Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dedy Saputra

Kelas : Humas 1
Npm : 044121365
Matkul : Hubungan Pemangku Kepentingan
Tugas pengganti UTS

Resume Jurnal 1
Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pembentukan Komunitas Guna Mencapai Ketahanan Sosial
Ekonomi Masyarakat
Sumber: https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jwl/article/download/124/pdf
1. Setiap pemangku kepentingan mempunyai berbagai kemungkinan dapat melalukan disfungsi
peran. Disfungsi peran tersebut tentunya akan membawa dampak negatif bagi keberlanjutan
komunitas yang terbentuk. Hal tersebut dikarenakan, pemangku kepentingan yang
berkecimpung secara langsung dalam upaya pembentukan dan pengembangan komunitas
tidak melakukan peran yang semestinya. Padahal peran masing-masing pemangku
kepentingan secara langsung maupun tidak langsung telah ter-plotting sesuai dengan tugas
dan fungsinya yang akan menjadi sebuah tanggung jawab. Akibatnya, disfungsi peran tersebut
dapat menjadi hambatan dalam pengembangan komunitas. Yang menarik untuk dikaji adalah
bagaimana peran pemangku kepentingan dalam pembentukan komunitas guna mencapai
ketahanan sosial ekonomi masyarakat dengan studi kasus pembentukan kelompok tabungan
perumahan di Kelurahan Panjang Baru, Kota Pekalongan

2. Teori yang dijelaskan dalam jurnal tersebut adalah Pemangku Kepentingan dalam
Pembentukan Komunitas Pemangku kepentingan dapat berupa organisasi, komunitas,
kelompok sosial ekonomi, pemerintah, atau lembaga yang berasal dari berbagai dimensi pada
setiap tingkat golongan masyarakat.Kemudian Pembentukan Kelompok Tabungan Perumahan
dan Peran Pemangku Kepentingan dalam Keberlanjutan Kelompok Tabungan Perumahan

3. Metode dan Teknik Pengambilan data : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif, melalui survei primer dengan teknik wawancara. Selain itu dilakukan
pula kajian melalui telaah literatur terkait peran pemangku kepentingan dalam pengembangan
komunitas.

4. Temuan dan Analisisnya

Tabel 1. Klasifikasi Pemangku Kepentingan dalam Membangun Ketahanan Masyarakat

Pemangku Kep entingan


Utama Penunjang Kunci
 Masyarakat Pesisir  LSM  Pemerintah (Pusat, Kota dan Lokal)
 Komunitas  Pihak Swasta  Lembaga Kemasyarakatan Lokal
 Lembaga Finansial  Badan Internasional (Bank Dunia,
 Lembaga Donor UN)
Sumber: Penyusun dan kumpulan dari berbagai sumber, 2011
Peran Pemangku Kepentingan dalam Pembentukan Komunitas Masyarakat
Masing-masing pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembentukan komunitas
mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik tersebut meliputi tingkat kepentingan dan
pengaruh masing-masing pemangku kepentingan tersebut. Ada pemangku kepentingan
yang memiliki pengaruh besar, tapi tidak memiliki kepentingan yang cukup besar dalam
pelaksanaan kerjasama pengembangan komunitas. Ada pula pemangku kepentingan yang
tidak mempunyai pengaruh besar, tapi memiliki peran penting dalam menginisiasi dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam kerjasama tersebut. Matriks pemangku
kepentingan berfungsi untuk mem-plotting peran pemangku kepentingan dalam upaya
pengembangan komunitas.

