Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dari Sudut Pandang Manajemen Pendidikan


(Filsafat dan Teori Manajemen Pendidikan)

KELOMPOK 5
Agung Ardiansyah 2023012002
Andina Wijayati 2023012013
Asti Retnosari 2023012019
Kartika Meilinda 2023014004
Zelda Amini 2023012008

Dosen Pengampu:
Dr. Riswanti Rini, M.Si.

MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Membahas tentang filsafat manajemen pendidikan, tidak bisa kita pisahkan

dengan sejarah filsafat. Seperti kita ketahui filsafat mempunyai andil yang sangat

besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, segala ilmu pengetahuan lahir

dari rahim filsafat. Bisa dikatakan bahwa filsafat adalah induk segala ilmu

pengetahuan. Pada fase awalnya filsafat hanya melahirkan dua ilmu pengetahuan,

yakni ilmu alam (Natural Philosophy) dan ilmu sosial (Moral Philosophy) maka

dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan (Suriasumantri, 2005:92). Hal

ini, menurut Ibnu Khaldun disebabkan oleh berkembangnya kebudayaan dan

peradaban manusia.

Dalam abad ke 18 dengan bermunculannya negara-negara maju dibelahan dunia,

muncul cabang ilmu pengetahuan baru yakni manajemen, yang semula masih

segan diakui sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini bukanlah suatu yang baru. Ilmu

kemasyarakatan (yang sejak semula dinamakan sosiologi) harus memperjuangkan

kedudukannya untuk menjadi ilmu pengetahuan disamping ilmu-ilmu

pengetahuan yang lain. Demikian pula halnya ilmu ”manajemen” yang menjadi

bahan perbincangan kita sekarang. Barulah pada masa Taylor dan Fuyol, seiring

dengan tumbuhnya negara-negara industri ilmu manajemen itu mulai dianggap

sebagai ilmu. Kelahiran ilmu manajemen kemudian diadopsi oleh dunia

pendidikan yang kemudian disintesiskan menjadi menajemen pendidikan.


Menurut Suriasumantri (2005:35), Setiap pembahasan tentang gejala atau objek

sesuatu ilmu pengetahuan (manajemen pendidikan), paling sedikit kita

pertanyakan (1) apa hakikat gejala/objek itu (landasan ontologis), (2) bagaimana

cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek itu (landasan epistemologis), (3)

apa manfaat gejala/objek itu (landasan aksiologis).


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi

Kata ontologi berasal dari perkataan yunani, yaitu Ontos: being, dan Logos:

logic. Ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang

keberadaan sebagai keberadaan) atau ilmu tentang yang ada. Ontologi

diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan kajian

mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada,

sepanjang sesuatu itu ada. Clauberg menyebut ontologi sebagai “ilmu

pertama,” yaitu studi tentang yang ada sejauh ada. Studi ini dianggap berlaku

untuk semua entitas, termasuk Allah dan semua ciptaan, dan mendasari

teologi serta fisika. Pertanyaan yang berhubungan obyek apa yang dikaji oleh

pengetahuan itu (ontologi), bagaimana cara mengetahui pengetahuan tersebut

(epistemologi), dan apa fungsi pengetahuan tersebut (aksiologi).

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal

dari Yunani. Kajian tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat

konkret. Tokoh yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis

adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Thales, misalnya, melalui

perenungannya terhadap air yang ada di mana-mana, ia sampai pada

kesimpulan bahwa air merupakan “substansi terdalam” yang merupakan asal

mula dari segala sesuatu. Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah

ajarannya yang mengatakan air itulah asal mula segala sesuatu, melainkan
pendiriannya bahwa “mungkin sekali segala sesuatu berasal dari satu

substansi belaka.”

