Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keperawatan

2.1.1. Pengertian Keperawatan

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix. Artinya menjaga

atau merawat. Menurut UU No. 38 tahun 2014 perawat merupakan seseorang

yang sudah menyelesaikan pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam ataupun

luar negeri dan diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. kemampuan dan kewenangan untuk melakukan kegiatan

keperawatan berdasarkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan pendidikan

keperawatan (Budiono, 2019).

Menurut UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, perawat ialah

mereka yang mempunyai kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan

keperawatan sesuai ilmu yang dimiliki dan diperoleh melalui pendidikan

keperawatan. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat, pada pasal 1

ayat 1 yang berbunyi “Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”.

Pekerjaan perawat yang menciptakan tuntutan kerja yang tinggi, seperti

pekerjaan yang rutin, jadwal kerja yang ketat, tanggung jawab atas keselamatan

dan kesehatan diri sendiri dan orang lain, serta dituntut untuk mampu bekerja

dalam tim. Kompleksnya tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab perawat

menyebabkan profesi perawat rentan mengalami burnout. Kelelahan dalam


bekerja ini apabila berlangsung secara terus menerus akan menjadi faktor pemicu

munculnya stres kerja. Jika hal ini terus terjadi, kondisi psikologis perawat akan

menurun dan menjadi tertekan dan keadaan ini dapat mengakibatkan stres kerja.

Stres kerja dapat membuat perawat menjadi mudah marah, tidak ramah, serta

mudah lelah. Berbagai situasi dan tuntutan kerja yang dialami dapat menjadi

sumber potensial terjadinya stress (Liana, 2020).

2.1.2. Pengertian Pelayanan Keperawatan

Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional pada bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat

dalam kondisi sehat maupun sakit (UU No. 38 Tahun 2014). Pemberian asuhan

keperawatan yang profesional perlu pendekatan manajemen agar dapat

menerapkan metode pemetaan yang bisa mendukung penerapan asuhan

keperawatan profesional rumah sakit (Budiono, 2019).

2.1.3. Fungsi Perawat

Fungsi perawat adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang di lakukan sesuai

dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan

yang ada, perawat dalam menjalankan perannya memiliki beberapa fungsi sebagai

fungsi, seperti (Budiono, 2019):

1. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana

perawat dalam melakukan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan

sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan

kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan


cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan

aktifitas, dll), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan

pecinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan pemenuhan aktualisasi

diri.

2. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau

instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di

berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis ke perawat umum atau

dari perawat primer ke perawat pelaksana.

3. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan oleh sekelompok tim yang saling bergantung antara

satu tim dengan tim lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan

membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam

memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit

kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan

juga dari dokter ataupun yang lainnya.

2.1.4. Tugas dan Tanggung Jawab Perawat

1. Tugas Perawat

Dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan

dilakukan sesuai tahapan dalam proses keperawatan. Tugas perawat ini disepakati

dalam lokakarya tahun 1983 yang berdasarkan tugas dan tanggung jawab perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut :

a. Memperhatikan dan menghormati pasien (sincere interest)


b. Jika perawat terpaksa menunda pelayanan, perawat dengan senang hati akan

memberikan penjelasan yang baik kepada pasien (explanation about the delay)

c. Menunjukkan sikap hormat yang tercermin dalam perilaku perawat (respect).

Misalnya mengucapkan salam, memberikan senyuman, bersalaman.

d. Percakapan dengan pasien didasarkan pada perasaan pasien (subjects the

patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat.

e. Tidak mendiskusikan pasien lain di depan pasien dengan maksud menghina

(derogatory)

f. Menerima sikap kritis pasien dan mencoba memahami pasien dalam sudut

pandang pasien (see the patient point of view).

Tugas perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan yang

dilakukan selama proses keperawatan. Tugas perawat disepakati dalam lokakarya

tahun 1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan adalah :

a. Pengumpulan data

b. Data analisis dan data interpretasi

c. Membuat rencana tindakan keperawatan

d. Menggunakan dan menerapkan konsep dan prinsip ilmu perilaku, sosial

budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam rangka

memenuhi SDM.

e. Menentukan kriteria yang diukur untuk menilai rencana keperawatan

f. Mengevaluasi pencapaian tujuan

g. Mengidentifikasi adanya perubahan

h. Menilai data masalah keperawatan


i. Mencatat data dalam proses keperawatan

j. Menggunakan rekam data pasien

k. Mengidentifikasi masalah penelitian dalam keperawatan

l. Membuat usulan rencana penelitian keperawatan

m. Menerapkan studi ke praktik keperawatan

n. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan

o. Membuat rencana penyuluhan kesehatan

p. Melaksanakan penyuluhan kesehatan

q. Mengevaluasi penyuluhan kesehatan

r. Individu, keluarga, kelompok berpartisipasi dalam pelayanan masyarakat

s. Berkomunikasi dengan tim perawatan dan tim kesehatan lainnya untuk

membangun efektifitas.

2. Tanggung Jawab Perawat

a. Definisi Tanggung Jawab

1) Definisi tanggung jawab (Responsibility) menurut Barbara Kozier (1983) :

Tanggung jawab perawat merupakan keadaan yang bisa dipercaya dan

terpercaya. Maksudnya menunjukkan bahwa perawat professional menampilkan

kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur.

2) Definisi tanggung jawab menurut ANA (1985) : Tanggung jawab

merupakan penerapan berdasarkan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang

berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam

pengetahuan, sikap dan bekerja sesuai dengan kode etik perawat.

3) Definisi tanggung jawab menurut Berten (1993) : Tanggung jawab adalah

keharusan seseorang sebagai makhluk rasional dan bebas untuk tidak


menghindar serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara

retrosfektif atau prospektif.

b. Jenis tanggung jawab perawat

Tanggung jawab (responsibility) perawat dapat di identifikasi sebagai

berikut:

1) Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya).

2) Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien dan

masyarakat).

3) Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan

sejawat dan atasan) (Budiono, 2019).

2.2. Konsep Burnout sindrom

2.2.1. Pengertian Burnout sindrom

Burnout didefinisikan adalah syndrome yang digambarkan sebagai akibat

adanya stres kronis yang belum berhasil ditangani dengan baik di tempat kerja

yang ditandai dengan tiga dimensi yaitu perasaan lelah, perasaan negatif atau

sinisme dan kinerja yang buruk di tempat kerja. Secara khusus burnout cenderung

pada peristiwa dalam konteks pekerjaan. Burnout adalah bentuk yang parah dari

tekanan psikologis yang timbul dari pekerjaan terkait trauma fisik dan mental,

yang bermanifestasi sebagai kehilangan energi yang parah yang tidak dapat

dikembalikan (Wiwin, 2021).

Burnout merupakan sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun mental

yang termasuk di dalamnya berkembang konsep diri yang negatif, kurangnya

konsentrasi serta perilaku kerja yang negatif. Keadaan ini membuat suasana di

dalam pekerjaan menjadi dingin, tidak menyenangkan, dedikasi dan komitmen


menjadi berkurang, performansi, prestasi pekerja menjadi tidak maksimal. Hal ini

juga membuat pekerja menjaga jarak, tidak mau terlibat dengan lingkungannya.

Burnout juga dipengaruhi oleh ketidak sesuaian antara usaha dengan apa yang di

dapat dari pekerjaan (Roslina, 2022).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja

(burnout) adalah sindrom psikologis yang disebabkan adanya rasa kelelahan yang

luar biasa baik secara fisik, mental, maupun emosional, yang menyebabkan

seseorang terganggu dan terjadi penurunan pencapaian prestasi pribadi.

2.2.2. Dimensi Burnout sindrom

Menyebutkan ada tiga dimensi dari burnout sindrom, yaitu :

1. Exhaustion

Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan kelelahan

yang berke-panjangan baik secara fisik, mental, maupun emosional. Ketika

pekerja merasakan kelelahan (exhaustion), mereka cenderung berperilaku

overextended baik secara emosional maupun fisikal. Mereka tidak mampu

menyelesaikan masalah mereka. Tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang

cukup, kurang energi dalam melakukan aktivitas.

2. Cynicism

Cynicism merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan sikap sinis,

cenderung menarik diri dari dalam lingkungan kerja. Ketika pekerja merasakan

cynicism (sinis), mereka cenderung dingin, menjaga jarak, cenderung tidak ingin

terlibat dengan lingkungan kerjanya. Cynicism juga merupakan cara untuk

terhindar dari rasa kecewa. Perilaku negatif seperti ini dapat memberikan dampak

yang serius pada efektivitas kerja.


3. Ineffectiveness

Ineffectiveness merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan perasaan

tidak berdaya, merasa semua tugas yang diberikan berat. Ketika pekerja merasa

tidak efektif, mereka cenderung mengembangkan rasa tidak mampu. Setiap

pekerjaan terasa sulit dan tidak bisa dikerjakan, rasa percaya diri berkurang.

Pekerja menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri dan orang lain tidak percaya

dengannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dimensi burnout terdiri dari burnout

exhaustion (gabungan dari physical exhaustion, emotional exhaustion, mental

exhaustion), cynicism, dan ineffectiveness (Roslina, 2022).

2.2.3. Dampak Kelelahan Kerja (Burnout)

Kelelahan kerja (burnout) memiliki dampak yang beranekaragam dan tidak

hanya merugikan diri perawat itu sendiri. Misalnya berupa absen dari pekerjaan,

komitmen yang rendah, mempunyai masalah dengan relasi kerja dan yang

lainnya. Kelelahan kerja juga merugikan rumah sakit tempat perawat bekerja yaitu

berupa penurunan kualitas pelayanan di bidang kesehatan khususnya pelayanan

keperawatan (Riya Fatmawati, 2020).

Kelelahan kerja dengan kadar yang tinggi bisa menciptakan gangguan

hubungan interpersonal di tempat kerja atau dalam kehidupan umum. Selain itu

kelelahan kerja dengan kadar yang tinggi juga menciptakan gangguan hubungan

antara perawat dengan pekerjaan, yang umum terjadi kelelahan kerja menurunkan

kemampuan yang disebut “concern for the task” dan kemampuan dalam

mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan.


Karyawan yang mengalami kerja dampak minimnya menimbulkan kehambaran,

kedataran, ketidakrasian atau ketidaktanggapan. Yang umum terjadi, kelelahan

kerja melemahkan gairah untuk metaati komitmen yang mengikat hubungan,

misalnya komitmen untuk menepati janji atau persetujuan (Nabila, 2022).

2.2.4. Alat Ukur Burnout

Maslach dan Jackson mengembangkan MBI (Maslach Burnout Inventory)

pada tahun 1980. Pada awalnya, MBI digunakan hanya untuk mengukur tingkat

burnout pada individu yang berkontak langsung dengan masyarakat yang

membutuhkan pelayanan. Model MBI yang digunakan pada saat itu antara lain

MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Services Survey), MBI-ES

(Maslach Burnout Inventory-Educator Survey), dan MBI-GS (Maslach Burnout

Inventory-General Survey). MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human

Services Survey) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur burnout

pada pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat/sosial.

MBI-ES (Maslach Burnout Inventory-Educator Survey) merupakan alat

ukur yang bertujuan untuk mengetahui burnout pada tenaga pengajar. MBI-GS

(Maslach Burnout Inventory-General Survey) merupakan alat ukur yang

digunakan untuk mengukur burnout pada karyawan/umum seperti petani dll.

Instrument MBI (Maslach Burnout Inventory) mencakup tiga dimensi yang

membentuk burnout, yaitu kelelahan emosional yang mengacu pada perasaan

kehabisan sumber daya emosional seseorang yang merupakan representasi

sindrom dari komponen stress pada individu, depersonalisasi, atau berlebihan

yang merupakan representatif dari komponen interpersonal dari burnout, dan

penurunan prestasi pribadi yang mengacu pada penurunan dalam kompetensi dan
produktivitas seseorang serta rasa efikasi diri atau rasa keberhasilan yang rendah.

Pada penelitian ini menggunakan MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-

Human Services Survey) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur

burnout pada pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat/social

(Riya Fatmawati, 2020).

2.3. Konsep Beban Kerja

2.3.1. Pengertian Beban Kerja

Menurut Roslina (2022), beban kerja adalah sejumlah tugas dan proses atau

kegiatan yang harus diselesaikan sesuai job description oleh seorang pekerja

dalam jangka waktu tertentu. Apabila seorang pekerja mampu menyelesaikan dan

menyesuaikan diri terhadap sejumlah tugas yang diberikan, maka pekerja tidak

merasakan suatu beban kerja. Namun, jika pekerja tidak berhasil maka tugas dan

kegiatan tersebut dirasakan sesuatu yang berat menjadi suatu beban kerja. beban

kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus

diselesaikan pada waktu tertentu.

Beban kerja yang berat atau tidak diperhatikan serta penghargaan yang tidak

sesuai akan menyebabkan perawat merasa tidak puas sehingga dapat keluar dari

pekerjaannya. Beban Kerja itu sendiri erat kaitannya dengan produktiitas tenaga

kesehatan, studi yang dilakukan mendapatkan bahwa haya 53% waktu yang

benar-benar produktif yang digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan

sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang. Produktivitas tenaga

kesehatan dipengaruhi oleh beban kerja yang berlebih, sementara beban kerja

tersebut disebabkan oleh jumlah tenaga kesehatan yang belum memadai dan

jumlah pasien yang terus meningkat (Henri, 2019).


Beban kerja dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang dirasakan berada di

luar kemampuan pekerja untuk melakukan pekerjaannya. Kapasitas atau

kompetensi seseorang yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas sesuai dengan

harapan (performa harapan) berbeda dengan kapasitas atau kompetensi yang

tersedia pada saat itu (performa aktual). Perbedaan diantara keduanya

menunjukkan tingkat kesulitan tugas yang dirasakan sebagai beban kerja.

2.3.2. Aspek Beban Kerja

1. Beban kerja sebagai tuntutan Fisik

Situasi kerja kondusif dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal di

samping itu dapat meningkatkan kinerja pegawai. Sebagai contoh kemampuan

seorang pegawai memutar roda pada sebuah bengkel, atau kemampuan sesorang

mengangkat beban. Kondisi fisik dapat pula berpengaruh terhadap kesehatan

mental seorang pekerja. Kondisi fisik pekerja mempunyai pengaruh terhadap

kondisi fatal dan psikologi seseorang, sebagai contog seorang karyawan yang

postur tubuhnya tipis, tidak cocok bertugas di bagian tungku atau perapian.

Dengan kata lain bahwa kesehatan pekerja harus tetap dalam keadaan prima saat

melakukan pekerjaan, selain istirahat yang cukup juga harus didukung sarana dan

tempat kerja yang nyaman serta memadai.

2. Beban kerja sebagai tuntutan tugas.

Kerja shif dan kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi pekerja

akibat dari beban kerja yang berlebihan. Seperti contoh seorang perawat yang

giliran jaga malam, akan merasakan kelelahan karena kurang tidur. Beban kerja

berlebihan dapat mengakibatkan kelelahan dan beban kerja terlalu sedikit dapat
mengakitabtkan terjadinya demotivasi sehingga berpengaruh terhadap kinerja

pegawai (Roslina, 2022).

2.3.3. Indikator beban kerja

Indikator beban kerja Munandar (2010) dalam Roslina (2022), menjelaskan

sebagai berikut :

1. Target yang harus di capai

Pandangan individu mengenai besarnya target kerja yang di berikan untuk

menyelesaikan pekerjaan dalam waktu tertentu. Apabila seorang karyawan

menganggap target pekerjaannya terlalu tinggi, maka pekerja tersebut mungkin

merasa suatu tantangan yang akan dihadapi atau pekerja akan merasa memiliki

beban kerja yang berat.

2. Kondisi pekerjaan

Pandangan yang dimiliki oleh individu mengenai kondisi pekerjaan, serta

mengatasi masalah kejadian yang tidak terduga seperti melakukan pekerjaan extra

diluar waktu yang di tentukan. Dalam hal ini, karyawan dihadapkan pada

pekerjaan yang memerlukan pemecahan atau penyelesaian, jika karyawan

menganggap pekerjaannya sulit dipecahkan, maka karyawan merasakan adanya

masalah dan beban pekerjaannya menjadi berat atau tinggi, demikian pula

sebaliknya.

3. Standar Pekerjaan.

Kesan yang dimiliki individu mengenai pekerjaan misalnya perasaan yang

timbul mengenai beban kerja yang harus diselesaikan dalam jangka waktu

tertentu. Standart pekerjaan yang ditetapkan perusahaan kadang menjadikan


karyawan terbebani, karena dia tidak atau kurang mampu mengerjakannya,

demikian pula sebaliknya, jika standart pekerjaan itu dapat dipahami dan pekerja

merasa dapat menyelesaikan tugasnya maka pekerja merasa bebannya menjadi

tidak berat.

2.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Soleman (2011) dalam Roslina (2022), faktor yang memengaruhi

beban kerja adalah sebagai berikut :

1. Faktor eksternal

Beban kerja yang bersumber dari luar diri pekerja, antara lain adalah:

a. Tugas (Task). Stasiun kerja, tata letak ruang kerja, kondisi ruang kerja, kondisi

lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang diangkat waktu istirahat,

shift kerja, sistem kerja Tugas bersifat fisik. Namun tanggung jawab,

kompleksitas pekerjaan, emosi pekerjaan merupakan tugas yang bersifat mental

kerja

b. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja biologis dan

lingkungan kerja psikologis dapat memberikan beban tambahan bagi pekerja.

2. Faktor internal

Jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan, dan

faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan merupakan

faktor internal yang berasal dari dalam diri pekerja akibat dari reaksi beban kerja

eksternal yang berpotensi sebagai pemicu terjadinya stresor, meliputi faktor

somatis.

2.3.5. Pengukuran Beban Kerja


Menurt Sutalaksana, Anggawisastra & Tjakr-aatmadja (2006) dalam

Roslina (2022), menjelaskan bahwa pengukuran waktu dapat digunakan untuk

mendapatkan ukuran tentang beban dan kinerja yang berlaku dalam suatu sistem

kerja. Karena metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode

ilmiah, maka hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Melalui pengukuran ini

pengukur memperoleh ukuran ukuran kuantitatif yang benar tentang kinerja dan

beban kerja.

1. Elemen-elemen dalam pengukuran beban kerja berdasarkan waktu

Beberapa elemen yang dibutuhkan dalam melakukan pengukuran beban

kerja berdasarkan waktu, agar perhitungan dapat dilakukan menurut rumus yang

ditentukan. Elemen tersebut adalah antara lain:

a. Waktu siklus (Ws)

Waktu yang dibutuhkan dalam suatu proses penyelesaian suatu produk sejak

bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan

b. Faktor penyesuaian (p)

Waktu mengoreksi segala ketidakwajaran yang terjadi yang ditunjukkan

oleh pegawai selama masa pengamatan dilakukan disebut faktor penyesuaian

c. Kelonggaran (k)

Waktu-waktu kelonggaran yang diberikan kepada pekerja untuk tiga hal,

yaitu untuk kebutuhan pribadi (makan, minum dan beribadah), untuk

menghilangkan rasa kelelahan dan untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan

dalam pekerjaan. Semua kelonggaran ini memiliki nilai masing-masing yang telah

ditentukan.

d. Waktu baku (Wb)


Waktu normal yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan

suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.

e. Total waktu kerja per hari (twk)

Banyaknya waktu yang diberikan oleh perusahaan/organisasi sesuai aturan

setiap hari kepada pegawainya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ada. Jumlah

jam kerja pegawai ini dapat dilihat dari banyaknya waktu kerja yang digunakan

untuk menyelesaikan tugas tertentu

2. Tahapan-tahapan pengukuran beban kerja berdasarkan waktu

Untuk melakukan pengukuran beban kerja berdasarkan waktu, ada beberapa

tahapan yang harus dilakukan yakni :

a. Tahapan sebelum pengukuran

1) Penetapan tujuan pengukuran

Sangat penting melakukan penetapan tujuan dikarenakan tujuan adalah

sesuatu ingin dicapai yang membutuhkan ketelitian dan tingkat keyakinan.

2) Memilih pegawai yang akan diamati

Pegawai yang akan dipilih harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, di

antaranya berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Kemampuan

seorang pegawai diasumsikan akan menghasilkan waktu kerja yang normal.

Sedangkan sifat kolaboratif dan kerjasama diperlukan agar proses pengamatan dan

pencatatan dapat berjalan lancar.

3) Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan

Mengurai pekerjaan ke dalam bagian-bagian kecil, kemudian setiap bagian

dicatat waktunya. Jumlah seluruh waktu dari tiap elemen akan menghasilkan
waktu siklus. Tujuan mengurai pekerjaan menjadi bagian yang lebih kecil ini

adalah untuk mengantisipasi adanya elemen tidak baku yang mungkin saja

dilakukan pekerja.

4) Menyiapkan perlengkapan pengukuran

Beberapa alat bantu dibutuhkan dalam proses pengamatan untuk

memperoleh data yang akurat. Alat-alat tersebut berupa jam henti, foto-foto,

video, pena atau pensil dan papan pengamatan, CCTV.

b. Pengukuran waktu

Kegiatan mengamati dan mencatat waktu waktu kerja baik setiap elemen

ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan di atas.

Perlu pengukuran pendahuluan ini bertujuan untuk memperoleh data untuk

menguji keseragaman data dan mengetahui jumlah minimum pengamatan

yang harus dilakukan sebagai syarat kecukupan data.

c. Menghitung waktu baku

Jika proses pengambilan data telah selesai, maka semua persyaratan perlu

diperiksa apa sudah terpenuhi, setelah itu penghitungan waktu baku dapat

dilakukan, dengan waktu siklus, faktor penyesuaian dan kelonggaran

dalam proses penghitungannya.


2.1.1. Kerangka Teori

Perawat rawat inap di Rumah sakit

Beban Kerja

Burnout sindrom

Faktor Yang Mempengaruhi


Burnout sindrom

Faktor individu : Faktor pekerjaan :


Jenis kelamin Faktor kepribadian : Faktor organisasi :
Konflik peran
Usia Konsep diri rendah Gaya kepemimpinan
Ambiguitas peran
Tingkat pendidikan Perilaku tipe A Iklim organisasi
Status perkawinan Individu yang introvert Kekuatan struktur
Masa kerja Locus of control eksternal

Gambar 2.1: Kerangka teori beban kerja yang berhubungan dengan kejadian

burnout sindrom pada perawat rawat inap.

Kerangka teori ini menurut : Budiono (2019), Diah Anggraini Putri (2021),

Roslina (2022)

Anda mungkin juga menyukai