Tidak Sedikit/tidak Cukup Sangat


ada penting penting penting

Sangat berpengaruh
Tingkat pengaruh

C A
Cukup berpengaruh
kepentingan
pemangku

Sedikit/tidak
berpengaruh
D B
Tidak ada

Sumber: Department of Sustainability and Environtment Victoria, 2011

Gambar 1. Matriks Pemangku Kepentingan


Peran pemangku kepentingan biasanya berupa intervensi awal sebagai penggerak masyarakat
agar ikut berpartisipasi dalam upaya pengembangan komunitas membangun ketahanannya.
Intervensi dari luar komunitas dapat mendorong tumbuhnya perubahan dan pembaharuan
dalam pengembangan komunitas. Namun, intervensi dari pemangku kepentingan juga dapat
memberikan dampak negatif. Hal tersebut tergantung pada bagaimana intervensi yang
dilakukan dalam komunitas tersebut. Seperti yang dikatakan Soetomo (2006:138) Intervensi
dikatakan dapat menimbulkan ketergantungan apabila masyarakat yang tadinya statis menjadi
tergerak untuk melakukan perubahan dan pembaharuan setelah memperoleh intervensi dari
luar, tetapi kemudian kembali menjadi statis setelah intervensi dihentikan.

Tabel 2. Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Komunitas

Peran Pemerintah Masyarakat Swasta


Regulasi  Kebijakan dan strategi
 Sosialisasi  Turut serta  Sosialisasi
Pemberdayaan program- (partisipasi) dalam manajemen kegiatan
program kegiatan pengembangn
 Sosialisai dan komunitas
penularan
informasi
 Pelatihan dan  Penjaringan  Penyediaan tenaga
Pendampingan
pembinaan anggota komunitas ahli dan fasilitator
 Pembangunan  Kerjasama dengan  Penjalinan
kerjasama dengan catur pilar dan kerjasama dengan
pemangku pihak luar pemerintah dan
Penguatan kepentingan lain  Penyusunan masyarakat
 memfasilitasi rencana kegiatan,  Bantuan
kebutuhan dasar aturan dan norma modal
komunitas  Pelaksanaa kegiatan (finansial)
 Penyuluhan

5. Kesimpulan dan Rekomendasi


Dalam upaya pengembangan kelompok tabungan perumahan guna mencapai ketahanan
sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Panjang Baru, yang sangat penting adalah peran
pemangku kepentingan. Peran pemangku kepentingan mempunyai pengaruh besar dalam proses
pembentukan dan pengembangan kelompok. Pada kenyataannya, pemangku kepentingan yang
terlibat melakukan disfungsi peran dalam mekanisme kerjasama pengembangan kelompok
tersebut. Disfungsi peran yang dilakukan antara lain adalah tidak melakukan pembinaan lebih
lanjut (Bapermas), bergantung pada pemimpin (masyarakat), kurang berperan aktif (dinas
pendukung). Hal tersebut membawa dampak negatif yang pada akhirnya kerjasama dalam
pengembangan kelompok menjadi stagnan. implikasi lebih jauh dari kerjasama yang stagnan
adalah melemahkan ketahanan sosial ekonomi masyarakat yang sedang berusaha untuk dicapai.
Resume Jurnal 2
Hubungan dan Peran Pemangku Kepentingan Program Smart-Kampung Kabupaten Banyuwangi
Sumber : https://ejournal.ipdn.ac.id/JIWBP/article/download/1449/992/
1. E-government mulai ramai diperbincangkan dan diterapkan di negara berkembang ketika
banyak cerita sukses bagaimana E-government dapat meningkatkan pelayanan publik dan
sekaligus meningkatkan performa penyelenggaraan pemerintahan sebagai public service
provider. Tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan E-government di negara berkembang
sangat dipengaruhi oleh keberhasilannya di negara maju. Egovernment disebutkan memberi
keuntungan ganda secara parallel, meningkatkan efisiensi organisasi pemerintahan sekaligus
memberi manfaat kepada masyarakat sebagai penerima layanan (Axelsson et al., 2013).
Egovernment adalah alat untuk melakukan restrukturisasi birokrasi tradisional menjadi
birokrasi berbasis digital (C. W. Tan et al., 2005). E-government mampu mendekatkan
pemerintahan dengan masyarakat dan dunia bisnis melalui jalur komunikasi yang sangat
terbuka. Keuntungan lain adalah menurunkan resiko korupsi, memberikan kenyamanan dan
penurunan biaya pelayanan yang ditanggung oleh masyarakat maupun dunia bisnis. E-
government adalah penggunaan TIK untuk melakukan reorganisasi, restrukturisasi,
perencanaan ulang, dan reformasi penyelenggaraan pemerintahan yang memungkinkan warga
negara, pemangku kepentingan dan sector bisnis untuk mengikuti prosedur admisntrasi secara
online.

2. Teori yang dijelaskan dalam jurnal tersebut adalah Relasi Dan Peran Pemangku Kepentingan
dalam Smart Kampung dengan kepemimpinan,birokrasi,masyarakat dan swasta. Hasil kajian
memperlihatkan bahwa kunci sukses Smart Kampung terletak pada pembagian
tanggungjawab diantara stakeholders yang memiliki kewenangan dan tugas yang berbeda.

3. Metode dan Teknik Pengambilan Data : Penelitian lapangan dilakukan pada periode Juli
2019, dengan menganalisis data primer yang diperoleh melalui observasi ke beberapa desa
terpilih, display Smart Kampung di Kantor Kabupaten Banyuwangi, wawancara dengan
aparat Kabupaten dan aparat desa secara purposive. Data masyarakat diperoleh berdasarkan
accidental sampling, sedangkan data sekunder berasal dari dokumen dan kebijakan
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, serta penelitianpenelitian terdahulu. Penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif.

4. Temuan dan Analisisnya


Literasi digital/Digital literacy adalah sebuah konsep penting yang harus diperhatikan ketika
menerapkan Egovernment di level desa di negara berkembang. Digital literacy menjadi
prasyarat penting untuk mencapai kesuksesan tujuan e-government. The awareness,
understanding, skills, and capabilities necessary for citizens to operate in an ICT-enabled
environment are generally known as digital literacy (Sun et al., 2015). Literasi digital adalah
kesadaran, pemahaman, keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat untuk
mengoperasikan dan mendukung TIK. .Digital literacy disebutkan sebagai salah satu faktor
tantangan bagi pemerintah negara berkembang ketika ingin menerapkan Egovernment. The
challenges and opportunities that facing the developing countries. Important issues will be
discussing in this paper e.g., IT infrastructure, digital cultural, managerial issues, legislation
issues, and budgeting.(Odat, 2012). Smart Kampung melibatkan PT Telkom dan PT
Icon+sebagai entitas yang bertanggungjawab untuk membangun infrastruktur,
maintenance dan transfer ilmu kepada masyarakat Desa Banyuwangi untuk melek digital.
Literasi digital meliputi keterampilan menggunakan hand phone, internet maupun computer
untuk dapat meng- akses informasi, mendapatkan informasi dan menraih pelayanan yang
diberikan serta mampu bertinteraksi dengan anggota masyarakt lainnya. Kapasitas digital
inilah yang akan mengoptimalkan masyarakat untuk mendapatkan semua keuntungan dari e-
government(Nedungadi et al., 2018).

Tabel 1. Peran masing-masing Pemangku Kepentingan

Aktor Peran
Kepemimpinan Kharismatik
Inovatif
Kerjasama
Konsisten
Integritas
Swasta Teknologi dan energi
Keahlian
Infrastruktur
Pemeliharaan
Birokrasi Anggaran
Perencanaan
SDM
Operasional
Masyarakat Partisipasi
Pemberdayaan

5. Kesimpulan
Hasil temuan memperlihatkan bahwa Pemerintah Kabupaten Banyuwangi secara konsisten
menerapkan E-government dengan melibatkan stakeholders yang tepat dan memberi peran
yang sesuai dengan kepentingan masing-masing untuk bersamasama mencapai tujuan e-
government, yaitu meningkatkan efisiensi pelayanan pemerintah sekaligus memberi manfaat
bagi warga desa. Smart Kampung mampu mengubah birokrasi tradisional melalui pelayanan
berbasis TIK. Smart Kampung tidak hanya berhasil memberikan pelayanan administrasi
secara online akan tetapi mampu melakukan transformasi social. Hasil kajian memperlihatkan
bahwa kunci sukses Smart Kampung terletak pada pembagian tanggungjawab diantara
stakeholders yang memiliki kewenangan dan tugas yang berbeda. Kepemimpinan politik
tampil sebagai poros dalam hubungan antar stakeholders.
Resume Jurnal 3
Efektivitas Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Kebijakan MRT
Sumber : https://pesirah.ejournal.unsri.ac.id/index.php/jap/article/download/35/33
1. Proyek MRT (Moda Raya Terpadu) Jakarta fase pertama telah diselesaikan dan digunakan
pada awal tahun 2019. Keberadaan MRT Jakarta ini menimbulkan masifnya interaksi dalam
ruang public. Keterlibatan pemangku kepentingan atau stakeholder engagement
diidentifikasikan sebagai kondisi dalam berdemokrasi, praktik pemerintahan untuk
membangun kondisi sosial yang stabil dan responsif dengan institusi tertentu di era
globalisasi (Tomkiv, Liland, Oughton, & Wynne, 2017). Kini, laporan kinerja pemerintah
dianggap belum lengkap apabila tidak tercantum indikator keterlibatan pemangku
kepentingan dan hampir keseluruhan aktivitas pemerintahan seperti pada European Union
membutuhkan keterlibatan pemangku kepentingan Berdasarkan pendapat Tomkiv et al.
(2017), penggunaan kata “involvement”, “engagement”, dan “participation” bermakna sama
serta dapat digunakan secara bergantian. Namun, terdapat perbedaan antara public
engagement dan keterlibatan pemangku kepentingan. Public engagement dideskripsikan
sebagai praktik untuk melibatkan masyarakat secara luas dalam membentuk isu publik dan
agenda, pembuatan keputusan, dan aktivitas dari organisasi atau institusi untuk
pengembangan kebijakan. Sedangkan, keterlibatan pemangku kepentingan dapat
diterjemahkan dengan cara yang sama, tetapi hanya terbatas pada individu atau organisasi
yang memiliki kepentingan langsung dan otoritas pada kebijakan terkait.

2. Teori yang dijelaskan dalam jurnal ini yaitu media sosial


Media sosial terdiri dari teknologi baru yang memungkinkan pertukaran data secara
dinamis, terdesentralisasi, dan bentuk lingkungan virtual yang terstruktur (Feeney & Welch,
2016). Media sosial juga disebut sebagai jejaring sosial atau Web 2.0, yaitu grup dari aplikasi
berbasis daring di mana pengguna dapat berinteraksi satu sama lain (TCRP, 2012). Pada
konteks organisasi, media sosial dapat digunakan sebagai strategi pemasaran dan komunikasi,
melayani layanan pengguna, dan memperoleh respons dari pemangku kepentingan dalam
layanan dan program (TCRP, 2012). Terdapat pada berbagai platform, jejaring sosial seperti
Facebook dan Twitter, untuk khusus berbagi video dan foto terdapat Youtube dan Pinterest,
dan untuk berbagi pengetahuan menggunakan Wikipedia atau layanan blog. Meskipun
terdapat berbagai platform dalam payung media sosial, namun seluruhnya dapat
menghasilkan konten secara real time. Seiring dengan meningkatnya penggunaan media
sosial dalam sektor publik, literatur yang mengkaji mengenai media sosial pun meningkat
pesat.
Tabel 1: Kategorisasi Penggunaan Media Sosial dalam Transportasi Publik (TCRP, 2012)
Kategori Deskripsi Menyampaikan Berita Terkini Media sosial
menyajikan layanan gratis bagi agensi
transportasi untuk berbagi informasi terkini
kepada konsumen. Informasi terkini
dalam
kategori ini adalah peringatan layanan,
kondisi mendesak, kenaikan
tarif, atau rute baru.
Keterlibatan Pemangku Kepentingan Organisasi transportasi memiliki kelebihan
dalam aspek interaktif untuk menjangkau
konsumen secara lebih dekat melalui
pendekatan informal.
Informasi Publik Kategori ini mencakup informasi mengenai
tarif layanan, bentuk layanan, waktu
layanan, dan proyek transportasi jangka
panjang.
Informasi publik harus terpublikasi secara
jujur, objektif, dan kredibel.
Identifikasi Karyawan Beberapa organisasi menggunakan jaringan
sosial untuk mengidentifikasi karyawan
dan rekrutmen tenaga kerja.
Sumber Hiburan Melalui media sosial, organisasi dapat
memberikan hiburan kepada pengguna
melalui musik, foto, video, atau kontes
berhadiah.

3. Metode dan Teknik Pengambilan Data : Metode penelitian yang akan digunakan selama
penelitian ini adalah metode analisis konten (content analysis) secara kualitatif. Analisis
konten adalah sebuah metode yang bisa digunakan baik dalam penelitian kualitatif ataupun
kuantitatif, dengan cara induktif maupun deduktif pada analisis konten, peneliti berusaha
untuk menentukan manifestasi konten yang tertulis, disuarakan, atau terpublikasi. Miles &
Huberman (2007) menjelaskan beberapa tahap dalam analisis data, yaitu: (1) pengumpulan
data; (2) reduksi data; (3) penyajian data; dan (4) penarikan kesimpulan. Pada tahap
pengumpulan data peneliti akan menggunakan fitur search API (Application Programming
Interface) pada platform Twitter dengan menggunakan tagar, yaitu: MRTJakarta dan
UbahJakarta. Tahap pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data pada kategori
praoperasional MRT (1 Maret 2019 hingga 23 Maret 2019), saat operasional MRT (24 Maret
2019 hingga 20 April 2019), dan pascaoperasional MRT (21 April 2019 hingga 19 Mei).

4. Temuan dan Analisisnya


Dalam tahap ini, peneliti akan menjawab pertanyaan penelitian yang sudah ditentukan
sebelumnya. Hasil penelitian dijelaskan menjadi dua bagian. Bagian pertama membahas
mengenai tipe pesan yang digunakan dalam diskursus MRT Jakarta selama periode
penelitian. Bagian kedua membahas bagaimana efektivitas penerapan keterlibatan pemangku
kepentingan mengenai MRT Jakarta dalam media sosial Twitter.

Tipe Pesan yang Digunakan dalam Transportasi Publik


Berdasarkan data yang diperoleh dalam periode Maret-Mei 2019 melalui media sosial
Twitter, peneliti mendapatkan 1.853 pesan dengan rincian sebagai berikut: (1) 1.661 pesan
dengan tagar MRTJakarta dan (2) 192 pesan dengan tagar UbahJakarta. Hasil analisis untuk
menjawab pertanyaan penelitian akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2: Akumulasi Tipe Pesan yang Beredar di MRT Jakarta

Melalui penggunaan analisis konten, peneliti menggunakan skema


klasifikasi untuk mengkategorisasikan 1.853 pesan ke dalam lima kategori. Namun, peneliti
menambahkan satu kategori tambahan yaitu “lainnya” untuk mengelompokkan pesan-pesan
yang tidak termasuk dalam lima kategori menurut TCRP (2012). Jenis pesan yang muncul
pada kategori lainnya seperti konten kampanye. Hal ini dikarenakan pada periode penelitian,
terdapat kondisi khusus di mana konten kampanye pemilihan presiden dan legislatif mulai
bermunculan. Sehingga peneliti perlu mengesampingkan konten-konten kampanye tersebut
ke dalam kategori lainnya. Berikut merupakan penjelasan tentang hasil analisis konten lima
kategori tersebut:
Sejalan dengan penelitian tersebut bahwa pesan mengenai berita terkini MRT Jakarta
memang benar terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Pesan yang banyak beredar mengenai
berita terkini adalah isu penetapan tarif serta perubahan jadwal. Isu mengenai penetapan tarif
tergolong dalam kategori berita terkini karena diskursus mengenai isu tersebut selalu muncul
saat periode praoperasional dan operasional MRT Jakarta. Berikut adalah contoh pesan
yang beredar:

Tabel 3: Contoh Pesan dengan Kategori Menyampaikan Berita Terkini

Pesan yang tergolong dalam informasi publik mencakup informasi mengenai layanan, tarif,
dan proyek jangka panjang. Sebagai contoh yang disajikan melalui penelitian TCRP (2012),
yaitu Regional Transportation Commission of Southern Nevada mengunggah video mengenai
fitur terbaru bus mereka atau Utah Transit Authority menyebarkan destinasi lokal dan acara
yang dapat dijangkau melalui layanan transportasinya. Selain itu, informasi publik berfungsi
sebagai mekanisme alarm, yaitu pengguna mengetahui tentang waktu layanan mulai dari
keberangkatan hingga kedatangan sehingga keterlambatan dapat diminimalisir (Majumdar,
2017).
Dalam diskursus mengenai informasi publik, terdapat istilah crowdsourcing yang menjaga
interaksi dalam media sosial tetap kredibel untuk dicerna. Crowdsourcing merupakan aktivitas
untuk menjaring informasi di luar pihak operator layanan (Majumdar, 2017). Crowdsourcing
membantu memenuhi permintaan dan ekspektasi dari informasi secara real time ketika pihak
operator tidak dapat menyebarkan informasi tersebut (Prender, Currie, Delbosc, & Shiwakoti,
2014). Seperti yang dilakukan oleh Iosifidis (2011) dalam penelitiannya, yaitu informasi
publik harus disajikan secara jujur, objektif, dan kredibel karena aspek tersebut merupakan
fungsi krusial dari media sosial.
5. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa, aktivitas keterlibatan pemangku kepentingan diperlukan
karena tantangan sosial di era modern mulai bermunculan sehingga harus diatasi melalui
inovasi sosial (Davies, Simon, Patrick, & Norman, 2012). Sejalan dengan pernyataan
tersebut, penelitian ini menghasilkan dominasi dari aktivitas keterlibatan yang muncul dalam
media sosial Twitter MRT Jakarta. Berdasarkan kategorisasi tipe pesan, aktivitas
keterlibatan muncul sebanyak 861 pesan atau 46,46% dari total pesan. Melalui hasil tersebut
dapat terlihat bagaimana antusiasme warganet dalam merespons kemunculan MRT Jakarta
sebagai moda transportasi terbaru sekaligus budaya baru. Sehingga publik berupaya untuk
terlibat dalam praktik pengembangan layanan di MRT Jakarta melalui tiga narasi
yang berkembang, yaitu: persuasi dalam penggunaan MRT Jakarta, harapan dan
animo publik, dan tarif MRT Jakarta. Interaksi tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai
acuan untuk mengukur efektivitas keterlibatan pemangku kepentingan menggunakan enam
dimensi menurut Rowe & Frewer (2000).
Menilai dari enam dimensi efektivitas keterlibatan pemangku kepentingan, kasus
MRT Jakarta dapat dikatakan mampu menghasilkan aktivitas keterlibatan yang efektif.
Tetapi, terdapat satu dimensi yang belum dapat diidentifikasi dengan baik pada penelitian
ini, yaitu dimensi independensi. Independensi sulit tercapai karena keberadaan pesan
berbayar (paid to tweet) yang dilakukan oleh buzzer (Syaukat & Imanjaya, 2011). Solusi
dari fenomena ini adalah diperlukannya analisis mendalam mengenai akun-akun yang aktif
berinteraksi di Twitter terkait sebuah isu. Keterbatasan dari penelitian ini adalah peneliti
hanya mengidentifikasi tipe pesan yang beredar serta menilai efektivitas keterlibatan
pemangku kepentingan sesuai Rowe & Frewer (2000) melalui enam dimensi berdasarkan
pesan di platform Twitter. Berdasarkan penelitian ini, peneliti merekomendasikan penelitian
selanjutnya untuk melihat bagaimana peran organisasi publik atau bahkan pemerintah dalam
menghadapi keterlibatan pemangku kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai