Anda di halaman 1dari 137

1

PANDUAN
PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN


JL. Raya Karangsari – Karanganyar Kabupaten Pekalongan
Telp. ( 0285) 385230, Info : 385231, Fax : (0285) 385 229
2

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN
Jalan Raya Karangsari Karanganyar Kabupaten Pekalongan 51182
Telp. IGD : (0285) 385230, Info : 385231, Fax : (0285) 385229
Email: kajen_rsud@yahoo.co.id

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN


NOMOR : 445 / 39.1 / 2015
TENTANG
PANDUAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN

MENIMBANG :
a. Bahwa peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif
dan sistematik untuk memantau serta menilai mutu serta kewajaran asuhan
terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan
pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
b. Bahwa rumah sakit perlu menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat
terhadap peningkatan pelayanan secara bertahap melalui upaya program
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
c. Bahwa rumah sakit harus memenuhi elemen-elemen yang dipersyaratkan
dalam standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas perlu ketetapan Direktur tentang
Pedoman Pelayanan Komite Mutu di RSUD Kajen Kabupaten
Pekalongan.

MENGINGAT :
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
d. Peraturan Menteri Kesehatan 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit;
3

e. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : HK.07.06.III.1626.2007


tentang Pemberian Ijin Penyelenggaraan RSUD dengan nama “ Rumah
Sakit Umum Daerah Kajen “ Pemerintah Kabupaten Pekalongan, Propinsi
Jawa Tengah;
f. Keputusan menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
g. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 264 / MENKES / SK / III /
2008 tentang Penetapan Kelas RSUD Kajen milik Pemerintah Kabupaten
Pekalongan Propinsi Jawa Tengah;
h. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor. 264/Menkes/sk/III 2008 tentang
penetapan kelas C;
i. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi
Pamong Praja, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
j. Keputusan Bupati Pekalongan Nomor 373 Tahun 2012 tentang
Perpanjangan Ijin Operasional Rumah Sakit Umum Daerah Kajen;
k. Keputusan Bupati Pekalongan Nomor 504/404 Tahun 2012 tentang
Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Kajen sebagai Badan Layanan
Umum Daerah.
l. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 6 Tahun 2011 tanggal 12
Desember 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah, Satpol PP dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
m. Keputusan Bupati Pekalongan Nomor 821.2/490/2013 tentang
Pengangkatan /Pemindahan dalam Jabatan Struktural Eselon II dan III di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pekalongan.
4

MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kajen Kabupaten
Pekalongan sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi
setiap tahunnya.
KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Kajen
Pada tanggal : 1 Juni 2015
DIREKTUR RSUD KAJEN
KABUPATEN PEKALONGAN

dr. DWI ARIE GUNAWAN, SP.B


Penata Tk. I
NIP. 19700429 199903 1 002
5

Lampiran : Keputusan Direktur RSUD Kajen


Tentang Panduan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
Nomor : 445 / 39.1 / 2015
Tanggal : 1 Juni 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif dan sistematik untuk
memantau dan menilai mutu serta kewajaran asuhan terhadap pasien, menggunakan peluang
untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
(Jacobalis S, 1989).
Dalam upaya memberikan pelayanannya, rumah sakit dituntut memberikan pelayanan
sebaik-baiknya sebagai public service. Hal tersebut didasarkan pada tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu. Semakin meningkatnya
tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
mutu pelayanan kesehatan, maka fungsi rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan
secara bertahap terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi kepuasan
terhadap pasien, keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, peningkatan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit perlu
dilakukan. RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan perlu menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat terhadap peningkatan pelayanan secara bertahap melalui upaya program
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Minimal
Pelayanan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki peran yang
sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit sesuai Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) tahun 2011 dan Standar Akreditasi Rumah Sakit Joint Commition Internasional
(JCI) edisi ke 4 berlaku Januari 2011, bahwa PMKP (Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien) merupakan kriteria mayor dalam memenuhi standar dari elemen-elemen yang ada,
6

yaitu harus terpenuhi minimal 80 %, dari total masing masing elemen penilaian yang harus
dipenuhi sesuai standar akreditasi. Berdasarkan elemen tersebut rumah sakit harus
memenuhi elemen-elemen yang disyaratkan dalam standar PMKP. Oleh karena itu
disusunlah Pedoman Layanan Mutu dan Keselamatan Pasien tahun 2015.

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Sebagai panduan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai panduan dalam pelayanan Komite Peningkatan Mutu sehingga lebih
terprosedur.
b. Sebagai pelaksanaan sistem monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator
mutu pelayanan rumah sakit.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan Komite Mutu meliputi pelayanan sebagai berikut :
1. Indikator mutu
a. Penyusunan indikator mutu terdiri atas :
1) Usulan dari unit rumah sakit
2) Pemilihan 10 (sepuluh) kamus indikator mutu dan diusulkan ke direktur
3) Penetapan kebijakan tentang indikator mutu
4) Pelaksanaan sesuai kebijakan, panduan, pedoman, dan spo tentang indikator mutu
b. Jenis indikator mutu terdiri atas area klinis, area menajerial, area sasaran
keselamatan pasien dan indikator JCI library of measure.
c. Kamus Profil Indikator mutu.
d. Sosialisasi indikator mutu.
e. Trial indikator mutu.
f. Implementasi indikator mutu.
g. Validasi indikator mutu.
h. Pencatatan dan pelaporan indikator mutu.
i. Analisis data indikator mutu.
j. Rapat pimpinan indikator mutu baik insidentil/bulanan atau tri bulan.
k. Benchmarking indikator mutu dengan rumah sakit yang se-tipe dengan RSUD
Kajen Kabupaten Pekalongan.
l. Publikasi data indikator mutu antara lain website, media informasi, mading dan
7

sosialisasi baik tertulis maupun lisan.


m. Evaluasi dan tindak lanjut (monitoring dan evaluasi) indikator mutu.
n. Pelaporan ke Direktur.
2. Manajemen tata kelola mutu
3. Pelaksanaan rencana kegiatan anggaran Komite Mutu
4. PPK (Panduan Praktek Klinis) dan Clinical Pathways
5. Monitoring dan evaluasi penerapan/hasil kegiatan 7 (tujuh) Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah
6. Monitoring dan evaluasi penerapan/hasi kegiatan pelaksanaan 6 (enam) Sasaran
Keselamatan Pasien
7. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan manajemen resiko klinik
8. Pelaksanaan asesmen risiko secara proaktif :
a. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
b. Koordinasi dan monitoring analisis kerentanan terhadap bahaya (HVA)
c. Koordinasi dan monitoring asesmen risiko dari pengendalian infeksi (ICRA)
9. Monitoring dan evaluasi pendidikan dan pelatihan PMKP
10. Monitoring dan evaluasi surveilance, PPI
11. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kontrak
12. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja unit
13. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja individu (profesi dan staf)
14. Pelaporan ke direksi dan laporan tentang kegiatan komite mutu

D. Batasan Operasional
1. Indikator mutu
Indikator mutu adalah suatu cara untuk menilai penampilan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan mutu, dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variable
yang digunakan untuk menganalisis suau perubahan. Menurut WHO, indikator adalah
variable untuk mengukur perubahan.
a. Penyusunan indikator mutu terdiri atas:
1) Usulan dari unit rumah sakit
2) Pemilihan 10 (sepuluh) komut indikator mutu dan diusulkan ke direktur
3) Penetapan kebijakan tentang indikator mutu
4) Pelaksanaan sesuai kebijakan, panduan, pedoman, dan SPO tentang indikator
mutu
b. Jenis indikator mutu
1) Indikator klinis
8

2) Indikator manajerial
3) Indikator sasaran keselamatan pasien rumah sakit
4) JCI Library of Measure
c. Kamus Profil Indikator Mutu
Adalah kumpulan profil yang ada di dalam indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan pelayanan. Kamus profil indikator berisi poin-poin indikator mutu dari
tiap unit rumah sakit dimana didalamnya mencakup judul, dimensi mutu, tujuan,
definisi operasional, nominator, denominator, frekuensi pengumpulan data, periode
analisa, sumber data, PIC, standar dari indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan indikator mutu.
d. Sosialisasi Indikator Mutu
Adalah proses pemberitahuan isi dari indikator mutu pada unit terkait untuk
dilaksanakan di unit masing-masing. Hasil pencapaian indicator mutu
disosialisasikan kepada unit terkait agar unit tersebut dapat melakukan tindak lanjut
atas angka capaian indikator mutu yang telah didapat.
e. Trial Indikator Mutu
Adalah proses uji coba indikator mutu pada unit terkait untuk dinilai validitas,
reliabel, sensitivitas dan spesifik pada suatu indikator mutu yang telah dibuat.
f. Implementasi Indikator Mutu
Adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah indikator mutu yang sudah
disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaaan sudah dianggap fix.
g. Validasi Indikator Mutu
Adalah sebuah data atau informasi yang sesuai dengan keadaan senyatanya. Hasil
pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait dilakukan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa setiap prosedur, kegiatan atau mekanisme yang digunakan dalam
prosedur dan pengawasan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan/sesuai target
(minimal sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit).
h. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu
Adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan indikator mutu
unit dan melaporkan data tersebut kepada Direktur berupa laporan lengkap
pelaksanaan indikator mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan.
i. Analisis Data Indikator Mutu
Adalah instrumen atau data yang diorganisir, diklasifikasi sampai pengambilan
keputusan yang digunakan dalam setiap langkah untuk mengukur hasil akhir.
9

j. Rapat Pimpinan Indikator Mutu Baik Insidentil/Bulanan Atau Tri Bulan


Adalah koordinasi yang dilakukan oleh pimpinan unit yang berkaitan dengan
indikator mutu pada unit tersebut.
k. Benchmarking Indikator Mutu dengan Rumah Sakit Yang Se-tipe
Adalah proses yang sistematis dan berdasarkan data untuk peningkatan
berkesinambungan yang melibatkan perbandingan dengan pihak internal dan atau
eksternal untuk mengidentifikasi, mencapai, dan mempertahankan best practice.
Benchmarking terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu Internal benchmarking dan eksternal.
1) Internal benchmarking adalah membandingkan proses yang sama pada area yang
berbeda dalam satu organisasi, dalam periode tertentu.
2) Eksternal benchmarking adalah membandingkan performa, target atau proses
dengan antara satu atau lebih organisasi.
l. Publikasi Data Indikator Mutu
Adalah penyiaran dan pemaparan macam-macam indikator mutu kepada unit-unit
terkait agar dilaksanakan di lapangan. Publikasi antara lain dapat dilaksanakan
melalui website, media informasi, mading dan sosialisasi baik tertulis maupun lisan.
m. Evaluasi Dan Tindak Lanjut (Monitoring Dan Evaluasi) Indikator Mutu
Adalah proses analisis, penilaian dan pengumpulan informasi secara sistematis
dan kontinyu terhadap indikator mutu sehingga dapat dijadikan koreksi untuk
penyempurnaan indikator mutu selanjutnya.
n. Pelaporan ke Direktur
Adalah melaporkan hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh Komite PMKP
kepada Direktur. Pelaporan dilaksanakan setiap tri wulan sekali.

2. Manajemen Tata Kelola Mutu


Adalah kombinasi proses dan struktur yang diterapkan oleh Komite Mutu untuk
menginformasikan, mengarahkan, mengelola, dan memantau kegiatan PMKP dalam
rangka pencapaian tujuan.
Manajemen tata kelola mutu terdiri atas kebijakan/panduan/pedoman/SPO tentang
mutu, berupa sosialisasi, implementasi, monitoring dan evaluasi.

3. Pelaksanaan Rencana Kegiatan Anggaran Komite Mutu


Adalah pelaksanaan anggaran kegiatan Komite Mutu pada tahun 2015 yang telah
diusulkan oleh Komite Mutu dan disetujui oleh Direktur untuk direalisasikan pada tahun
2015.
10

4. Panduan Praktek Klinis (PPK) / Clinical Pathway


a. Panduan Praktik Klinik (PPK)
PNPK dibuat berdasarkan pada evidence mutakhir, sehingga bersifat ”ideal” dan
tidak selalu dapat diterapkan dalam praktik disemua tingkat pelayanan. Sesuai dengan
asas umum bahwa tidak ada panduan pelayanan yang dapat dilakukan untuk semua
tingkat fasilitas, maka PNPK harus diterjemahkan sesuai dengan kondisi dan fasilitas
setempat menjadi Panduan Praktik Klinis (PPK)/ clinical pathway.
Panduan Praktik Klinis (PPK) / clinical pathway memiliki banyak sinonim, yakni
care pathway, care map, integrated care pathways, multidisciplinary pathways of
care, pathways of care, collaborative care pathways.
b. Clinichal pathway
Clinical Pathway (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.

5. Monitoring dan Evaluasi Penerapan / Hasil Kegiatan 7 Langkah Menuju


Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Terdiri atas:
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Merupakan cara melaksanakan kegiatan dengan asesmen budaya keselamatan
pasien.

b. Pimpin dan dukung staf anda


Pelaksanaan kegiatan implementasi clinical risk dapat dilakukan dengan langkah:
1) Pernyataan / deklarasi tentang gerakan moral ”patient safety”.
2) Tetapkan pimpinan operasional untuk patient safety.
3) Tunjuk para penggerak patient safety di setiap unit pelayanan berupa Champion
Link Safety.
4) Lakukan brifing (sebelum melakukan pekerjaan) dan debrifing (setelah
melakukan pekerjaan) tim.
5) Ciptakan suasana kerja yang kondusif.
11

c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko


Assesment tool dalam pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan langkah:
1) Penilaian matriks risiko/ Risk matrix gading
Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisis kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan
probabilitasnya.
− RCA faktor yang jika dikoreksi atau dihilangkan akan mencegah
terulangnya kejadian serupa.
− Akar atau isu fundamental adalah titik awal dimana bila suatu tindakan
diambil pada titik tersebut maka tindakan itu akan mengurangi peluang
terjadinya insiden.
− Metode evaluasi terstruktur untuk identifikasi akar masalah dari KTD,
dengan tindakan adekuat untuk mencegah kejadian yang sama berulang
kembali.
− Metode proses analisis yang dapat digunakan secara retrospektif untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kejadian tidak
diharapkan (KTD).
− Proses terstruktur yang menggunakan metode analitik yang telah diakui.
2) FMEA adalah metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah
potensi kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk meningkatkan
keselamatan pasien.

d. Kembangkan sistem pelaporan


Dapat dilaksanakan dengan cara:
1) Laporan insiden rumah sakit (internal): KPC, KTC, KTD, Sentinel dan KNC.
Maksimal 2x24 jam ke Komite KPRS pada kejadian insiden baik pasien maupun
pengunjung, keluarga maupun karyawan, yang terjadi di rumah sakit dengan
laporan insiden internal secara tertulis.
2) Laporan insiden eksternal rumah sakit.

e. Libatkan dan komunikasi dengan pasien


Adalah cara kegiatan dengan mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka
dengan pasien, misalnya:
12

1) Melibatkan pasien dan masyarakat dalam mengembangkan pelayanan yang lebih


aman, dengan cara memberikan informasi hak dan kewajiban pasien serta rumah
sakit.
2) Melibatkan pasien dalam proses perawatan dan pengobatan dirinya sendiri.
3) Bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, doronglah untuk saling terbuka,
komunikasi dua arah antara profesional kesehatan dan pasien.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien


Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan pembuatan akar masalah atau RCA dari
kejadian insiden dengan matrix grading kuning dan merah yang telah dilaporkan ke
Komite KPRS.

g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien


Adalah cara melaksanakan kegiatan menggunakan redesain sistem dengan FMEA,
dengan cara proaktif sebelum insiden terjadi di rumah sakit.

6. Monitoring dan Evaluasi Penerapan/Hasi Kegiatan Pelaksanaan 6 (Enam) Sasaran


Keselamatan Pasien
Meliputi sasaran atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan komite keselamatan
pasien dan terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan, monitoring evaluasi dan
tindak lanjut tentang:
a. Ketepatan Identifikasi Keselamatan Pasien
Adalah cara mengidentifikasi pasien dengan menggunakan pemasangan gelang
identifikasi pasien.

b. Peningkatan komunikasi yang efektif


Adalah peningkatan cara untuk menyampaikan informasi mengenai suatu kondisi
baik kondisi pasien, hasil pemeriksaan penunjang yang kritis, ruangan, peralatan,
permintaan, kepada seseorang (dokter, perawat, kepala bagian, penanggungjawab,
atasan, bawahan, dan unit terkait) melalui telepon maupun secara lisan yang
dilakukan secara akurat, lengkap, dimengerti, tidak duplikasi dan tepat kepada
penerima informasi sehingga dapat mengurangi kesalahan dan untuk meningkatkan
keselamatan pasien.

c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai


13

HAM (High Alert Medication) atau obat kewaspadaan tinggi adalah obat-obatan
yang termasuk dalam obat yang dapat menyebabkan risiko tinggi membahayakan
pasien secara signifikan apabila terjadi kesalahan.
Obat NORUM (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip) adalah obat yang berisiko
menimbulkan kesalahan karena nama obat yang membingungkan, yaitu obat yang
bentuknya mirip atau namanya kedengaran mirip.

d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


Adalah setiap pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan harus dilakukan
verifikasi mengenai ketepatan lokasi, prosedur dan pasien oleh tim kamar bedah (ahli
anestesi, ahli bedah dan perawat) dengan menggunakan check list safety surgery
yang terdiri dari:
1) Sebelum induksi anestesi (Sign in)
2) Sebelum insisi pembedahan (Time out)
3) Sebelum penutupan luka (Sign out)

e. Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Yaitu rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif, kebijakan atau
prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan dari
resiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

f. Pengurangan resiko pasien jatuh


Pencegahan pasien jatuh adalah suatu cara mengidentifikasi kemungkinan pasien
tersebut mempunyai risiko atau kemungkinan yang besar/kecil untuk terjadinya jatuh
sehingga dapat diambil tindakan pencegahan serta mengatasi cedera akibat jatuh,
meminimalkan dampak yang diakibatkan cedera akibat jatuh dan mencegah
kecacatan serta kematian.

7. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Manajemen Resiko Klinik


Meliputi sasaran atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan Komite Keselamatan
Pasien, yang terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan dan monitoring evaluasi
serta tindak lanjut yaitu:
a. Pelaporan insidine, sentinel, KTD,KTC, KNC dari masing-masing unit.
b. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar.

8. Pelaksanaan Asesmen Risiko Secara Proaktif :


14

a. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA).


b. Koordinasi dan monitoring Analisis kerentanan terhadap bahaya (HVA).
HVA adalah metode yang dirancang dan digunakan Rumah Sakit untuk menilai
kerentanan bahaya secara individu. Alat ini akan digunakan oleh rumah sakit individu
untuk mengidentifikasi dan peringkat berbagai risiko dan faktor yang meringankan
terkait dengan rumah sakit kesiapsiagaan darurat.
c. Koordinasi dan monitoring asesmen risiko dari pengendalian infeksi (ICRA)
Bertujuan untuk mengontrol kontaminasi mikroba udara di daerah perawatan
pasien yang diduduki selama pembongkaran, renovasi, dan proyek-proyek konstruksi
baru.

9. Monitoring serta Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan PMKP


Kegiatan hasil proses pendidikan dan pelatihan dari usulan program PMKP yang
diusulkan ke Direktur dan telah dilaksanakan, dilakukan evaluasi bersama dengan Unit
Pengembangan Staf, yang mengadakan pelatihan baik in house training ataupun ex house
training:
a. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kontrak bersama dengan unit yang
melakukan pelaksanaan kontrak, antara lain Bagian SDI, Pengadaan, Pendidikan atau
seluruh unit yang terkait.
b. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja unit yang melakukan pelaksanaannya
berkoordinasi dengan Bagian SDI.
c. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja individu (Profesi & Staf) yang
pelaksanaannya bersamaan dengan SDI, komite unit atau unit.
d. Pelaporan ke direktur dan laporan tentang kegiatan komite mutu.
Komite mutu melaporkan hasil kegiatan setiap tri bulan serta kegiatan tahunan
kepada direktur baik tertulis atau presentasi dan selanjutnya dilaporkan ke pemilik
RS melalui laporan direktur.
15

BAB II
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Indikator mutu
Adalah suatu cara untuk menilai penampilan suatu kegiatan yang berkaitan dengan mutu
dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk
menganalisis suatu perubahan. Menurut WHO, indikator adalah variable untuk mengukur
perubahan.
1. Penyusunan indikator mutu terdiri atas pemilihan indikator mutu, penetapan
kebijakan, panduan, dan SPO tentang indikator mutu.
Penyusunan indikator mutu sesuai kamus profil indikator, penetapan kebijakan,
panduan, serta SPO tentang indikator mutu, kemudian dilakukan pemilihan indikator
mutu pada 5 (lima) area prioritas dengan kriteria pemilihan pada unit-unit dengan kasus
high risk, high volume, high cost sesuai kebutuhan unit-unit rumah sakit, dengan target
minimal mengacu pada SPM Rumah Sakit. Indikator mutu terpilih dari unit diajukan
kepada komite mutu dengan format profil indikator.
2. Jenis indikator mutu
a. Indikator klinis
Indikator mutu area klinis adalah cara untuk menilai mutu atau kualitas dari suatu
kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang berkaitan langsung
dengan proses perawatan dan pelayanan terhadap penyakit pasien.
b. Indikator manajerial
Indikator mutu area manajerial adalah cara untuk menilai mutu atau kualitas dari
suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang berkaitan dengan
proses me-manage/mengatur dalam hal perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara
efektif dan efesien dengan penyelesaian pekerjaan inti melalui orang lain (definisi
menurut Mary Parker Follet). Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai
dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan
secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal/ target.
c. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Indikator mutu area sasaran keselamatan pasien adalah cara untuk menilai mutu
atau kualitas dari suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit, dalam
upaya menurunkan angka kejadian/ insiden untuk meningkatkan keselamatan pasien.
16

d. JCI Library of measure


Indikator mutu area JCI library of measure adalah cara untuk menilai mutu atau
kualitas dari suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang
berkaitan/berdasar pada ketentuan JCI library of measure dalam hal ini indikator
harus mencakup 5 (lima) indikator.

INDIKATOR MUTU UTAMA


I. INDIKATOR AREA KLINIS

No Area Indikator Judul Indikator Mutu

1 Assesment Pasien Pengkajian Awal Risiko Jatuh pada pasien


rawat inap.
2 Pelayanan Laboratorium Pelaporan hasil nilai kritis laboratorium.
3 Pelayanan Radiologi dan Diagnostic Waktu Tunggu Pelayanan Rontgen
Imaging Thorax.
4 Prosedur Bedah Angka Kejadian ILO (Infeksi Luka
Operasi).
5 Penggunaan Antibiotika dan Obat Peresepan Analgetik Pasien Rawat Jalan.
Lainnya
6 Kesalahan pengobatan (medication Kejadian kesalahan dan kejadian nyaris
error) dan kejadian nyaris cedera cedera yang terkait dengan kesalahan
(KNC) pengobatan.
7 Penggunaan Anestesi dan Sedasi Pengkajian pre anastesi general sebelum
pembedahan.
8 Penggunaan Darah dan Produk Darah Angka Reaksi Transfusi.
9 Ketersediaan, Isi dan Penggunaan Kelengkapan Pengisian Informed Consent
Catatan Medik pada Tindakan Pembedahan.
10 Pencegahan dan Kontrol Infeksi, Angka Phlebitis.
Surveilans dan Pelaporan
11 JCI Library of Measure 1. Peresepan Anti Trombotik pada Saat
(profil indikator mutu Pasien Pulang dengan Diagnosa Stroke
utama) Iskemik.
2. Peresepan Statin pada Saat Pasien
Pulang dengan Diagnosa Stroke
Iskemik.
3. Pemberian Antibiotik 6 Jam Pertama
pada Pasien Pneumonia.
4. Waktu Pemberian Antibiotik pada
Pasien Pneumonia.
5. Pemberian Fibrinolitik dalam 30 Menit
Sejak Pasien Datang ke Rumah Sakit
17

pada Pasien AMI.


II. INDIKATOR AREA MANAJEMEN

No Area Indikator Judul Indikator Mutu

1 Pengadaan Rutin Peralatan Kesehatan Angka Obat yang Mencapai Kadaluarsa.


dan Obat untuk Memenuhi Kebutuhan
Pasien.
2 Pelaporan yang diwajibkan oleh Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan
Peraturan Perundang-Undangan. Rumah Sakit.

3 Manajemen Risiko. Angka Laporan Insiden Keselamatan


Pasien yang ditindaklanjuti.
4 Pemanfaatan Sumberdaya Rumah Pemanfaatan BOR.
Sakit.
5 Harapan dan Kepuasan Pasien dan Harapan Pelanggan (pasien dan keluarga).
Keluarga.
6 Harapan dan Kepuasan Staf Ketepatan waktu pengusulan kenaikan
gaji berkala.
7 Demografi Pasien dan Diagnostik Prosentase pasien BPJS Kesehatan PBI.
Klinik
8 Manajemen Keuangan. Ketepatan waktu pelaporan laporan arus
kas, laporan realisasi anggaran, dan
laporan operasional.
9 Pencegahan dan Pengendalian dari Angka kejadian Jarum Dibuang Tidak
Kejadian yang dapat Menimbulkan pada Tempatnya.
Masalah Bagi Keselamatan Pasien,
Keluarga Pasien dan Staf.

III. INDIKATOR AREA SASARAN KESELAMATAN PASIEN

No Area Indikator Judul Indikator Mutu

1 Ketepatan identifikasi pasien. Kepatuhan identifikasi pasien dengan


benar.
2 Peningkatan komunikasi yang efektif. Kepatuhan komunikasi verbal yang
efektif.
3 Peningkatan keamanan obat. kepatuhan penyimpanan elektrolit
terkonsentrasi.
4 Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, Angka Kepatuhan Melakukan Time Out
tepat pasien operasi.
dalam Prosedur Pembedahan
5 Pengurangan resiko infeksi terkait Angka Kepatuhan cuci tangan.
pelayaan kesehatan.
6 Pengurangan resiko jatuh. Angka Kejadian pasien jatuh.
18

B. Kamus Profil Indikator Mutu


Konten form profil indikator mutu meliputi judul indikator, dimensi mutu, tujuan, definisi
operasional, frekuensi pengumpulan data, periode analisa, numerator, denumerator, sumber
data, standar, dan penanggungjawab (Sumber: dr. Luwiharsih).

C. Profil Indikator Mutu Utama

I. INDIKATOR AREA KLINIS (IAK)

IAK 1. ASSESMENT PASIEN

Judul Pengkajian Awal Risiko Jatuh pada Pasien Rawat Inap dalam
Waktu 24 jam.
Dimensi Mutu Keselamatan pasien.
Tujuan Tergambarnya usaha pencegahan terjadinya risiko pasien jatuh.
Alasan Pengukuran Sesuai amanat dari standar akreditasi RS dari komponen Sasaran
Indikator/
Keselamatan Pasien.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Pengkajian awal risiko pasien jatuh adalah pengkajian yang
dilakukan untuk menilai risiko pasien jatuh pada saat pasien masuk
rawat inap dalam waktu 24 jam.
Kriteria :
- Inklusi Pasien baru rawat inap baik pasien dewasa maupun pasien anak-
anak.
- Eksklusi Pasien rawat jalan.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah pasien baru yang masuk ke ruang perawatan dan
mendapatkan pengkajian risiko jatuh dalam periode satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien baru yang masuk ke ruang perawatan dalam
bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Rekam Medik
Target Sampel dan Seluruh populasi pasien baru dalam 1 bulan.
19

Ukuran Sampel (n)


Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP di Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
20

IAK 2. PELAYANAN LABORATORIUM


Judul Pelaporan Hasil Nilai Kritis Laboratorium
Dimensi Mutu Keselamatan dan Mutu pelayanan, kesinambungan pelayanan,
efektifitas dan efisiensi.
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelaporan hasil nilai kritis untuk
penanganan pasien segera.
Alasan Pengukuran Dipilih karena emergency dan high risk
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Pelaporan hasil nilai kritis laboratorium yang dimaksud adalah
pelaporan hasil pemeriksaan nilai kritis laboratorium yang telah
disepakati dan dilaporkan dalam waktu kurang dari 30 menit
setelah hasil diverifikasi.
Kriteria :
- Inklusi Nilai kritis yang disepakati :
a. Hematologi dewasa :
- Hb < 7 dan > 20 gr/dL
- Hematokrit < 20 dan > 60%
- Trombosit < 60.000 / mm
- PT > 3 detik dari kontrol
- PTTK > 7 detik dari kontrol
b. Hematologi anak:
- Hb < 7 gr/dL
- Trombosit < 50.000 / mmk
c. Hematologi untuk newborn :
- Hb < 12 gr/dL
- Trombosit <50.000
d. Kimia klinik untuk dewasa :
- Glukosa < 70 mg/dL
- Natrium < 120 mmol/dL
- Kalium < 2.5 dan > 6.2 mmol/dL
e. Kimia klinik untuk anak dan neonatus
21

- Glukosa < 50 mg/dL


- Bilirubin total > 10 mg/dL
- Eksklusi Bukan termasuk kategori nilai kritis yang telah disepakati.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Jumlah nilai kritis yang dilaporkan < 30 menit.
Denominator Jumlah seluruh kasus nilai kritis.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Catatan hasil pemeriksaan laboratorium.
Target Sampel dan Seluruh hasil nilai kritis laboratorium.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Instalasi Laboratorium
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Instalasi Laboratorium
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
22