Kemudian dalam Ensiklopedi Britannica dijelaskan bahwa ontologi adalah

teori atau studi tentang yang ada (being/wujud) seperti karakteristik dasar dari

seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika, yaitu studi filosofis

untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk

menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut. Persoalan tentang

ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam bidang filsafat, yang

membahas tentang realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya

menjurus pada sesuatu kebenaran. Realitas dalam ontologi ini melahirkan

pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada ini?;

apakah realitas yang tampak ini sesuatu realita materi saja? Adakah sesuatu di

balik realita itu? Apakah realitas ini terdiri dari satu bentuk unsur (monisme),

dua unsur (dualisme) atau pluralisme? Dalam pendidikan, kegiatan

membimbing anak untuk memahami realita dunia dan membina kesadaran

tentang kebenaran yang berpangkal atas realita merupakan stimulus

menyelami kebenaran tahap pertama. Dengan demikian potensi berpikir kritis

anak-anak untuk mengerti kebenaran telah dibina sejak awal oleh guru di

sekolah atau pun oleh orangtua di keluarga.

B. Ontologi Dari Sudut Pandang Manajemen Pendidikan

Telah kita ketahui bersama bahwasanya ontologi ialah suatu kajian keilmuan

yang berpusat pada pembahasan tentang hakikat. Ketika ontologi dikaitkan

dengan filsafat pendidikan, maka akan munculah suatu hubungan mengenai

ontologi filsafat pendidikan.


Pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Disini bermakna

bahwa adanya pendidikan bermaksud untuk mencapai tujuan, maka dengan

ini tujuan menjadi hal penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara

umum dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat membawa anak menuju

kepada kedewasaan, dewasa baik dari segi jasmani maupun rohani. Dengan

mengetahui makna pendidikan maka makna ontologi dalam pendidikan itu

sendiri merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Berisi

mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang

ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi

pendidikan adalah objek materi pendidikan dimana sisi yang mengatur

seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan

menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah

teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

Diatas telah disebutkan bahwa pendidikan ditinjau dari sisi ontologi berarti

persoalan tentang hakikat keberadaan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa

pendidikan selalu berada dalam hubungannya dengan eksistensi kehidupan

manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidak mungkin bisa menjalankan tugas

dan kewajibannya di dalam kehidupan, pendidikan secara khusus difungsikan

untuk menumbuh kembangkan segala potensi kodrat (bawaan) yang ada

dalam diri manusia. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa ontologi

pendidikan berarti pendidikan dalam hubungannya dengan asal-mula,

eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia.


Objek yang ditelaah dalam manajemen kependidikan adalah pendidikan (arah

berpikir teoritis) yang memaparkan tentang hakikat pendidikan, tujuan

pendidikan, makna pendidikan, hukum pendidikan, sejarah pendidikan dan

sebagainya.

Wujud dari objek (pendidikan) adalah bantuan, pertolongan, bimbingan,

nasihat dan keteladanan. Dalam tautan makna seperti itu manusia

membutuhkan pendidikan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri.

Dalam pemahaman demikian manusia sadar dan merasa, serta berpikir bahwa

memanusiakan manusia dibutuhkan pendidikan (berpikir). Manusia perlu

dibantu, ditolong, dibimbing, dinasehati, diberi teladan agar hidup manusia

berkualitas. Karena pendidikan sangat luas dan kompleks maka dibutuhkan

cara untuk mengelola (manajemen) pendidikan agar pendidikan dapat

bermakna bagi kehidupan manusia.

Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan manajemen pendidikan

melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara

empiris baik yang berupa tingkat kwalitas maupun kwantitas hasil yang

dicapai. Objek materi manjemen pendidikan pendidikan ialah sisi manajemen

yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan, yaitu, Perencanaan,

pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan

keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negoisasi serta pengembangan

organisasi) dan pengendalian (meliputi pemantauan, penilaian, dan

pelaporan).
C. Pengertian Epistemologi

Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan

dan logos yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas

tentang pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga

teori pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara

memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan.

Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti

atau membahas tentang tata-cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu

dan keilmuan. Tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan

keilmuan adalah dengan metode non-ilmiah, metode ilmiah dan

metode problem solving. Pengetahuan yang diperoleh melalui

pendekatan/metode non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan

cara penemuan secara kebetulan; untung-untungan (trial and error); akal

sehat (common sense); prasangka; otoritas (kewibawaan); dan pengalaman

biasa.

Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan

deduktif dan induktif. Sedangkan metode problem solving adalah

memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan;

merumuskan hipotesis; mengumpulkan data; mengorganisasikan dan

menganalisis data; menyimpulkan dan conlusion; melakukan verifikasi, yakni

pengujian hipotesis. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori,

prinsip-prinsip, generalisasi dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai


sebagai basis, bingkai atau kerangka pemikiran untuk menerangkan,

mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi atau meramalkan sesuatu

kejadian secara lebih tepat.

D. Epistemologi Dari Sudut Pandang Manajemen Pendidikan

Menurut Amsal Bakhtiar Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang

filsafat yang berurusan  dengan hakekat dan lingkup pengetahuan,

pengandaian-pengandaian , dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban 

atas pernyataan  mengenai pengetahuan yang dimiliki.

Dengan demikian, epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana

kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah

hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana

pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia.

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan

apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi

pengetahuannya adalah selalu terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang

diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya. Dalam

pengetahuan harus ada subjek (kesadaran untuk mengetahui sesuatu) dan

objek (sesuatu yang dihadapi sebagai hal yang ingin diketahui). Pengetahuan

merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan

manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya. Terjadinya

pengetahuan dapat bersifat apriori dan aposteriori. Apriori yaitu pengetahuan

yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera
maupun pengalaman batin. Aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi

karena adanya pengalaman.

Sumber-sumber pengetahuan antara lain: Pengalaman indera (sense

experience), Nalar (reason), Intuisi (intuition), Wahyu (revelation), Otoritas

(authority), dan Keyakinan (faith).

Substansinya, Epistemologi pendidikan adalah filsafat tentang sumber-sumber

pendidikan dan seluk-beluk pendidikan. Secara epistemologi, landasan

pendidikan mengacu pada fitrah sebagai dasar pengembangan dan inovasi

pendidikan yang berkarakter, karena pendidikan yang berkarakter selalu

bertolak dari aspek-aspek kemanusiaan. Epistemologi diperlukan dalam

pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan dasar kurikulum yaitu

menyangkut materi yang bagaimana serta bagaimana cara menyampaikan

pengetahuan kepada anak didik disekolah.

Pertanyaan mengenai mengapa salah satu mata pelajaran dijadikan pelajaran

wajib dan mengapa pelajaran lain dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan

juga merupakan penerapan epistemologi dalam bidang pendidikan. Beberapa

contoh lain adalah menyangkut pertanyaan berikut: metode mana yang paling

tepat digunakan dalam proses pendidikan? Dengan sistem pendidikan yang

mana kegiatan pendidikan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai pendidikan

yang benar? Pertanyaan-pertanyaan ini jika dikaitkan dengan epistemology

pendidikan, maka epistemologinya menekankan pada upaya, cara, atau

langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan. Jelaslah bahwa


aktivitas berfikir dalam epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu

mengembangkan kreatifitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi.

E. Pengertian Aksiologi

Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “aksios”

yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Aksiologi merupakan cabang

filsafat yang mempelajari nilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu

yang membicarakan tentang tujuannilmu pengetahuan itu sendiri dan

bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut. Dalam hal ini yang ingin

dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yangterdapat dalam suatu

pengetahuan. Jadi aksiologi di sini adalah menyangkut masalah nilai

kegunaan ilmu. Adapun aksiologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia; atau

kajian tentang nilai, khususnya etika.

Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai. Suriasumantri mendefinisikan

aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan kegunaan dari pengetahuan yang

di peroleh. Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah

kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-

nilai khususnya etika. Menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo

(2007), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan

moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.

Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan

dengan value and valuation.


Memperbincangkan aksiologi tentu membahas dan membedah masalah nilai.

Apa sebenarnya nilai itu? Bertens menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang

menarik bagi seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari,

sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai dan diinginkan. Pendeknya, nilai

adalah sesuatu yang baik. Lawan dari nilai adalah non-nilai atau disvalue.

Ada yang mengatakan disvalue sebagai nilai negatif. Sedangkan sesuatu yang

baik adalah nilai positif. Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-Amerika,

mengatakan nilai sebagai the addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan

dengan ya. Nilai adalah sesuatu yang kita iya-kan atau yang kita aminkan.

Nilai selalu memiliki konotasi yang positif.

F. Aksiologi dari sudut pandang manajemen pendidikan

Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan

semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai

tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin pendidikan (kepala

sekolah), guru, staf dan anak didik.

Sesuai dengan tujuannya, maka manfaat manajemen pendidikan :

a) Pertama, terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran

yang Aktif, Inovative, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM); 

b) Kedua, terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensinya

untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara; 


c) Ketiga, terpenuhinya salah satu dari 4 kompetensi tenaga pendidik dan

kependidikan (tertunjangnya kompetensi profesional sebagai pendidik dan

tenaga kependidikan sebagai manajer); 

d) Keempat, tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien; 

e) Kelima, terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan

tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer

pendidikan atau konsultan manajemen pendidikan); 

f) Keenam,  teratasinya masalah mutu pendidikan.(Husaini, 2006:8)

Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan

mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan

membinakannya dalam kepribadian peserta didik. Memang untuk

menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu

yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam

dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan

tugas utama pendidikan. Pendidikan harus memberikan

pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan sejenisnya kepada

peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika,

estetika, dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan

saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga,

kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia

pendidikan bahkan sebaliknya harus mendapat perhatian.


Kebermanfaatan teori Manajemen pendidikan tidak hanya perlu sebagai

ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang

sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia

secara beradab. Oleh karena itu nilai manajemen pendidikan tidak hanya

bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai

ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak

dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan

meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian

ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang

sangat tipis antar pekerjaan administrasi pendidikan dan tugas pendidik

sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan

pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix

(1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula untuk

menjembatani persoalan yang sedang berlangsung maupun yang akan

terjadi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Ontologi, Epistemologi dan

Aksiologi dalam manajemen pendidikan mempunyai peran penting dalam :

1. Menentukan nilai-nilai filosofis dalam pengembangan manajemen

pendidikan.

2. Ontologi dari sudut pandang manajemen pendidikan adalah objek materi

manjemen pendidikan ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh

kegiatan kependidikan, yaitu, Perencanaan, pengorganisasian,

Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan,

komunikasi, koordinasi, dan negoisasi serta pengembangan organisasi)

dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan.

3. Epistemologis dari sudut pandang manajemen pendidikan diperlukan

dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan dasar kurikulum

yaitu menyangkut materi yang bagaimana serta bagaimana cara

menyampaikan pengetahuan kepada anak didik disekolah. Maka

epistemologi menekankan pada upaya, cara, atau langkah-langkah untuk

mendapatkan pengetahuan pendidikan

4. Aksiologis dari sudut pandang manajemen pendidikan merupakan suatu

pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai-nilai dalam

kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut ditanamkan

dalam pribadi para pemimpin pendidikan (kepala sekolah), guru, staf dan

anak didik.
B. SARAN

Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun tentunya memiliki

banyak kekurangan, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Oleh

karena itu kami selaku penyusun mengharapkan sumbang saran yang

membangun sehingga makalah ini dapat disempurnakan dan dijadikan

referensi pembelajaran kedepannya.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Kristiawan. 2016. Filsafat pendidikan; The choice is yours.

Yogyakarta: Valia Pustaka. hal. 141.

Nunu Burhanuddin. 2018. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia. hal. 49.

Saihu, S. (2019). Rintisan Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa

Turunnya Adam As Ke-Dunia. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan

Keislaman, 3(2), 268-279.

Saihu, S. (2019). Konsep Manusia Dan Implementasinya Dalam Perumusan

Tujuan Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari. Andragogi:

Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam. 1(2), 197-

217.

Yunus Abu Bakar,. 2014. Filsafat Pendidikan. Surabaya: digilib uinsby. hal. 19.

Widya sari. 2013. Dimensi ontology, epistemology dan aksiologi dari

manajemen kependidikan. Vol.15(2),183-189.

Anda mungkin juga menyukai