Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA IBU NIFAS SETELAH MENJALANI PERSALINAN NORMAL

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Catur P. L. D, S. Kep. M. Kes

PEMBIMBING LAPANGAN :

Indi Luluk Chaulah, Amd. Keb

PENYUSUN :

NAMA : AURA PASHA HARNUM AZZURRA

NIM : 202001117

KELAS : 3C

PRODI : S1 – KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO

TAHUN AJARAN 2022/2023


HALAMAN PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini diajukan oleh :

Nama : Aura Pasha Harnum Azzurra

NIM : 202001117

TK/SMT : 3/5

Program studi : S1 Keperawatan

Telah diperiksa dan disetujui sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan
untuk memenuhi capaian pembelajaran praktik klinik keperawatan maternitas pada
program studi S1 Keperawatan Universitas Bina Sehat PPNI Mojokerto.

……………,………….

Pembimbing lapangan, Pembimbing pendidikan,

(………………………………….) (…………………………………..…)

Kepala Ruangan

(………………………………….)
A. KONSEP DASAR NIFAS
a. Definisi
Masa nifas berasal dari bahasa latin, yaitu puer artinya bayi dan parous artinya
melahirkan atau masa sesudah melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas adalah
penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah
lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum
hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil.
Masa Nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama
6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara fisiologi maupun
psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan.
Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate
puerperium), puerperium intermedial (early puerperium) dan remote puerperium
(later puerperium). Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Puerperium dini (immediate puerperium), yaitu pemulihan di mana ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam
Postpartum). Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
2. Puerperium intermedial (early puerperium), suatu masa di mana pemulihan
dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8
minggu.
3. Remote puerperium (later puerperium), waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara bertahap terutama
jika selama masa kehamilan dan persalinan ibu mengalami
komplikasi(Fabiana Meijon Fadul, 2019).

b. Perubahan Fisiologis dan Psikologis pada Masa Nifas


Perubahan fisiolgis
1. Sistem Kardiovaskular
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah
melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang
mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat diatasi dengan
haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan pembuluh
darah kembali ke ukuran semula.
2. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
a) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000gr
b) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah
pusat dengan berat uterus 750gr
c) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan
pusat simpisis dangan berat uterus 500gr
d) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas
simpisis dengan berat urterus 350gr
e) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan
berat uterus 50gr
2) Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Perubahan lochea berdasarkan waktu :

3) Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendur, terkulai
dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna
serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera
setelah bayi lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari
dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Namun
demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama seperti
sebelum hamil.
4) Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan
muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
5) Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara
alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu
produksi susu dan sekresi susu (let down). Selama sembilan bulan
kehamilan, jaringan payudara tumbuh menyiapkan fungsinya untuk
menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika
hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambat
kelenjar pituitary akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik).
Ketika bayi menghisap puting, reflek saraf merangsang lobus posterior
pituitary untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang
reflek let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI
melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting.
Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel
acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak.
3. Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi pula penurunan produksi
progesteron. Sehingga hal ini dapat menyebabkan heartburn dan konstipasi
terutama dalam beberapa hari pertama. Kemungkinan terjadi hal ini karena
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek
hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri pada perineum karena
adanya luka episiotomy
4. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Dieresis terjadi karena
saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal
setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih
mengalami edema, kongesti, dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh
adanya overdistensi pada saat kala dua persalinan dan pengeluaran urine
yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan
oleh adanya trauma saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat
berkurang setelah 24 jam postpartum.
5. Perubahan Tanda-tanda Vital
Perubahan Tanda-tanda Vital terdiri dari beberapa, yaitu:
1) Suhu Badan
Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5oC-
38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan
(dehidrasi) dan kelelahan karena adanya bendungan vaskuler dan
limfatik. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya
pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan
ASI, payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya
ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi endometrium,
mastitis, tractus genetalis atau system lain.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa antara 60-80 kali per menit
atau 50-70 kali per menit. Sesudah melahirkan biasanya denyut nadi
akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus
waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat pada persalinan 15 mmHg pada systole dan
10 mmHg pada diastole. Biasanya setelah bersalin tidak berubah
(normal), kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi pada masa
postpartum.
4) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernapasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran
napas contohnya penyakit asma. Bila pernapasan pada masa
postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda
syok(Sembiring, 2018).

Perubahan Psikologis Nifas

Periode Postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru, bahkan


lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi suksenya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa
postpartum, yaitu:

1. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman


2. Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi
3. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain
4. Pengaruh budaya Dalam menjalani adaptasi psikososial menurut Rubin
setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut: (Nurjanah,
2013)
1) Masa Taking In (Fokus pada Diri Sendiri)
Masa ini terjadi 1-3 hari pasca-persalinan, ibu yang baru melahirkan
akan bersikap pasif dan sangat tergantung pada dirinya (trauma), segala
energinya difokuskan pada kekhawatiran tentang badannya. Dia akan
bercerita tentang persalinannya secara berulang-ulang.
2) Masa Taking On (Fokus pada Bayi)
Masa ini terjadi 3-10 hari pasca-persalinan, ibu menjadi khawatir tentang
kemampuannya merawat bayi dan menerima tanggung jawabnya sebagai
ibu dalam merawat bayi semakin besar. Perasaan yang sangat sensitive
sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati.
3) Masa Letting Go (Mengambil Alih Tugas sebagai Ibu Tanpa Bantuan
NAKES)
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu mengambil langsung
tanggung jawab dalam merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri
dengan tuntutan ketergantungan bayinya dan terhadap interaksi social.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
C. Kebutuhan Dasar Ibu Pada Masa Nifas
1. Kebutuhan gizi ibu menyusui
Beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi ibu menyusui, antara
lain :
a. Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kkal
b. Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral dan vitamin
c. Minum air putih sedikitnya 3 liter setiap hari terutama setelah menyusui
d. Mengonsumsi tablet zat besi selama masa nifas
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A
pada bayinya melalui ASI.
2. Ambulasi dini
Ambulasi awal dilakukan dengan melakukan gerakan dan jalan- jalan ringan.
3. Eliminasi
Dalam 6 jam pertama post partum, pasien harus dapat BAK. Dalam 24 jam
pertama pasien harus dapat BAB.
4. Kebersihan diri
Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi.
Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air (pembersihan dilakukan dari
depan ke belakang). Mengganti pembalut setiap kali darah sudah penuh atau
minimal 2 kali sehari. Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali selesai
membersihkan kemaluannya.
5. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya.
6. Seksual
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri.
7. Latihan/senam nifas
Dengan kembalinya kekuatan otot perut dan panggul akan mengurangi keluhan
sakit punggung yang biasanya dialami oleh ibu nifas. Latihan tertentu beberapa
menit setiap hari akan sangat membantu untuk mengencangkan otot bagian perut.
D. Kunjungan Masa Nifas
1. Kunjungan I 6-8 jam setelah persalinan :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain dan perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai
bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
4) Pemberian ASI awal
5) Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi baru lahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah dari hipotermi
7) Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan
bayi yang baru lahir selama 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu
dan bayinya dalam keadaan stabil.
2. Kunjungan II

6 hari setelah persalinan :

1) Memastikan involusi uterus berjalan normal (uterus berkontraksi, fundus di


bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau)
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari- hari.
3. Kunjungan III
2 minggu setelah persalinan : sama seperti kunjungan II.
4. Kunjungan IV
6 minggu setelah persalinan :
1) Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ibu atau bayinya alami
2) Memberikan konseling KB secara dini(Ocitarina, 2019).
E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang
a. Kondisi uterus: palpasi fundus, kontraksi, TFU.
b. Jumlah perdarahan: inspeksi perineum, laserasi, hematoma.
c. Pengeluaran lochea.
d. Kandung kemih: distensi bladder.
e. Tanda-tanda vital: Suhu 1 jam pertama setelah partus, TD dan Nadi terhadap
penyimpangan cardiovaskuler.

G. Penatalaksanaan
Pada post partum normal dengan bayi normal tidak ada penatalaksanaan khusus.
Pemberian obat obatan hanya diberikan pada ibu yang melahirkan dengan penyulit,
terutama pada ibu anemia dan resiko infeksi dengan pemberian anti biotic dan obat-
obat roboransia seperti suplemen vitamin, demikian juga pada bayi obat-obatan
biasanya diberikan untuk tindakan profolatif, misalnya vit K untuk mencegah
perdarahan, antibiotik untuk mencegah infeksi.

H. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (trauma jalan lahir, epiostomi)
2. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan;
diuresis; keringat berlebihan.
3. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
4. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang
tidak seimbang; trauma persalinan.
5. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post partum.
6. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.
7. Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara
merawat bayi.

I. Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (trauma jalan lahir, epiostomi)
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi (PQRST)
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
6. Motivasi untuk meningkatkan asupan nutrisi yang bergizi.
7. Tingkatkan istirahat
8. Latih mobilisasi miring kanan miring kiri jika kondisi klien mulai membaik
9. Kaji kontraksi uterus, proses involusi uteri.
10. Anjurkan pasien untuk membasahi perineum dengan air hangat sebelum
berkemih.
11. Anjurkan dan latih pasien cara merawat payudara secara teratur.
12. Jelaskan pada ibu tetang teknik merawat luka perineum dan mengganti PAD
secara teratur setiap 3 kali sehari atau setiap kali lochea keluar banyak.
13. Kolaborasi dokter tentang pemberian analgesik.

b. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan;


diuresis; keringat berlebihan.
1. Obs Tanda-tanda vital setiap 4 jam.
2. Obs Warna urine.
3. Status umum setiap 8 jam.
4. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
5. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
6. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
7. Lakukan terapi IV h. Dorong masukan oral i. Beritahu dokter bila: haluaran
urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, gelisah, TD di bawah rentang normal,
urine gelap atau encer gelap
8. Konsultasi dokter bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
9. Pantau: cairan masuk dan cairan keluar setiap 8 jam.

c. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
1. Kaji haluaran urine, keluhan serta keteraturan pola berkemih.
2. Anjurkan pasien melakukan ambulasi dini.
3. Anjurkan pasien untuk membasahi perineum dengan air hangat sebelum
berkemih.
4. Anjurkan pasien untuk berkemih secara teratur.
5. Anjurkan pasien untuk minum 2500-3000 ml/24 jam.
6. Kolaborasi untuk melakukan kateterisasi bila pasien kesulitan berkemih.

d. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang
tidak seimbang; trauma persalinan.
1. Kaji pola BAB, kesulitan BAB, warna, bau, konsistensi dan jumlah.
2. Anjurkan ambulasi dini.
3. Anjurkan pasien untuk minum banyak 2500-3000 ml/24 jam.
4. Kaji bising usus setiap 8 jam.
5. Pantau berat badan setiap hari.
6. Anjurkan pasien makan banyak serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
hijau.
e. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post partum.
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut:
nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri
dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik,
berikan aktifitas senggang yang tidak berat.
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada
aktifitas dan perawatan diri.
4. Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
5. Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
6. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk
ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat
tidur, belajar berdiri.

f. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.


1. Pantau: vital sign, tanda infeksi.
2. Kaji pengeluaran lochea, warna, bau dan jumlah.
3. Kaji luka perineum, keadaan jahitan.
4. Anjurkan pasien membasuh vulva setiap habis berkemih dengan cara yang
benar dan mengganti PAD setiap 3 kali perhari atau setiap kali pengeluaran
lochea banyak.
5. Pertahnakan teknik septik aseptik dalam merawat pasien (merawat luka
perineum, merawat payudara, merawat bayi).

g. Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara


merawat bayi.
1. Beri kesempatan ibu untuk melakuakn perawatan bayi secara mandiri.
2. Libatkan suami dalam perawatan bayi.
3. Latih ibu untuk perawatan payudara secara mandiri dan teratur.
4. Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP.
5. Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada
ibu atau bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Fabiana Meijon Fadul. (2019). Periode Postpartum.


Ocitarina, N. (2019). Asuhan Kebidanan Komprehensif Sambong Dukuh Jombang.
http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/jspui/handle/123456789/1726
Sembiring, H. (2018). Asuhan Kebidanan pada Ny. N Masa Nifas P2A0 Di Puskesmas Namo
Trasi Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Respiratory Poltekkes Medan, 52.
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/973/1/BU hesti.pdf
%0Ahttps://bit.ly/3scaO1T
Carpenito, L.J. 2018. Nursing Diagnosis : Application to Clinical Practice.Edisi VIII,
Philadelphia, Lippincot Company, USA

Doenges, M.E. dan Moorhouse, M.F. 2020. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman
untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi II, EGC, Jakarta.

Hacker Moore. 2018. Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Hanifa Wikyasastro.2021. Ilmu Kebidanan, Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Mc Closky & Bulechek. (2019). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America: Mosby.

Mitayani. (2020). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai