Anda di halaman 1dari 4

3 LANDASAN UTAMA FILSAFAT PENDIDIKAN

1. ONTOLOGI PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN ONTOLOGI PENDIDIKAN
Istilah “ontologi” berasal dari bahasa Yunani kuno dan tersusun dari dua kata:
ontos (sesuatu yang berwujud) dan logos (ilmu atau teori). Jadi, ontologi dapat
diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud atau mengenai hakikat yang ada.
Landasan ontologis atau sering juga disebut landasan metafisik merupakan landasan
filsafat yang menunjuk pada keberadaan atau substansi sesuatu. Misalnya, pendidikan
secara ilmiah ditujukan untuk mensistematisasikan konsep-konsep dan praktik
pendidikan yang telah dikaji secara metodologis menjadi suatu bentuk pengetahuan
tersendiri yang disebut Ilmu Pendidikan. Pengetahuan ilmiah mengenai pendidikan
pada hakikatnya dilandasi oleh suatu pemikiran filsafati mengenai manusia sebagai
subjek dan objek pendidikan, pandangan tentang alam semesta; tempat manusia hidup
bersama, dan pandangan tentang Tuhan sebagai pencipta manusia dan alam semesta
tersebut.
Ontologi pendidikan berarti membahas tentang hakikat atau kebenaran
pendidikan. Hakikat pendidikan yang dimaksud adalah tujuan pendidikan, hakikat
pendidik dan peserta didik, serta hakikat kurikulum pendidikan. Ontologi haruslah
berdasar pada fakta, bukan mitos (sesuatu hal yang belum terbukti secara rasional dan
empiris). Ontologi pendidikan mengajarkan untuk memanusiakan manusia. Setiap
lembaga pendidikan haruslah memiliki identitas masing-masing.

B. HUBUNGAN ONTOLOGI DALAM PENDIDIKAN


Pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Disini bermakna bahwa
adanya. Pendidikan bermaksud untuk mencapai tujuan, maka dengan ini tujuan
menjadi hal penting. Dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pendidikan dapat membawa anak menuju kepada kedewasaan,
dewasa baik dari segi apapun.
Dengan mengetahui makna pendidikan maka makna ontologi dalam pendidikan
itu sendiri merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Berisi
mengenai hal-hal yang bersifat empiris (suatu sumber pengetahuan yang diperoleh
dari obserfasi atau percobaan) serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui
manusia dan objek apa yang diteliti. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi
pendidikan dimana sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan
ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari Pondasi
ilmu dimana teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
2. EPISTIMOLOGI
A. PENGERTIAN EPISTIMOLOGI
Istilah“epistimologi” berasal dari bahasa Yunani kuno, dan tersusun dari duakata:
episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu atau teori). Maka epistimologi dapat
dimaknai sebagai ilmu atau teori pengetahuan.Dalam bahasa Inggris, ia biasanya
dipadankan dengan istilah theory of knowledge; sedangkan dalam Bahasa Indonesia,
ia biasanya disama artikan dengan“filsafat ilmu”. Epistimologi adalah teorimengenai
hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan. Maka epistimologi
dapat dimaknai sebagai ilmu atau teori pengetahuan.Dalam bahasa Inggris, ia
biasanya dipadankan dengan istilah theory of knowledge; sedangkan dalam Bahasa
Indonesia, ia biasanya disama artikan dengan“filsafat ilmu”. Epistimologi adalah teori
mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.

B. ALIRAN-ALIRAN DALAM EPISTEMOLOGIS


A. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau rasio.
B. Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui
pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam
empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia menjadi
pengalaman.
C. Realisme
Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek
yang kita serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek
tersebut tidak bergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain
tidak bergantung pada pikiran subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi,
tetapi interaksi tersebut memengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dunia telah ada
sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah pikiran berhanti
menyadari.
D. Kritisisme
Kritisisme menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari
empiri (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal akan menempatkan,
mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan
waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan
akal merupakan pembentukannya.
E. Positivisme
Tokoh aliran ini di antaranya August Comte, yang memiliki pandangan sejarah
perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap,
yaitu:
 Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau
pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh
takhayul-takhayul sehingga subjek dengan objek tidak dibedakan.
 Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.
 Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan
hukum hukum dan saling terhubung melalui fakta. Oleh karena itu, pada
tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan lewat
fakta.
F. Skeptisisme
Menyatakan bahwa indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan. Namun, pada
zaman modern berkembang menjadi skeptisisme medotis (sistematis) yang
mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengalaman diakui benar.
G. Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan, namun
mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari
pengetahuan tersebut. Dengan kata lain kebenaran pengetahuan hendaklah
dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan.

C. RELASI EPISTIMOLOGI DALAM PENDIDIKAN


Relasi atau hubungan antara epistimologi dengan pendidikan adalah untuk
mengembangkan ilmu yang produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu
gambaran umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
Dalam penjelasan epistimologi, kita diajarkan bagaimana caranya memperoleh
sesuatu, maka di dalam pendidikan mulai dari hal perencanaan sampai dengan
evalusai harus dilaksanakan dengan benar. Desain pendidikan merupakan proses yang
sangat berharga dalam tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sementara zaman sekarang lebih banyak mengembangkan active
learning yang mana siswa lebih aktif dari pada gurunya.

3. AKSEKIOLOGI
A. PENGERTIAN AKSEKIOLOGI
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “axios” yang
berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat
yang mempelajari nilai. Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai. Suriasumantri
mendefinisikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh. Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995)
adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika. Sedangkan menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo
(2007), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Dalam
Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value and
valuation.
B. IMPLIKASI AKSIKOLOGI Dalam PENDIDIKAN
Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan
nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam kepribadian
peserta didik. Memang untuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan
jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti
mendalam dimaksudnya untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan
tugas utama pendidikan.
Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk
dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi
etika, estetika, dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan
saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara
adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan bahkan sebaliknya
harus mendapat perhatian.

C. RELASI AKSIOLOGI dalam PENDIDIKAN


Dalam bidang aksiologi, pemikiran filsafat diarahkan pada persoalan nilai, baik
dalam konteks estetika, moral maupun agama. Yang menjadi pertanyaan dalam
wilayah ini terkait pada apa hakikat nilai, apakah ia absolut atau relatif, bagaimana
menentukan nilai, apakah sumber nilai itu dan lain sebagainya. Persoalan nilai ini
sesungguhnya adalah muara bagi keseluruhan aktivitas berpikir filsafat itu sendiri.
Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika fokus telaahan
filsafat diarahkan untuk mencari pemecahan terhadap masalah hakikat dan kebenaran
dalam suatu realitas yang ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik.
Logika adalah suatu disiplin dalam kajian filsafat yang mengajarkan tentang tata
hubungan antar gagasan dan ide yang dimiliki seseorang menuju pembentukan suatu
kesimpulan, pemahaman dan keyakinan mendalam terhadap segala realitas. Dengan
logika seseorang akan memiliki pemahaman yang tegas dan jelas tentang bagaimana
membangun sebuah pemikiran yang logis, baik dalam struktur maupun dalam materi.

Anda mungkin juga menyukai