Salah satu peran DPD RI yang dianggap “seksi” adalah sebagai “keterwakilan daerah
yang ikut serta dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah”. Hal tersebut lantas menjadi garis bawah bersama atas kinerja
DPD RI yang sepanjang ini telah memberikan berbagai pembangunan daerah di Indonesia.
Namun, jika kita mengkaji secara detail berhubungan dengan gaya birokrasi DPD RI, banyak
hal yang dapat dijadikan citra untuk membentuk kelembagaan di HMI secara efektif.
Berpijak pada fungsi utama DPD RI adalah sebagai representasi atas aspirasi rakyat,
maka poin penting yang harus diperhatikan adalah prosentase kebijakan yang diproduksi oleh
kelembagaan HMI (dalam hal ini adalah Cabang) apakah dominan bersumber dari “lidah
rakyat”. Kepengurusan yang inklusif dapat memberikan dampak nyata terhadap kehidupan
masyarakat yang dibawahinya. Kepengurusan inklusif juga berbanding lurus dengan angka
pertumbuhan jumlah kader serta berbagai bidang lainnya di suatu wilayah. Itu artinya, subjek
kualitatif mempengaruhi subjek kuantitatif. Maka dari itu, perlu adanya pembenahan yang riil
dalam tubuh HMI Cabang terkhusus pada gaya mereka memimpin sebuah wilayah sehingga
kebijakan yang diproduksi dapat dirasakan secara nyata dan berdampak baik bagi kehidupan
perkaderan.
Pengaruh positif atas konsep Participatory Governance juga dikonfirmasi oleh World
Bank melalui studi pengelolaan pengairan yang menemukan bahwa partisipasi dalam
manajemen air sangat penting untuk efektivitas proyek secara menyeluruh dan untuk individu
serta pemberdayaan masyarakat. Konsep Participatory Governance secara singkat berbicara
tentang terlibatnya suatu kelompok secara langsung dalam proses pengambilan keputusan,
pemantauan dan evaluasi. Keterlibatan kelompok tersebut secara langsung memungkinan
pengurus menjadi lebih baik dalam memahami kebutuhan lembaga terkecil (komisariat)
ataupun wilayah (cabang) ketimbang melakukan survei tradisional. Metode tersebut juga
dapat mengurangi ketergantungan terhadap para pihak eksternal atau luar lembaga mereka
untuk melakukan kendali kontrol terhadap kebijakan kepengurusan mengingat HMI adalah
organisasi yang bersifat independen.
Secara konsep, Participatory Governance dibagi atas beberapa fase dalam siklus yakni
pengambilan keputusan, manfaat, implementasi, dan evaluasi. Dimensi tentang objek
pelaksana dalam konsep tersebut dapat diambil dari aktor seperti anggota komisariat (non
pengurus), pengurus komisariat, pemateri atau fasilitator dalam forum-forum LK 1, serta
pengurus cabang. Proses mekanisme konsep Participatory Governance dapat dianalisa
dengan empat hal yakni dimana partisipasi dapat berlangsung, bentuk partisipasi, jangkauan
dan dampaknya terhadap lingkungan perkaderan di seluruh wilayah cabang. Secara ringkas,
klasifikasi partisipasi dapat digambarkan dalam tabel berikut.