Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENGANTAR SOSIOLOGI & ANTROPOLOGI

HUKUM TIGA TAHAP KEMAJUAN MANUSIA

Dosen Pengampu :
Lilis Suryani, S.AP., M.A.P.

Disusun Oleh :
Nama : Achmad Fikri Ashari
NIM : 222.632.013.868

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


REGULER SIANG
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI TABALONG
TAHUN 2022
HUKUM TIGA TAHAP KEMAJUAN MANUSIA – COMTE :
Secara umum Comte membagi kajian sosiologi kedalam dua bagian besar.
Pertama, Social Statics yang membahas soal hukum-hukum aksi dan reaksi yang tejadi
dalam sistem sosial. Kedua, Social dynamic yang membahas soal teori tentang
perkembangan dan kemajuan masyarakat.

Kedua pembagian diatas saling tekait sebab social statics adalah bagian yang paling dasar.
Meskipun paling dasar social statics bukan bagian terpenting dari sosiologi. Bagian
terpentingnya adalah social dynamic sebab masyarakat terus berkembang dan berubah
sesuai dengan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Artinya pembagian diatas tidak
berarti memisahkan pembahasan satu sama lain.

Di sisi lain Comte berpendapat bahwa masyarakat akan terus mengalami perkembangan
namun perjalanan perkembangan tersebut tidak selamanya berjalan lancar. Ada banyak
faktor eksternal yang akan menghambat perkembangan masyarakat sepertri ras, politik,
ekonomi dan budaya. Hali itu mengakibatkan perkembangan sosial harus dicari
karakteristiknya. Alhasil Comte mengajukan teori hukum tiga tahap tentang intelegensi
manusia untuk menjadi karakteristik.

Lebih spesifik teori hukum tiga tahap Auguste Comte dalam teori perubahan sosial
diklasifikasikan kedalam tiga tahap. Tahapan pertama yakni tahapan teologis, tahapan
kedua metafisis dan tahapan ketiga posistif.

Penjelasan teori tiga tahap adalah sebagai berikut :

Pertama, Tahap Teologis dan Militer (Teologis). Tahap ini merupakan periode paling lama
dalam sejarah manusia dan disebut sebagai masa kekanakan intelegensia manusia. Pada
tahap ini manusia mempercayai adanya kekuatan-kekuatan supranatural yang muncul dari
kekuatan zat adikodrati atau jimat atau kekuatan yang berasal dari luar diri manusia atau
muncul dari kekuatan tokoh-tokoh agamis yang diteladani oleh manusia. Dalam kehidupan
sosial, masyarakat di sini hidup berdasarakan pada penaklukan, yaitu hubungan sosial
bersifat militer yang senantiasa menaklukkan dan menundukkan masyarakat lain. Oleh
karenanya, pada tahapan ini pula terbagi menjadi tiga sub-tahapan, yaitu: fetisisme,
politheisme dan monotheisme.

Fetisisme ialah suatu bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi
kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri (roh-
roh). Dan manusia pada tahap ini mulai mempercayai kekuatan jimat atau benda. Fase ini
pula dapat dikatakan sebagai fase awal sistem teologis dan militer.

Politheisme ialah anggapan yang muncul karena ada kekuatan-kekuatan yang mengatur
kehidupan atau gejala alam (dewa-dewa atau makhluk ghaib). Pada tahap ini sudah muncul
kehidupan kota, pemilikan tanah menjadi institusi sosial, adanya sistem kasta dan perang
dianggap sebagai satu-satunya cara menciptakan atau meraih kehidupan politik yang kekal.
Fase ini dapat pula dikatakan sebagai fase pengembangan sistem teologi dan militer.

Monotheisme ialah kepercayaan pada dewa yang mulai digantikan dengan zat tunggal atau
hanya Tuhan yang berdaulat dan berkuasa untuk mengendalikan alam ini. Fase ini dapat
dikatakan sebagai fase modifikasi sistem teologi dan militer. Modifikasi sistem militer
(militerisme) yang dimaksud adalah suatu hubungan sosial masyarakat bersifat militer di
mana masyarakat senantiasa bertujuan untuk menundukkan dan menaklukkan masyarakat
lain.

Kedua, Tahap Metafisik (Revolutionary crisis). Tahapan ini merupakan fase transisi antara
tahap teologis menuju ke tahap positifistik sehingga disebut dengan masa remaja
intelegensia manusia. Tahap ini ditandai dengan adanya satu kepercayaan manusia akan
hukum-hukum alam secara abstrak yang diilustrasikan dengan bentuk pemikiran yang
bersifat filosofis, abstrak dan universal. Jadi, kepercayaannya bukan lagi kepada kekuatan
dewa-dewa yang spesifik akan tetapi pemikiran manusia terbelenggu oleh konsep filosofis
dan metafisis yang ditanamkan oleh filosof maupun orang agamawan secara abstrak dan
universal (agen-agen ghaib digantikan dengan kekuatan abstrak), seperti “Akal Sehat”nya
Abad Pencerahan.

Tahap metafisik sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman teologis,
karena ketika zaman teologis manusia hanya mempercayai suatu doktrin tanpa
mempertanyakannya, hanya doktrin yang dipercayai. Pada tahap metafisik pemikiran
manusia dikuasai oleh filsafat dan ketika manusia mencapai tahap metafisika ia mulai
mempertanyaan dan mencoba mencari bukti-bukti yang meyakinkannya tentang sesuatu
dibalik fisik. Tahap metafisik menggantikan kekuatan-kekuatan abstrak atau entitas-entitas
dengan manusia. Ini adalah abad nasionalisme dan kedaulatan umum, atau abad remaja.

Tahap metafisika atau abstrak, merupakan tahapan manusia masih tetap mencari sebab
utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi menyandarkan diri pada kepercayaan
akan adanya kekuatan gaib, melainkan kepada akalnya sendiri, akal yang telah mampu
melakukan abstraksi guna menemukan hakikat sesuatu.

Sebagai ilustrasi salah satunya adalah banyak orang yang sudah berpendidikan tinggi
namun dia masih percaya pada peramal atau dukun.

Ketiga, Tahap Positif dan Ilmu Pengetahuan (scientific stage). Tahap ini merupakan tahap
terakhir dalam pemikiran evolusionisme sosial Auguste Comte dan dianggap sebagai masa
dewasa intelegensia manusia. Pada tahap ini pikiran manusia tidak lagi mencari ide-ide
absolut yang asli, yang menakdirkan alam semesta dan menjadi penyebab fenomena. akan
tetapi pikiran manusia mulai mencari hukum-hukum yang menentukan fenomena, atau
menemukan rangkaian hubungan yang tidak berubah dan memiliki kesamaan ( tahap
berfikir secara ilmiah). Tahap ini manusia mulai mempercayai data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir namun bersifat sementara dan tidak mutlak. Namun, melalui analisis
sosial tersebut memungkinkan manusia dapat merumuskan hukum-hukum yang seragam,
sehingga manusia mulai maju dan berkembang di depan ilmu pengetahuan.

Ditahap positif atau riil merupakan tahap dimana manusia telah mampu berpikir secara
positif atau riil atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang dikembangkan secara
positif melalui pengamatan, percobaan, dan perbandingan. Pada zaman ini menerangkan
berarti: fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Segala gejala
telah dapat disusun dari suatu fakta yang umum saja.

Dalam kehidupan sosial, manusia dicetak untuk mampu menerapkan dan memanfaatkan
akal budinya untuk menguasai lingkungan alam bagi kemajuan masa depan yang lebih
baik. Masyarakat pada tahapan ini adalah masyarakat industri, di mana relasi-relasi mereka
merupakan bentukan-bentukan dasar industrial. Dan tahapan ini menunjukkan bahwa
industri mendominasi hubungan sosial masyarakat secara kolektif yang diorganisasikan
dan produksi adalah menjadi tujuan utama masyarakat.

Kesimpulan :
Posisi saya berdasarkan penjelasan teori tiga tahap Comte diatas, saya berada ditahap
terakhir yaitu tahap positif. Ditahap Positif adalah bahwa ilmu adalah satu-satunya
pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sejarah yang mungkin dapat menjadi obyek
pengetahuan. Dengan demikian tahap positif menolak keberadaan segala kekuatan atau
subyek di belakang fakta, menolak segala penggunaan metode diluar yang digunakan untuk
menelaah fakta. Tahap positif adalah tahap ilmiah. Comte percaya bahwa pendekatan
ilmiah memusatkan perhatian secara langsung pada masyarakat, bukan pada kekuatan
eksternal yang, di era sebelumnya, diyakini sebagai penyebab pola sosial.
Pada dasarnya tahap positif adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal.
Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode
saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Komentar :
Menurut saya ditahap positif ini bertujuan agar ilmu pengetahuan bebas nilai atau netral.
Tujuan akhirnya adalah menghasilkan pengetahuan tanpa memperhatikan pengaruh
pandangan politik, moral, atau nilai-nilai yang dipegang oleh yang terlibat dalam
penelitian.Tahapan positif ini mempercayai bahwa semua gejala alam atau fenomena yang
terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat
dibuktikan secara empiris.
Alasan :
Pada tahap positif, orang tahu bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha mencapai
pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia
tidak lagi mau mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak
hakekat yang sejati dari "segala sesuatu" yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang
orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-
fakta yang disajikan kepadanya, yaitu dengan "pengamatan" dan dengan "memakai
akalnya". Pada tahap ini pengertian "menerangkan" berarti fakta-fakta yang khusus
dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap
positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang
umum. Bagi comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani
seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan. Dalam hal ini,
comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-
pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya
dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak
saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu penget
Lebih jauh Comte berpendapat bahwa pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan
manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Di sini, ilmu pengetahuan dapat
dikatakan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada
gejala-gejala yang nyata dan kongrit. Dengan demikian, maka ada kemungkinan untuk
memberikan penilaian terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur
isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat
mengungkapkan kebenaran yang positif. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran
metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan
dalam kenyataan. Demikianlah pandangan Auguste Comte tentang hukum tiga tahapnya,
yang pada intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku bangsa
melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.  Dalam hal ini Auguste Comte
memberikan analog; manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis sehingga
dibutuhkan figur dewa-dewa untuk "menerangkan" kenyataan.  Meningkat remaja dan
mulai dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan metafisis.  Pada tahap dewasa dan
matang digunakan metode-metode positif dan ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai