiusitas kemudian
menjadi mazhab tandingan, yaitu komunsime,
namun masih abertahan dikarenakan adanya
kemampuan untuk mendatangkan demokrasi
ekonomi dan sitem politik menjadi hasrat atau
kemauan umat manusia yang paling mutakhir.19

E. Korelasi Kapitalisme Dalam Pendidikan


Zaman sekarang, dimana manusia serba bebas dalam
mengakses berbagai bidang baik ekonomi, teknologi,
informasi, bahkan pendidikan dalam satu negara dengan
negara lainya. Hal tersebut bisa dikatakan karna adanya
dampak Globalisasi dunia sekarang. Namun bagaimana
keadaan negara indonesia menyikapi hal tersebut? Posisi
Indonesia memang sudah berada didalam pusaran dan
kontrol rezim ekonomi pasar. Ruang-ruang produksi yang
seharusnya bisa dikontrol oleh negara sudah mulai beralih
menjadi milik usaha-usaha privat (Faisham Aminudin, 2009).
20
Hal ini berdampak besar bagi kehidupan dan jalanya negara
Indonesia, yang mana adanya jurang pemisah yang panjang
antara masyarakat satu dengan yang lainya. Seperti
masyarakat yang memiliki kekayaan yang banyak atau
pemodal itu sendiri, di bebas mengakses apa yang

19
Hasan & Mahyudi – Analisis terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme
Adam Smith. Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo.
https://core.ac.uk/download/pdf/300042135.pdf

20
Faizal Alifandi, Potret Pendidikan: antara pendidikan, globalisasi dan
kapitalisme, jurnal IAIN Purwokerto JPA, Vol.19 No.2, Juli –Desember 2018,
Hlm 98

75 | Sekolah Pendidikan Kritis II


diinginkan. Sedangkan masyarakat yang masih kurang
mampu, mau mencukupi kebutuhan pokok saja sudah
bersyukur walau tidak bisa mengakses apapun didunia ini.
Masyarakat kecil sekarang semakin termarjinalkan dan
terpinggirkan karna adanya hal tersebut.
Dalam dunia pendidikan misalya, dimana pendidikan
masih menjadi suatu hal yang mahal bagi masyarakat kecil.
Sering kita jumpai dipinggiran jalan besar banyak anak kecil
yang mengamen, berjualan, membersihkan sepatu guna
mencukupi kebutuhanya. Juga dipedesaan banyak anak kecil
yang membantu orangtuanya menggarap sawah, nikah muda,
dan merantau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kementrian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud)
mencatat terdapat 157 ribu siswa SD hingga SMA putus
sekolah pada tahun ajaran 2019/2020. Siswa yang paling
banyak berada dijenjang sekolah dasar (SD) sebanyak 59,4
ribu siswa. Selanjutnya ditingkat sekolah menengah keatas
(SMP) sebanyak 38,5 ribu siswa. Ditingkat sekolah
menengah atas (SMA) ada 26,9 ribu siswa dan 32,4 ribu
siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) yang berhenti
sekolah.21 Dari data ini kita refleksikan bersama bahwa
pendidikan di anggap suatu hal yang masih mahal bagi
golongan masyarakat bawah atau kurang mampu.
Sistem pendidikan yang masih rumit dalam
menjalankan pendidikan. Seperti halnya amanat UUD 1945
yang mana “mencerdaskan kehidupan bangsa” 22 namun
realita lapangan. hanya mencerdaskan kehidupan
konglomerat atau pemodal itu sendiri. Posisi Indonesia
memang sudah berada didalam pusaran dan kontrol rezim

21
Htpps://databoks.katadata.co.id/datapublis/2021/01//11/terdapatt-157-
ribu-siswa-puyus-sekolah-pada- tahun-ajaran-20192020
22
UUD 1945
76 | Sekolah Pendidikan Kritis II
ekonomi pasar. Dalam pasal 5 ayat (1) UU SISDIKNAS No.
20 tahun 2003 yang berbunyi “Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu”23 namun juga realitanya pendidikan masih
menjadi jurang pemisah antara masyarakat kaya dan
masyarakat kurang mampu dalam mengakses pendidikan itu
sendiri.
Metode pembelajaran yang masih menganut sistem
bank dimana peserta didik hanya di jadikan objek dalam
jalanya pendidikan. Peserta didik seperti diibaratkan sebagai
sebuah rekening yang siap untuk diisi apa saja oleh pendidik
tanpa berhak menolak apa yang pendidikan sampaikan, dan
juga nantinya pendidik berhak untuk memetik keuntungan
dari peserta didik berupa bayaran berupa uang ataupun yang
sejenisnya. Peserta didik hanya dipersilahkan untuk
menyadap apa yang pendidik sampaikan sehingga membuat
peserta didik menjadi objek pasif dan memenjarakan
kreatifitas serta pemikiran meraka. Yang mana seharusya
peserta didik berhak mendapakan pembelajaran baik dari segi
kognitiif, psikomotorik, dan afektif serta peserta didik adalah
sebagai subjek dalam jalanya pendidikan untuk objeknya
adalah ilmu pengetahuan agar pengembangan intelektual
peserta didik bisa berjalan.
Kapitalisme pendidikan merupakan faktor yang
merubah logika pendidikan,dari public goods telah berubah
sebagai private goods. Di mana pendidikan tidak lebih dari
sarana untuk akumulasi kapital. Kondisi seperti ini adalah
akibat adanya privatisasi pendidikan yang merupakan imbas
diberlakukannya kebijakan kapitalisme dalam system
perekonomian Indonesia. Implikasi lebih jauh adalah
mahalnya biaya pendidikan yang menyebabkan pendidikan

23
UU 20 Tahun 2003
77 | Sekolah Pendidikan Kritis II
hanya dapat diakses oleh mereka yang berkantong tebal saja,
orang kaya. Sedangkan orang miskin tidak lagi memiliki
kesempatan untuk mengaksesnya. Berbagai kebijakan yang
dibuat pemerintah seperti pencabutan subsidi pendidikan dan
memandirikan pengelolaan pendidikan pada institusi sekolah
adalah nyata sebagai bentuk diskriminasi terhadap orang
miskin dalam akses pendidikan. Orang miskin dilarang
sekolah adalah benar adanya dalam masyarakat Indonesia. 24

F. Solusi Kapitalisme Dalam Pendidikan


Dari dampak-dampak yang timbul akibat adanya
pengaruh globalisasi dalam dunia pendidikan di Indonesia,
maka ada beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk
mengurangi terjadinya pencapaian kapitalisme pendidikan
tersebut. Secara garis besar ada dua solusi yang bisa
diberikan anatara lain :
1. Solusi Sistemis
Solusi Sistemik yaitu solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan
sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang
ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalis
yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan
tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk
pendanaan pendidikan. Maka untuk solusi-solusi
masalah yang ada khususnya yang ada hubungannya
dengan mahalnya biaya pendidikan, berarti yang harus
dirubah adalah sistem ekonominya.

24
Umami, Kapitalisme pendidikan dalam presfektif islam, skripsi IAIN
Walisongo Semarang, 2009, Hlm, II
78 | Sekolah Pendidikan Kritis II
2. Solusi Teknis
Solusi Teknis yaitu solusi untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan internal dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara
tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk
mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam
jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil
eksploitasi sumber daya alam yang melimpah. Dengan
adanya ketersediaan dana tersebut, maka
pemerintahakan dapat menyelesaikan permasalahan
pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis
kepada seluruh masyarakat pada usia sekolah dan yang
belum sekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar
(SD-SMP) maupun pendidikan menengah (SMA).
Atau misalnya lagi yaitu menyelesaikan masalah
kualitas guru dan prestasi siswa.
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satunya
adalah faktor teknis. Faktor-faktor yang bersifat
teknis di antaranya adalah rendahnya kualitas guru,
rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan,
rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan
guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan
kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan
pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi
masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia
adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri
yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga
manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah
manusia yang hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis
terhadap zamannya. Maka di sinilah dibutuhkan

79 | Sekolah Pendidikan Kritis II


kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk
mengatasi segala permasalahan pendidikan di
Indonesia.
Bagaimana Seharusnya Pendidikan yang
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dikembalikan
pendidikan ke jati diri ideal hakikat pendidikan
sebagai proses mencerdaskan kehidupan bangsa,
yaitu pendidikan yang berkualitas sekaligus
berkeadilan bagi seluruh anak bangsa. Pendidikan
yang berlaku untuk semua tanpa kecuali (education
for all), hilangkan hambatan bagi akses pendidikan
untuk semua. Temukan alternatif model pendidikan
yang bervisi dan berwajah humanis, biaya yang
rendah tidak berarti pendidikan yang kurang
bermutu. Jangan lupa
Pendidikan itu bermacam-macam tetapi satu,
yaitu upaya memuliakan kemanusiaan manusia,18
yakni meninggikan harkat dan martabat manusia.
Pendidikan akan memberikan makna bagi kehidupan
tentunya manakala fungsi pendidikan telah mewujud
dan telah memberikan pengaruh bagi kehidupan
manusia. Salah satu fungsi pendidikan yang prinsip
menurut UNESCO, melalui International Commision
on Education for The Twenty First Century, 19
yaitu : "One of education’s principal functions is
therefore that of fitting humanity to take control of
its own development. It must enable all people
without exception to take their destiny into their own
hands so that they can contribute to the progress of
the society in which they live, founding development
upon the responsible participation of individuals and
communities”.

80 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Selanjutnya, menurut Noeng Muhadjir,
setidaknya ada tiga fungsi pendidikan bagi
kehidupan, pertama, pendidikan berfungsi untuk
menumbuhkan kreativitas subyek didik, kedua,
pendidikan berfungsi memperkaya khasanah budaya
manusia, memperkaya isi nilai-nilai insani dan nilai-
nilai ilahi, dan ketiga, pendidikan berfungsi
menyiapkan tenaga kerja produktif.
Tentu disadari bersama bahwa upaya
transformasi pendidikan dengan konsep di atas,
bukanlah hal yang mudah. Akan tetapi diperlukan
waktu, usaha, komitmen, sumber daya yang sangat
besar, serta kemampuan manajemen dan
kepemimpinan yang sangat efektif agar perubahan
terjadi dan bergerak ke arah yang diharapkan. Ada
tiga hal penting yang akan mempengaruhi
keberhasilan trasformasi dunia pendidikan ini, yang
harus dilakukan perubahan oleh para pelaksana dan
penyelenggaran pendidikan yang bervisi masa depan.
Mewujudkan pendidikan bermakna bagi
masa depan kehidupan bangsa yang cerdas, akan
lebih ideal manakala dalam perwujudannya
diarahkan pada tercapainya enam pilar pendidikan ,
yaitu:
a. Learning to know (belajar bagaimana
mengetahui).
Pendidikan dalam arti belajar, bukan sebatas
mengetahui dan memiliki materi informasi
sebanyak-banyaknya, menyimpan dan
mengingat selama-lamanya sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan yang telah diberikan,
tetapi yang harus ditekankan adalah kemampuan

81 | Sekolah Pendidikan Kritis II


memahami makna dibalik materi ajar yang telah
diterima. Termasuk dalam hal ini adalah sasaran
agar berfikir secara rasional, tidak semata-mata
mengikuti atau “membeo”, juga tidak mandeg,
jumud, ataupun stagnan.
b. Learning to do (belajar bagaimana berbuat).
Dikatakan oleh Mastuhu, pendidikan kita
selama ini cenderung banyak mengajarkan
“omong, bicara” dan kurang menuntun orang
untuk "berbuat”. Sehingga populer dengan
sebutan NATO (no action talk only, tidak
berbuat hanya bicara. Akan tetapi perlu diingat
bahwa learning to do bukan berarti kemampuan
berbuat yang mekanik dan pertukangan tanpa
pemikiran, akan tetapi action in thinking,
berbuat dengan berfikir. Pendidikan dituntut
untuk menjadikan out put-nya mampu berbuat
dan memperbaiki kualitas hidupnya sesuai
dengan tantangan yang ada.
c. Learning to live together (belajar untuk hidup
bersama).
Pendidikan harus mampu mengarahkan
muridnya akan makna hidup bersama di tengah
kenyataan kemajemukan. Hal ini penting karena
pemahaman terhadap pluralisme akan
menyadarkan kita akan adanya nilai-nilai
universal, seperti demokratisasi, HAM, dan lain
sebagainya. Realitas terjadinya benturan antar
elemen di masyarakat akhir-akhir ini, boleh jadi
sebagai ekses pendidikan (pembelajaran) yang
kurang menyentuh konsep learning to live
together ini.

82 | Sekolah Pendidikan Kritis II


d. Learning to be (belajar bagaimana sebagai
dirinya).
Pendidikan haruslah mengajarkan kepada
peserta didiknya agar menjadi “tahu diri”
sehingga sadar atas kekurangannya, kemudian
mau belajar. Disamping itu juga perlu diajarkan
agar sadar lingkungan untuk menjadi bumi yang
dihuni agar tidak mengalami kerusakan, yang
pada akhirnya akan mengancam eksistensinya.
e. Learn how to learn
Pendidikan secara formal mengenal jenjang
atau tingkat, yang berarti bahwa pada saat
tertentu secara formal pendidikan (belajar) akan
berakhir bagi manusia yang menyelesaikan
seluruh jenjang pendidikan sampai ke tingkat
yang paling tinggi, atau selesai dalam batas
maksimal kemampuannya, baik kemampuan
intelektual atau kemampuan ekonomi.
Akan tetapi pada hakikatnya pendidikan
(belajar) tidak pernah berakhir atau selesai. Oleh
karena itu, learning how to learn menuntun
peserta didik agar mampu mengembangkan
strategi dan kiat belajar yang independen,
kreatif, inovatif, dan penuh percaya diri; karena
masyarakat baru atau masyarakat modern adalah
masyarakat belajar (learning society, knowledge
society), dan yang tak kalah pentingnya adalah
harus tertanam dalam diri setiap insan bahwa
orang yang mampu menduduki posisi sosial
yang penting adalah mereka yang mampu
belajar lebih lanjut tanpa dibatasi oleh jenjang
pendidikan formal.

83 | Sekolah Pendidikan Kritis II


f. Learning throughtout life
Ilmu adalah hasil temuan, hasil pencarian
manusia yang tidak akan pernah selesai. Belajar
sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu seiring
dengan perubahan dan perkembangan kehidupan
yang berjalan terus menerus dan harus terus
dilakukan. Tidak ada jalan lain kecuali harus
belajar terus menerus sepanjang hayat.
Pemikiran akan hakikat makna pendidikan bagi
mencerdaskan kehidupan bangsa akan dapat
terwujud tentu saja jika benih-benih budaya
kapitalisme dalam pendidikan dapat
diminimalisir bahkan dihilangkan. Mengingat
kapitalisme dengan beragam produk turunannya
seperti konsumerisme, materialisme, hedonisme,
pragmatisme, dan sikap serba instan dalam
kenyataannya cenderung telah membelokkan
nilai substantif pendidikan sebagai
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena
itu, diperlukan pemahaman yang benar, utuh dan
dinamis tentang hakekat pendidikan dalam
upaya membebaskan manusia dari belenggu
kebodohan, yang pada gilirannya dapat
mengantarkan kepada manusia yang dapat
berkarya bagi mensejahterakan dan
memakmurkan hidup mereka itu sendiri.
Disamping itu pemahaman terhadap pendidikan
juga harus tepat, mengingat pemahaman yang
kurang tepat terhadap pendidikan akan
melahirkan konsep dan praktek pendidikan yang
kurang proporsional.

84 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Selanjutnya, dengan menjadikan ke enam pilar
tersebut sebagai dasar pelaksanaan pendidikan
diharapkan mampu melahirkan pendidikan nasional yang
bermutu, yaitu penyelenggaraan pendidikan yang
menjadikan sekolah sebagai pusat pembudayaan segala
kemampuan, nilai, dan sikap yang diperlukan bagi
peserta didik untuk dapat menjadi warga negara yang
bermoral, beretos kerja, berdisiplin, produktif,
demokratis dan bertanggung jawab. Untuk mewujudkan
pendidikan yang demikian, tentunya diperlukan
komitmen dan political will yang kuat dari pemerintah
untuk menjamin pembiayaan pendidikan, sehingga
seluruh warga negara dapat menikamati pendidikan yang
tampa harus membayar mahal, sehingga sistem
kapitalisme pendidikan dapat terhapuskan.

85 | Sekolah Pendidikan Kritis II


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Muhammad.. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2015.


Amka. Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2019
Asy’ariyah. Jurnal Lentera Pendidikan, Vol.16 no.1, 2013, 73- 82.
Althusser, Louis. Ideology and Ideological State Apparatuses, dalam Lenin
and Philosophy and Other Essays, terj. Ben Brewster, 1991.

Amariati, Intan. Kapitalisme : Sejarah, Bentuk Dan Perkembangannya Di


Indonesia.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d4253a62231b1
26b9bf73d2b05eb754f.pdf

Alifandi, Faizal. Potret Pendidikan: antara pendidikan, globalisasi dan


kapitalisme, Jurnal IAIN Purwokerto JPA, Vol.19 No.2, 2018, 98.

Daniel, Mohammad Rosyid. Belajar, Bukan Bersekolah. Agenda


Deschooling Untuk Indonesia Abad 21 : Kembali Ke Rumah’, 2013.

Husamah, dkk.. Pengantar Pendidikan. Malang: UMM Press, 2015.


Nadirah, S. Anak Didik Prespektif Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi.
Jurnal Lentera Pendidikan, Vol.16 no. 2, 2013, 188-195.
Sadulloh, Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2018.
Samad, M. Y. Pendidikan Islam dalam Perspektif Aliran Kalam: Qadariyah,
Jabariyah, dan
Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Gramsci, Antonio. Selections from the Prison Notebooks of Antonio
Gramsci, diedit and diterjemahkan oleh Quintin Hoare and Geoffrey
Nowell Smith, 1971.

Soeharto, K. Perdebatan Ideologi Pendidikan. Surabaya: Perpustakaan FIP


Universitas Negeri Surabaya, 2010.

86 | Sekolah Pendidikan Kritis II


O’neil, W. F. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.

Subagja, S. Gagasan Liberalisasi Pendidikan. Malang: Madani, 2010.

Rofiqotul, Aini., Titik Temu Ideologi Pendidikan Islam Konservatif


dan Liberal. Jurnal Pendidikan Islam, 2017.

Gramsci, Antonio. Selections from the Prison Notebooks of Antonio


Gramsci. Diedit dan diterjemahkan oleh Quintin Hoare and
Geoffrey Nowell Smith. New York: International Publishers,
1971.

Subagja, S. Gagasan Liberalisasi Pendidikan. Malang: Madani.


Hal.13

Mu’ammar , M. Arfan, ‘Gagasan Pendidikan (Sebuah Analisis


Kritis)’, Jurnal At-Ta’dib, Vol 3 no. 2, 2016, 141–61.

Muh. Hanif, ‘DESAIN PEMBELAJARAN UNTUK


TRANSFORMASI SOSIAL (Studi Perbandingan Pemikiran
Paulo Freire Dan Ivan Illich Tentang Pendidikan Pembebasan)’,
KOMUNIKA: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, Vol. 8 no. 2,
1970, 113–28.

Zulfatmi. Reformasi Sekolah (Studi Kritis Terhadap Pemikiran Ivan


Illich)’, Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol.14 no.1, 2013, 221–37.
<https://doi.org/10.22373/jid.v14i1.498>.

Marx, Karl, Frederick Engels. Selected Correspondance, Letter to


Bloch, 21-22 September 1890, dikutip dalam Allan Wood,
Reason and Revolt. Yogyakarta: IRE Press,2006.

87 | Sekolah Pendidikan Kritis II


Hasan, Mahyudi. Analisis terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme Adam
Smith. Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo.
https://core.ac.uk/download/pdf/300042135.pdf.

Kurniawan , Itok Dwi, Sri Lahir. Sistem Kapitalisme Negara Sebagai


Alternatif Sistem Ekonomi Kerakyatan Berdasarkan Pancasila. Jurnal
Edunomikam, vol.1. 2017.
https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jie/article/view/153/119

88 | Sekolah Pendidikan Kritis II

Anda mungkin juga menyukai