MATERI I
FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Etika
IDEOLOGI PENDIDIKAN
1
Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks of Antonio
Gramsci, diedit and diterjemahkan oleh Quintin Hoare and Geoffrey Nowell
Smith (New York: International Publishers, 1971).
2
Louis Althusser, “Ideology and Ideological State Apparatuses,” dalam Lenin
and Philosophy and Other Essays, terj. Ben Brewster (New York: Monthly
Review Press, 1991).
11 | Sekolah Pendidikan Kritis II
Menarik dari penjelasan beberapa teori yang
diungkapkan dari beberapa tokoh sentral yang paham terhadap
ideologi dari definisi atau pengertiannya maka dapat kita
uraikan di sekitar kita atau dalam konteks yang lebih
sederhana, ideoologi merupakan suatu konsep yang kemudian
diyakini dan dijadikan komitmen dalam meneruskan proses-
proses baik sosial, ekonomi, politik bahkan dalam pendidikan,
dengan diyakini dan dijadikan prinsip secara kelompok
sehingga dapat dikatagorikan dari karakternya, sifat dan
beberapa ciri yang tertanam. Dalam negara Indonesia secara
luas dan normatifnya dari perkembangan ideologi yang ada,
saat ini ideologi yang yakini dan dipahami ialah Pancasila,
yang kemudian menjadi prinsip bernegara dan berbangsa di
negara Indonesia ini. Sehingga di negara Indonesia ini dapat
dicirikan, dilihat dari karakter masyarakatnya yang berpegang
pada ideologi tersebut jelas dapat dibedakan dengan negara-
negara lainnya.
2. Pengertian Pendidikan
Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian
secara khusus dan secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld
mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang
diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai kedewasaannya. Selanjutnya Abu Ahmadi
dan Nur Uhbiyati mengemukakan beberapa definisi
pendidikan sebagai berikut :
3. Tujuan Pendidikan
Merupakan gambaran pandangan hidup manusia baik
perseorangan maupun kelompok yang menyangkut sistem
nilai dan norma-norma dalam konteks kebudayaan. Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa merupakan dasar sekaligus
tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan pendidikan
yang ditujukan untuk menghasilkan manusia yang seutuhnya,
memiliki kepribadian bermasyarakat, dan bernegara yang
dijiwai oleh nilai-nilai pancasila. Dalam Undang-Undang No
2 Tahun 1989 tujuan pendidikan adalah “pendidikan nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan
keterampilan kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
B. Ideologi Pendidikan
1. Pengertian Ideologi Pendidikan
Berdasarkan definisi dari ideologi sendiri apabila
dibenturkan dengan pendidikan ideologi dapat bersifat
dinamis yang akan mengalami pertumbuhan, perkembangan,
dan keragaman. Walaupun definisi ideologi berarti jamak
namun sebenarnya ideologi memiliki misi yang sama yaitu
untuk memanusiakan manusia. Berbicara mengenai ideologi
15 | Sekolah Pendidikan Kritis II
pendidikan sebenarnya ideologi pendidikan terbagi menjadi
dua jenis yaitu ideologi pendidikan konservatif yeng meliputi
fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan dan
konservatisme pendidikan dan juga ideologi pendidikan
liberalisme yang meliputi liberalisme pendidikan,
liberasionisme pendidikan, dan anarkisme pendidikan.
3
Soeharto. (Perdebatan Ideologi Pendidikan). Surabaya: Perpustakaan FIP
Universitas Negeri Surabaya (Skripsi). Hal. 9
4
O’neil, W. F. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal. 23
16 | Sekolah Pendidikan Kritis II
a. Fundamentalisme pendidikan
Fundamentalisme disini meliputi semua corak
konservatisme politik yang pada dasarnya anti intelektual.
Artinya disini ingin meminimalisasi pertimbangan-
pertimbangan filosofis atau intelektual dan cenderung
berdasarkan pada penerimaan yang relatif tanpa kritik
terhadap kebenaran yang diwahyukan atau konsensus
sosial yang mapan (akal sehat). Dalam ungkapan
politisnya, konservatisme reaksioner gagasan untuk
kembali terhadap kebijakan-kebijakan terdahulu baik
yang pernah ada maupun yang hanya dihayalkan. Apabila
dilihat dari sudut pandang seperti ini kemudian
dibenturkan dengan pendidikan terdapat 2 variasi.
1) Fundamentalisme pendidikan religius, dapat dilihat
dalam gereja-gereja Kristen tertentu yang bersifat
fundamentalis, yang memiliki komitmen yang sangat
kuat terhadap pandangan dari kenyataan yang secara
harfiah cukup kaku seperti yang diungkap oleh
otoritas Alkitab.
Dalam fondamentalis pendidikan religius ini secara
realita dapat kita lihat disekita kita sama halnya dari
contoh diatas di Indonesia yang mayoritas
penduduknya Islam yang juga banyak berkembang
pendidikan dari peninggalan ulama ulama terdahulu
yang konservatif yang berkembang sampai saat ini
seperti pondok pesantren salafiyah yang bercorak
konservatif dimana metode pembelajaran yang
digunakan yaitu mendengarkan, hafalan dan
mempercayai dengan yakin apa yang diajarkan oleh
guru atau Kiyai yang memberikan suatu pengetahuan
, sehingga oleh peserta didik atau santri dipegang dan
5
Jarman Arroisi, Hidayatus Sa’dah, Sekularisasi Pendidikan dan
Implikasinya Terhadap Peserta Didik, Jurnal pendidikan Gontor, Vol 02,
No.1, 2020, 56.
18 | Sekolah Pendidikan Kritis II
mencapai kemapanan dalam praktik-praktik pendidikan,
dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan ini tidak
jauh dari kepentingan antar individu kearah pemahaman
yang luas.6
Dalam pendidikan kontemporer, Konservatisme
filosofis mengungkapkan diri sebagai intelektualisme
pendidikan dimana ada 2 variasi mendasar yaitu
Intelektualisme pendidikan (bersifat sekuler, dapat
diamati dalam pemikiran beberapa orang teoretisi
pendidikan kontemporer seperti Robert Maynard
Hutchins dan Mortimer Adler) dan Intelektualisme
teologis (yang memiliki orientasi yang tercantum dalam
tulisan para filsuf pendidikan Katolik Roma kontemporer
seperti William McGucken dan John Donahue).
Penerapan pendidikan intelektualisme ini
memerelukan kadar elitis intelektual dalam pendidikan
yang memerankan berjalannya sistem pendidikan, yang
kemudian harus membawa pendidikan ke ranah individu
yang mempunyai daya nalar tinggi di sekolah. Selain itu
salah satu caranya lagi ialah dengan menggunakan metode
pembelajaran yang tradisonal seperti ceramah, tes, dan
diskusi secara struktur yang diarahkan oleh guru. Pada
pembelajaran juga harus diarahkan oleh guru , namun
guru juga harus berusaha untuk bekerjasama dengan siswa
secara alamiah rasional, sehingga murid tidak buta
terhadap pengetahuan karena adanya indoktrinasi dalam
penyampaiannya.
6
Ketut Wisarja, Ketut Sudarsana, Refleksi Kritis Ideologi
Pendidikan Konservatisme Dan Liberalisme Menuju Paradigma Baru
Pendidikan, Journal of Education Research and Evaluation, Vol. 1, No.4,
2017, 286.
19 | Sekolah Pendidikan Kritis II
c. Konservatisme Pendidikan
Pada dasarnya konservatisme adalah posisi yang
mendukung ketaatan terhadap lembaga dan proses budaya
yang telah teruji oleh waktu dengan didampingi dengan
rasa hormat yang mendalam terhadap hukum dan tatanan
sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif.
Ideologi Pendidikan Konservatif juga memegang
pemahan bahwa pendidikan lebih cenderung dengan
konsep meneruskan dan melestarikan keyakinan-
keyakinan serta praktik-praktik pendidikan yang sudah
mapan sebagai cara yang normal dan dianggap benar
untuk kehidupan sosial.7
Dalam ranah pendidikan seorang konservatif
beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah
pelestarian dan penerusan pola sosial serta tradisi yang
telah mapan. Ada 2 ungkapan konservatisme pendidikan
yaitu:
1) Konservatisme pendidikan religius, menekankan
peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan
membangun karakter moral yang tepat. Dalam hal ini
nilai-nilai religius yang diwariskan oleh agama,
budaya, dan warisan yang secara tradisi memiliki
nilai-nilai relogius terhadap peserta didik yang
mengarahan pada terbentuknya karakter yang religius.
2) Konservatisme pendidikan sekular, lebih ke
memusatkan pada perlunya melestarikan dan
7
Richard Junior Kapoyos, Paradigma Pendidikan Seni Melalui
Ideologi Liberal dan Ideologi Konservatif dalam Menghadapi Revolusi
Industri 4.0, Jurnal Pertunjukan dan Pendidikan Musik, Vol.2, No. 1, 2020,
44.
20 | Sekolah Pendidikan Kritis II
meneruskan keyakinan dan praktik yang telah ada
sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup secara
sosial serta efektivitas secara kuat oleh orientasi
pendidikan yang bersifat Al-kitabiah dan Evangelis
(mendakwahkan agama). Konservatisme sekular
cenderung terwakili oleh para kritisi tajam dari
kalangan pendukung progresifisme dan permesifisme
pendidikan seperti James Koerner dan Hyman
Rickover.
3. Ideologi Pendidikan Liberal
Liberal atau liberalisme adalah suatu pandangan yang
menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak dan
kebebasan (freedom), serta mengidentifikasi problem dan
upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga
stabilitas jangka panjang.8 Bagi penganut liberalis, pendidikan
adalah usaha untuk melestarikan dan meningkatkan mutu
tatanan sosial yang ada dengan cara mengajarkan pada setiap
anak-anak bagaimana cara mengatasi masalah-masalah
kehidupannya sendiri secara efektif. Pendidikan diperoleh
melalui pengalaman (empiris) dan terbentuk serta dipengaruhi
oleh lingkungan (behavioris). Menurutnya pendidikan harus
bisa menyesuaikan diri terhadap kondisi zaman dengan cara
memecahkan berbagai macam masalah internal melalui
reformasi diri secara “kosmetik”, seperti pengadaan sarana
prasarana yang memadai, menyeimbangkan rasio murid dan
guru, menciptakan metode pembelajaran yang efektif (cara
belajar siswa aktif, modul, remedial learning, learning by
doing, experimental learning), penataan manajemen sekolah
8
Subagja, S. (Gagasan Liberalisasi Pendidikan. Malang) Madani.
Hal.13
21 | Sekolah Pendidikan Kritis II
dan lain-lain Menyebutkan bahwa ideologi pendidikan liberal
ada tiga macam yaitu:
a. Liberalisme Pendidikan
Tujuan jangka panjang pendidikan menurut seorang
yang liberal adalah untuk melestarikan dan memperbaiki
tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar siswa
sebagaimana caranya menghadapi persoalan-persoalan
dalam kehidupannya sendiri secara efektif. Intensitas
liberalisme pendidikan berbeda-beda. Dari yang relatif
lunak yaitu liberalisme metodis dengan tokoh Maria
Montessori, ke liberalisme direktif (liberalisme yang
bersifat mengarahkan) yang barang kali sarat akan muatan
filosofis dari John Dewey, hingga ke liberalisme non-
direktif atau liberalisme laissez faire (liberalisme
pengarahan) yang merupakan sudut pandang dari A.S.
Neill atau Carl Rogers.
b. Liberasionisme Pendidikan
Liberasionisme sendiri adalah sebuah sudut pandang
yang menganggap harus adanya perombakan yang
berlingkup besar terhadap tatanan politik yang ada sebagai
cara untuk memajukan kebebasan individu dan
mempromosikan perujudan potensi diri secara maksimal.
Liberasiomisme pendidikan mencakup spektrum
pandangan yang luas, yang merentang dan liberasionisme
pembaharuan yang relatif bersifat konservatif di
pertengahan tahun 1960 an dalam berbagai protes
menuntut hak warga negara ke komitmen yang kuat dan
mendesak terhadap liberasionisme revolusioner dengan
seruan agar sistem pendidikan segera mengambil peran
aktif dalam menggulingkan tatanan politik yang ada.
9
Rofiqotul Aini. (Titik Temu Ideologi Pendidikan Islam Konservatif
dan Liberal). Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 2, No. 2, Desember 2017, hlm.
243
23 | Sekolah Pendidikan Kritis II
atau mau menerima pikiran-pikiran yang dianggap selaras
dengan sestem pendidikan semacam itu. Seorang pendidik
anarkis beranggapan bahwa perlunya meminimalisir atau
menghapus pembatasan kelembagaan terhadap perilaku
personal, membuat masyarakat bebas lembaga. Sejalan
dengan pemikiran tersebut, pendekatan terhadap
pendidikan terbaik adalah pendekatan yang
mengupayakan untuk mempercepat perubahan
humanistik yang berskala besar yang mendesak dalam
masyarakat dengan cara menghapus sistem persekolahan.
Seperti pemikiran Ivan Illich dan Paul Goodman. Sudut
pandang anarkisme pendidikan meliputi anarkisme taktis
(ingin melebur sekolah-sekolah sebagai cara untuk
membebaskan kekayaan sumberdaya untuk keperluan
yang mendesak) hingga ke anarkisme utopis (yang
memimpikan terciptanya masyarakat yang secara mutlak
terbebas dari segala pembatasan kelembagaan).
Anarkisme pendidikan memiliki tujuan untuk
membawa perombakan perombakan dan pembaharuan
yang segera dan berlingkup (berskala) besar serta bersifat
humanistis, yaitu dengan cara menghapus sistem
pendidikan formal yang ada sekarang secara keseluruhan
dan menggantikannya dengan pola belajar yang
ditentukan sendiri oleh perorangan secara sukarela. Hal
ini dapat dilakukan dengan menyediakan akses yang
bebas dan universal ke bahan-bahan pendidikan sehingga
tidak menonjolkan adanya sistem persekolahan wajib.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
4. JUGEN HABERMAS
Jurgen Habermas merupakan filsuf & teoritis social yang lahir
pada 18 Juni 1927 pada kota Dusseldorf, Jerman. Ia adalah
generasi ke 2 mazhab Frankfurt sekaligus profesor filsafat
Ketika Mazhab Frankfurt secara resmi telah lahir lagi.
Hebermas merupakan pelanjut tombak perjuangan
pendahulunya dalam meneruskan toritis kritis mazab
frankfrut. Pandangan hebermas menegenai teori kritis
bukanlah seperti teori ilmiah dengan sistematis metodologinya
seperti membuat tesis atas kejadian apapun. Teori kritis
beusaha mengupkan kejadian dibalik realitas sosial yang
terjadi untuk menemukan sebuah fakta objektif yang mungkin
kali masih adanya keabstrakan.
Seperti penerusnya pendahulu hebermas di lingkaran
teori kritis, hebermas bisa dikata penerus estafet perjuangan
tokoh-totkoh sebelumnya dalam peneragan antara teori kritis
dan prasisi lapangan. Menurut hebermas keterkaitan teori atas
praksisi lapangan menunjukan aktualisasi tersendiri
khususnya dalam jangka munculnya kritis sedniri. Dalam
hubungan interaksi manusia tidak bisa dipisahkan dengan
konsekuesi manusia satu dengan satunya akan tumbuh
hubungan komunikasi yang logis. Hal ini menunjukan setiap
manusia akan menalar sejauh mana dialogis yang terjalin ini
membangkitkan refleksi terhadap manusia.
10
Daniel Mohammad Rosyid, ‘Belajar, Bukan Bersekolah : Agenda
Deschooling Untuk Indonesia Abad 21 : Kembali Ke Rumah’, 2013, 1–251.
11
M. Arfan Mu’ammar, ‘Gagasan Pendidikan (Sebuah Analisis Kritis)’, At-
Ta’dib, 3.2 (2016), 141–61.
42 | Sekolah Pendidikan Kritis II
sekolah; belajar yang bernilai adalah hasil kehadiran kita
di kelas; nilai yang meningkat diukur dari ilmu pengeta-
huan yang diperoleh; nilai-nilai dapat diukur dan dicatat
melalui gelar dan ijasah. Kedua, mitos tentang pengukuran
nilai. Sekolah menginisiasi siswa ke dalam dunia mereka
bahwa segala hal adalah dapat diukur, termasuk prestasi
siswa; sekolah membagi berbagai mata pelajaran yang
hasilnya dapat diukur dengan standar internasional. Ketiga,
mitos pemaketan nilai-nilai: sekolah menjual kurikulum,
sehingga kurikulum berfungsi sebagai barang komoditas.
Keempat, mitos kemajuan yang berkesinambungan. Untuk
dapat maju, sekolah mengharuskan siswanya untuk selalu naik
ke tingkat yang lebih tinggi dengan kompetisi yang lebih ketat.
Ivan Illich berpendapat bahwa kekaburan antara sekolah dan
pendi-dikan telah menyebabkan keyakinan popular yang naïf
bahwa pendidikan harus mahal, rumit, dan dipercayakan
hanya dilakukan oleh pendidik spesialis. Dengan
memonopoli keuangan dan sumber daya manusia untuk
pendidikan yang sebetulnya telah tersedia di masyarakat,
sekolah telah mengecilkan lembaga lain untuk ikut dalam
proses pendidikan. Untuk mengatasi persoalan pendidikan
formal tersebut, Ivan Illich mengusulkan pembubaran sekolah
formal, atau masyarakat harus dibebaskan dari seko-lah
(deschooling society). Selanjutnya pendidikan lebih baik
dilaksanakan oleh masyarakat sendiri dalam bentuk jaringan
pendidikan.12
Lebih tajam lagi kritik yang dilontarkan Ivan Illich
dalam Deschooling Society bahwa kebanyakan siswa dari
kalangan keluarga miskin secara intuisi mengetahui apa yang
12
Muh. Hanif, ‘DESAIN PEMBELAJARAN UNTUK TRANSFORMASI SOSIAL (Studi Perbandingan
Pemikiran Paulo Freire Dan Ivan Illich Tentang Pendidikan Pembebasan)’, KOMUNIKA: Jurnal
Dakwah Dan Komunikasi, 8.2 (1970), 113–28 <https://doi.org/10.24090/komunika.v8i2.752>.
43 | Sekolah Pendidikan Kritis II
telah dilakukan oleh sekolah-sekolah terhadap mereka.
Sekolah-sekolah membingungkan mereka tentang proses dan
substansi sehingga segala sesuatu menjadi kabur. Logika baru
diasumsikan bahwa semakin bagus usaha yang dilakukan di
sekolah semakin bagus pula hasilnya atau semakin tinggi pula
tingkat kesuksesannya. Pada giliran berikutnya anak-anak
disekolahkan untuk menjadi bingung dan kabur tentang antara
mengajar dengan belajar, antara tingkat kemajuan dengan
pendidikan, antara ijazah dengan kompetensi dan antara
kelancaran dengan adanya kemampuan untuk menyatakan
sesuatu yang baru. Imaginasi anak dikarantina untuk
menerima pelayanan dari tatanan sesuatu nilai.13
Berdasarkan kondisi pendidikan sekolah di atas,
Illich mengagas konsep pendidikan tanpa sekolah. Adapun
konsep yang ditawarkan Illich sebagaiberikut: Pertama,
menghilangkan konsep batas umur dan usia wajib
sekolah. Tidak ada lagi masa kanak-kanak. Masyarakat
akan mampu menciptakan lingkungan yang menyenangkan
bagi kaum muda, jika mampu mengatasi masa kanak-
kanaknya(Illich, 2000).
Kedua, relasi guru dan murid. Kenyataan bahwa
orang belajar untuk mengetahui bagaimana cara hidup, justru
lebih banyak dilakukan di luar sekolah. Anak belajar
berbicara, merasa dicintai, bermain, bekerja sama, peduli dan
keterampilan hidup lainnya, dari lingkungan keluarga. Siswa
mempelajari sebagian besar dari yang seharusnya diajarkan
oleh gurunya, justru dari teman sebaya, dari bahan bacaan
sekunder dan praktik mandiri.Maka relasi guru dan
muridharus dibebaskan dari belenggu berkuasa dan
dikuasai(relasi yang membebaskan)(Illich, 2000).Ketiga,
13
Zulfatmi Zulfatmi, ‘Reformasi Sekolah (Studi Kritis Terhadap Pemikiran Ivan Illich)’, Jurnal
Ilmiah Didaktika, 14.1 (2013), 221–37 <https://doi.org/10.22373/jid.v14i1.498>.
44 | Sekolah Pendidikan Kritis II
memberi kesempatan kepada setiap orang untuk
mengakses sumber belajar secara mudah. Keempat,
memungkinan setiap orang yang memiliki suatu
pengetahuan berbagi kepada orang lain dengan mudah,
tanpa dibatasi formalisasi tertentu. Kelima,adanya jaminan
setiap orang atau pihak dapat berkontribusi dalam
pendidikan (Illich, 2000).14
Menurut illich wajib sekolah menimbulkan polarisasi
dalam masyarakat. Negara dinilai seperti kasta-kasta yang
drajat pendidikannya di tentukan jumlah rata-rata banyaknya
tahun pendidikan bagi warganya, kesempatan mendapatkan
pendidikan yang sama merupakan tujuan yang dapat di
laksanakan namun menyamkan dengan keharusan sekolah
sama halnya dengan anggapan keselamatan greja. Sekolah
telah menjadi gama yang di anut oleh proletar modern dan
memberikan janji-janji hampa dan keselamatan kepada kaum
miskin di zaman tekhnologi sekarang ini.
14
A Subkhan, ‘Relevansi Kebijakan Merdeka Belajar Terhadap Konsep Pendidikan Tanpa
Sekolah Ivan Illich’, At -Tarbiyat: Jurnal Pendidikan Islam, 04.03 (2021), 539–53
<http://jurnal.staiannawawi.com/index.php/At-
Tarbiyat/article/view/314%0Ahttp://jurnal.staiannawawi.com/index.php/At-
'mpTarbiyat/article/download/314/246>.
45 | Sekolah Pendidikan Kritis II
MATERI IV
MARXISME PENDIDIKAN
B. Marxisme
Marx mempunyai pandangan bahwasannya dalam
pemikirannya ia meneruskan dan menyempurnakan ketiga
aliran ideologi yang pokok pada abad ke-19 yang kemudian
masing-masing muncul dari tiga negeri yang paling maju dari
umat manusia yaitu: filsafat klasik Jerman, Ekonomi Politik
Klasik Inggris dan Sosialisme Perancis yang dirangkaikan
dengan ajaran Revolusioner Perancis. Hal yang pokok dalam
ajaran Marx ialah penjelasan tentang peranan sejarah yang
meliputi seluruh dunia dari pada proletariat sebagai pembina
masyarakat Sosialis. Marxisme merupakam metode analisa,
bukan analisa teks-teks, namun merupakan analisa relasi-
relasi sosial. Marxisme adalah filsafat yang berawal dari
tulisan-tulisan Marx. Dalam arti sangat luas, Marxisme berarti
ajaran Karl Marx.
Marxisme dalam arti ini mencakup materialisme
dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada
kehidupan sosial. Dalam arti agak lebih sempit, sebagian
orang memahami Marxisme sebagai sejauh menyangkut
2. Filsafat Meterialisme
Filsafat yang menyatakan bahwa dunia ada
dengan tidak bergantung kepada kesadaran, sensasi
atau pengalaman, materi adalah kenyataan yang
objektif yang diberikan kepada kita dalam sensasi.
Materi, alam yang jasmaniah adalah primer; dan jiwa,
kesadaran, sensasi kejiwaan adalah sekunder. Perlu
ditekankan bahwa materi dunia melahirkan benda
dalamn dirinya sendiri, yang diberikan dalam sensasi
tidaklah bergantung kepada sensasi, yaitu, materi itu
tidak bergantung kepada manusia dan pengalaman
manusia. Ajaran tentang tidak bergantungnya dunia
luar pada kesadaran (sensasi, pengalaman) adalah
dalil pokok daripada materialisme. Materialime dalam
konteks pembahasan filsafat sering dilawankan
dengan idealisme, sebab kedua aliran (school) ini
memiliki kawasan yang bertitik pisah dan masing-
masing mempunyai ciri atau penganut dalam sejarah
kemanusiaan.
Materialisme yang juga lazim disebut serba zat
merupakan bagian dari filsafat metafisika dan
terutama ontologi. Zatlah yang menjadi sifat dan
keadaan terakhir kenyataan. Segala keadaan dan
kejadian berasal dari metari. Unsur dasar seluruh
C. Jenis-Jenis Materialisme
1. Materialisme Rasionalistis: menurut materialisme
rasionalistis, seluruh kenyataan dapat dimengerti
seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah).
2. Materialisme Mitis atau Biologis: menyatakan bahwa
dalam peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang
mengungguli kita. Misteri itu tidak berhubungan dengan
suatu prinsip imaterial.
3. Materialisme Parsial: diajurkan oleh orang-orang yang
dalam bidang apapun mereduksikan unsur imaterial atau
formal pada sesuatu yang material dan karenanya
menyangkal adanya ciri khusus unsur imaterial atau
formal.
4. Materialisme Antropologis: muncul dalam dua bentuk.
Pertama, materialisme yang membantah adanya jiwa.
Jiwa disamakan dengan materi dan dengan perubahan-
perubahan fisik-kimiawi dengan materi. Kedua,
materialisme yang menyangkal adanya
ketidaktergantungan eksistensial jiwa pada materi.
5. Materialisme Dialektis: memadukan pandangan bahwa
yang nyata adalah materi sematamata disatu pihak
dengan dialektika‖ Hegel, dipihak lain. Penerapan
materialisme dialektis pada kehidupan sosial
menumbulkan materialisme historis.
6. Materialisme Historis: hakikat sejarah terjadi karena
proses-proses ekonomis.
Materialisme dialektis dan materialisme historis
menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang berkenaan
15
Karl Marx dan Frederick Engels, Selected Correspondance,
Letter to Bloch, 21-22 September 1890, dikutip dalam Allan Wood, Reason
and Revolt (Yogyakarta: IRE Press,2006)
55 | Sekolah Pendidikan Kritis II
masyarakat luas ini merupakan unsur-unsmya. Anggapan itu
dikritik oleh Marx, pertama, Hegel memutar balikkan tatanan
yang sebenarnya. Bukan negara sebagai subyek yang
unsurunsurnya adalah keluarga dan masyarakat luas,
melainkan keluarga dan masyarakat luas adalah pengandaian-
pengandaian negara. Dengan sarkasme tajam Marx menulis:
"Logika ini bukan unuk membuktikan negara, melainkan
negara dipakai sebagai bukti logika". Marx mengkritik bahwa
masyarakat luas merupakan realitas yang terpisah dari negara.
Masyarakat hidup dalam dunia skizofren: Dalam masyarakat
luas ia hidup sebagai individu egois terisolasi, sedangkan
hakikat sosialnya terpisah daripadanya dijadikan negara yang
menghadapinya sebagai kekuatan represif. Manusia harus
memecahkan hakikatnya, eksistensi negara sebagai
pemerintah selesai tanpa anggota masyarakat, dan
eksistensinya dalam masyarakat luas selesai tanpa negara".
Marx mengkritik Hegel pada dua hal;
1. Bahwa ia memutarbalikkan subyek dan obyek: Hegel
menyatakan negara sebagai subyek dan masyarakat
sebagai obyek, padahal kenyataan adalah kebalikannya,
2. Hegel hendak mengatasi egoism masyarakat melalui
negara sebagai penertib, hal ini berarti bahwa kesosialan
(anti-egoisme) tidak masuk kembali kedalam
masyarakat, melainkan hanya dipaksakan dari luar
kepadanya oleh negara; padahal yang perlu adalah
mengembalikan kesosialan manusia sendiri.
Kedua, emansipasi atas keterasingan manusia Karl
Marx berangkat dari kritik terhadap agama. Gagasan Karl
Marx tentang kritik terhadap agama bertolak dari pemikiran
Feurbach (1804-1872). Feurbach memandang Hegel sebagai
puncak rasionalisme modern, tetapi dalam suasana semacam
ini dominasi agama tetap mewamai kehidupan sehingga dunia
KAPITALISME PENDIDIKAN
A. KAPITALISME
1. Pengertian Kapitalisme
Apabila ditinjau dari kata, kapitalisme merupakan
sebuah kata benda yang disamakan dengan terma
“Capital” yang bermakna dana dan dipahami sebagai bak
alat pabrikasi umpama uang dan tanah. Menurut oxford
dictionary Kapital memiliki pengertian yaitu;
1. A sum of money used to start a business.
2. People who use their money to start business.
3. All the wealth owned by a person or a business.
4. Wealth property that can be used to produce more
wealth.
Terma capitalism ini apabila merujuk ke sistem ekonomi
memiliki arti yaitu; Economic system in which a country’s
trade and industry are controlled by private owner for
profit, rather than by the state.
Untuk lebih jelasnya inilah beberapa pengertian
kapitalisme menurut para tokoh:
a. Adam Smith
b. Max Weber
c. Karl Marx
Mendifinisikan kapitalisme sebagai corak
atau introduksi golongan kapitalis. Adapun corak
yang kaum kapitalis sadari adalah dimotivasi oleh
pemikiran pola ekonomi dalam rangka menumpuk
kekayaan. Konsep kapitalisme bagi Marx merupakan
suatu formasi masyarakat kelas dan didistrukturasikan
dengan aturan eksklusif, yang mana manusia
dikonfigurasi untuk pabrikasi dalam kebutuhan
hidupnya.
d. Ayn Rand
Mendefinisikan kapitalisme laksana a social
system based on the recognition of individual rights,
including property rights, in which all property is
16
Hasan, Mahyudi. Analisis terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme Adam
Smith. Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo.
https://core.ac.uk/download/pdf/300042135.pdf
64 | Sekolah Pendidikan Kritis II
masuk dan keluar pasar. Pelaku ekonomi yang melihat
peluang profit bisa langsung pasar. Demikian pula pelaku
ekonomi yang gagal (rugi) dapat langsung keluar tanpa
ada regulasi yang menghambatnya (Ahmad Erani Yustika,
2012: 220).17
17
Itok Dwi Kurniawan, Sri Lahir. SISTEM KAPITALISME NEGARA SEBAGAI
ALTERNATIF SISTEM EKONOMI KERAKYATAN BERDASARKAN PANCASILA.
2017. Jurnal Edunomika vol.1. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AAS Surakarta.
https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jie/article/view/153/119
65 | Sekolah Pendidikan Kritis II
didapatnya dengan berhutang dengan membeli kapal yang
kedua, ketiga dan seterusnya.
Hal-hal penting dalam dunia ini mula-mula timbul secara
sederhana demikian pula dengan kapitalisme ini. Mula-mula
timbul di Eropa barat dalam lapangan industri tekstil kra-kira
tahun 1250. Pada mulanya sebuah perusahaan tenun domba
milik Negara Belanda memperoleh bahan dari daerahnya
sendiri. Tetapi kemudian ekspor barang tenunan meningkat,
bulu domba didatangkan dari daerah lain, terutama dari pasar
Calais, yang mendatangkan bulu domba dari tanah Inggris.
Saudagar yang banyak modalnya menempatkan dirinya antara
penenun dan bahan tenunan, diborongnya bulu domba di
Calais itu, lalu dijualnya kepada penenun. Dalam taraf berikut
bulu domba benar-benar telah menjadi milik saudagar yang
telah dapat disebut menjadi seorang pengusaha. Dalam sistem
kapitalisme orang mengadakan produksi tidak hanya untuk
menutupi kebutuhan hidup, misalnya seorang petani atau
seorang pekerja tangan dalam sistem kapitalisme orang
mengadakan produksi dengan mengandung laba. Laba yang
diperoleh sesudah dikurangi untuk menutup ongkos-ongkos
yang dikeluarkan, dipergunakan pula untuk mengadakan
perusahaan baru pula. Jadi laba bukan dianggap sebagai
karunia, yang dapat diraih dengan suatu selamatan. Belum
tentu bahwa tiap-tiap milik dapat disebut kapital, sebuah
rumah tempat kita diam, atau sesuatu yang kita beli untuk
menyenangkan hati bukan kapital (Romein : 97).
Dalam abad pertengahan persaingan terbatas karena
kebanyakan pekerja tangan tergabung dalam organisasi yang
disebut “gilda”. Organisasi itu mengadakan aturan-aturan
keras yang tidak memungkinkan terjadinya persaingan.
Perkembangan lebih lanjut yaitu efek dari Revolusi Industri di
Inggris sehingga bisa dikatakan kapitalisme memasuki era
D. Periodisasi Kapitalisme
18
Intan Amariati. KAPITALISME : SEJARAH, BENTUK DAN
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d4253a62231b12
6b9bf73d2b05eb754f.pdf
72 | Sekolah Pendidikan Kritis II
pada berikutnya mampu beranjak apa yang disebut
sebagai surplus sosial. Surplus sosial yang didapatkan
lalu dikembangkan terus-menerus yang akhirnya bisa
berkompetisi dengan pola ekonomi sebelumnya.
Keunggulan tersebut lalu digunakan dibidang bisnis
bahan-bahan mentah, bisnis perkapalan, bisnis
pergudangan, bisnis barang-barang jadi dan lainnya
sebagainya. Ekspansi demi elaburasi dengan alasan
keproduktifan telah dilakukan. Selanjutnya,
menghadirkan fenomena menggemparkan dengan
datangnya penjajah atau imprealisme ke daerah lain.
Setelah itu, kapitalisme memasarkan hasil produksinya
dari suatu perjalanan dari suatu daerah ke daerah lain.
Pada akhirnya, perdagangan yang dilakukan menjadi
perdagangan yang terima oleh masyarakat pada
umumnya (Kristeva, 2015).
2. Kapitalisme Klasik (17-1914)
Pada periode ini, kapitalisme mengalami perubahan
dari monopoli kapital dagang menjadi kapital industri.
Perkembangan ini merupakan ciri khas revolusi industri
di Inggris. Jadi, penerapan secara praktis dari ilmu
pengetahuan teknis yang ada selama berabad-abad
lamanya, sedikit demi sedikit berangsur-angsur telah
dilakukan. Dengan demikian, kapitalisme menginjak
dan menjadi pelopor bagi perubahan teknologi karena
akumulasi modal memungkinkan penggunaan
pembaharuan. Pada periode ini pula, tepatnya
kapitalisme memulai dan meletakkan pondasi dasarnya,
yaitu; laisez faire sebagai doktrin mutlak Adam Smith.
3. Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914)
19
Hasan & Mahyudi – Analisis terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme
Adam Smith. Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo.
https://core.ac.uk/download/pdf/300042135.pdf
20
Faizal Alifandi, Potret Pendidikan: antara pendidikan, globalisasi dan
kapitalisme, jurnal IAIN Purwokerto JPA, Vol.19 No.2, Juli –Desember 2018,
Hlm 98
21
Htpps://databoks.katadata.co.id/datapublis/2021/01//11/terdapatt-157-
ribu-siswa-puyus-sekolah-pada- tahun-ajaran-20192020
22
UUD 1945
23
UU 20 Tahun 2003
76 | Sekolah Pendidikan Kritis II
menjadi objek pasif dan memenjarakan kreatifitas serta
pemikiran meraka. Yang mana seharusya peserta didik berhak
mendapakan pembelajaran baik dari segi kognitiif,
psikomotorik, dan afektif serta peserta didik adalah sebagai
subjek dalam jalanya pendidikan untuk objeknya adalah ilmu
pengetahuan agar pengembangan intelektual peserta didik bisa
berjalan.
Kapitalisme pendidikan merupakan faktor yang
merubah logika pendidikan,dari public goods telah berubah
sebagai private goods. Di mana pendidikan tidak lebih dari
sarana untuk akumulasi kapital. Kondisi seperti ini adalah
akibat adanya privatisasi pendidikan yang merupakan imbas
diberlakukannya kebijakan kapitalisme dalam system
perekonomian Indonesia. Implikasi lebih jauh adalah
mahalnya biaya pendidikan yang menyebabkan pendidikan
hanya dapat diakses oleh mereka yang berkantong tebal saja,
orang kaya. Sedangkan orang miskin tidak lagi memiliki
kesempatan untuk mengaksesnya. Berbagai kebijakan yang
dibuat pemerintah seperti pencabutan subsidi pendidikan dan
memandirikan pengelolaan pendidikan pada institusi sekolah
adalah nyata sebagai bentuk diskriminasi terhadap orang
miskin dalam akses pendidikan. Orang miskin dilarang
sekolah adalah benar adanya dalam masyarakat Indonesia. 24
24
Umami, Kapitalisme pendidikan dalam presfektif islam, skripsi IAIN
Walisongo Semarang, 2009, Hlm, II
77 | Sekolah Pendidikan Kritis II
tersebut. Secara garis besar ada dua solusi yang bisa diberikan
anatara lain :
1. Solusi Sistemis
Solusi Sistemik yaitu solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan
sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang
ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalis
yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan
tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk
pendanaan pendidikan. Maka untuk solusi-solusi
masalah yang ada khususnya yang ada hubungannya
dengan mahalnya biaya pendidikan, berarti yang harus
dirubah adalah sistem ekonominya.
2. Solusi Teknis
Solusi Teknis yaitu solusi untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan
sistem pendidikan. Bahwa secara tegas, pemerintah
harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan
dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai
yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya
alam yang melimpah. Dengan adanya ketersediaan dana
tersebut, maka pemerintahakan dapat menyelesaikan
permasalahan pendidikan dengan memberikan
pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat pada usia
sekolah dan yang belum sekolah baik untuk tingkat
pendidikan dasar (SD-SMP) maupun pendidikan
menengah (SMA). Atau misalnya lagi yaitu
menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi
siswa.