Anda di halaman 1dari 2

12.3.

3 Analisis Wacana Kritis di Luar Linguistik Sistemik Fungsional


AWK di luar SFL menuju ke dua arah. Yang pertama AWK yang
dikembangkan oleh Teun Van Dijk, dan yang kedua AWK yang dikembangkan
oleh Ruth Wodak. Walaupun kedua tokoh tersebut memiliki kesamaan dalam
beberapa hal, pemikiran masing-masing mengandung kekhususan, dan karena
itu, perlu dikemukakan secara terpisah. Terdapat arah lain lagi, meskipun lebih
bersifat komplementer, adalah analisis wacana feminis.

12.3.3.1 Model Sosio-Kognitif: Teun Van Dijk


Dalam aspek analisisnya, Van Dijk memberikan tekanan kepada aspek-
aspek sosio-kognitif, struktur makro teks, serta dominasi dan
ketidakseimbangan sosial-politik, dengan hanya sedikit atau bahkan tanpa
mempertimbangkan unsur-unsur linguistik. Gambaran tentang AWK model
Van Dijk dapat dimulai dari definisi tentang wacana, struktur makro, dan
dimensi sosialnya. Definisi tersebut adalah: "discourse refers to a form of
language use, public speeches or more generally to spoken language or ways of
speaking, ..." (Van Dijk, 1997a:
1). Sebagaimana tercermin pada tulisan-tulisan yang diterbitkan dalam buku
Volume 1 yang dieditnya dengan judul Discourse as structure and process
(1997a) itu, dapat digarisbawahi bahwa Van Dijk berpandangan bahwa selain
wacana mempunyai berbagai tataran struktur mikro (seperti sintaksis,
semantik, stilistika, dan retorika) serta struktur makro (seperti jenis teks:
argumentasi atau cerita), wacana juga mempunyai struktur yang lebih abstrak,
yang disebut struktur kognitif-yaitu struktur yang terkait dengan proses mental
yang dialami oleh pengguna bahasa dalam meproduksi dan memahami wacana
tersebut (Van Dijk, Eds., 1997a).
Selain berbagai tataran struktur tersebut, pada buku Volume 2, yang
berjudul Discource as social interaction, Van Dijk menegaskan bahwa wacana
mempunyai dimensi praktikal, sosial, dan kultural (Van Dijk, 1997b: 6). Dari
sini, kemudian Van Dijk mengajukan definisi wacana yang lain: "We … assume
that discourse is a form of action and interaction and hence declare discourse to
be social" (Van Dijk, 1997b: 6). Dengan pemikiran seperti di atas, Van Dijk
menyatakan bahwa "... discourse should be studied not only as form, meaning
and mental process, but also as complex structures and hierarchies of interaction
and social practice and their functions in context, society and culture" (Van Dijk,
1997b: 6). Sementara itu, dalam artikelnya yang berjudul "Principles of critical
discourse analysis", Van Dijk sebelumnya telah menyatakan: "... CDA should
deal primarily with the discourse dimensions of power abuse and injustice and
inequality that result from it" (1993: 252). Adapun prinsip-prinsip AWK yang
diajukan oleh Van Dijk (1993: 252-254) dapat diringkas sebagai berikut.
(1) AWK tidak ditujukan untuk mendukung disiplin, paradigma, dan aliran
atau teori wacana tertentu, tetapi lebih ditujukan kepada isu-isu mengenai
tekanan sosial. Kalaupun teori tertentu digunakan, hanya teori yang relevan
yang dipertimbangkan untuk mencapai tujuan sosial-politik.
(2) Peneliti yang bergerak di bidang AWK hendaknya berpegang pada
pandangan sosial-politik secara eksplisit. Pada dasarnya, mereka adalah
ilmuwan sosial-politik yang dapat memberikan pemecahan masalah jangka
panjang secara kontekstual".
(3) AWK memerlukan pertimbangan yang bersifat interdisipliner yang
memungkinkan peneliti untuk mengurai hubungan yang rumit antara teks,
tuturan, kognisi sosial, kekuasaan, masyarakat, dan kebudayaan. AWK
menawarkan perubahan sosial bagi kaum yang tertindas dan terpinggirkan
Berdasarkan definisi dan dimensi sosial wacana tersebut serta prinsip-prinsip
AWK di atas, Van Dijk merumuskan ancangan AWK dalam hal aksi (action),
konteks (context), kekuasaan (power), dan
⁶Menurut Van Dijk, konteks dapat dimaknai sebagai sejenis lingkungan atau
keadaan bagi berlangsungnya peristiwa, aksi, atau wacana (Van Dijk, 1997b). Tentang
konteks lebih jauh, lihat buku Van Dijk yang berjudul Discourse and context: A
sociocognitive approach (2008) dan Society and discourse: How social contexts
influence text and talk (2009a). Sebagai perbandingan, khusus konteks pada SFL, lihat
buku Ghadessy, Ed., yang berjudul Text and context in functional linguistics (1999).

Anda mungkin juga menyukai