SKRIPSI
Oleh :
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Aplikasi Kapur Dolomit dan
Pupuk Fosfat untuk meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau
(Vigna radiata L.) Pada Ultisols di Kota Bengkulu” ini merupakan karya saya sendiri
(ASLI), dan isi dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademis disuatu institusi pendidikan dan sepanjang pengetahuan
saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang saya acu secara tertulis di dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar
pustaka.
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu bahan pangan yang banyak
dibudidayakan beberapa negara Asia seperti Indonesia, Thailand, Filipina, dan India untuk
konsumsi maupun industri olahan karena memiliki kandungan protein dan karbohidrat
yang tinggi. Produksi dan produktivitas kacang hijau di Bengkulu masih tergolong rendah
disebabkan antara lain oleh luas panen yang semakin sedikit dan produktivitas lahan yang
kurang optimal. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas kacang hijau di Bengkulu perlu dilakukan peningkatan luas panen dan
pemanfaatan lahan kurang subur diantaranya lahan masam (Ultisols) melalui pemberian
kapur dan pupuk fosfat.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menentukan kombinasi terbaik dosis dolomit
dengan pupuk fosfat, dosis dolomit yang tepat dan dosis pupuk fosfat yang tepat dalam
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau di Ultisols. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 2 faktor dan 3
ulangan. Faktor pertama berupa dosis dolomit dengan 3 taraf, yaitu : D 0 : 0 kg/ha atau
tanpa kapur, D1 : 1 x Al-dd atau setara 3.926 kg/ha, dan D2 : 2 x Al-dd atau setara 7.852
kg/ha. Faktor kedua berupa dosis pupuk fosfat dengan 4 taraf, yaitu : P 0 : 0 kg/ha TSP,
P1 :100 kg/ha TSP, P2 : 150 kg/ha TSP, dan P3 : 200 kg/ha TSP.
Dari penelitian ini tidak didapatkan pengaruh kombinasi dolomit dan pupuk
fosfat pada Ultisols. Pemberian dolomit sampai dengan 7.852 kg/ha (D2) atau setara 2 x
Al-dd pada Ultisols tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kacang hijau, kecuali
bobot brangkasan kering, namun mampu meningkatkan pH tanah dan komponen hasil
yang diindikasikan jumlah cabang produktif, jumlah polong, bobot biji per tanaman, bobot
100 biji, dan bobot biji per 10 m 2 lebih tinggi, walaupun tidak berbeda dengan dosis 3.926
kg/ha (D1) atau setara 1 x Al-dd. Pemberian pupuk fosfat sampai dengan 200 kg/ha TSP
(P3) pada Ultisols tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kacang hijau, namun
mampu meningkatkan hasil yang diindikasikan bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji
lebih tinggi, walaupun tidak berbeda dengan dosis 150 kg/ha (P2).
(Program studi Agroekoteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu, 2022)
SUMMARY
APPLICATION OF DOLOMITE AND PHOSPHATE FERTILIZER TO
INCREASE GROWTH AND YIELD OF MUNG BEANS (Vigna radiata L.) ON
ULTISOLS IN BENGKULU CITY (Andika Surya Apriadi under the supervison of
Zainal Muktamar and Supanjani. 2022. 37 pages)
Mung bean (Vigna radiata L.) is one of the food crop, widely cultivated in several
Asian countries such as Indonesian, Thailand, the Philippines, and India. This crop is
commonly used as food for consumption and processed industry because it has high
protein and carbohydrate content. Production and productivity of mung bean in Bengkulu
is still relatively low. The low production of mung bean in Bengkulu is caused by, among
other, low harvested area and low land productivity. The production and productivity of
mung beans in Bengkulu can be improved by the increase in harvested area and use of less
fertile land such as acid soils including Ultisols. The application of lime and phosphate
fertilizer is necessary to enhance the productivity of the soil.
This research was conducted to determine the best combination of dolomite dose
with phosphate fertilizer, the right dose of dolomite and the right dose of phosphate
fertilizer on the growth and yield of mung bean in Ultisols. This study used a Randomized
Complete Block Design (RCBD) with 2 factors and 3 replications. The first factor was the
dose of dolomite with 3 levels, namely: D0 : 0 kg/ha or without lime, D1 : 1 x
exchangeable-Al equivalent to 3.926 kg/ha, and D2 : 2 x exchangeable-Al equivalent to
7.852 kg/ha. The second factor was the dose of phosphate fertilizer with 4 levels, namely:
P0 : 0 kg/ha TSP, P1 : 100 kg/ha TSP, P2 : 150 kg/ha TSP, and P3 : 200 kg/ha TSP.
The result of the study showed that there were no significant combination effect of
dolomite and phosphate fertilizer on the growth and yield of mung beans on Ultisols. The
application of dolomite up to 7,852 kg/ha (D2) equivalent of 2 x exchangeable-Al did not
affect the growth of mung beans, except for dry weight of stover. The treatment was able
to increase soil pH and yield components indicated by the number of productive branches,
number of pods, seed weight per plant, weight of 100 seeds, and weight of seeds per 10 m2,
although there were not different from the dose of 3,926 kg/ha (D 1) or equivalent to 1 x
exchangeable-Al. The application of phosphate fertilizers up to 200 kg/ha (P3) on Ultisols
did not affect the growth of mung beans, but was able to increase the yield indicated by the
weight of seeds per plant and the weight of 100 seeds was higher, although not different
from the dose of 150 kg/ha (P2).
(Agroecotechnology study program, Department of Agricultural Cultivation, Faculty of
Agriculture, Bengkulu University, 2022)
APLIKASI KAPUR DOLOMIT DAN PUPUK FOSFAT
UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN
HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata
L.) PADA ULTISOLS DI KOTA BENGKULU
SKRIPSI
Universitas Bengkulu
Oleh :
Pembimbing :
Bengkulu
2022
APLIKASI KAPUR DOLOMIT DAN PUPUK FOSFAT UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) PADA ULTISOLS DI KOTA
BENGKULU
Oleh :
Prof. Ir. Zainal Muktamar, M.Sc, Ph.D Dr. Ir. Supanjani, M.Sc
NIP. 19591110 198403 1 005 NIP. 19620721 198702 1 005
21 Juni 2022
Mengetahui,
Fakultas Pertanian
Dekan,
Oleh :
Ketua, Sekretaris,
Prof. Ir. Zainal Muktamar, M.Sc, Ph.D Dr. Ir. Supanjani, M.Sc
NIP. 19591110 198403 1 005 NIP. 19620721 198702 1 005
Anggota, Anggota
Mengetahui,
Fakultas Pertanian
Dekan,
MOTTO :
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat, ridha, hidayah, dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aplikasi Kapur Dolomit dan
Pupuk Fosfat untuk meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau
(Vigna radiata L.) Pada Ultisols di Kota Bengkulu”. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat utama untuk meraih gelar sarjana dari
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Selama dilaksanakan penelitian ini, penulis
mendapat bantuan baik secara moral maupun material dari berbagai pihak secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu melalui tulisan ini, penulis ingin mengucapkan ribuan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penelitian ini sehingga berjalan
dengan baik dan lancar.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................................v
I. PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................4
2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kacang Hijau............................................4
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hijau..............................................................5
2.3 Ultisols.................................................................................................................6
2.4 Dolomit................................................................................................................7
2.5 Pupuk Fosfat........................................................................................................7
III. METODOLOGI PENELITIAN...................................................................................9
3.1 Waktu dan Tempat..............................................................................................9
3.2 Alat dan Bahan....................................................................................................9
3.3 Rancangan Percobaan..........................................................................................9
3.4 Tahapan Penelitian...............................................................................................9
3.5 Pengamatan........................................................................................................12
3.6 Variabel Pendukung...........................................................................................14
3.7 Analisis Data......................................................................................................14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................15
4.1 Gambaran Umum Penelitian..............................................................................15
4.2 Analisis Varian...................................................................................................17
4.3 Pengaruh Dolomit dan Pupuk Fosfat Terhadap pH Tanah................................18
4.4 Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau...............................................26
V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................................31
5.1 Kesimpulan........................................................................................................31
5.2 Saran..................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................32
LAMPIRAN.......................................................................................................................38
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Deskripsi varietas....................................................................................................39
2. Perhitungan dosis pupuk..........................................................................................40
3. Denah percobaan.....................................................................................................43
4. Analisis tanah awal dan akhir di lahan Ultisols.......................................................44
5. Data curah hujan, kelembaban udara, dan suhu di Kota Bengkulu.........................45
6. Analisis varian.........................................................................................................46
7. Dokumentasi Kegiatan Penelitian...........................................................................50
v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu bahan pangan yang
banyak dibudidayakan beberapa negara Asia seperti Indonesia, Thailand, Filipina,
dan India. Kacang hijau dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan karena memiliki
kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi (Rahman dan Triyono, 2011).
Kacang hijau juga memiliki peranan sangat penting dalam pemenuhan protein
setelah kedelai dan kacang tanah. Permintaan yang terus meningkat baik
dimanfaatkan untuk konsumsi maupun industri olahan (Kementerian Pertanian,
2012). Peningkatan kebutuhan kacang hijau di Indonesia berjalan seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk pada setiap tahunnya (Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan, 2017).
Kebutuhan nasional untuk tanaman kacang hijau yang setiap tahunnya
mengalami peningkatan sebesar ±330.000 ton/tahun (BPS, 2015), namun
permasalahan yang dihadapi pada budidaya kacang hijau di Indonesia antara lain
rendahnya produksi dan produktivitas. Hal tersebut dapat dikurangi dengan
penggunaan benih unggul dan perbaikan teknologi. Salah satu benih unggul yang
dapat digunakan yaitu kacang hijau varietas Vima-1 yang memiliki beberapa
keunggulan diantaranya memiliki umur genjah yaitu 56 hari, tahan terhadap
penyakit embun tepung dan hasil produksinya mencapai 1,76 ton/ha (Balitkabi,
2015).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2021) produksi kacang hijau di
Indonesia mengalami fluktuasi pada lima tahun terakhir, 2014 hingga 2018 secara
berturut-turut yaitu, 244.589 ton, 271.463 ton, 242.985 ton, 241.334 ton, dan
234.718 ton. Upaya dalam meningkatkan produksi kacang hijau dapat dilakukan
peningkatan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi (Kementerian Pertanian, 2013).
Data Kementerian Pertanian (2021) produksi kacang hijau di Provinsi Bengkulu
mengalami penurunan sejak tahun 2014 hingga 2018 sebesar 810 ton. Rendahnya
produksi kacang hijau di Bengkulu disebabkan antara lain adalah luas panen yang
semakin sedikit dan produktivitas lahan yang kurang optimal. Berdasarkan data
Kementerian Pertanian (2021) luas panen kacang hijau di Bengkulu mengalami
fluktuasi selama lima tahun terakhir, 2014 hingga 2018 berturut-turut yaitu,
208.016 ha, 229.475 ha, 223.948 ha, 206.469 ha, dan 197.508 ha. Untuk
1
meningkatkan produksi kacang hijau di Bengkulu perlu dilakukan peningkatan luas
panen dan pemanfaatan lahan kurang subur diantaranya lahan masam (Ultisols).
Ultisols merupakan bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu
45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan (Subagyo et al., 2000). Ultisols
merupakan salah satu tanah dengan tingkat keasaman dan kejenuhan Aluminium (Al) yang
tinggi, kandungan hara dan bahan organik yang rendah, nutrisi makro rendah dan
ketersediaan P sangat rendah serta peka terhadap erosi (Fitriatin et al., 2014). Selain itu
Ultisols memiliki pH (3,1 – 5). Ultisols yang memiliki pH kurang dari 4,5 banyak
didominasi Al3+ sehingga menghambat pertumbuhan akar dan pH kurang dari 5,0 dapat
menurunkan ketersediaan unsur hara. Pertumbuhan tanaman pada tanah masam
dipengaruhi oleh Al, dimana pada saat pH tanah rendah (4,0-5,0), Al yang ada dalam
larutan tanah adalah Al3+ dengan aktivitas tinggi (Zhen et al., 2007). Keracunan Al
menyebabkan kerusakan secara langsung pada sistem perakaran, perkembangan akar
terhambat, mengganggu pembelahan sel, dinding sel, reduksi membran, dan sintesa DNA
(Rosolem et al., 1999; Yu et al,. 2010; Silva et al., 2010). Upaya untuk meningkatkan
produktivitas Ultisols yaitu melalui pengapuran.
Pengapuran merupakan salah satu cara untuk mengurangi kelarutan Al bagi media
tumbuh tanaman dan meningkatkan pH tanah, meningkatkan ketersediaan kalsium, fosfor,
mengurangi keracunan akibat Al serta meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
(Wijanarko dan Taufiq, 2004). Penurunan keasaman tanah dengan mengendalikan
kelarutan Al, Fe, dan H merupakan kunci utama untuk memperbaiki Ultisols. Anjuran
umum untuk menetralisasi Al adalah setiap meq Al/100 g dibutuhkan 1,5 meq Ca sesuai
dengan berat volume (BV) tanahnya. Aplikasi kapur pertanian dengan takaran 1/2 dan ¾ x
Al-dd pada Ultisols dengan kandungan Al-dd rendah hingga tinggi (2,3 meq/100 g) cukup
efisien menurunkan kejenuhan Al dan Al-dd tanah (Taufiq et al., 2004).
Selain keracunan Al, defisiensi fosfat seringkali menjadi kendala pertumbuhan
tanaman pada Ultisols. Ion-ion Al yang terdapat dalam tanah bereaksi dengan ion-ion
fosfat membentuk senyawa fosfat yang tidak larut. Di samping ion Al3+, senyawa-senyawa
oksida dan hidroksida dari Al juga mempunyai kemampuan menjerap fosfat. Mekanisme
jerapan fosfat oleh senyawa tersebut terjadi melalui reaksi pertukaran anion, yaitu lepasnya
OH- ke larutan tanah setelah terjadi pengikatan fosfat (Tan 2000; Goransson et al, 2010).
Menurut Thao et al., (2008), defisiensi P merupakan salah satu kendala penting bagi usaha
tani di lahan masam. Rendahnya ketersediaan P disebabkan kuatnya pengikatan P oleh
2
alumunium (Al) dan besi (Fe), sehingga ketersediaan P rendah walaupun P total tinggi di
dalam tanah.
Ultisols pada umumnya memberikan respons yang baik terhadap
pemupukan fosfat. Pemupukan P merupakan hal yang umum dilakukan pada
budidaya pertanian. Permasalahan utama dalam pemupukan P adalah unsur hara P
yang berasal dari pupuk P akan mengalami berbagai reaksi seperti fiksasi oleh
mineral Al dan Fe (Setiawati et al., 2014) serta retensi oleh mineral liat (Sandrawati
et al., 2018). Berdasar penelitian Agus Syafria et al., (2013) penggunaan pupuk P
(TSP) 100 kg/ha berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, umur
panen, jumlah polong per tanaman, persentase polong bernas pertanaman, berat biji
kering per tanaman dan berat kering 100 biji. Selanjutnya hasil penelitian Barus et
al., (2014) bahwa pemberian pupuk fosfat 30 g/plot berpengaruh nyata terhadap
umur panen, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per plot, berat 100 biji
kacang hijau, dan bobot polong per plot, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga dan bobot polong.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan tanaman pangan yang digunakan
sebagai sumber karbohidrat dan protein dari family Fabaceae dan telah dibudidayakan
sejak lama yang diduga berasal dari India-Burma, Asia Selatan kemudian menyebar ke
daerah tropis seperti Indonesia pada awal abad ke-17 (Morton et al., 1982, Purwono dan
Hartono, 2005).
Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan sumber protein nabati.
Kandungan protein kacang hijau sebesar 22% menempati urutan ketiga setelah kedelai dan
kacang tanah. Kacang hijau mengandung asam amino cukup tinggi dan beberapa vitamin
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yakni asam amino, tryptofan dan lysin. Dalam 100
gram biji kacang hijau mengandung tryptofan 96 mg, lysine 197 mg, asam amino glutamat
297 mg juga mengandung beberapa vitamin seperti vitamin B1, B2, B3, B5, B12, D, E dan
vitamin K. Dari indikator tersebut maka mengonsumsi kacang hijau sangat baik untuk
menjaga kesehatan jantung dan mengurangi gangguan kesehatan orang yang mengonsumsi
lemak tinggi (Yusuf, 2014).
Menurut Purwono dan Hartono (2005), dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-
tumbuhan kacang hijau diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae (Fabaceae)
Genus : Vigna
Kacang hijau berumur genjah (pendek) sekitar 2-2,5 bulan, toleran terhadap
kekeringan karena berakar dalam dan dapat tumbuh di lahan yang miskin unsur hara
(Alfandi, 2015).
a. Akar
Tanaman kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya di bagi
menjadi dua yaitu mesophytes dan xerophytes. Perakaran tanaman kacang hijau
bercabang banyak dan membentuk bintil-bintil akar (Rohmanah, 2016).
5
b. Batang
Batang kacang hijau berkayu, berbatang jenis perdu (semak), berambut atau
berbulu dengan struktur yang beragam, warnanya cokelat muda atau hijau. Batang
kacang hijau kecil dan berbentuk bulat, tinggi batangnya berkisar 30 cm.
Batangnya bercabang dan menyebar ke segala arah (Ridwan, 2017).
c. Daun
Daun kacang hijau trifoliate (terdiri dari tiga helaian) dan letaknya
berseling. Daun berbentuk lonjong dengan bagian ujung runcing. Tangkai
daunnya cukup panjang, lebih panjang dari daunnya. Warna daunnya hijau muda
sampai hijau tua (Fitriani, 2014).
d. Bunga
Bunga kacang hijau termasuk bunga sempurna (Hermaprodite), dapat
menyerbuk sendiri berbentuk seperti kupu-kupu dan berwarna kuning pucat atau
kehijauan tersusun dalam tandan. Bunganya termasuk jenis hemaprodit atau
berkelamin sempurna. Proses penyerbukan terjadi pada malam hari sehingga pada
pagi harinya bunga akan mekar dan pada sore harinya sudah layu (Rukmini,
2017).
e. Polong/biji
Polong menyebar dan menggantung berbentuk silindris dengan panjang
antara 6-15 cm dan biasanya berbulu pendek. Sewaktu muda polong berwarna
hijau dan setelah tua berwarna hitam atau coklat. Setiap polong berisi 10-15 biji.
Polong menjadi tua sampai 60-80 hari setelah tanam. Perontokan bunga banyak
terjadi dan mencapai angka 90% (Fitriani, 2014).
6
tanah dengan tekstur liat berlempung yang mengandung banyak bahan organik, aerasi dan
drainase yang baik. Struktur tanah gembur dengan tingkat kemasaman pH 5,0-7,0. Jika pH
kurang dari 5,0 atau lebih dari 7,0 pertumbuhan kacang hijau akan kerdil, menguning dan
polong yang terbentuk kecil (Ridwan, 2017). Tanaman ini ditanam pada berbagai ordo
tanah, termasuk Ultisols.
2.3 Ultisols
Ultisols merupakan lahan marjinal di Indonesia yang cukup luas yaitu mencapai
45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al, 2004).
Sementara itu, luas lahan Ultisols di Bengkulu yaitu 706.000 ha (Subagyo, 2000 dalam A.
Hidayat dan A. Mulyani, 2003). Ultisols merupakan tanah yang terbentuk pada suatu
daerah yang memiliki curah hujan dengan intensitas tinggi disertai pelapukan yang intensif
dan pencucian yang aktif. Pencucian yang aktif tersebut menyebabkan ketersediaan unsur
hara yang tersedia menjadi terbatas didalam tanah. Menurut Prasetyo dan Suriadikarta
(2006) ada akumulasi fraksi liat pada horison bawah permukaan yang mempengaruhi daya
resap air dan meningkatkan erosi. Ultisols sebagai tanah mineral masam dicirikan dengan
pH tanah rendah (3-5), kejenuhan basa rendah (kurang dari 35%), kandungan bahan
organik rendah, miskin kandungan hara P, Ca, Mg, Na, dan K. Kadar Al di Ultisols tinggi,
sehingga berpotensi besar terjadi keracunan Al (Prahastuti, 2005).
Lahan Ultisols merupakan lahan sub optimal, karena memiliki keterbatasan seperti
pH rendah < 5,5, kahat unsur hara, KTK rendah, namun bila mendapat sentuhan teknologi
yang tepat maka produktivitas lahan Ultisols dapat ditingkatkan. Kandungan hara Ultisols
umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan
organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Ultisols memiliki kadar Al yang tinggi sehingga
berpotensi terjadi keracunan Al pada tanaman, selain itu tanah ini memiliki kandungan
bahan organik dan hara yang rendah, serta adanya akumulasi liat pada horizon bawah
permukaan sehingga dapat mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan
dan erosi tanah (Ratna, 2016). Berdasarkan kondisi lahan tersebut menyebabkan
terganggunya akar tanaman sehingga pertumbuhan tidak normal sehingga akar tanaman
menjadi lebih pendek, ukurannya lebih besar, kaku, mudah patah dan ujung akar
membengkak. Terganggunya pertumbuhan akar akan mempengaruhi kerja akar dimana
tanaman akan mengalami cekaman air dan defisiensi hara (Wahyudi, 2009).
Ultisols memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sebagai pilihan strategis
pengembangan pertanian untuk mengimbangi penyempitan lahan subur (Subowo, 2012).
7
Ultisols memiliki kelas tekstur yang bervariasi dari berlempung halus sampai berliat.
Ultisols bertekstur gumpal-gumpal bersudut dan agregat tanah kurang stabil (Munir, 1996).
Kendala pemanfaatan lahan Ultiosols untuk pertanian adalah kemasaman dan kejenuhan Al
yang tinggi, kandungan hara, dan bahan organik yang rendah, dan tanah mudah erosi.
Kendala tersebut dapat diatasi dengan penerapan teknologi budidaya seperti pengapuran
dan pemupukan.
2.4 Dolomit
Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan
pH (Pagani, 2011). Kapur yang banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk kalsit
(CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Dolomit merupakan pupuk yang berasal dari
endapan mineral sekunder yang banyak mengandung unsur Ca dan Mg dengan
rumus kimia CaMg (CO3)2. Dolomit berwarna putih keabu-abu atau kebiru-biruan
dengan kekerasan lebih lunak dari batu gamping, berbutir halus, bersifat mudah
menyerap air, mudah dihancurkan, cepat larut dalam air dan mengadung unsur hara.
Dolomit berfungsi untuk menetralkan pH tanah, memperbaiki struktur tanah,
meningkatkan pertumbuhan akar, mematikan beberapa jenis jamur atau bakteri
pada tanah, sehingga akan meningkatkan kesuburan tanah (Kartono, 2010). Jenis
Kapur ini dapat menurunkan Al-dd dan menaikan pH tanah. Dolomit mengandung
Ca 30% dan Mg 19% (Adriani, 2009).
Disamping itu dolomit merupakan material kapur yang biasa digunakan dalam
pertanian untuk mengurangi kemasaman tanah serta menambah unsur kalsium sebagai
unsur hara pada tanaman. Selain itu, pada dolomit juga terdapat unsur magnesium.
Penggunaan dolomit pada tanah masam akan lebih baik daripada kalsit sebab dolomit
mengandung hara Ca dan Mg yang berimbang (Subandi, 2007). Berdasarkan penelitian
Arista et al., (2017) bahwa dosis terbaik dolomit 480 kg/ha meningkatkan C-organik tanah,
P-tersedia, Ca-tanah, K-tersedia dan hasil tanaman kacang hijau (umur berbunga dan
jumlah daun). Selanjutnya pada hasil penelitian Syahputra et al., (2015) menyatakan
bahwa pemberian dolomit meningkatkan cabang produktif, polong hampa, dan polong
berisi, hasil per ha, berat biji pertanaman dan berat 100 biji. Selain dengan pengapuran,
untuk meningkatkan ketersediaan hara dan meningkatkan mutu seperti hasil yang tinggi
perlu dilakukan pemupukan yaitu dengan menggunakan pupuk fosfat.
8
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh
tanaman. Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk asam fosfat (H 2PO4) dan
HPO4. Fosfor berperan sebagai penyusun ATP, nukleotida dan phospholipid yang
berfungsi sebagai cadangan energi serta sebagai penyusun senyawa-senyawa untuk
merubah energi, untuk sistem genetik, untuk membran sel dan fosfoprotein
(FahmF, 2009). Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah
Ultisols, karena di samping kadar P rendah, juga terdapat unsur-unsur yang dapat
meretensi fosfat yang ditambahkan. Kekurangan P pada Ultisols dapat disebabkan
oleh kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau
kandungan P sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap
oleh unsur lain seperti Al dan Fe.
Pemberian pupuk P dapat memacu pertumbuhan akar dan pembentukan
perakaran sehingga tanaman dapat mengambil unsur hara lebih banyak dan
pertumbuhan tanaman menjadi optimal. Selain itu pemberian pupuk P juga dapat
memacu pembentukan bunga dan masaknya buah sehingga mempercepat masa
panen (Suratmin et al., 2017). Menurut Bimasri et al., (2014) fosfat juga dapat
mempercepat prosen pembentukan bunga, pemasakan biji dan buah.
Pemupukan P biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara P tanaman,
khususnya pada tanah-tanah dengan kandungan P yang rendah. Penggunaan pupuk ini
sering kali tidak efisien. Rata-rata hanya sekitar 10-30% saja yang dapat diserap oleh
tanaman, sebagian besarnya teradsorbsi dan terpresipitasi menjadi bentuk yang tidak
tersedia karena di dalam tanah terjerap oleh mineral liat dan unsur-unsur seperti Ca, Fe dan
Al. Agar lebih efisien pemupukan harus memperhatikan dosis, jenis, waktu pemberian dan
penempatan pupuk yang tepat. Pemupukan yang lebih efisien dapat lebih menguntungkan
dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan (Flatian et al., 2018). Berdasarkan hasil
penelitian Mitra et al., (1999) pemberian pupuk P mampu meningkatkan hasil kering
panen, jumlah polong per tanaman, biji per polong, bobot 100 butir, hasil biji dan biomassa
total.
9
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2021 sampai Maret 2022
bertempat di Kelurahan Beringin Raya, Kecamatan Muara Bangka Hulu, Kota
Bengkulu, Bengkulu pada ketinggian ±10 m dpl.
3.4.5 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam dengan jarak tanam
40 cm x 15 cm (Balitkabi, 2012). Lubang tanam dibuat dengan menggunakan tugal
sedalam 3 – 4 cm, setiap lubang diberi 2 benih kacang hijau yang sebelumnya telah
diinokulasi atau diberikan bakteri Rhizobium sp. Lubang tanam yang telah diisi benih
kemudian diberi karbofuran sebanyak 5 butir/lubang. Selanjutnya lubang tanam
ditutup dengan tanah dan disiram hingga cukup basah.
11
3.4.6 Pemupukan Dasar
Pupuk dasar diaplikasikan pada saat tanam menggunakan urea 50 kg/ha dan KCl
50 kg/ha (Bimasri, 2014). Pemupukan urea dilakukan dua kali yaitu ½ dosis pada saat
tanam dan ½ dosis pada dua minggu setelah tanam. Cara pemupukan yaitu dengan
ditabur disepanjang larikan dekat barisan tanaman (sekitar 5 cm dari barisan tanaman
dengan kedalaman 3-5 cm), kemudian ditutup kembali dengan tanah.
3.4.9 Pemeliharaan
a. Pengairan
Penyediaan air bagi tanaman dilakukan pada pagi atau sore hari
menggunakan gembor/ember pada saat kondisi tanah kering atau tidak turun
hujan.
b. Penyulaman
Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur 7 hari setelah tanam
(HST). Penyulaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman yang rusak atau
abnormal kemudian membuat lubang tanam kembali dengan tugal lalu
menanam benih kemudian ditutup kembali dengan tanah.
c. Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan memotong salah satu tanaman,
meninggalkan satu tanaman yang pertumbuhannya baik. Penjarangan dilakukan
dengan cara memotong tanaman kacang hijau sejajar dengan permukaan tanah
pada saat tanaman berumur 2 minggu dengan menggunakan gunting.
12
d. Pengendalian Gulma
Pengendalian dilakukan secara manual dengan mencabut gulma disekitar
tanaman dengan menggunakan koret ataupun sabit.
3.4.10 Pemanenan
Panen dilakukan secara periode terhadap polong yang telah memenuhi
kriteria panen. Kriteria panen kacang hijau yaitu polong telah masak (berubahnya
warna polong dari hijau menjadi hitam). Panen dilakukan dengan cara dipetik bagian
tangkai polong. Polong yang telah dikeringkan, dipisahkan dari kulit polongnya
kemudian dimasukkan kedalam karung dipukul-pukul dengan hati-hati sampai kulit
polong pecah dan dilakukan pemisahan biji dari kulit menggunakan tampi.
3.5 Pengamatan
Variabel pertumbuhan tanaman yang diamati pada penelitian antara lain :
3.5.1 Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur menggunakan meteran kain, dengan cara mengukur
tinggi tanaman dari pangkal batang sampai titik tumbuh. Pengukuran dimulai
pada tanaman berumur 14 HST dengan interval waktu 1 minggu sekali sampai
akhir fase vegetatif.
14
3.5.10 pH Tanah
Sampel tanah diambil dari 3 titik pada kedalaman 0-20 cm, kemudian
dicampur dalam satu wadah per petak. Sampel tanah kemudian dikering-
angingkan selama 2-3 hari dan pH tanah diukur dengan ratio tanah dan aquades
1:1 menggunakan pH meter.
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16
meningkatkan pH tanah dari sangat masam atau masam ke pH agak netral atau netral,
serta menurunkan kadar Al.
Data curah hujan dari mulai Januari hingga Maret berturut-turut adalah 243,0 mm;
232,0 mm; dan 224,0 mm. Data suhu rata-rata dari bulan Januari hingga Maret
berturut-turut yaitu 27,1 oC, 26,9 oC, 27,1 oC. Data kelembaban rata-rata dari bulan
Januari hingga Maret yaitu 82,9%, 80,5%, dan 82,1%, sedangkan kelembaban yang
dikehendaki oleh tanaman kacang hijau adalah 50-89% (Lampiran 5). Kelembaban
pada saat percobaan cenderung cocok dengan kelembaban yang dikehendaki oleh
tanaman kacang hijau, sebab jika kelembaban terlalu tinggi maka akan mempengaruhi
penyebaran penyakit (Wahyudin et al., 2015)
Penamanan benih kacang hijau dilakukan pada tanggal 03 Januari 2022 dengan
menaman sebanyak 2 benih yang telah diinokulasi dengan bakteri Rhizobium sp. pada
setiap lubang tanam kemudian ditaburi karbofuran disekitar lubang tanam.
Penyulaman dilakukan pada tanaman berumur 1 MST dan penjarangan dilakukan pada
umur 2 MST. Untuk mendukung fase vegetatif dan generatif tanaman kacang hijau,
kebutuhan air diberikan dengan cara menyiram setiap pagi dan sore hari. Panen
dilakukan pada tanggal 28 Februari 2022 (panen pertama) dan 09 Maret (panen kedua)
dengan memanen polong kacang hijau yang telah berwarna cokelat kehitaman,
kemudian dijemur dibawah sinar matahari untuk memudahkan dalam pembukaan
polong. Polong yang telah kering dimasukkan kedalam karung dipukul-pukul dengan
hati-hati sampai kulit polong pecah dan dilakukan pemisahan biji dari kulit
menggunakan tampi.
Selama penelitian berlangsung, kondisi tanaman kacang hijau tumbuh dengan baik,
walaupun ada beberapa serangan hama, gulma, dan penyakit. Serangan hama pada
tanaman kacang hijau mulai terjadi ketika tanaman berumur 2 MST, hama yang
menyerang yaitu ulat jengkal dan belalang. Hama ulat jengkal juga menyerang pada
polong kacang hijau yang sudah terbentuk. Pengendalian hama ulat jengkal dan
belalang dilakukan dengan penyemprotan menggunakan knapsack sprayer dengan
insektisida berbahan aktif Profenofos 500 g/L dengan dosis 1 ml/L. Umur 7 MST dan
8 MST polong kacang hijau mulai terbentuk, ketika polong terbentuk terjadi serangan
hama kepik hijau dan kepik coklat. Hama Kepik hijau (Nezara viridula) menyerang
polong kacang hijau yang masih berwarna hijau dengan tanda polong-polong pada
kacang hijau berlubang dan busuk. Hama kepik coklat (Riptortus linearis) menyerang
tanaman kacang hijau lebih tinggi. Pengendalian hama kepik hijau dan kepik coklat
17
dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif Deltametrin 25 g/L dengan
dosis 0,5 ml/L yang pengaplikasiannya menggunakan knapsack sprayer.
Gulma yang tumbuh yaitu gulma berdaun lebar, gulma berdaun sempit, dan teki-
tekian. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut dan
menggunakan koret untuk memotong gulma di dalam dan di luar petakan. Penyakit
yang menyerang tanaman kacang hijau adalah bercak daun yang disebabkan oleh
cendawan Cercospora sinensis. Pada awal serangan, penyakit bercak daun menyerang
pada daun tua, lalu menyebar ke seluruh daun, ukuran bercak berbentuk bulat dan
tidak beraturan dan menyerang pada saat tanaman berumur 5 MST sampai 8 MST.
Pengendalian dilakukan dengan menggunakan fungisida Dithane M-45 pada saat 5
MST.
5.00 b
4.00
3.00
pH
2.00
1.00
0.00
0 3,926 7,852
Dosis Dolomit (kg/ha)
Gambar 1. Pengaruh dosis dolomit terhadap pH tanah saat panen tanaman kacang
hijau
5.00 a a
4.00
3.00
pH
2.00
1.00
0.00
0 100 150 200
Dosis Pupuk TSP
Gambar 2. Pengaruh dosis pupuk fosfat terhadap pH tanah saat panen tanaman
kacang hijau
Berdasarkan hasil analisis varian pemberian pupuk fosfat tidak berpengaruh
nyata terhadap pH tanah. pH rata-rata tertinggi yaitu 5,2 dihasilkan oleh
pemberian dosis 100 kg/ha (P1) tidak berbeda nyata dengan pemberian dosis 200
kg/ha (P3) dengan pH 5,1 diikuti pemberian dosis 150 kg/ha (P2) dengan pH 4,45
dan dosis 0 kg/ha (P0) dengan pH 4,39.
20
25.0
10.0 D0 (0 kg/ha)
D1 (3.926 kg/ha)
5.0 D2 (7.852 kg/ha)
0.0
2 3 4
Minggu Ke-
Gambar 3. Pengaruh dosis dolomit terhadap tinggi tanaman kacang hijau pada 2
MST-4 MST
6.0
jumlah Daun (Helai)
5.0
4.0 Dosis dolomit :
3.0
D0 (0 kg/ha)
2.0 D1 (3.926 kg/ha)
1.0 D2 (7.852 kg/ha)
0.0
2 3 4
Minggu Ke-
Gambar 4. Pengaruh dosis dolomit terhadap jumlah daun kacang hijau pada 2
MST-4 MST
21
Jumlah daun mengalami penambahan setiap minggunya dari umur 2 MST
sampai dengan umur 4 MST. Pemberian dolomit 7.852 kg/ha (D 2) menunjukkan
rata-rata jumlah daun lebih tinggi yaitu 5,4 helai. Jika dibandingkan dengan
pemberian dosis dolomit 3.926 kg/ha (D1) yang menunjukkan jumlah rata-rata
daun sedikit lebih rendah yaitu 5,3 helai dan pemberian dosis 0 kg/ha (D 0)
menunjukkan rata-rata daun terendah yaitu 5 helai.
Pola pertumbuhan pengaruh dolomit terhadap diameter batang umur 2
MST-4 MST disajikan pada Gambar 5.
8.0
Diameter Batang (cm)
7.0
6.0
5.0 Dosis dolomit :
4.0
D0 (0 kg/ha)
3.0 D1 (3.926 kg/ha)
2.0 D2 (7.852 kg/ha)
1.0
0.0
2 3 4
Minggu Ke-
Gambar 5. Pengaruh dosis dolomit terhadap diameter batang kacang hijau pada 2
MST-7 MST
22
karena reaksinya sangat cepat dan menunjukkan perubahan keasaman tanah yang
sangat nyata. Pengapuran sangat dibutuhkan untuk memperoleh pertumbuhan
tanaman yang baik pada tanah masam. Pemberian pupuk menjadi tidak berarti pada
tanah masam jika sebelumnya tidak dilakukan pengapuran. Pengapuran sangat
penting dilakukan pada tanah masam karena tanpa pengapuran tanah masam
umumnya miskin unsur hara penting N, P dan K, kejenuhan Al nya tinggi yang
mengakibatkan keracunan tanaman dan menyebabkan tanaman terhambat
pertumbuhannya. Setelah pengapuran, pH tanah meningkat, unsur hara di dalam
tanah khususnya hara Ca dan Mg akan tersedia dengan baik dan mampu
membentuk jaringan dan organ-organ tanaman. Sesuai dengan pendapat
Sumaryo dan Suryono (2000) yang menyatakan bahwa pemberian dolomit dapat
menambah ketersediaan Ca dan Mg dalam tanah, dengan demikian dapat memacu
turgor sel dan pembentukan klorofil sehingga proses fotosintesis menjadi lebih
meningkat. Fotosintat yang dihasilkan akan ditranslokasikan ke organ tanaman
diantaranya batang untuk pertambahan tinggi tanaman.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dolomit berpengaruh nyata terhadap
jumlah cabang produktif, bobot brangkasan kering tanaman, jumlah polong, bobot
biji per tanaman, bobot 100 biji, dan bobot biji per 10 m2 seperti disajikan pada
Tabel 2.
Pertumbuhan vegetatif yang baik akan diperoleh fotosintat yang tinggi dan
akan berpengaruh baik terhadap produksi tanaman (Tisdale et al., 1993). Tabel 2
menunjukan bahwa komponen hasil tertinggi diperoleh pada pemberian dolomit
7.862 kg/ha (D2) yang diindikasikan dari jumlah cabang produktif, bobot
brangkasan kering tanaman, jumlah polong, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji,
dan bobot bobot biji per 10 m2, walaupun tidak berbeda nyata dengan dosis 3.926
23
kg/ha (D1). Sebaliknya pemberian dosis 0 kg/ha (D0) memberikan hasil rata-rata
terendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wibowo dan Armaniar (2019)
yang menunjukkan bahwa dolomit mampu meningkatkan jumlah cabang produktif,
jumlah polong isi per tanaman, bobot 100 biji dan produksi biji per tanaman.
Jumlah Polong
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemberian dolomit 7.852 kg/ha (D 2)
menghasilkan jumlah polong dengan rata-rata tertinggi yaitu 27,88 polong namun
tidak berbeda nyata dengan dosis 3.926 kg/ha (D1) dengan jumlah polong rata-rata
yaitu 24,57 polong. Jumlah polong dari perlakuan kedua dosis dolomit tersebut,
berbeda nyata dengan dosis 0 kg/ha (D0) dengan jumlah polong rata-rata terendah
24
yaitu 16,83 polong. Jumlah polong tanaman yang terbentuk berkaitan dengan
banyaknya jumlah cabang produktif. Jumlah cabang produktif terbanyak pada dosis
7.852 kg/ha (D2). Hal ini sesuai dengan banyaknya jumlah polong yang terbentuk.
pH tanah mengalami peningkatan setelah diberi pengapuran, unsur hara di dalam
tanah, seperti hara Ca dan Mg akan tersedia dengan baik dan mampu membentuk
jaringan dan organ-organ tanaman. Soepardi (1983) menyatakan bahwa pengapuran
menetralkan senyawa-senyawa beracun dan menekan penyakit tanaman. Aminisasi,
amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya pH yang
diakibatkan oleh pengapuran. Dengan meningkatnya pH tanah, unsur N, P, K dan
S, serta unsur mikro tersedia bagi tanaman. Dengan tersedianya unsur hara tersebut,
kebutuhan hara dalam pembentukan maupun pengisian polong dapat tercapai
khususnya unsur P dan Ca. Hal ini diperkuat oleh Sutarto et al., (1987), yang
menyatakan bahwa tersedianya Ca dan unsur lainnya menyebabkan pertumbuhan
generatif menjadi lebih baik, sehingga pengisian polong lebih sempurna dan
mengakibatkan hasil menjadi lebih maksimal.
Dengan meningkatknya pH pada Ultisols sebagai media tanaman maka
unsur hara P dapat tersedia bagi tanaman. Unsur P sangat diperlukan tanaman pada
fase pertumbuhan generatif dalam pembentukan polong dan jika kekurangan unsur
P menyebabkan biji tidak merata dan tidak bernas (Winarso, 2005).
25
tercuci tetapi menjadi hara P stabil yang tidak tersedia bagi tanaman yang s
elanjutnya terfiksasi sebagai Al-P dan Fe-P pada tanah masam (pH < 5,5).
Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa bobot 100 biji dengan rata-rata
tertinggi diasilkan dari dosis 7.852 kg/ha (D 2) yaitu 6,32 g, tidak berbeda nyata
dengan dosis 3.926 kg/ha (D1) dengan rata-rata yaitu 6,09 g. Sebaliknya, rata-rata
terendah pada dosis 0 kg/ha (D 0) yaitu 5,43 g. Berdasarkan penelitian Mangapul
(2016) pemberian dolomit dapat meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd,
meningkatkan Ca-dd, Mg-dd dan Na-dd tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap K-
dd dan menurunkan serapan maksimum pada fosfat. Menurut hasil penelitian
Hidayat (2008), bertambahnya suplai P dalam tubuh tanaman akan meningkatkan
metabolisme sehingga proses pengisian biji optimal dan berat biji meningkat.
Unsur fosfor sebagian besar terdapat di biji dan sebagian lainnya terdapat pada
tanaman yang masih muda. Hal ini didukung hasil penelitian Gunawan (2006) yang
menunjukkan bahwa dolomit meningkatkan tinggi tanaman, berat 100 biji, berat
biji kering perplot dan berat kering tanaman.
4.4.2 Pengaruh Pupuk Fosfat terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang
Hijau
Berdasarkan hasil analisis varian pemberian pupuk fosfat tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel pertumbuhan tanaman kacang hijau. Tinggi tanaman kcang hijau
berkisar antara 17,93 cm sampai 21,31 cm. Jumlah daun berkisar antara 4,84 helai
sampai 5,37 helai. Untuk diameter batang berkisar antara 6,67 mm sampai 7,43 mm.
Berdasarkan hasil tersebut bahwasanya tinggi tanaman tertinggi yaitu 21,31 cm berbeda
27
signifikan dengan deskripsi kacang hijau varietas Vima-1 yang memiliki tinggi tanaman
53 cm. Penampilan pertumbuhan tanaman sebagai sifat fenotipe merupakan hasil
interaksi antara faktor lingkungan dengan faktor genetik. Oleh karena itu pengaruh dari
faktor genetik dan lingkungan dapat menyebabkan perbedaan pertumbuhan tanaman
kacang hijau. Faktor genetik yang cukup kuat menyebabkan penampilan pertumbuhan
kacang hijau lebih ditentukan oleh potensi gen yang dimiliki. Berdasarkan data iklim
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saat penelitian, kondisi
lingkungan curah hujan, suhu, kelembaban yang lebih tinggi daripada syarat tumbuh
normal yaitu iklim rata-rata curah hujan 50-200 mm/ bulan, suhu 25-27 ºC, dan
kelembaban udara 50-80% (Rukmana dan Rahmat, 1997). Hal ini mempengaruhi fase
vegetatif tanaman kacang hijau sehingga pertumbuhannya tidak normal.
Pola pertumbuhan pengaruh pupuk fosfat terhadap tinggi tanaman 2 MST hingga 4
MST disajikan pada gambar 6.
25.0
20.0
P0 (0 kg/ha)
15.0 P1 (100 kg/ha)
P2 (150 kg/ha)
10.0 P3 (200 kg/ha)
5.0
0.0
2 3 4
Minggu Ke-
Gambar 6. Pengaruh dosis pupuk fosfat terhadap tinggi tanaman kacang hijau pada 2
MST-4 MST
Rata-rata tinggi tanaman kacang hijau mengalami peningkatan setiap minggunya.
Pertumbuhan tertinggi rata-rata tanaman kacang hijau terjadi pada pemberian dosis
pupuk fosfat P3 200 kg/ha (P3) yaitu 21,3 cm, diikuti dosis pupuk fosfat 100 kg/ha (P 1)
dengan tinggi rata-rata yaitu 20,5 cm dan dosis 150 kg/ha (P 2) dengan tinggi rata-rata
yaitu 20,4 cm sedangkan tanaman terendah pada dosis pupuk fosfat 0 kg/ha (P 0) yaitu
17,9 cm.
Pola pertumbuhan pengaruh pupuk fosfat terhadap jumlah daun 2 MST hingga 4
MST disajikan pada Gambar 7.
28
6.0
3.0 P0 (0 kg/ha)
2.0 P1 (100 kg/ha)
P2 (150 kg/ha)
1.0 P3 (200 kg/ha)
0.0
2 3 4
Minggu Ke-
Gambar 7. Pengaruh dosis pupuk fosfat terhadap jumlah daun kacang hijau pada 2
MST-4 MST
Jumlah daun mengalami pertambahan seiring dengan bertambahnya tinggi tanaman
dan umur tanaman, semua perlakuan yang diberikan menghasilkan pola pertambahan
jumlah daun yang berbeda. Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa dengan
bertambahnya umur tanaman kacang hijau maka akan meningkatkan jumlah daun pada
setiap pengamatan. Rata-rata jumlah daun tertinggi dihasilkan pada pemberian dosis
pupuk fosfat 100 kg/ha (P1) yaitu 5,4 helai, dosis 150 kg/ha (P2) yaitu 5,3 helai dan
dosis 200 kg/ha (P3) yaitu 5,3 helai sedangkan rata-rata terendah pada dosis 0 kg/ha (P 0)
yaitu 4,8 helai.
Pola pertumbuhan pengaruh pupuk fosfat terhadap diameter batang 2 MST hingga
4 MST disajikan pada Gambar 8.
D iam eter B atan g (cm )
8.0
7.0
6.0 Dosis pupuk TSP :
5.0
4.0 P0 (0 kg/ha)
3.0 P1 (100 kg/ha)
2.0 P2 (150 kg/ha)
1.0 P3 (200 kg/ha)
0.0
2 3 4
Minggu Ke-
Gambar 8. Pengaruh dosis pupuk fosfat diameter batang kacang hijau pada 2 MST-4
MST
29
diperoleh pada dosis pupuk fosfat 200 kg/ha (P 3) yaitu 7,4 mm dibandingkan dosis 150
kg/ha (P2) dengan rata-rata yaitu 7,3 mm dan dosis 100 kg/ha (P 1) rata-rata diameter
batang yaitu 7,2 mm, sedangkan tanaman dengan rata-rata diameter batang terendah
yaitu 6,7 mm dihasilkan oleh dosis 0 kg/ha (P0).
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa dosis pupuk fosfat tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel pertumbuhan, namun berpengaruh nyata terhadap variabel hasil
yaitu bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa bobot biji per tanaman tertinggi
diperoleh pada dosis pupuk fosfat 200 kg/ha (P3) yaitu 22,69 g, yang berbeda nyata
dengan dosis 0 kg/ha (P0) yaitu 17,12 g dan dosis 100 kg/ha (P1) yaitu 20,77 g, tetapi
tidak berbeda nyata dengan dosis 150 kg/ha (P 2) yaitu 20,77 g. Pada fase generatif,
Ahadiyat et al (2012) menyebutkan bahwa unsur P mampu merangsang bunga, buah
dan biji bahkan mampu mempercepat pemasakan buah dan membuat biji menjadi lebih
bernas.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa bobot 100 biji tertinggi diperoleh
dengan pupuk fosfat dosis 200 kg/ha (P3) yaitu 6,11 g, berbeda nyata dengan dosis 0
kg/ha (P0) yaitu 5,64 g, tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 100 kg/ha (P 1) yaitu
5,98 g dan dosis 150 kg/ha (P 2) yaitu 6,04 g. Dosis pupuk fosfat dapat meningkatkan
bobot biji per tanaman sebesar 0,021 g. Peningkatan bobot 100 biji ini berkaitan dengan
peningkatan bobot biji per tanaman. Lingga (2007), mengatakan bahwa unsur fosfor
bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar benih, sebagai bahan
mentah untuk pembentukan jumlah protein, membantu asimilasi dan pernapasan serta
mempercepat pembungaan, pemasakan biji.
30
Penampilan pertumbuhan vegetatif berupa tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
batang, dan bobot brangkasan kering tidak menunjukkan hubungan dengan
pertumbuhan generatif tanaman. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Hakim dan
Suryanto (2012) bahwa pertumbuhan organ vegetatif berhubungan dengan pertumbuhan
generatif. Akan tetapi, pupuk P memiliki kegunaan untuk memacu pertumbuhan akar,
bunga dan biji serta berfungsi dalam proses fotosintesis (Sirait dan Siahaan, 2019).
Menurut Novriani (2010) pada masa generatif unsur hara P banyak dialokasikan pada
proses pembentukan biji atau buah tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil bahwasanya
pupuk P mampu meningkatkan bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji pada masa
generatif unsur hara P banyak dialokasikan pada proses pembentukan biji atau buah
tanaman (Novriani, 2010). Pemberian pupuk fosfat dengan dosis 200 kg/ha (P3) belum
memberikan pengaruh terhadap pH tanah, tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
batang, bobot brangkasan kering, bobot biji per 10 m2 namun berpengaruh lebih baik
pada tanaman.
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari penelitian ini tidak didapatkan pengaruh kombinasi dolomit dan pupuk
fosfat terhadap semua variabel kacang hijau pada tanah Ultisols di Kota
Bengkulu
2. Pemberian dolomit sampai dengan 7.852 kg/ha (D2) atau setara 2 x Al-dd pada
Ultisols tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang hijau, kecuali bobot
brangkasan kering, namun mampu meningkatkan pH tanah dan komponen hasil
yang diindikasikan jumlah cabang produktif, jumlah polong, bobot biji per
tanaman, bobot 100 biji, dan bobot biji per 10 m2 lebih tinggi, walaupun tidak
berbeda dengan dosis 3.926 kg/ha (D1) atau setara 1 x Al-dd.
3. Pemberian pupuk fosfat sampai dengan 200 kg/ha (P3) pada Ultisols tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang hijau, namun mampu meningkatkan
hasil yang diindikasikan bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji lebih tinggi,
walaupun tidak berbeda dengan dosis 150 kg/ha (P2).
5.2 Saran
Disarankan menggunakan dolomit dengan dosis 7.852 kg/ha dan pupuk fosfat (TSP)
150 kg/ha agar pertumbuhan dan produksi meningkat.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abruna, F., R.W. Pearson, and R. Perez-Escolar. 1975. Lime response of corn and beans in
typical Ultisols and Oxisols of Puerto Rico. p. 262−279. In E. Bornemisza and
Alvarado (Eds.). Soil Management in Tropical America. Proceeding of a Seminar,
North Caroline State University, Raleigh
A.Hidayat dan A.Mulyani. 2003. Lahan kering untuk pertanian dalam buku teknologi
pengelolaan lahan kering. Hal 1 – 34. Pusat Penelitian dan Pengembanga Tanah
dan Agroklimat. Bogor
Ahadiyat, Yugi, R., Harjoso Tri. 2012. Karakter Hasil Biji Kacang Hijau pada Kondisi
Pemupukan P dan Intensitas Penyiangan Berbeda. Jurnal Agrivigor 11(2). Program
Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian, Universitas Jendral Sudirman.
Alfandi. 2015. Kajian Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus
L.) Akibat Pemberian Pupuk P dan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula
(CMA). Jurnal Agrijati Vol : 28. No : 1.
Arsita , D., Kartini, N., dan Wijaya, G. (2017). Pengaruh Pemberian Pupuk Dolomit dan
Pupuk Kandang Sapi terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) di Distritu Baucau Timor Leste.
Agrotrop, 7 (1): 42-50
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau Bengkulu dan
Nasional. http://www.bps.go.id. Diiakses pada tanggal 13 Oktober 2021.
Balitkabi. (2012). Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang
Balitkabi. 2012. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai
penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Malang
Barus, W.A., H. Khair, M.A. Siregar. 2014. Respon Pertumbuhan dan Produksi Kacang
Hijau (Phaseolus radiatus L.) Akibat Penggunaan Pupuk Organik Cair dan Pupuk
TSP. Agrium 19(1) : 1-11.
Bimasri, J. 2014. Peningkatan produksi tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) di tanah
gambut melalui pemberian pupuk N dan P. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Suboptimal. Hal 613-620.
Damanik M.M.B, Bachtiar E.H, Fauzi, Sarifuddin, dan Hamidah H.2010.Kesuburan Tanah
dan Pemupukan. Press USU, Medan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2017. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Produksi
Aneka Kacang Dan Umbi. Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
FahmF, A., Syamsudin., Utami, S. N. H dan Radjagukgu, B. 2009. Peran Pemupukan
Fosfor Dalam Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Regosol dan
Latosol. Berita Biologi, 9(6): 745 – 750.
Fitriani, A, 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Limbah Organik terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). Pendidikan Biologi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Bengkulu
Fitriatin, B. N., A. Yuniarti., T. Turmuktini., dan F. K. Ruswandi. 2014. The Effect of
Phosphate Solubilizing Microbe Producing Growth Regulators on Soil Phosphate,
Growth and Yield of Maize and Fertilizer Efficiency on Ultisol.Eurasian J. of Soil
Sci. Indonesia. Hal:101-107
33
Flatian, A. N., Slamet, S., dan Citraresmini, A. 2018. Perunutan Serapan Fosfor (P)
Tanaman Sorgum Berasal dari 2 Jenis Pupuk yang Berbeda Menggunakan Teknik
Isotop (32P ). Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi, 14(2), 109–116.
Gardner, F., B. Pearce., R..Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. (Herawati Susilo,
Pentj). Jakarta : Universitas Indonesia.
Goransson P, PA Olsson, J. Postma, UF Grerup. 2008. Colonisation by arbuscular
mycorrhizal and fine endophytic fungi in four woodland grassesvariation in relation
to pH and aluminium. Soil Biology dan Biochemistry 40 : 2260-2265
Gunawan, T. 2006. Pengaruh Pemberian Dolomit dan Mitro Florida terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Kacang Hijau (Paseolus radiata L.). skripsi. Pekanbaru : Universitas
Riau.
Habi, M. La, Nendissa, J. I., Marasabessy, D., dan Kalay, A. M. 2018. Ketersediaan
Fosfat Serapan Fosfat, dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.) akibat
Pemberian Kompos Granul Ela Sagu dengan Pupuk Fosfat. Agrologia, 7(1), 42–52
Hakim, L. dan M. Sediyarsa. 1986. Percobaan perbandingan beberapa sumber pupuk fosfat
alam di daerah Lampung Utara. hlm. 179−194. Dalam U. Kurnia, J. Dai, N.
Suharta,I.P.G. Widjaya-Adhi, J. Sri Adiningsih, S.Sukmana, J. Prawirasumantri
(Ed.). Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah, Cipayung, 10−13
November 1981. Pusat Penelitian Tanah, Bogor
Hakim, L. dan Suryamto. (2012). Korelasi antar-karakter dan sidik lintas antara
komponen hasil dengan hasil biji kacang hijau (Vigna radiata L.). Berita Biologi,
11(3), 339-349. DOI:https://10.14203/beritabiologi. v11i3.504.
Hidayat N. 2008. Pertumbuhan dan produksi kacang tanah (Arachis hypogaea L.) varietas
lokal madura pada berbagai jarak tanam dan dosis pupuk fosfor. Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo. Jurnal Agrovigor, volume 1(1): 55-64
Kartono, R. 2010. Katalog Produk Pupuk Dolomit A100 lulus 96%. Sumatra Utara.
(http://agrounited.wordpress.com/about/). Diakses 07 Juni 2022
Kementerian Pertanian. 2021. Produksi Kacang Hijau Menurut Provinsi Bengkulu Tahun
2014-2018 (Produksi per hektar). http://www.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal
13 Oktober 2021.
Kementerian Pertanian. 2021. Produksi Kacang Hijau Menurut Provinsi.
http://www.pertanian.go.id. diakses pada tanggal tanggal 13 Oktober 2021.
Lestari A., ED Hastuti, dan S, Haryanti. 2018. Pengaruh kombinasi pupuk NPK dan
pengapuran pada tanah gambut Rawa Pening terhadap pertumbuhan tomat
(Lycopersicon esculentum Mill). Buletin Anatomi dan Fisologi. 3(1): 1-10
Lingga. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta
Liu, L. 2010. Quantifying the Aggressiveness, Temporal dan Spatial Spread of Pantoea
stewartiisubsp. stewartii in Sweet Corn.[Thesis]. Iowa.Iowa State University.105 p.
Mangapul A R.2016. Pengaruh Inkubasi Dolomit Terhadap Sifat Kimia Tanah dan
serapan Fosfor Pada Ultisol Darmaga.IPB, Bogor
Mitra, S., S.K. Rhattacharya, M. Datta and S.Banik. 1999. Effect of variety, rock
phosphate and phosphate solubilizing bacteriaon growth and yield of green gram in
acidsoils of Tripura. Environmental Economics17: 926-930
Mustakim, M. 2012. Budidaya Kacang Hijau secara Intensif. Pustaka Baru Press,
Yogyakarta.
34
Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) Pada Budidaya Jagung.
J.Agronobis, 2(3), 42–4
Prahastuti, S.W. 2005. Perubahan beberapa sifat kimia dan serapan P jagung akibat
pemberian bahan organik dan batuan fosfat alam pada ultisol Jasinga. Agroland
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 12(1): 68 – 74.
Prasetyo, B.H. dan Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteritik, Potensi, dan Teknologi
Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di
Indonesia. Litbang Pertanian 2(25). 39 hal
Prasetyo, B.H., D. Subardja, dan B. Kaslan. 2005. Ultisols dari bahan volkan andesitic di
lereng bawah G. Ungaran. Jurnal Tanah dan Iklim 23: 1−12.
Prasetyo, B.H., H. Sosiawan, and S. Ritung. 2000. Soil of Pametikarata, East Sumba: Its
suitability and constraints for food crop development. Indon. J. Agric.Sci.1(1):1− 9
Purwono dan R. Hartono. 2005. Teknologi budiaya kacang hijau di berbagai kondisi lahan
dan musim. Penebar Swadaya. Jakarta. 59 hlm.
Rahman, T. And Triyono, A. 2011. Pemanfaatan kacang hijau (Phaseolus radiatus L)
menjadi susu kental manis kacang hijau. Prosiding snapp: sains, teknologi, 2(1) :
223-230.
Ratna, N.,E. 2016. Pengaruh Dosis Pupuk Organonitrofos Plus, Pupuk Anorganik, dan
Biochar terhadap Pertumbuhan dan Serapan Hara N, P, K Tanaman Jagung Manis
(Zea mays saccharata L.) Pada Tanah Ultisols Taman Bogo. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Ridwan. 2017. Pengaruh Jenis Arang sebagai Media Tanam terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Skripsi. Jurusan Pendidikan IPA-
Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.
Riyaningsih, A.D., Supriyon dan Jauhari, S. (2018). Pertumbuhan dan hasil kacang hijau
dari berbagai populasi dengan mulsa organik. Agrotechnology Research
Journal, 2(2), 58-62.
Rohmanah, S, 2016. Pengaruh Variasi Dosis dan Frekuensi Pupuk Hayati (Biofertilizer)
terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata
L.). Program Studi S-1 Biologi Departemen Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga.
Rosolem CA, JPT Witacker, S Vanzolini, VJ Ramos. 1999. The significance of root
growth on cotton nutrition in an acidic low-P soil. Plant and Soil 212: 185-190.
Roswarkam, A. dan Yuwono N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta
Rukmana dan Rahmat. (1997). Kacang Hijau, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius,
Jakarta
Rukmini, A, 2017. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan Kacang
Hijau (Vigna radiata L.) pada Kondisi Kadar Air Tanah yang Berbeda. Jurusan
Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang.
Sakti, P., Minardi, S., Purwanto, dan Sutopo. 2011. Status ketersediaan makronutrisi ( N,
P,dan K ) tanah sawah dengan teknik dan irigasi tadah hujan di kawasan industri
Karanganyar, Jawa Tengah. Bonorowo Wetlands, 1(1),8–19.
https://doi.org/10.13057/bonorowo/w010102
35
Salisbury, F dan C. W. Ross 1992. Fisiologi Tumbuhan Edisi IV. (Diah Lukman dan
Sumaryono, Pentj). Bandung : Institut Teknologi Bandung
Sandrawati, A., Devnita, R., Machfud, Y., Arifin, M., dan Marpaung, T. 2018. Pengaruh
Macam Bahan Organik terhadap Nilai pH, pH, Retensi P dan P tersedia pada
Andisol Asal Ciater. Soilrens, 16(2), 50–56.
Setiawati, Suryatmana, Hindersah, Fitriantin, dan Herdiyantoro. 2014. Karakterisasi Isolat
Bakteri Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Ketersedian P pada Media Kultur Cair
Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati Dan Fisik, 16(1), 30–34.
Silva S, OP Carnideb, PM Lopesb, M Matosb, HG Pinto, C Santosa. 2010. Differential
aluminium changes on nutrient accumulation and root differentiation in an Al
sensitive vs tolerant gandum. Environmental and Experimental Botany 68: 91-98.
Simanjutak, W., Hapsoh, dan Tabrani, G. 2015. Pemberian Dolomite dengan Pupuk Fosfat
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea
L.), 2(2).
Sirait, B. A., dan Siahaan, P. 2019. Pengaruh Pemberian Pupuk Dolomit dan Pupuk SP-36
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tamanan Kacang Tanah (Arachis hypogeaea
L.). Jurnal Agrotekda, 3(1), 10–18.
Sitompul, M dan B. Guritno.1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian IPB. Bogor. 591 hal
Somaatmadja, S. 1993. Proses Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 1 Kacang-kacangan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Subagyo H., Nata S., dan Siswanto AB. 2000. Tanah-Tanah Pertanian di Indonesia dalam
Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Bogor.
Subowo, G. (2012). Pemberdayaan sumberdaya hayati tanah untuk rehabilitasi tanah
ultisols terdegradasi. Jurnal Sumberdaya Lahan, 6(2), 79-88.
Subowo. 2010. Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburandan
Produktivitas Tanah Melalui Pemberdayaan Sumberdaya Hayati Tanah. Jurnal
Sumberdaya Lahan 4(10).
Sumaryo dan Suryono. 2000. Pengaruh pupuk dolomit dan SP-36 terhadap jumlah
bintil akar dan hasil tanaman kacang tanah di tanah latosol. Jurnal Agrosains,
volume 2(2): 54- 58.
Suratmin , Deli, W., Dahlia B. Penggunaan Pupuk Kompos Dan Pupuk Fosfor Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau. Jurnal Biology Science & Education 2017.
Biologi Sel (vol 6 no 2 edisi jul-des 2017 Page 148.
Syafria, Agus., Zahrah, Siti., dan Rosmawaty, Tengku. (2018). Aplikasi pupuk P (TSP)
dan Urin Sapi pada tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Jurnal Dinamika
Pertanian, 28(3), 181-188.
Syahputra, D., Alibasyah, M. R., dan Arabia, Teti. (2015). Pengaruh Kompos Dan Dolomit
Terhadap Beberapa Sifat Kimia Ultisol Dan Hasil Kedelai (Glycine Max L. Merril)
Pada Lahan Berteras. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 4, Nomor 1,
hal 535-542
Tan K.H. 2000. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York.
Taufiq, A., H. Kuntiyastuti, dan A. G. Mansuri. 2004. Pemupukan dan ameliorasi lahan
kering masam untuk meningkatkan produktivitas kedelai. BPTP Lampung, 30
September 2004.p. 21-40.
36
Thao, H.T.B., George, T., Yamakawa, T. And Widowati, L.R. 2008. Effects of soil
aggregate size on phosphorus extractability and uptake by rice (Oryza sativa L.)
and corn (Zea mays L.) in two Ultisols from the Philippines. Soil Science and Plant
Nutrition 54 (1) : 148-158
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, J. D. Beaton, and J.L. Havlin. 1993. Soil Fertility and
Fertilizers. 5th ed. Macmillan Publ. Co., New York
Wahyudi, I. 2009. Perubahan Konsentrasi Alumunium dan Serapan Pospor Oleh Tanaman
Pada Ultisols Akibat Pemberian Kompos. Buana Sains. 9(1).01-10hal.
Wahyudin, A. ∙ T. Nurmala ∙ R. D. Rahmawati. Pengaruh dosis pupuk fosfor dan pupuk
organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau (Vigna radiata L.) pada
ultisol Jatinangor. Jurnal Kultivasi Vol. 14(2) Oktober 2015
Wijanarko, A., Taufiq, A., 2004. Pengelolaan Kesuburan Lahan Kering Masam Untuk
Tanaman Kedelai. Bul. Palawija 7, 39–50
Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan kualitas Tanah. Gava Media.
Yogyakarta.
Yusuf. 2014. Pemanfaatan Kacang Hijau sebagai Pangan Fungsional Mendukung
Diversifikasi Pangan di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
Zahrah, S. 2009. Ciri Kimia tanah dan Bobot Kering Beberapa Jenis Tanaman Pupuk Hijau
dengan Pemberian Kapur pada Tanah masam. Jurnal Ilmu Lingkungan, 2(3), 105–
114.
37
L
A
M
P
I
R
A
N
38
Lampiran 1. Deskripsi Varietas
(Sumber: Deksripsi Kacang Hijau Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-
umbian. Malang)
39
Lampiran 2. Perhitungan Dosis Pupuk
Luas untuk 1 ha = 10.000 m2
Jarak tanam = 40 cm x 15 cm
= 600 cm2
= 0,06 m2
Luas Petakan = 1,6 m x 1,5 m
= 2,4 m2
Luas 1 ha 10.000 m2
Populasi tanaman untuk 1 ha = = = 166.666 tanaman/ ha
Jarak tanam 0,06 m2
2
Luas petakan 2,4 m
Populasi 1 petak = = = 40 tanaman/ anak petak
Jarak tanam 0,06 m 2
1,6 m x 1,5 m
Dosis 100 kg/ha = x 100 kg
10.000 m2
1,6 m x 1,5 m
= x 100.000 gr
10.000 m2
= 24 g/petak
1,6 m x 1,5 m
Dosis 150 kg/ha = x 150 kg
10.000 m2
40
1,6 m x 1,5 m
= x 150.000 gr
10.000 m2
= 36 g/petak
1,6 m x 1,5 m
Dosis 200 kg/ha = x 200 kg
10.000 m2
1,5 m x 1 m
= x 200.000 gr
10.000 m2
= 48 g/petak
Kebutuhan Kapur Dolomit
1. Diketahui : BV = 1.1 g/cm3
Kedalaman Potensial = 20 cm = 0,2 m
Luas Lahan 1 Ha= 10.000 m2
Bobot Tanah/ha = 2.200.000.000 kg/ha
= 2,2 x 109 cm3 x 1 g/cm3
= 2,2 x 109 g
me 1,94
mmol = = =0,97
valensi 2
Ca = 38,8 mg/100 g
Ca = 20 mg/100mg x 2.200.00.000 g
= 853.600.000 mg/ha
mr Dolomit (CaMg(CO2)3) = 40 + 24 + 120 = 184
2
2,4 m
= 2 x 3.926 kg/ha
10.000 m
= 0,94224 kg/petak
= 942,24 g/petak
1 ,6 m x 1,5 m
3. Dosis dolomit 2 x Al-dd 3.926 kg/ha = x 7.852 kg/ha
100 m x 100 m
2,4 m2
= 2 x 7.852 kg/ha
10.000 m
= 1,88448 kg/petak
= 1884,48 g/petak
42
Lampiran 3. Denah percobaan
Blok 3 Blok 2 Blok 1 U
1,6 m
D0P3 D0P1 D2P3
D1P2
D1P1 D2P1
Keterangan :
I, II, III = Kelompok / Ulangan
D0P1 D0P0 D1P3 D0 = tanpa kapur (Kontrol)
D1 = Dolomit setara 1 x Al-dd
D2 = Dolomit setara 2 x Al-dd
P0 = Pupuk Fosfat 0 kg/ha
D0P2 D2P3 D0P2
(Kontrol)
P1 = Pupuk Fosfat 100 kg/ha
P2 = Pupuk Fosfat 150 kg/ha
D1P3 D2P2 D0P0 P3 = Pupuk Fosfat 200 kg/ha
Jarak antar Main Plot = 50 cm
dan jarak antar Sub Plot = 30 cm.
D0P0 D1P3 D2P2
D2P0 D0P1
D1P0
50 cm 1,5 m
43
Lampiran 4. Analisis tanah awal dan akhir di Lahan Ultisols
44
Lampiran 5. Data curah hujan, kelembaban, dan suhu udara di Kota Bengkulu
45
Lampiran 6. Analisis varian
Tinggi Tanaman 2 MST
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 35,93
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 63,14
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 401,40
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
46
Blok 2 0,4 0,2 1,99 3,44 ns 21,35
Total 35 3,38
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 4,30
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 15,66
Total 35 0,53
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 14,73
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 55,34
Jumlah Cabang Produktif
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
48
Fosfat 3 0,94 0,31 1,64 3,05 ns
Total 35 10,10
Jumlah Polong
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 1638,11
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 8,91
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 149,59
Bobot Biji Per Petak
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 728067,90
pH Tanah Akhir
SK DB JK KT FH FT (α 5%) Notasi KK
Total 35 8,85
50
Nilai F
Variabel Pengamatan KK (%)
Dolomit Fosfat Interaksi
Tinggi Tanaman 2 MST 3,84 * 0,73 ns 0,95 ns 11,85
Tinggi Tanaman 3 MST 4,99 * 1,72 ns 0,87 ns 11,39
Tinggi Tanaman 4 MST 2,06 ns 1,60 ns 0,44 ns 17,25
Jumlah Daun 2 MST 0,40 ns
1,66 ns
0,98 ns
21,35
Jumlah Daun 3 MST 0,66 ns 1,08 ns 0,31 ns 13,36
Jumlah Daun 4 MST 0,86 ns 0,91 ns 0,33 ns 14,3
Diameter Batang 2 MST 4,40 *
1,47 ns
0,61 ns
15,06
Diameter Batang 3 MST 0,39 ns 3,51 * 0,83 ns 18,48
Diameter Batang 4 MST 0,70 ns 0,53 ns 0,51 ns 19,64
Jumlah Cabang Produktif 11,00 *
1,64 ns
0,66 ns
15,45
Jumlah Polong Pertanaman 14,25 *
2,68 ns
0,33 ns
22,52
Bobot 100 Biji 24,74 * 3,81 * 0,70 ns 5,37
Bobot Biji Pertanaman 39,83 *
6,41 *
0,81 ns
14,01
Bobot biji Perpetak 6,08 *
1,27 ns
0,64 ns
33,27
Bobot Brangkasan Kering
Tanaman 9,18 * 0,79 ns 0,91 ns 32,07
pH 23,64 * 0,27 ns 0,42 ns 6,65
Pengolahan Lahan
Petak-Petak Lahan
51
Penaburan Dolomit
Penanaman
Penyiraman
Pemasangan Label
Penyulaman
Penjarangan
52
Hama Ulat
53
Polong terserang hama kepik
Pemanenan
Penjemuran polong
54
Insektisida Decis berbahan aktif Deltametrin 25
g/L
55