IAK 3. PELAYANAN RADIOLOGI DAN DIAGNOSTIC IMAGING

Judul Waktu Tunggu Hasil Pelayanan Rontgen Thorax


Dimensi Mutu Efektifitas dan efisiensi.
Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efisiensi pelayanan radiologi.
Alasan Pengukuran Standar Pelayanan Minimal Radiologi
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Waktu tunggu hasil pelayanan rontgen thorax adalah tenggang
waktu mulai pasien mendaftar di Instalasi Radiologi untuk
dilakukan pemeriksaan rontgen thorax sampai dengan hasil
pemeriksaan tersedia (rontgen basah).
Kriteria :
- Inklusi Pasien yang melakukan pemeriksaan rontgen thorax
- Eksklusi Pasien yang tidak melakukan pemeriksaan rontgen thorax
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan rontgen thorax
kurang dari sama dengan 60 menit yang diamati dalam periode
satu bulan.
Denominator Jumlah pasien dengan pemeriksan rontgen thorax yang diamati
dalam bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Laporan waktu tunggu pemeriksaan rontgen thorax.
Target Sampel dan Seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan rontgen thorax.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Instalasi Radiologi
Pengambilan Data
23

Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Instalasi Radiologi
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Mohon dijelaskan Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
mengenai rencana
analisis
Mohon dijelaskan Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
bagaimana hasil- KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
hasil data akan
disebarluaskan pada
staf

IAK 4. PROSEDUR BEDAH

Judul Angka Kejadian Infeksi Luka Operasi (ILO)


Dimensi Mutu Keselamatan pasien.
Tujuan Mengetahui hasil pengendalian infeksi nosokomial RSUD Kajen.
Alasan Pengukuran Salah satu indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Indikator/
Sakit.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Infeksi luka operasi (ILO) yang dimaksud adalah infeksi yang
terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca prosedur
operasi bersih dan hanya meliputi kulit, sub kutan, atau jaringan
lain diatas fascia.
- Yang termasuk prosedur operasi bersih :
a. Operasi dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi
prabedah tidak terdapat peradangan.
b. Tidak membuka traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal, orofaring, traktus urinarius atau traktus
billier.
c. Operasi berencana dengan penutupan kulit primer, dengan
atau tanpa pemakaian drain tertutup.
Kriteria :
- Inklusi Dinyatakan ILO bila terdapat paling sedikit 1 keadaan sebagai
berikut:
a. Keluar cairan purulen dari luka insisi atau drain di atas
fascia.
b. Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil
24

secara aseptik.
c. Jahitan sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan, kecuali bila hasil biakan negatif.
d. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
- Eksklusi Yang tidak termasuk ILO :
a. Potensial kontaminasi prosedur.
b. Prosedur operasi kotor.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Jumlah pasien pasca operasi bersih yang mengalami infeksi dalam
satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien yang di operasi bersih dalam bulan yang
sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran < 2%
Indikator
Sumber Data Laporan Sub Komite PPI
Target Sampel dan Seluruh pasien yang dioperasi bersih.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
25

IAK 5. PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DAN OBAT LAINNYA

Judul Peresepan Analgetik Pasien Rawat Jalan


Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarnya peresepan analgetik terhadap pasien rawat jalan
sesuai dengan manajemen pengelolaan obat.
Alasan Pengukuran Penghematan biaya untuk pengeluaran obat analgetik (high cost).
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Peresepan analgetik ditandai dengan prn (bila perlu) dan ditulis
indikasi serta jumlah maksimal dalam 1 hari.
Kriteria :
26

- Inklusi Peresepan analgetik rawat jalan.


- Eksklusi Peresepan analgetik rawat inap.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah resep yang bertanda prn, indikasi serta jumlah maksimal
dalam 1 hari.
Denominator Jumlah resep rawat jalan yang berisi analgetik.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Resep Rawat Jalan
Target Sampel dan Seluruh resep rawat jalan yang berisi analgetik.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Instalasi Farmasi Rawat Jalan
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Instalasi Farmasi Rawat Jalan
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf Lanjutan (IAK 5) .......

IAK 6. KESALAHAN PENGOBATAN (MEDICATION ERROR) DAN


KEJADIAN NYARIS CEDERA (KNC)

Judul Kejadian Kesalahan dan Kejadian Nyaris Cedera yang terkait


dengan Kesalahan Pengobatan di Rawat Inap.
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat ke pasien.
27

Alasan Pengukuran Salah satu elemen penilaian di PMKP.


Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Medication error atau kesalahan pengobatan merupakan setiap
peristiwa yang menyebabkan kesalahan/ketidaktepatan penggunaan
obat sehingga membahayakan pasien.

Insiden pengobatan meliputi :


- Kesalahan nama obat, dosis obat, jumlah obat atau instruksi
pemberian obat, rute obat, bentuk obat, kekuatan obat.
- Kesalahan dalam menimbang obat.
- Kesalahan dalam penyerahan obat, contoh obat diberikan
kepada orang yang salah atau bangsal yang salah.
a. Jumlah resep adalah jumlah total resep dalam 1 bulan.
b. Monitoring dilakukan pada seluruh area yang menggunakan
obat.
c. Pelaporan berdasarkan laporan insiden.
Kriteria :
- Inklusi Semua insiden yang terkait dengan medication error.
- Eksklusi Insiden selain medication error.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Angka kejadian yang terkait dengan kesalahan pengobatan dalam
waktu satu bulan.
Denominator Jumlah keseluruhan resep dalam satu bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 0%
Indikator
Sumber Data Laporan insiden
Target Sampel dan Seluruh resep dalam satu bulan yang sama.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap, Instalasi Farmasi
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap dan Instalasi Farmasi
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
28

staf

IAK 7. PENGGUNAAN ANESTESI DAN SEDASI

Judul Pengkajian Pre Anastesi General Sebelum Pembedahan


29

Dimensi Mutu Keselamatan pasien


Tujuan Peningkatan mutu pelayanan anastesi
Alasan Pengukuran Elemen Penilaian wajib PMKP
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Pengkajian pre anastesi adalah pengkajian yang dilakukan oleh
dokter anastesi sebelum dilakukan prosedur pembedahan
- Dokter anastesi yang melakukan pengkajian tersebut adalah
dokter anastesi yang akan melakukan pembiusan atau dokter yang
bertugas jaga saat itu
- Pengkajian yang dilakukan tertuang dalam berkas rekam medik
pada lembar verifikasi dan penandaan lokasi pasien pra operasi
pada saat melakukan kunjungan preoperasi
- Waktu pelaksanaan kunjungan tercantum di lembar verifikasi
dan penandaan lokasi pasien pra operasi di rekam medis.
Waktu operasi adalah waktu rencana prosedur pembedahan yang
tercantum di appointment operasi.
Kriteria :
- Inklusi Semua pengkajian pre anestesi general sebelum pembedahan.
- Eksklusi Pengkajian anestesi lainnya.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah pengkajian pre anastesi general dokter anastesi ke pasien
sebelum prosedur pembedahan yang terdokumentasi dalam rekam
medis pasien dalam satu bulan.
Denominator Jumlah pasien yang dilakukan operasi dengan general anaestesi dalam
waktu satu bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Rekam medik
Target Sampel dan Seluruh pasien yang akan dioperasi.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Pengambilan Unit Rawat Inap
Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
30

Bagaimana hasil-hasil Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada staf
PMKP 7c. REAKSI OBAT TIDAK DIHARAPKAN YANG SERIUS

Judul Pelaporan Efek Samping Obat


Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah terjadinya insiden akibat efek samping obat yang tidak
diharapkan.
Alasan Pengukuran Elemen Penilaian wajib PMKP
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Efek samping obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak
diinginkan untuk tujuan terapi pada dosis yang dianjuran.
- Efek samping obat secara umum dikelompokkan menjadi 2:
1. Efek samping yang dapat diperkirakan, meliputi :
Efek farmokologi yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat
disebabkan karena pemberian dosis relatif yang terlalu besar bagi
pasien yang bersangkutan (terutama kelompok pasien dengan risiko
tinggi, seperti bayi, usia lanjut, pasien dengan penurun fungsi ginjal
atau hati, trombositopenia, neutropenia, (an).
2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan :
- Reaksi alergi
- Demam
- Ruam kulit (skin rashes)
- Penyakit jaringan ikat
- Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia
(atau agranulosis), anemia hemolitika, dan anemia aplasia.
- Gangguan pernafasan
- Reaksi idiosinkratik
Kriteria :
- Inklusi Laporan efek samping obat yang terjadi karena penggunaan obat-
obatan di RSUD Kajen.
- Eksklusi Laporan efek samping obat bukan dari penggunaan obat-obatan di
luar RSUD Kajen.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Insiden efek samping obat dalam satu bulan yang sama
Denominator -
Cara Pengukuran / Jumlah Numerator
Formula
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Pelaporan insiden
Target Sampel dan Seluruh pasien yang menggunakan obat-obatan di RSUD Kajen
Ukuran Sampel (n)
Tempat Instalasi Farmasi
31

Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Instalasi Farmasi
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap bulan
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
32

PMKP 7e. KETIDAKCOCOKAN (DISCREPANCY) ANTARA DIAGNOSIS PRA DAN


PASCA OPERASI

Judul Kesesuaian Diagnosa Pre dan Post Operasi


Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah kesalahan tindakan operasi
Alasan Pengukuran Elemen Penilaian wajib PMKP
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Kesesuaian diagnosa pre dan post operasi adalah kesesuaian
catatan dokter yang ditulis antara diagnosa pre dan post operasi.
- Diagnosa pre dan post operasi harus sesuai dengan catatan
dokter.
- Diagnosa pre dan post operasi harus tercatat dalam catatan
dokter dan laporan operasi.
- Dalam prosedurnya, dokter operator wajib menuliskan diagnosa
pre dan post operasi dalam laporan operasi dan catatan dokter.
- Catatan diagnosa pre dan post operasi tercatat di rekam medis.
Kriteria :
- Inklusi Semua tindakan operasi / pembedahan di IBS.
- Eksklusi Tindakan operasi / pembedahan selain di IBS.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah kesesuaian diagnosa pre dan post operasi dalam satu bulan.

Denominator Jumlah operasi dalam satu bulan


Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Rekam Medik
Target Sampel dan Seluruh pasien yang akan dioperasi.
Ukuran Sampel (n)
Tempat IBS
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP IBS
Validator / PIC
33

Frekuensi Penilaian Tiap bulan


Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

PMKP 7f. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD) SELAMA ANESTESI

Judul Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Selama Anastesi


Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan selama anastesi.

Alasan Pengukuran Elemen Penilaian wajib PMKP


Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Kejadian yang tidak diharapkan selama anastesi adalah kejadian
yang tidak diharapkan dalam proses anastesia.
- Dokter anastesi yang memantau selama proses anastesi.
- Monitoring selama anastesia tercatat dalam catatan anastesia.
- Kejadian tidak diharapkan meliputi pasien jatuh, kesalahan
pemberian obat, alergi dan ketidak sesuaian antara rencana
anastesia dengan pelaksanaannya.
- Untuk pencegahan terjadinya KTD (kejadian yang tidak
diharapkan) dokter anastesi melakukan pengkajian preanastesi.
Kriteria :
- Inklusi Semua tindakan operasi / pembedahan di IBS.
- Eksklusi Tindakan operasi / pembedahan selain di IBS.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator KTD (kejadian yang tidak diharapkan) yang terjadi dalam periode 1
bulan.
Denominator Jumlah operasi dalam satu bulan.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Pelaporan insiden
Target Sampel dan Seluruh pasien yang akan dioperasi.
Ukuran Sampel (n)
34

Tempat IBS
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP IBS
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap bulan
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

IAK 8. PENGGUNAAN DARAH DAN PRODUK DARAH

Judul Angka Reaksi Transfusi


Dimensi Mutu Keselamatan pasien, dan kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya angka kejadian reaksi transfusi
Alasan Pengukuran Ada di elemen penilaian PMKP
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Reaksi transfusi adalah kejadian tidak diharapkan yang terjadi akibat
transfusi darah, dalam bentuk reaksi alergi, infeksi akibat transfusi,
hemolisis akibat golongan darah yang tidak sesuai atau gangguan sistem
imun sebagai akibat pemberian transfusi darah.
Kriteria :
- Inklusi Kejadian akibat reaksi transfusi.
- Eksklusi Kejadian bukan reaksi transfusi.
Tipe Indikator Outcome
Jenis Indikator Rate based
Numerator Jumlah kejadian reaksi transfusi darah atau produk darah lainnya yang
dilaporkan dalam satu bulan.
Denominator Jumlah pasien yang menggunakan transfusi darah atau produk darah
lainnya dalam bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran ≤ 0,01%
Indikator
Sumber Data Laporan insiden
Target Sampel dan Seluruh pasien yang menggunakan transfusi darah.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
35

Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

IAK 9. KETERSEDIAAN, ISI DAN PENGGUNAAN CATATAN MEDIK

Judul Kelengkapan Pengisian Informed Consent pada Tindakan


Pembedahan.
Dimensi Mutu Legalitas hukum tindakan medik
Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter dan tenaga kesehatan lain
dalam kelengkapan informed consent pada tindakan pembedahan.
Alasan Pengukuran Terkait dengan hak pasien dalam pelayanan tindakan pembedahan.
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Informed consent lengkap adalah informed consent yang
telah diisi lengkap oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
sebelum tindakan pembedahan dilakukan.
- Form informed consent disimpan di dalam berkas rekam
medis.
Kriteria :
- Inklusi Informed consent tindakan pembedahan.
- Eksklusi Informed consent selain tindakan pembedahan (inform consent
pemberian obat, inform consent intervensi injeksi intra articular).
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah pengisian informed consent pada tindakan pembedahan yang
lengkap dalam 1 bulan.
Denominator Jumlah pengisian informed consent pada tindakan pembedahan
dalam 1 bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
36

Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Rekam medik
Target Sampel dan Seluruh informed consent tindakan pembedahan.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rekam Medik
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rekam Medik
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

IAK 10. PENCEGAHAN DAN KONTROL INFEKSI, SURVEILANS DAN PELAPORAN

Judul Angka Phlebitis


Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mengetahui hasil pengendalian infeksi nosokomial.
Alasan Pengukuran Termasuk standar penilaian pencegahan dan pengendalian infeksi
Indikator/
rumah sakit.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Phlebitis adalah peradangan pada pembuluh darah vena yang ditandai
dengan tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor dan fungtio laesa).
Keterangan :
Sehubungan dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh
RSUD kajen sehingga penegakkan diagnosis phlebitis hanya
berdasarkan pemeriksaan klinis oleh DPJP (tanpa dilakukan kultur).
Kriteria :
- Inklusi Peradangan pada pembuluh darah vena .
- Eksklusi Peradangan selain di pembuluh darah vena.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Jumlah kasus phlebitis dalam satu bulan dikalikan 1000
Denominator Jumlah lama hari pemakaian kateter perifer (infuse line) dalam periode
37

satu bulan.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran < 2,2 ‰
Indikator
Sumber Data Unit Rawat Inap
Target Sampel dan Semua pasien rawat inap dalam satu bulan yang sama.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap, Sub Komite PPI
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

II. INDIKATOR AREA MANAJEMEN (IAM)

IAM 1. PENGADAAN RUTIN PERALATAN KESEHATAN DAN OBAT UNTUK


MEMENUHI KEBUTUHAN PASIEN

Judul Angka Obat yang Mencapai Kadaluarsa


Dimensi Mutu Efisiensi, efektivitas dan kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya kemampuan unit pelayanan pasien dalam
mengelola obat-obatan.
Alasan Pengukuran Berhubungan dengan keselamatan pasien.
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Angka obat yang mencapai kadaluarsa adalah obat yang telah
mencapai batas akhir penggunaan yang telah ditentukan.
Kriteria :
- Inklusi Obat kadaluarsa
- Eksklusi Obat belum kadaluarsa
Tipe Indikator Outcome
38

Jenis Indikator Rate based


Numerator Jumlah item obat-obatan yang mencapai kadaluarsa dalam
periode satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh item obat-obatan dalam bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran < 1%
Indikator
Sumber Data Observasi
Target Sampel dan Seluruh obat-obatan dalam satu bulan yang sama.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Instalasi Farmasi
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Instalasi Farmasi
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan
Lanjutan (IAM 1)pada
.......
staf
39

IAM 2. PELAPORAN YANG DIWAJIBKAN OLEH PERATURAN PERUNDANG


UNDANGAN

Judul Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit


Dimensi Mutu Efektivitas dan efisiensi
Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan rumah
sakit.
Alasan Pengukuran Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rumah sakit sesuai
Indikator/
Keputusan Menkes RI No. 1410/MENKES/SK/X/2011 tentang Sistem
Dasar Pemikiran/
Literatur Informasi Rumah Sakit.
Definisi Operasional Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan rumah sakit adalah
pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan yang dilaporkan oleh
rumah sakit ke Kemenkes RI secara tepat waktu sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
Kriteria :
- Inklusi - Data identitas RS
- Data ketenagaan RS
- Rekapitulasi kegiatan pelayanan RS
- Morbiditas Rawat Inap
- Morbiditas Rawat Jalan
- Eksklusi Jenis pencatatan dan pelaporan yang tidak tercantum dalam SK
Menkes No. 1410/MENKES/SK/X/2011 tentang Sistem Informasi
40

Rumah Sakit.
Tipe Indikator Proses, Hasil
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah laporan yang disampaikan oleh rumah sakit ke Kemenkes RI
SK Menkes No. 1410/MENKES/SK/X/2011 dalam periode satu
bulan.
Denominator Jumlah laporan yang wajib dilaporkan oleh rumah sakit ke Kemenkes
RI SK Menkes No. 1410/MENKES/SK/X/2011 dalam bulan yang
sama.
Cara Pengukuran / Formula Numerator
x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Laporan Bidang Bina Program dan Rekam Medis
Target Sampel dan Ukuran Semua jenis kegiatan pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan
Sampel (n) perundangan yang telah ditentukan.
Tempat Pengambilan Data Unit Rekam Medis dan Bidang Bina Program
Metodologi Pengumpulan Concurrent
Data
Pengumpul Data / Validator / Penanggung jawab PMKP Unit Rekam Medis dan Bidang Bina
PIC
Program
Frekuensi Penilaian Data Tiap hari
Periode Waktu Pelaporan Tiap bulan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil-hasil data Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
akan disebarluaskan pada KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
staf

IAM 3. MANAJEMEN RISIKO

Judul Jumlah Laporan Insiden Keselamatan Pasien yang Ditindaklanjuti.

Dimensi Mutu Keselamatan pasien


Tujuan Tersedianya data jumlah laporan insiden
Alasan Pengukuran Terkait dengan keselamatan pasien dalam rangka peningkatan mutu
Indikator/
pelayanan rumah sakit.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Jumlah laporan insiden keselamatan pasien adalah jumlah laporan insiden
yang berhubungan dengan keselamatan pasien rawat inap dan rawat jalan
yang diterima oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dalam periode
tertentu.
Kriteria :
- Inklusi Laporan insiden yang ditulis dalam form laporan insiden internal rumah
sakit.
41

- Eksklusi Insiden / kejadian yang tidak ditulis dalam form laporan insiden internal
rumah sakit.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah laporan insiden keselamatan pasien yang ditindaklanjuti dalam
satu bulan.
Denominator Jumlah semua insiden keselamatan pasien dalam bulan yang sama.

Cara Pengukuran / Numerator


Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran Minimal 80% yang ditindaklanjuti
Indikator
Sumber Data Laporan insiden
Target Sampel dan Seluruh form laporan insiden internal rumah sakit.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Seluruh Unit/Instalasi/Ruang/Bidang Pelayanan di Rumah Sakit
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP di seluruh Unit/Instalasi/Ruang/Bidang,
Validator / PIC
KMKP
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi KMKP
hasil data akan dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

IAM 4. PEMANFAATAN SUMBERDAYA RUMAH SAKIT

Judul Pemanfaatan BOR


Dimensi Mutu Efektifitas dan efisiensi
Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efisiensi penggunaan tempat tidur
sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Alasan Pengukuran Efektifitas dan efisiensi di rumah sakit.
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Angka penggunaan tempat tidur di RSUD kajen dalam waktu satu
bulan.
Kriteria :
42

- Inklusi Pasien rawat inap


- Eksklusi Pasien rawat jalan
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah lama hari perawatan pasien rawat inap pada periode satu
bulan.
Denominator Jumlah kapasitas tempat tidur rumah sakit x Jumlah hari dalam
periode satu bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran Minimal 65% – 80%
Indikator
Sumber Data Laporan Unit Rekam Medis
Target Sampel dan Seluruh pasien rawat inap
Ukuran Sampel (n)
Tempat Pengambilan Unit Rekam Medis
Data
Metodologi Pengumpulan Concurrent
Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rekam Medis
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Data Tiap hari
Periode Waktu Pelaporan Tiap bulan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil-hasil Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
data akan disebarluaskan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
pada staf

IAM 5. HARAPAN DAN KEPUASAN PASIEN DAN KELUARGA

Judul Harapan Pelanggan terhadap Pelayanan Rumah Sakit


Dimensi Mutu Mutu pelayanan
Tujuan Tergambarnya persepsi harapan pelanggan terhadap mutu pelayanan
rumah sakit.
Alasan Pengukuran Kewajiban bagi Institusi Pelayanan Publik untuk wajib melakukan
Indikator/
pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat.
Dasar Pemikiran/
43

Literatur
Definisi Operasional - Harapan adalah keinginan serta persepsi yang diinginkan oleh
pelanggan terhadap pelayanan rumah sakit.
- Pelayanan rumah sakit yang dimaksud adalah pelayanan
dokter, pelayanan perawat, pelayanan obat, pelayanan makanan,
dan kebersihan lingkungan di Unit Rawat Inap maupun Rawat
Jalan, dan Unit Penunjang Medik maupun Penunjang Non
Medik.
Kriteria :
- Inklusi Pasien/keluarga pasien/pengunjung (pelanggan) rumah sakit yang
disurvei.
- Eksklusi Karyawan rumah sakit.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah pelanggan yang disurvey yang menyatakan harapannya
terpenuhi.
Denominator Jumlah seluruh pelanggan yang disurvey.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran Minimal 80% menyatakan puas
Indikator
Sumber Data Survey
Target Sampel dan Seluruh sampel pelanggan yang telah dihitung dari jumlah populasi
Ukuran Sampel (n) pasien rumah sakit dalam periode 1 tahun.
Tempat Pengambilan Seluruh Unit/Instalasi/Ruang/Bidang Pelayanan di Rumah Sakit
Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Bidang Bina Program
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap 1 tahun
Data
Periode Waktu Tiap 1 tahun
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 1 tahun.
Bagaimana hasil-hasil Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
Lanjutanpada
disebarluaskan (IAM 5) .......
staf

IAM 6. HARAPAN DAN KEPUASAN STAF

Judul Ketepatan Waktu Pengusulan Kenaikan Gaji Berkala bagi Pegawai


44

Negeri Sipil (PNS).


Dimensi Mutu Kepuasan staf
Tujuan Tergambarnya kepedulian RSUD Kajen terhadap tingkat kesejahteraan
pegawai.
Alasan Pengukuran Agar PNS tidak mengalami keterlambatan dalam kenaikan gaji berkala,
Indikator/
sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kinerja staf.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Usulan kenaikan gaji berkala bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
dilakukan tiap 2 tahun sekali.
Kriteria :
- Inklusi Pegawai Negeri Sipil
- Eksklusi - Pegawai PTT
- Pegawai BLUD
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah PNS yang diusulkan tepat waktu sesuai periode kenaikan gaji
berkala.
Denominator Jumlah seluruh PNS yang seharusnya diusulkan kenaikan gaji berkala.

Cara Pengukuran / Numerator


Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Laporan Sub Bagian Kepegawaian
Target Sampel dan Seluruh Pegawai Negeri Sipil sesuai kenaikan gaji berkalanya tiap 2
Ukuran Sampel (n) tahun sekali.
Tempat Sub Bagian Kepegawaian
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Sub Bagian Kepegawaian
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap bulan
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
45

IAM 7. DEMOGRAFI PASIEN DAN DIAGNOSTIK KLINIK

Judul Prosentase Pasien Rawat Inap BPJS Kesehatan PBI


Dimensi Mutu Akses dan kesinambungan pelayanan
Tujuan Mengetahui prosentase kunjungan pasien BPJS Kesehatan PBI yang di
rawat inap.
Alasan Pengukuran Pasien miskin wajib dilayani oleh Pemerintah, oleh karena itu
Indikator/
digunakan untuk mengetahui persentase jumlah masyarakat miskin yang
Dasar Pemikiran/
Literatur dilayani di RSUD Kajen.
Definisi Operasional Pasien rawat inap BPJS Kesehatan PBI yang dimaksud adalah pasien
rawat inap yang dibiayai oleh APBN.
Kriteria :
- Inklusi Pasien rawat inap BPJS Kesehatan PBI yang dibiayai APBN.
- Eksklusi  Pasien rawat inap BPJS Kesehatan Non PBI.
 Pasien rawat inap BPJS Kesehatan PBI yang dibiayai APBD.
 Pasien rawat inap Umum/Asuransi Lain.
 Pasien rawat jalan.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah pasien rawat inap dengan BPJS Kesehatan PBI yang dirawat di
RSUD Kajen dalam periode 1 bulan.
Denominator Jumlah pasien rawat inap yang dirawat di RSUD Kajen dalam periode
bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran -
Indikator
Sumber Data Rekam medis
Target Sampel dan Seluruh pasien rawat inap BPJS Kesehatan PBI
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rekam Medis
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rekam Medis
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
46

IAM 8. MANAJEMEN KEUANGAN

Judul Ketepatan Waktu Pelaporan Laporan Arus Kas, Laporan


Realisasi Anggaran, dan Laporan Operasional.
Dimensi Mutu Efektifitas
Tujuan Tergambarnya disiplin pengelolaan keuangan RSUD Kajen serta
sebagai informasi keuangan rumah sakit yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan ekonomi serta menunjukkan kinerja RS.
Alasan Pengukuran Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Indikator/
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Laporan arus kas, laporan realisasi anggaran, dan laporan operasional
bulanan yang dilaporkan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya
kepada Direktur RSUD Kajen.
Kriteria :
- Inklusi - Laporan arus kas
- Laporan realisasi anggaran
- Laporan operasional
- Eksklusi Laporan lainnya
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Rated based
Numerator Laporan arus kas, laporan realisasi anggaran, dan laporan operasional
bulanan yang dilaporkan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya
kepada Direktur RSUD Kajen.
Denominator Laporan arus kas, laporan realisasi anggaran, dan laporan operasional
bulanan yang dilaporkan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya
kepada Direktur RSUD Kajen.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data - Laporan Pendapatan dari Bendahara Penerimaan
- Laporan Realisasi Belanja dari Bendahara Pengeluaran
- Laporan Persediaan dari Penyimpan Barang
- Laporan Aset dari Pengurus Barang
- Laporan Piutang
- Laporan Hutang
- Rekening Koran dari Bank
- Laporan realisasi periode sebelumnya
- Laporan arus kas periode sebelumnya
Target Sampel dan Laporan arus kas, laporan realisasi anggaran, dan laporan operasional
47

Ukuran Sampel (n)


Tempat Pengambilan Data Sub Bagian Keuangan, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BPD Jateng
Metodologi Pengumpulan Data kuantitatif dan data nominal
Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Sub Bagian Keuangan
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Data Berkala
Periode Waktu Pelaporan Tiap bulan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil-hasil Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
data akan disebarluaskan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
pada staf
48

IAM 9. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DARI KEJADIAN YANG DAPAT

MENIMBULKAN MASALAH BAGI KESELAMATAN PASIEN, KELUARGA PASIEN


DAN STAF

Judul Angka Kejadian Jarum Dibuang Tidak pada Tempatnya


Dimensi Mutu Keselamatan pasien, keluarga pasien maupun tenaga medis dan non
medis RSUD Kajen.
Tujuan Tersedianya data jumlah laporan insiden jarum tidak dibuang pada
tempatnya.
Alasan Pengukuran Keselamatan pasien, keluarga pasien maupun tenaga medis dan non
Indikator/
medis RSUD Kajen.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Jumlah jarum dibuang tidak pada tempatnya adalah jumlah insiden
jarum dibuang tidak pada wadah tajam (jerigen plastik) sesuai dengan
yang telah ditentukan rumah sakit.
Kriteria :
- Inklusi Jarum yang telah digunakan (jarum bekas).
- Eksklusi Jarum yang masih tersegel bungkus (belum digunakan).
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Jumlah laporan insiden jarum dibuang tidak pada tempatnya dalam
satu bulan.
Denominator -
Cara Pengukuran / Numerator
Formula
Target Pengukuran 0
Indikator
Sumber Data Laporan insiden dan hasil survey dadakan yang dilakukan oleh
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.
Target Sampel dan Seluruh jarum yang telah selesai digunakan (jarum bekas).
Ukuran Sampel (n)
Tempat Seluruh Unit Pelayanan di Rumah Sakit
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP di seluruh Unit Pelayanan Rumah Sakit.
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
49

Periode Waktu Tiap bulan


Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

III. INDIKATOR KESELAMATAN PASIEN (IKP)


SKP 1. KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Judul Kepatuhan Identifikasi Pasien dengan Benar
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah terjadinya kesalahan pasien
Alasan Pengukuran Keselamatan pasien
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Identifikasi pasien dengan benar adalah identifikasi yang
dilakukan dengan menggunakan sedikitnya dua indikator yaitu
nama lengkap dan nomor rekam medik atau nama lengkap dan
tanggal lahir pasien.
- Identifikasi dilakukan setiap sebelum melakukan pemberian
obat-obatan (peroral, intravena, intramuscular, atau rute lainnya),
sebelum pemberian darah atau produk darah, sebelum
pengambilan darah atau spesimen lain untuk tes klinis, sebelum
melakukan proses pengobatan atau prosedur lainnya.
- Proses identifikasi dilakukan oleh semua staf yang
bertanggung jawab dalam melakukan semua prosedur di atas.
- Kepatuhan identifikasi pasien dengan benar adalah tingkat
kepatuhan staf dalam melaksanakan proses identifikasi pasien
dengan benar sesuai ketentuan di atas.
- Monitoring dilakukan di Unit Rawat Inap
Kriteria
- Inklusi Identifikasi pasien rawat inap
- Eksklusi Identifikasi pasien rawat jalan
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah proses yang diamati yang melakukan identifikasi pasien
dengan benar dalam satu bulan.
Denominator Jumlah proses yang diamati dalam bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
50

Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Observasi
Target Sampel dan Ukuran Minimal 50 proses yang diamati
Sampel (n)
Tempat Pengambilan Data Unit Rawat Inap
Metodologi Pengumpulan Concurrent
Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Data Tiap hari
Periode Waktu Pelaporan Tiap bulan

Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.


Bagaimana hasil-hasil data Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
akan disebarluaskan pada KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
staf
SKP 2. PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Judul Kepatuhan Komunikasi Verbal yang Efektif
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah terjadinya kesalahan instruksi, pelaporan hasil pemeriksaan.

Alasan Pengukuran Keselamatan pasien


Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Kepatuhan komunikasi verbal yang efektif adalah tingkat
kepatuhan staf dalam melakukan komunikasi verbal yang efektif
sesuai ketentuan yang efektif.
- Komunikasi verbal yang dimaksud adalah :
a. Komunikasi via telepon maupun secara langsung.
b. Komunikasi dalam memberikan instruksi (baik terapi,
prosedur/tindakan, diit, dan lain-lain).
c. Komunikasi dalam melaporkan hasil pemeriksaan (fisik,
maupun penunjang: laboratorium, radiologi, imaging dll)
d. Komunikasi dalam hal konsultasi antar dokter (dokter jaga,
DPJP, konsultan dll)
- Persyaratan komunikasi verbal :
a. Penerima informasi mencatat informasi yang diberikan (di form
yang ditujukan untuk penulisan tersebut atau di secarik kertas
untuk kemudian disalin di form yang semestinya).
b. Setelah informasi dicatat, dilakukan dilakukan pembacaan ulang
terhadap informasi tadi.
c. Setelah pembacaan ulang, pemberi informasi, penerima
informasi dan waktu (tanggal dan jam)
- Monitoring dilakukan di Unit Rawat Inap
51

Kriteria :
- Inklusi Komunikasi verbal dalam menangani proses tindakan pasien rawat inap.

- Eksklusi Komunikasi verbal dalam menangani proses tindakan pasien rawat


jalan.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah proses yang melakukan komunikasi verbal efektif dengan benar
dalam satu bulan.
Denominator Jumlah proses yang diamati dalam bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Observasi
Target Sampel dan Minimal 50 proses yang diamati
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
52

SKP 3. PENINGKATAN KEAMANAN OBAT


Judul Kepatuhan Penyimpanan Elektrolit Terkonsentrasi Tinggi
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah kesalahan pemberian elektrolit terkonsentrasi
Alasan Pengukuran Keselamatan pasien
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Elektrolit terkonsentrasi tinggi adalah KCL (2mg/ml atau lebih
pekat), NaCL lebih pekat dari 3%.
- KCL tidak boleh disimpan sebagai stock di unit pelayanan pasien.
- NaCL tidak boleh disimpan sebagai stock obat di unit pelayanan
pasien.
- Penataan harus dipisah antar elektrolit terkonsentrasi satu dengan
yang lain, tidak boleh berada dalam satu kompartemen, pemisah
diberi identitas, isi sesuai identitas.
- Kepatuhan penyimpanan elektrolit terkonsentrasi adalah tingkat
kepatuhan unit dalam melakukan penyimpanan elektrolit
terkonsentrasi sesuai dengan ketentuan di atas.
Monitoring dilakukan di Instalasi Farmasi, ICU.
Kriteria :
- Inklusi - Penyimpanan elektrolit terkonsentrasi tinggi terpisah.
- Elektrolit terkonsentrasi tinggi diberi label high alert.
- Eksklusi Bukan termasuk elektrolit terkonsentrasi tinggi.
53

Tipe Indikator Proses


Jenis Indikator Rate based
Numerator Jumlah unit yang melakukan penyimpanan elektrolit terkonsentrasi
sesuai dengan ketentuan dalam satu bulan.
Denominator Jumlah unit yang diamati dalam satu bulan.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Observasi
Target Sampel dan Seluruh elektrolit terkonsentrasi tinggi
Ukuran Sampel (n)
Tempat Instalasi Farmasi, ICU
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Farmasi, ICU
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi KMKP
hasil data akan dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
SKP 4. KEPASTIAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR, TEPAT PASIEN OPERASI
Judul Angka Kepatuhan Melakukan Time Out Dalam Prosedur
Pembedahan.
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah terjadinya salah pasien, salah prosedur dan salah lokasi dalam
prosedur pembedahan.
Alasan Pengukuran Keselamatan pasien
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Prosedur pembedahan yang dimaksud adalah prosedur
pembedahan yang dilakukan di seluruh kamar operasi.
- Kepatuhan melakukan time out adalah kepatuhan tim pembedahan
dalam melaksanakan semua persyaratan time out.
- Persyaratan time out :
a. Dilakukan di kamar operasi sebelum insisi dilakukan.
b. Dipimpin oleh petugas yang ditunjuk oleh supervisor unit kamar
bedah.
c. Diikuti oleh seluruh tim pembedahan.
d. Berisi konfirmasi kebenaran identifikasi pasien, lokasi
54

pembedahan dan prosedur pembedahan.


e. Didokumentasikan dalam bentuk check list.
Kriteria :
- Inklusi Pembedahan yang dilakukan di IBS.
- Eksklusi Pembedahan yang dilakukan selain di IBS.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah prosedur pembedahan yang diamati yang disertai dengan time out
sesuai dengan ketentuan dalam satu bulan.
Denominator Jumlah prosedur pembedahan yang diamati dalam bulan yang sama.

Cara Pengukuran / Numerator


Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Observasi
Target Sampel dan Seluruh pasien yang dioperasi di IBS.
Ukuran Sampel (n)
Tempat IBS
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP IBS
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi KMKP
hasil data akan dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
55

SKP 5. PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN


Judul Angka Kepatuhan Cuci Tangan
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah dan mengurangi infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Alasan Pengukuran Keselamatan pasien
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional - Cuci tangan adalah proses yang secara mekanik melepaskan
kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan air
bersih dan sabun atau menggunakan alkohol based handrub
- Indikasi cuci tangan (5 moment menurut WHO):
a. Sebelum kontak dengan pasien.
b. Sesudah kontak dengan pasien.
c. Sebelum tindakan aseptik.
d. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi pasien.
e. Setelah kontak dengan benda-benda dan permukaan
lingkungan sekitar pasien.
56

- Angka kepatuhan cuci tangan adalah tingkat kepatuhan staf


dalam melakukan cuci tangan sesuai kondisi di atas.
- Monitoring dilakukan di unit-unit di bawah bidang
keperawatan, bidang pelayanan medik, dan bidang penunjang
medik.
Kriteria :
- Inklusi Petugas medis di Unit Rawat Inap, IGD, IBS, Hemodialisa
- Eksklusi Petugas non medis
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah proses yang melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur
dalam satu bulan.
Denominator Jumlah proses yang diamati dalam satu bulan.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Observasi
Target Sampel dan Minimal 50 proses yang diamati
Ukuran Sampel (n)
Tempat Pengambilan Unit Rawat Inap, IGD, IBS, Hemodialisa
Data
Metodologi Pengumpulan Concurrent
Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap, IGD, IBS,
Validator / PIC
Hemodialisa
Frekuensi Penilaian Data Tiap hari
Periode Waktu Pelaporan Tiap bulan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil-hasil Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
data akan disebarluaskan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
pada staf

SKP 6. PENGURANGAN RISIKO JATUH


Judul Angka Kejadian Pasien Jatuh
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarnya pelayanna keperawatan yang aman bagi pasien
Alasan Pengukuran Keselamatan pasien
Indikator/
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Yang dimaksud pasien yang jatuh adalah seluruh pasien yang dirawat di
bangsal perawatan (pasien rawat inap).
Kriteria :
- Inklusi a. Pasien jatuh (dengan atau tanpa cedera pada pasien)
b. Assisted falls
57

c. Jatuh berulang
- Eksklusi  Pasien rawat jalan.
 Keluarga pasien, pengunjung, dan karyawan rumah sakit yang tidak
sedang dirawat.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Insiden pasien jatuh dalam satu bulan yang sama
Denominator -
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 0
Indikator
Sumber Data Laporan insiden
Target Sampel dan Seluruh pasien Rawat Inap, Rawat jalan, Penunjang medik
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi KMKP
hasil data akan dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf

D. Sosialisasi Indikator Mutu Ke Unit Terkait


Indikator mutu utama terpilih yang telah disetujui oleh direksi dan disepakati bersama
disosialisasikan kepada unit terkait, agar unit tersebut dapat melakukan tindak lanjut.
Sosialisasi indikator mutu antara lain dilaksanakan di website (IT blog), media informasi,
majalah dinding (mading) dan sosialisasi baik tertulis maupun lisan.

E. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu


58

Pencatatan adalah catatan pada sensus harian unit rumah sakit tentang pelaksanaan
indikator mutu utama pada unit terkait. Pelaporan berisi laporan hasil pelaksanaan indikator
mutu pada unit terkait. Pelaporan dari unit ke Komite Mutu setiap 1 (satu) bulan, pelaporan
dari komite ke direktur setiap 3 (tiga) bulan, dan pelaporan dari direktur ke yayasan setiap 1
(satu) tahun.

F. Formulir yang disediakan Ada 3 (Tiga) Macam


1. Formulir sensus harian, disebut Form A.
2. Formulir laporan bulanan, disebut Form B.
3. Formulir rekapitulasi dari unit kepada komite mutu, disebut Form C.
4. Formulir rekapitulasi di komite mutu, disebut Form D.
5. Formulir pemantauan indikator mutu, disebut Form E.

G. Petunjuk Pengisian
1. Sensus Harian Indikator Rumah Sakit (format sederhana unit terkait) dibagikan pada
semua institusi yang terkait seperti: ruang rawat inap, IGD, catatan medik/ unit rekam
medik atau unit lain.
2. Penanggungjawab pengisian format sensus harian adalah Kepala Bagian/Kasi/Kepala
Instalasi/Penanggung jawab unit terkait (laporan dibuat setiap bulan selambat-lambatnya
tanggal 3 bulan berikutnya).
3. Formulir laporan bulanan (form B) rumah sakit diisi oleh Kepala Bagian/Kasi/ Kepala
Instalasi/ Penanggung jawab unit terkait berdasarkan pada data-data yang ada pada form
A. Formulir ini harus sudah diserahkan selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya
pada Komite Mutu.
4. Pengisian laporan formulir C dari tiap-tiap unit dilakukan rekapitulasi indikator mutu
berdasarkan hasil data pengisian dari formulir B, dilaporkan kepada Komite Mutu
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
5. Formulir B dan Formulir C dari unit yang telah diisi lengkap dilaporkan kepada Komite
Mutu pada tanggal 10 bulan berikutnya, dan akan direkapitulasi hasil indikator mutu
utama/unit oleh Komite Mutu ke dalam Formulir C yang sudah disediakan.
6. Hasil analisa rekapitulasi (selesai di Komite Mutu sampai tanggal 15) dari indikator mutu
pelayanan rumah sakit oleh Komite Mutu harus dilaporkan pada Direktur selambat-
lambatnya tanggal 18 bulan berikutnya.

a. FORM A. Sensus Harian Indikator Mutu Dari Unit Kepada Komite Mutu

FORM A. SENSUS HARIAN INDIKATOR SASARAN MUTU


59

UNIT : ………
JUDUL INDIKATOR AREA : ……… (Misal kelengkapan pengkajian awal pasien baru di
IGD dalam 24 jam – Area Klinis)
BULAN : ………
TAHUN : ………
AREA MONITORING : ……… (Rawat Jalan/ Rawat Inap, dll)
SUMBER DATA : ……… (Check list/ Rekam Medis/ Asesmen Pasien Jatuh dll)
SAMPLE SIZE : ……… (Populasi >1000, sampel 10%;
Populasi ≥100, sampel 30%;
Populasi <100, sampel 100%)

Tabulasi Jumlah Indikator


Tabulasi Jumlah Indikator
Denumerator
Tanggal Numerator
(sesuai dengan formula)
(sesuai dengan formula)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

30
Jumlah
Kajen, ……….………….2015

Verifikator Indikator Mutu Utama/ Penanggungjawab


Indikator Mutu Unit Kepala Bagian/ Kasie/
Kepala Instalasi - Penanggung
jawab unit

(nama, ttd) (nama, ttd)


b. FORM B. LAPORAN BULANAN DARI UNIT (Manajer/ Kabag/ Kasi/ Kepala
Instalasi - Penanggung Jawab Unit Terkait) KE KOMITE MUTU

FORM B. LAPORAN BULANAN DARI UNIT KE KOMITE MUTU

Nama Unit :

Indikator Sasaran Mutu :

Area :

Numerator :
60

Denumerator :

Formula : Numerator/ Denumerator x 100%

Target : % / satuan lainnya

Hasil Indikator Mutu Unit :

Kesimpulan : TERCAPAI/ BELUM TERCAPAI

Analisa Unit : (Tercapai/ Belum Tercapai, alasan dan usulan)


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rekomendasi :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kajen, ……….………….2015

Penanggungjawab Indikator Mutu Verifikator Komite Mutu


Kepala Bagian/ Kasie/ (Ketua/ Wakil Ketua/ Sekretaris)
Kepala Instalasi/Penanggung Jawab Unit Terkait

(nama, ttd) (nama, ttd)

c. FORM C. REKAPITULASI INDIKATOR MUTU (UTAMA DAN UNIT) DARI UNIT


KE KOMITE MUTU

d. FORM D. REKAPITULASI INDIKATOR MUTU (UTAMA DAN UNIT) DI


KOMITE MUTU ( warna ungu sesuai lampiran)

H. Populasi dan Sample


Aspek sampling dalam pengukuran indikator mutu rumah sakit adalah:
1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:90).
2. Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting
61

manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan
analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel
bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau
jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
3. Menentukan jumlah sample
a. Ukuran populasi di atas 1000, maka sample = 10 %
b. Ukuran populasi ≥ 100, sampelnya paling sedikit 30%
c. Ukuran populasi <100, sampelnya harus 100%.

I. Sosialisasi Indikator Mutu ke Unit Terkait


Indikator mutu terpilih yang telah disetujui oleh direksi dan disepakati bersama
disosialisasik kepada unit terkait, agar unit tersebut dapat melakukan tindak lanjut.
Sosialisasi indikator mutu antara lain dilaksanakan di website, media informasi, majalah
dinding (mading) dan sosialisasi baik tertulis maupun lisan.

J. Uji Coba / Trial Indikator Mutu


Uji coba indikator mutu terpilih pada unit terkait dalam waktu 1 (satu) bulan atau dalam
waktu yang telah ditentukan.

K. REVISI DAN MENYEPAKATI BERSAMA


Revisi dari hasil uji coba indikator mutu terpilih dari unit terkait.

L. IMPLEMENTASI INDIKATOR MUTU


Penerapan indikator mutu pada unit terkait untuk dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.

M. VALIDASI INDIKATOR MUTU


Hasil pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait dilakukan pembuktian dengan cara
yang sesuai bahwa setiap prosedur, kegiatan atau mekanisme yang digunakan dalam prosedur
dan pengawasan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan /sesuai target (minimal sesuai
dengan standar pelayanan minimal rumah sakit SPM RS). Apakah data atau informasi yang
disajikan sudah sesuai dengan keadaan senyatanya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses validasi indikator mutu:


1. Pencapaian sasaran mutu dilaksanakan validasi dan analisa data oleh petugas yang
berkompeten dengan dukungan teknologi.
62

2. Indikator sasaran mutu dilakukan validasi data baik internal maupun eksternal.
3. Validasi data dilakukan saat:
a. Implementasi pengukuran proses baru
b. Publikasi data
c. Terjadi perubahan proses yang sudah berjalan
d. Terjadi perubahan hasil pengukuran dengan sebab yang tidak diketahui
e. Sumber dan subyek pengumpulan data berubah
4. Komite Mutu melakukan perbandingan data asli dengan hasil data yang diambil oleh
orang kedua.
5. Hasil sample data yang dilakukan oleh orang pertama dan kedua bisa terjadi kesamaan
atau perbedaan secara signifikan.
6. Hasil data yang mengalami perbedaan secara signifikan atau ada perbedaan akurasi
cukup jauh, maka bisa melakukan pengukuran data ulang dengan rumus akurasi sebagai
berikut: jumlah temuan yang berbeda dibagi total sampel yang ada dikalikan 100%.
Dengan rumus akurasi :

7. Data baik jika hasil ketidakakurasian data tidak melebihi dari 10%
8. Data hasil ketidakakurasian ≥ 10 %, maka dilakukan corrective action, kemudian
diimplementasikan kepada unit terkait. Setelah corrective action diimplementasikan,
lakukan proses pengumpulan data lagi sampai akurasi data mencapai >90%.
9. Data dari sasaran mutu baru setelah corrective action, dilakukan pengukuran frekuensi
analisa data oleh unit.
10. Penentuan frekuensi analisa data sasaran mutu corrective action sesuai dengan kebutuhan
dan urgensi dari proses pengumpulan data tersebut yang ditentukan oleh Direktur.
11. Tampilan data hasil analisa setelah corrective action dengan menggunakan data statistic
deskriptif pada tinjauan manajerial/ rapat pimpinan.
12. Komite Mutu melaporkan hasil analisa data corrective action kepada Direktur Rumah
Sakit untuk mendapatkan legalitas sesuai dengan tujuan validasi data terutama untuk
kepentingan publikasi pimpinan rumah sakit memastikan reliabilitas data.
N. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu
Pencatatan adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan indikator
mutu unit dan melaporkan data tersebut kepada Direktur berupa laporan lengkap pelaksanaan
indikator mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan. Pelaporan berisi laporan hasil
pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait.
1. Pelaporan dari unit ke komite mutu setiap 1 (satu) bulan.
2. Pelaporan dari komite ke Direktur setiap 3 (tiga) bulan.
63

3. Pelaporan dari Direktur ke Dewan Pengawas setiap 1 (satu) tahun.

O. Analisa Data Indikator Mutu


Analisa data secara diskriptif (meliputi tampilan dan kesesuaian hasil sesuai target).
Instrumen atau data yang diorganisir, diklasifikasi sampai pengambilan keputusan yang
digunakan dalam setiap langkah untuk mengukur hasil akhir.

P. Rapat Pimpinan Indikator Mutu Baik Insidentil, Bulanan atau Tri Bulanan
Rapat Tinjauan Manajemen/rapat pimpinan baik insidentil maupun rutin adalah kegiatan
koordinasi yang dilakukan oleh pimpinan unit yang berkaitan dengan indikator mutu pada
unit tersebut dan kegiatan komite mutu bersama dengan direksi dalam membahas,
mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut mengenai indikator mutu, dilaksanakan setiap 1
(satu) bulan dan 3 (tiga) bulan.

Q. Benchmarking Internal / Eksternal


Bencmarking = uji standar mutu= menguji atau mambandingkan standar mutu yang telah
ditetapkan terhadap standar mutu pihak lain. Dengan melakukan atau melalui bencmarking,
rumah sakit dapat mengetahui seberapa jauh mereka dibandingkan dengan yang terbaik dari
sejenisnya.
Benchmarking adalah proses yang sistematis dan berdasarkan data untuk peningkatan
berkesinambungan yang melibatkan perbandingan dengan pihak internal dan atau eksternal
untuk mengidentifikasi, mencapai, dan mempertahankan best practice dengan cara
membandingkan hasil data:
1. Di dalam RS/trend
2. Dengan RS lain
3. Dengan standar
4. Dengan Best practice

Ada 2 (dua) jenis benchmarking yaitu benchmarking internal dan eksternal.


1) Internal benchmarking adalah membandingkan proses yang sama pada area yang
berbeda dalam satu organisasi, dalam periode tertentu.
Syarat dilakukannya internal benchmarking pada unit kerja di RSUD Kajen Kabupaten
Pekalongan adalah:
a. Indikator sasaran mutunya sama
b. Unitnya setipe pada RSUD Kajen
64

c. Jenis layanan setipe


d. Periode frekuensi pengukuran data sama
2) Eksternal Benchmarking adalah membandingkan performa, target atau proses dengan
antara satu atau lebih organisasi. Penentuan Partner Benchmarking:
a. Jenis rumah sakit sesuai tipe minimal Rumah Sakit
b. Tipe organisasi rumah sakit sama
c. Hubungan kompetitif
d. Jenis pasien yang dilayani
e. Ukuran organisasi
f. Lokasi geografis
Jika benchmarking hasil gap analisis positif ataupun negatif dan perbedaannya
sangat bermakna, yaitu gap melebihi 10% maka dilakukan Root Cause Analysis (RCA)
untuk menetapkan prioritas mana yang akan dilakukan perbaikan dengan tetap
memperhatikan siklus PDCA.
Jika hasil lebih jelek dari standar, dilakukan langkah sesuai siklus PDCA yaitu:
Plan : plan lagi sesuatu yang baru, redesign lagi sesuatu yang baru
Do : lakukan trial selama 3 (tiga) bulan
Check : cek/diukur penggunaannya selama 3 (tiga) bulan
Selama proses kerja baru wajib membuat sasaran mutu atas proses kerja baru
tersebut, untuk menentukan bagus atau tidak.
Action : action apabila ada yang perlu dibenahi kembali SPO sasaran mutu tersebut

R. Publikasi Data Indikator Mutu antara lain Website, Media Informasi, Mading dan
Sosialisasi Baik Tertulis Maupun Lisan
Hasil pencapaian indikator mutu dilakukan sosialisasi kepada unit terkait. Agar unit
terkait data melakukan tindak lanjut atas angka capaian indikator mutu yang telah didapat.

S. Pemantauan (Monitoring dan Evaluasi) dan Tindak Lanjut Indikator Mutu


Monitoring indikator mutu adalah proses analisis, penilaian dan pengumpulan informasi
secara sistematis serta kontinyu terhadap indikator mutu sehingga dapat mengidentifikasi
persoalan, dapat mengetahui yang dikerjakan telah berhasil atau belum (Lienert, 2002) dan
dijadikan koreksi untuk penyempurnaan indikator mutu selanjutnya. Hasil pengukuran lebih
tinggi/lebih rendah dari target _ diterima _dikomunikasikan _ upaya perbaikan (Pancheon,
2008).
65

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja
program/proyek untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja
program/proyek. Dalam program menjaga mutu, pelaksanaan kegiatan ini tercakup dalam
suatu siklus kegiatan tertentu yang dikenal dengan nama siklus PDSA ( Plan, Do, Study,
Action).
PDSA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyusunan rencana kerja,
pelaksanaan rencana kerja, pemeriksaan pelaksanaan rencana kerja, serta perbaikan yang
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Proses pelaksanaan monitoring dan evaluasi
dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien menggunakan 5 (lima) siklus yaitu:
1. Design
Tahap dalam siklus layanan dan sebuah elemen yang penting didalam suatu perubahan
dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien, peran design dalam proses
perubahan dapat dijelaskan sebagai perancangan dari fungsi proses peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.
2. Meassure
Untuk menilai dari suatu design yang telah dibuat dilakukan proses meassure yaitu
pengukuran terhadap proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dapat
menentukan kinerja sekarang dan sebelum mengalami perubahan dalam pelaksanaan
penilaian tersebut menggunakan internal database.
3. Assess
Data dari unit yang telah dimasukkan dalam internal database kemudian dilakukan
analisa terhadap data tersebut dengan menyesuaikan dengan SOP dan informasi yang
ditampilkan, untuk dilakukan validasi dari data yang diinput apakah sudah sesuai dengan
SPO yang ada. Sehingga dapat dilakukan perbandingan pada informasi yang muncul dan
dapat diambil keputusan untuk perbaikan pada prioritas.

4. Improvement
Dari data yang telah dikumpulkan dilakukan perbaikan inovasi yang dapat memunculkan
trobosan baru dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien sehingga dapat
diputuskan proses perbaikan selanjutnya.
5. Redesign
Perbaikan dari keseluruhan proses yang ada dalam siklus monitoring dan evaluasi harus
bersifat mencakup pada semua aspek yang berkaitan dengan proses PMKP. Proses ini
66

terus berputar sehingga dapat memonitoring dan mengevaluasi suatu progam yang
berjalan sesuai dengan pedoman yang ada.

T. Pelaporan ke Direktur
Pelaporan hasil pelaksanaan indikator mutu di unit terkait yang telah direkapitulasi oleh
kepala ruang kepada komite mutu dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan sekali. Dari laporan tiap
unit, hasil pelaksanaan indikator mutu dilakukan validasi oleh komite mutu untuk kemudian
dilaporkan kepada Direktur setiap 3 (tiga) bulan sekali. Setiap tahun dilakukan pelaporan
hasil akhir pencapaian peningkatan mutu rumah sakit kepada pemilik RS.

SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN DI RUMAH SAKIT

Unit IGD Unit Rawat Jalan Unit Rawat Inap

Kepala Bagian/ Kepala Instalasi /


Penanggung jawab unit terkait

KOMITE PENINGKATAN MUTU

DIREKTUR

PEMILIK RS

Manajemen Tata Kelola Mutu


Adalah kombinasi proses dan struktur yang diterapkan oleh Komite Mutu untuk
menginformasikan, mengarahkan, mengelola, dan memantau kegiatan PMKP dalam rangka
pencapaian tujuan. Terdiri atas kebijakan/panduan/pedoman/SPO tentang mutu, berupa
sosialisasi, implementasi, monitoring dan evaluasi.
1. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu.
67

Tanggung jawab pengelola dan akuntabilitasnya digambarkan di dalam peraturan internal


(bylaws), kebijakan, prosedur atau dokumen serupa yang menjadi pedoman bagaimana
tanggung jawab dan akuntabilitas dilaksanakan.
a. Maksud dan Tujuan Tata Kelola Pengelolaan mutu
Pada sebuah unit organisasi rumah sakit, pemilik (yang bisa satu orang atau
lebih), atau sebuah kelompok dari individu-individu yang dikenal (misalnya board dari
governing body) dapat dipercaya untuk mengawasi cara bekerja organisasi rumah sakit
dan bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi
masyarakatnya atau bagi penduduk yang membutuhkan pelayanan.
Tanggung jawab dan akuntabilitas dalam unit organisasi tersebut diuraikan dalam
sebuah dokumen yang menjelaskan bagaimana hal-hal tersebut akan dilaksanakan. Juga
diuraikan bagaimana unit yang memerintah/berkuasa dan kinerja para manajer
organisasi rumah sakit dievaluasi berdasarkan kriteria spesifik yang berlaku di
organisasi ini.
Tata kelola rumah sakit dan struktur manajemen tercantum atau tergambar dalam
sebuah bagan rumah sakit atau dokumen lain yang menunjukkan adanya garis
kewenangan dan akuntabilitasnya. Dalam bagan rumah sakit ditetapkan nama orang
atau jabatannya.

b. Elemen Penilaian Tata Kelola Pengelolaan Mutu.


1) Struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) diuraikan tertulis dalam dokumen dan
mereka yang bertanggung jawab untuk memimpin dan mengelola di identifikasi
dengan jabatan atau nama.
2) Tata kelola, tanggung jawab dan akuntabilitasnya dimuat dalam dokumen.
3) Dokumen menjelaskan bagaimana kinerja yang memimpin dan para manajer
dievaluasi dengan kriteria tertentu.
4) Ada dokumentasi penilaian kinerja dari unit pimpinan setiap tahun.

c. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu


Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyampaikan kepada masyarakat
secara terbuka misi organisasi yang disetujuinya.
d. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui kebijakan dan rencana
untuk menjalankan organisasi.
68

e. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu


Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui anggaran belanja dan
alokasi sumber daya lain yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi.
f. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan para manajer senior
atau direktur.
g. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab untuk mempimpin, menyetujui program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan secara teratur menerima serta
menindaklanjuti laporan tentang program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

2. Pelaksanaan Rencana Kegiatan Anggaran Komite Mutu


Adalah pelaksanaan anggaran kegiatan komite mutu pada tahun 2015 yang telah
diusulkan oleh Komite Mutu dan disetujui oleh Direktur untuk direalisasikan pada tahun
2015.

3. Panduan Praktiek Klinis (PPK) dan Clinical Pathway


Panduan Praktek Klinik (PPK)
PNPK dibuat berdasarkan pada evidence mutakhir, sehingga bersifat ”ideal” dan tidak
selalu dapat diterapkan dalam praktik di semua tingkat pelayanan. Sesuai dengan asas umum
bahwa tidak ada panduan pelayanan yang dapat dilakukan untuk semua tingkat fasilitas,
maka PNPK harus diterjemahkan sesuai dengan kondisi dan fasilitas setempat menjadi
Panduan Praktik Klinis (PPK). Clinical pathway (CP, alur klinis) memiliki banyak sinonim,
yakni care pathway, care map, integrated care pathways, multidisciplinary pathways of
care, pathways of care, collaborative care pathways.
CP dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis
tertentu. CP memberikan rencana tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan yang
dianggap sesuai. Pelayanan dalam CP bersifat multidisiplin sehingga semua pihak yang
terlibat dalam pelayanan (dokter/dokter gigi, perawat, fisioterapist, dll) dapat menggunakan
format yang sama. Kelebihan format ini adalah perkembangan pasien dapat dimonitor setiap
hari, baik intervensi maupun outcome-nya, terdiri atas kegiatan koordinasi dan monitoring
hasil kegiatan PPK dan clinichal pathway bersama Komite Medik, Bidang Pelayanan
Medik/Direktur atau tim yang ditunjuk.
1) Tujuan PPK mencakup:
a. Meningatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu
b. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya
69

c. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal


d. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil
e. Memberikan tata laksana dengan biaya yang memadai
2) Penyusunan PPK
Untuk kebanyakan penyakit atau kondisi kesehatan yang tidak memenuhi syarat untuk
dibuat PNPK, atau yang PNPK-nya belum ada, maka para staf medis di rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat PPK dengan memperhatikan sumber daya
yang tersedia dan dengan :
a. Mengacu pada pustaka mutakhir, termasuk PNPK dari negara lain
b. Kesepakatan para staf medis
Di rumah sakit umum PPK harus dibuat untuk penyakit-penyakit terbanyak untuk
setiap departemen, sedangkan untuk rumah sakit tipe A dan tipe B yang memiliki
pelayanan subdisiplin harus dibuat PPK untuk penyakit-penyakit terbanyak sesuai dengan
subdisiplin masing-masing. Pembuatan PPK dikoordinasi oleh Komite Medis setempat
dan berlaku setelah disahkan oleh Direktur.
3) Perangkat Untuk Pelaksanaan PPK
Dalam PPK mungkin terdapat hal-hal yang memerlukan rincian langkah demi langkah.
Untuk ini, sesuai dengan karakteristik permasalahan serta kebutuhan, dapat dibuat
clinical pathway (alur klinis), algoritme, protokol, prosedur, maupun standing order.
Contoh:
a. Dalam PPK disebutkan bahwa tata laksana stroke non-hemoragik harus dilakukan
secara multidisiplin dan dengan pemeriksaan serta intervensi dengan urutan tertentu.
Karakteristik penyakit stroke non-hemoragik sesuai untuk dibuat alur klinis
(clinical pathway); sehingga perlu dibuat CP untuk stroke nonhemoragik.
b. Dalam PPK disebutkan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik perlu dilakukan
hemodialisis. Uraian rinci tentang hemodialisis dimuat dalam protokol hemodialisis
pada dokumen terpisah.
c. Dalam PPK disebutkan bahwa pada anak dengan kejang demam kompleks perlu
dilakukan pungsi lumbal. Uraian pelaksanaan pungsi lumbal tidak dimuat dalam
PPK melainkan dalam prosedur pungsi lumbal dalam dokumen terpisah.
d. Dalam tata laksana kejang demam diperlukan pemberian diazepam rektal dengan
dosis tertentu yang harus diberikan oleh perawat bila dokter tidak ada; ini diatur
dalam “standing order”.
4) Penerapan PPK
Panduan Praktik Klinis (termasuk ”turunan-turunannya” yaitu clinical pathway,
algoritme, protokol, prosedur, standing orders) merupakan panduan yang harus
70

diterapkan sesuai dengan keadaan pasien. Oleh karenanya dikatakan bahwa semua PPK
bersifat rekomendasi atau advis. Apa yang tertulis dalam PPK tidak harus diterapkan
pada semua pasien tanpa kecuali.
Berikut alasan mengapa PPK harus diterapkan dengan memperhatikan kondisi pasien
secara individual.
a. PPK dibuat untuk ’average patients’.
b. PPK dibuat untuk penyakit atau kondisi kesehatan tunggal.
c. Respon pasien terhadap prosedur diagnostik dan terapeutik sangat bervariasi.
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak.
e. Praktik kedokteran modern mengharuskan kita mengakomodasi apa yang
dikehendaki oleh keluarga dan pasien.
Orang yang paling berwenang menilai secara komprehensif keadaan pasien adalah
dokter yang bertugas merawat. Dialah yang akhirnya menentukan untuk memberikan
atau tidak memberikan obat atau prosedur sesuai dengan PPK. Dalam hal ia tidak
melaksanakan apa yang ada dalam PPK, maka ia harus menuliskan alasannya dengan
jelas dalam rekam medis, dan ia harus siap untuk mempertanggungjawabkannya. Bila ini
tidak dilakukan maka dokter tersebut dianggap lalai melakukan kewajibannya kepada
pasien.
5) Revisi PPK
PPK merupakan panduan terkini untuk tata laksana pasien, karenanya harus selalu
mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untuk itu PPK secara periodik perlu
dilakukan revisi, biasanya setiap 2 (dua) tahun. Idealnya meskipun tidak ada perbaikan
dalam sebagian besar PPK yang ada, peninjauan tetap harus dilakukan setiap 2 (dua)
tahun.
Masukan untuk revisi diperoleh dari PNPK yang baru (bila ada), pustaka
mutakhir, serta pemantauan rutin apakah PPK selama ini dapat dan sudah dikerjakan
dengan baik. Proses formal audit klinis dapat merupakan sumber yang berharga untuk
revisi PPK, namun bila audit klinis belum dilaksanakan, pemantauan rutin merupakan
sumber yang penting pula. Untuk menghemat anggaran, di rumah-rumah sakit yang
sudah mempunyai ‘intranet’, PPK dan panduan lain dapat di-upload yang dapat diakses
setiap saat oleh para dokter dan profesional lainnya, dan bila perlu dicetak.
U. Clinical Pathway (CP)
Clinical pathway (CP, alur klinis) memiliki banyak sinonim, yakni care pathway,
care map,integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of
care, collaborative care pathways. CP dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus
dilakukan pada kondisi klinis tertentu. CP memberikan rencana tata laksana hari demi
71

hari dengan standar pelayanan yang dianggap sesuai. Pelayanan dalam CP bersifat
multidisiplin sehingga semua pihak yang terlibat dalam pelayanan (dokter/dokter gigi,
perawat, fisioterapist, dll) dapat menggunakan format yang sama.
Kelebihan format ini adalah perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari,
baik intervensi maupun outcome-nya. Oleh karenanya CP paling layak dibuat untuk
penyakit atau kondisi klinis yang bersifat multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat
diprediksi (pada setidaknya 70% kasus). Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal
yang menyimpang, ini harus dicatat sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut.
Perjalanan klinis dan outcome penyakit yang dibuat dalam CP dapat tidak sesuai
dengan harapan karena:
a. Memang sifat penyakit pada individu tertentu,
b. Terapi tidak diberikan sesuai dengan ketentuan,
c. Pasien tidak mentoleransi obat, atau
d. Terdapat ko-morbiditas.
Apa pun yang terjadi harus dilakukan evaluasi dan dokter memberikan intervensi
sesuai dengan keadaan pasien. Pada umumnya di suatu rumah sakit umum hanya 30
persen pasien yang dirawat dengan menggunakan CP. Selebihnya pasien dirawat dengan
prosedur biasa (usual care). CP hanya efektif dan efisien apabila dilaksanakan untuk
penyakit atau kondisi kesehatan yang perjalanannya predictable, khususnya bila
memerlukan perawatan multidisiplin.
Ide pembuatan CP adalah membuat standardisasi pemeriksaan dan perawatan
pasien yang memililiki pola tertentu. Bila perjalanan klinis suatu penyakit sangat
bervariasi, tentu sulit untuk membuat ‘standar’ pemeriksaan dan tindakan yang
diperlukan hari demi hari. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk membuat
CP bagi penyakit apa pun, namun dengan catatan:
a. Ditetapkan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas,
b. Bila pasien sudah dirawat dengan cp namun ternyata mengalami komplikasi atau
terdapat ko-morbiditas tertentu, maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari cp dan
dirawat dengan perawatan biasa.
Format CP Untuk Pemberi Jasa Dan Pasien
CP adalah dokumen tertulis. Terdapat pelbagai jenis format CP yang tergantung pada jenis
penyakit atau masalah serta kesepakatan para profesional. Namun pada umumnya format CP
berupa tabel yang kolomnya merupakan waktu (hari, jam), sedangkan barisnya merupakan
obervasi / pemeriksaan / tindakan / intervensi yang diperlukan.
Format CP dapat amat rumit dan rinci (misalnya pemberian obat setiap 6 jam dengan dosis
tertentu; bila ini melibatkan banyak obat maka menjadi amat rumit). Ruang yang tersedia untuk
72

mencatat hal-hal yang diperlukan juga dapat amat terbatas, lebih-lebih format yang sama diisi
oleh semua profesi yang terlbat dalam perawatan, karena sifat multidisiplin CP.
CP yang baik juga seyogianya dilengkapi dengan format untuk pasien dan keluarga,
sehingga pihak pasien dan keluarga dapat melakukan kontrol terhadap apa yang seharusnya
diperoleh dan apa yang tidak. Versi untuk pasien ini mencakup:
a. Penyakit atau keadaan yang dihadapi.
b. Dokter dan petugas lain yang terlibat dalam pelayanan.
c. Perawatan yang seharusnya diperoleh dan kapan harus diperoleh.
d. Rencana lama perawatan.
e. Rencana pemulangan pasien (kriteria, apa yang harus dilakukan di rumah).

Algoritme
Algoritme merupakan format tertulis berupa flowchart dari pohon pengambilan
keputusan. Dengan format ini dapat dilihat secara cepat apa yang harus dilakukan pada situasi
tertentu. Algoritme merupakan panduan yang efektif dalam beberapa keadaan klinis tertentu
misalnya di ruang gawat darurat atau instalasi gawat darurat. Bila staf dihadapkan pada situasi
yang darurat, dengan menggunakan algoritme ia dapat melakukan tindakan yang cepat untuk
memberikan pertolongan.

Protokol
Protokol merupakan panduan tata laksana untuk kondisi atau situasi tertentu. Misalnya
dalam PPK disebutkan bila pasien mengalami atau terancam mengalami gagal napas dengan
kriteria tertentu perlu dilakukan pemasangan ventilasi mekanik. Untuk ini diperlukan panduan
berupa protokol, bagaimana melakukan pemasangan ventilasi mekanik, dari pemasangan
endotracheal tube, mengatur konsetrasi oksigen, kecepatan pernapasan, bagaimana pemantauan,
apa yang harus diperhatikan, pemeriksaan berkala apa yang harus dilakukan, dan seterusnya.
Dalam protokol harus termasuk siapa yang dapat melaksanakan, komplikasi yang mungkin
timbul dan cara pencegahan atau mengatasinya, kapan suatu intervensi harus dihentikan, dan
seterusnya.
Prosedur
Prosedur merupakan uraian langkah-demi-langkah untuk melaksanakan tugas teknis
tertentu. Prosedur dapat dilakukan oleh perawat (misalnya cara memotong dan mengikat
talipusat bayi baru lahir, merawat luka, suctioning, pemasangan pipa nasogastrik), atau oleh
dokter (misalnya pungsi lumbal atau biopsi sumsum tulang).

Standing orders
73

Standing orders adalah suatu set instruksi dokter kepada perawat atau profesional
kesehatan lain untuk melaksanakan tugas pada saat dokter tidak ada di tempat. Standing orders
dapat diberikan oleh dokter pada pasien tertentu, atau secara umum dengan persetujuan komite
medis. Contoh: perawatan pascabedah tertentu, pemberian antipiretik untuk demam, pemberian
anti kejang per rektal untuk pasien kejang, defibrilasi untuk aritmia tertentu.

BAB III
MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring dan Evaluasi Penerapan/ Hasil Kegiatan 7 (Tujuh) Langkah Menuju


Keselamatan Pasien Rumah Sakit terdiri atas :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan asesmen budaya keselamatan pasien.
74

2. Pimpin dan dukung staf anda


Adalah cara melaksanakan kegiatan implementasi clinical risk dengan langkah :
a. Pernyataan/ deklarasi tentang gerakan moral ”patient safety”
b. Ronde/visite pasien keselamatan pasien terdiri dari :
1) Direktur
2) Satu/dua orang perawat
3) Tim KPRS
4) Fokus pada masalah keselamatan pasien
c. Tetapkan pimpinan operasional untuk patient safety (komite keselamatan pasien).
d. Tunjuk para penggerak patient safety ditiap unit pelayanan berupa champion link
safety.
e. Lakukan brifing (sebelum melakukan pekerjaan) dan debrifing (setelah melakukan
pekerjaan) tim.
f. Ciptakan suasana kerja yang kondusif
Suatu lingkungan dengan keharusan untuk melaporkan insiden keselamatan pasien
tanpa takut dihukum menghilangkan budaya blaming culture.
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan cara membuat assesment tool dengan
langkah :
a. Risk matrix gading
Adalah suatu metode analisis kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu
insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.
1) Dampak (Consequence)
Penilaian dampak/akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang
dialami pasien mulai dari tidak ada cidera sampai meninggal.
2) Probabilitas/ Frekuensi/ Likelihood
Penilaian Probabilitas/Frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi.

3) Band Resiko
Band Risiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu
Biru, Hijau, Kuning dan Merah “Bands“ akan menentukan investigasi yang akan
dilakukan.
b. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar Langkah-langkah RCA :
1) Identifikasi insiden
2) Pembentukan tim
75

3) Pengumpulan data
4) Pemetaan data
5) Identifikasi masalah
6) Analisis informasi
7) Rekomendasi dan solusi
c. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2) Membuat diagram proses.
3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan
dampaknya.
4) Memprioritaskan modus kegagalan.
5) Identifikasi akar masalah.
6) Redesain proses.
7) Analisis dan uji prose baru.
8) Implementasi dan monitor perbaikan proses.
d. Kembangkan sistem pelaporan
Cara melaksanakan dengan :
1) Pelaporan insiden rumah sakit (internal) : KPC, KTC, KTD, Sentinel dan KNC.
Maksimal 2x24 jam ke Komite KPRS pada kejadian insiden baik pasien
pengunjung, keluarga maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit dengan
pelaporan insiden internal secara tertulis.
2) Pelaporan insiden eksternal rumah sakit
e. Libatkan dan komunikasi dengan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan mengembangkan cara-cara komunikasi
yang terbuka dengan pasien misal:
1) Melibatkan pasien dan masyarakat dalam mengembangkan pelayanan yang lebih
aman, dengan cara informasi hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit.
2) Melibatkan pasien dalam proses perawatan dan pengobatan dirinya sendiri.
a) Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pasien sangat ingin dilibatkan
sebagai mitra dalam proses pengobatan dirinya sendiri (brosur)
b) Kemitraan ini berarti petugas kesehatan perlu melibatkan pasien dalam :
⇒ Menentukan diagnosa yang tepat.
⇒ Memutuskan pengobatan yang benar.
⇒ Mendiskusikan risiko.
76

⇒ Memastikan obat diberikan dengan benar dan monitor, dengan 5 tip utama
yaitu :
– Berbagilah pertanyaan atau kepedulian tentang obatobatan yang anda
peroleh dan tanyakan tentang pilihan lain.
– Ceritakan kepada profesi kesehatan tentang obat-obatan yang sedang
anda gunakan.
– Ceritakan apabila anda menganggap obat-obatan tersebut tidak efektif
atau menimbulkan efek samping.
– Tanyakan apabila anda tidak yakin bagaimana cara menggunakan
obat tersebut atau untuk berapa lama.
– Tanyakan apabila anda memerlukan bantuan untuk memperoleh obat
tersebuit secara reguler.
3) Bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, doronglah untuk saling terbuka,
komunikasi dua arah antara profesional kesehatan dan pasien.
a) Keterbukaan pada saat terjadi insiden merupakan unsur fundamental dalam
kemitraan antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
b) Bila terjadi insiden, pasien atau keluarga sangat ingin mendapatkan informasi
tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
c) Mereka juga mengharapkan seseorang menyampaikan ”maaf”.
4) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan pembuatan akar masalah atau
RCA dari kejadian insiden dengan matrix grading kuning dan merah yang telah
dilaporkan ke komite KPRS.
5) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan menggunakan redesain sistem
dengan FMEA dengan cara proaktif sebelum insiden terjadi di rumah sakit.

B. Monitoring dan Evaluasi Penerapan/Hasil Kegiatan Pelaksanaan 6 (Enam) Sasaran


Keselamatan Pasien.
Meliputi sasaran terdiri atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan komite
keselamatan pasien terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan dan monitoring evaluasi
dan tindak lanjut tentang:
Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
77

1. Cara mengidentifikasi pasien di bagian klinis


Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi pasien di bagian klinis (Keperawatan,
Penunjang Medis, Unit Khusus, Gizi) adalah sebagai berikut :
a. Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan langsung kepada pasien ;
nama lengkap (sesuai KTP / paspor / SIM) dan tanggal lahir. Bila perlu dapat
digunakan identitas tambahan berupa :
1) Alamat tempat tinggal pasien.
2) Nama orangtua gadis ibu kandung
3) No.telepon rumah / HP
4) Agama.
5) Pekerjaan.
b. Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan identitas pasien
kepada keluarga dan atau petugas yang mengantar pasien.
c. Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang mengantar dengan identitas
yang tertera pada gelang yang dipakai pasien (nama lengkap, tanggal lahir)/ dengan
struk pendaftaran pasien (poli Rawat Jalan & Farmasi Rawat Jalan)/ label identitas
pada list pasien (IGD, HD)/ label identitas pada bon permintaan pemeriksaan
penunjang (bagian Penunjang Medik & Laboratorium).
d. Mencocokkan identitas pada gelang/ struk pendaftaran pasien (nama lengkap, tanggal
lahir, no.rekam medis) dengan label identitas pada rekam medis pasien (atau pada bon
permintaan pemeriksaan penunjang/ struk menu makanan/buku ekspedisi pasien/
buku register bayi/ resep obat, dll.)
2. Cara mengidentifikasi pasien di bagian non klinis
Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi pasien di bagian non-klinis
(Registrasi, Tempat Pendaftaran Pasien, Administrasi) adalah sebagai berikut :
a. Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan langsung kepada pasien;
nama lengkap (sesuai KTP / paspor / SIM) dan tanggal lahir. Bila perlu dapat
digunakan identitas tambahan berupa :
1) Alamat tempat tinggal pasien.
2) Nama gadis ibu kandung
3) No.telepon rumah / HP
4) Agama.
5) Pekerjaan
b. Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan identitas pasien
kepada keluarga dan/ atau petugas yang mengantar pasien.
78

c. Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang mengantar dengan identitas


yang tertera pada:
1) KTP / SIM / Paspor (Registrasi dan Tempat Pendaftaran Pasien).
2) Form pelayanan administrasi (Administrasi).
d. Khusus bagian Administrasi: Mencocokkan label identitas pada form pelayanan
administrasi (nama lengkap, tanggal lahir, no.rekam medis) dengan label identitas
pada lembar rincian biaya perawatan.
3. Cara mengidentifikasi bayi baru
Identifikasi bayi baru lahir dilakukan secara:
a. Verbal, dengan menanyakan nama lengkap ibu (bayi) dan tanggal lahir bayi.
b. Visual, dengan mencocokkan identitas yang tertera pada gelang identitas ibu dan
bayi:
1) Nama lengkap ibu (apabila kemudian nama bayi sudah diketahui, maka identitas
pada gelang diganti dengan nama lengkap bayi).
2) Jam dan Tanggal lahir bayi.
3) Nomor rekam medis bayi.
4) Jenis kelamin bayi (ditulis L/P dan dibedakan dengan warna gelang biru
muda/pink).
4. Cara mengidentifikasi bayi baru lahir kembar (gemeli)
Identifikasi bayi baru lahir kembar dilakukan secara:
a. Verbal, dengan menanyakan nama lengkap ibu (bayi) & tanggal lahir bayi.
b. Visual, dengan mencocokkan identitas yang tertera pada gelang identitas ibu dan
bayi:
1) Nama lengkap ibu diikuti angka 1, 2, 3, dst. sesuai dengan urutan kelahiran bayi
(misal By. Ny. Mawar Harum 1, By. Ny. Mawar Harum 2, dst). Apabila
kemudian nama setiap bayi sudah diketahui, maka nama lengkap ibu diganti
dengan nama lengkap masing-masing bayi.
2) Jam dan Tanggal lahir bayi.
3) Nomor rekam medis masing-masing bayi.
4) Jenis kelamin bayi sesuai dengan warna gelang, biru untuk bayi laki-laki pink
untuk bayi perempuan.
5. Cara mengidentifikasi kondisi khusus mengidentifikasi kondisi khusus di IGD.
a. Pasien koma tanpa identitas: Inisial Laki-laki : Tn. X, tanggal masuk RS Inisial
Perempuan : Ny.Y, tanggal masuk RS
79

b. Pasien tidak diketahui identitasnya dan masuk ke IGD secara serentak (bersamaan),
digunakan inisial laki-laki (X) / perempuan (Y), diikuti numeral sesuai dengan urutan
pasien masuk dan tanggal masuk rumah sakit.
* Misalnya : Tn. X1, 25-08-13
Tn. X2, 25-08-13, dst.
Apabila kemudian identitas pasien telah diketahui/pasien sadar sepenuhnya, maka proses
identifikasi selanjutnya dilakukan sesuai dengan identitas asli.
6. Tata laksana pada kontrak indikasi pemasangan gelang
a. Pasien yang menolak pemasangan gelang
Lakukan edukasi ulang oleh PenanggungJawab/ Kepala Ruang/ Ketua Tim/Ketua
Shift, apabila pasien tetap menolak, pasien atau keluarga mengisi surat penolakan
(format formulir penolakan tindakan).
b. Pasien alergi dengan bahan gelang
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis no 14 A) pasien sebagai
bukti.
2) Label identitas dapat ditempelkan di baju pasien (pada dada sebelah kanan)
melalui prosedur yang sama dengan prosedur pemasangan gelang identitas.
c. Kasus-kasus dengan penyulit, misalnya: luka bakar luas, fraktur multipel, dsb.
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A) pasien sebagai
Bukti.
2) Label identitas dapat ditempelkan di papan nama tempat tidur pasien
d. Pasien bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A) pasien sebagai
Bukti.
2) Label identitas pasien dapat ditempelkan di dinding incubator, melalui prosedur
yang sama dengan prosedur pemasangan gelang identitas.
e. Pasien bayi dengan cacat kongenital tidak ada anggota ekstremitas tangan dan kaki
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A) pasien sebagai
bukti.
2) Label identitas pasien dapat ditempelkan di tempat tidur bayi, melalui prosedur
yang sama dengan prosedur pemasangan gelang identitas.

f. Cara pemasangan gelang identitas


Perawat mengecek identitas pasien yang tercantum di label dengan rekam medis
pasien.
80

1) Beri salam dan perkenalkan diri sesuai standar layanan keperawatan.


2) Perawat memastikan ketepatan identitas pasien dengan cara :
a) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi, tanyakan langsung kepada
pasien: nama lengkap, tanggal lahir. Bila perlu dapat digunakan identitas
tambahan berupa :
– Alamat tempat tinggal pasien.
– Nama gadis ibu kandung
– No.telepon rumah / HP
– Agama.
– Pekerjaan.
b) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi, tanyakan identitas
pasien kepada keluarga dan atau petugas yang mengantar pasien.
c) Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/petugas yang mengantar dengan
identitas yang tertera pada label gelang yang akan dipakai (nama lengkap,
tanggal lahir).
d) Pasien/ keluarga dipersilahkan membaca ketepatan identitas pada gelang
yang akan dipasang.
3) Perawat melakukan edukasi pemasangan gelang identitas mengenai :
a) Tujuan pemasangan gelang.
b) Resiko kesalahan identitas yang mungkin terjadi.
c) Partisipasi pasien dan atau keluarga untuk turut memastikan ketepatan
identitasnya.
d) Macam-macam warna gelang.
e) Lokasi pemasangan gelang.
f) Cara perawatan gelang.
g) Meminta pasien dan atau keluarga untuk aktif bertanya dan mencocokkan
pemeriksaan, tindakan medis atau obat-obatan sebelum diberikan.
h) Mendorong pasien dan atau keluarga untuk berperan aktif dalam keseluruhan
proses identifikasi dan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan ketepatan
jenis layanan yang mereka terima.

4) Perawat memasang gelang identitas kepada pasien :


Lokasi pemasangan gelang :
81

a) Gelang identitas dewasa dan anak dipasang di pergelangan tangan kanan,


apabila tidak memungkinkan dapat dipindahkan ke tangan kiri/kaki kanan/
kaki kiri.
b) Gelang identitas bayi baru lahir dipasang di 2 (dua) lokasi, yaitu: tangan
kanan dan kaki kiri, apabila tidak memungkinkan dapat dipindahkan ke
anggota ekstremitas yang ada.
− Pasang sesuai ukuran pergelangan tangan pasien jangan terlalu ketat atau
terlalu longgar.
− Pastikan gelang terkunci.
5) Beri salam penutup sesuai standar layanan keperawatan.
6) Dokumentasikan prosedur pemakaian gelang pada catatan keperawatan.

g. Cara pelepasan gelang identitas


1) Siapkan alat (gunting plester dan bengkok).
2) Beri salam dan perkenalkan diri sesuai standar layanan keperawatan.
3) Petugas memastikan ketepatan identitas pasien dengan cara :
a) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi, dilakukan dengan
menanyakan langsung kepada pasien : nama lengkap, tanggal lahir.
Bila perlu dapat digunakan identitas tambahan berupa :
– Alamat tempat tinggal pasien.
– Nama gadis ibu kandung
– No. Telepon rumah / HP.
– Agama.
– Pekerjaan.
b) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi dilakukan dengan
menanyakan identitas pasien kepada keluarga dan atau petugas yang
mengantar pasien.
c) Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang mengantar dengan
label identitas yang tertera pada gelang yang dipakai (nama lengkap, tanggal
lahir).
d) Mencocokkan identitas pada gelang dengan label identitas pada rekam medis
pasien (nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medis).

4) Perawat/ Bidan memastikan pasien dan atau keluarga sudah menyelesaikan


administrasi sebelum pasien meninggalkan ruang keperawatan (untuk pasien yang
akan pulang, meninggal dunia atau pindah Rumah Sakit lain).
82

5) Perawat/ Bidan melepas gelang dengan cara menggunting dengan hati-hati


agar tidak melukai pasien, setelah identitas pasien sudah tepat
6) Apabila selama perawatan gelang identitas dilepas, pemasangan ulang segera
dilakukan sesuai prosedur pemasangan gelang.
7) Beri salam penutup sesuai standar layanan keperawatan.
8) Dokumentasikan prosedur pelepasan gelang pada catatan keperawatan.

Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif


1. APA ITU SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation)
a. SBAR adalah alat komunikasi yang dibuat berdasarkan hasil riset JCAHO bahwa perlu
perbaikan komunikasi di antara dokter dan perawat.
b. SBAR adalah suatu mekanisme berupa acronym yang merupakan kerangka komunikasi
terutama tentang hal-hal yang kritis yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Ini
memungkinkan anda menjelaskan informasi di antara anggota tim kesehatan dan juga
dapat mengembangkan kerja sama tim dan memperbaiki budaya keselamatan pasien.
c. SBAR ini terdiri atas 4 (empat) seksi pertanyaan yang kalau berlangsung untuk
memungkinkan staf sharing informasi singkat padat dan terfokus. Metode SBAR ini
membentuk staf berkomunikasi secara efektif dan asertif, menghindari pengulangan-
pengulangan. Alat komunikasi ini membuat staf mampu menyiapkan dan mengantisipasi
informasi yang diperlukan teman sejawat dan mendorong pengembangan keterampilan
assesmen (penilaian), staf mampu memformulasi informasi dengan detail yang benar.

2. BAGAIMANA MENGGUNAKAN SBAR?


a. Situation (situasi)
1) Sebutkan identitas Anda
2) Sebutkan identitas pasien (nama, umur dan bangsal/ruangan rawat)
3) Apa yang terjadi pada diri pasien saat ini?
4) Keluhan apa yang diungkapkan pasien kepada perawat atau dokter
5) Misalnya, pasien mengeluh sesak nafas
b. Background (latarbelakang) :
1) Apa yang melatarbelakangi sehingga pasien mengeluh atau sesuatu terjadi pada diri
pasien.
2) Data-data klinis apa yang mendukung keluhan pasien (tanda vital, pemeriksaan
laboratorium, dan imaging yang mendukung problem pasien).
Misalkan, pasien mengeluh sesak nafas maka data yang mendukung adalah :
frekuensi nafas, saturasi dan analisis gas darah.
83

c. Assesment (penilaian)
1) Masalah apa yang dialami pasien berdasarkan analisis situasi dan background.
2) Seberapa besar tingkat kegawatan masalah sehingga harus dicarikan jalan keluar.
Misalnya, pada pasien yang mengalami sesak nafas, penilaian dari perawat atau
dokter jaga adalah pasien mengalami gagal nafas.
d. Recommendation (tindak lanjut)
Tindak lanjut apa yang harus dilalukan untuk memecahkan masalah diatas. Mengambil
contoh pasien dengan sesak nafas yang mengalami gagal nafas, rekomendasi yang
diharapkan adalah memindahkan pasien ke ICU.

Tabel 1. Pelaporan perawat ke dokter menggunakan metode SBAR (Haig KM dkk,


2006)
Situation : a. Sebutkan nama Anda dan unit (bangsal)
b. Sebutkan identitas pasien, umur, dimana pasien
tersebut dirawat, Ceritakan dengan jelas
c. kondisi/apa yang terjadi pada pasien yang
membuat anda khawatir- Kata kunci “Apa yang
terjadi pada pasien?” (misal, sesak nafas, nyeri
dada, dsb)
Background : Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai
kebutuhan:
a. Status kardiovaskuler (nyeri dada, tekanan darah,
EKG, dsb).
b. Status respirasi (frekuensi pernafasan, SPO2,
analisis gas darah, dsb).
c. Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah,
perdarahan, dsb)
d. Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb).
e. Hasil laboratorium / pemeriksaan penunjang
lainnya.
Assessment : Sebutkan problem pasien :
a. Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia
maligna, dsb)
b. Problem gastro-intestinal (perdarahan massif dan
syok)

Recommendation : Rekomendasi : (pilih sesuai kebutuhan)


a. Saya meminta dokter untuk :
- Memindahkan pasien ke ICU ?
- Segera datang melihat pasien ?
- Mewakilkan dokter lain untuk datang ?
b. Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :
- Foto Rontgen ?
- Pemeriksaan analisa gas darah ?
- Pemeriksaan EKG ?
- Pemberian oksigenasi ?
84

- Beta 2 agonis nebulizer ?


c. Apabila ada perubahan terapi, tanyakan :
- Seberapa sering diperlukan pemeriksaan tanda
vital ?
- Bila respon terapi tidak ada kapan harus
menghubungi dokter lagi ?
d. Konfirmasi :
- Saya telah mengerti rencana tindakan pasien
- Apa yang harus saya lakukan, sebelum dokter
sampai disini ?

Sasaran yang ingin dicapai dalam model komunikasi SBAR adalah agar informasi yang
disampaikan oleh perawat ke dokter dapat akurat dan tepat, dalam rangka pengambilan
keputusan terhadap situasi klinis yang dihadapi pasien. Sebuah survey yang dilakukan di rumah
sakit Moncton memperlihatkan, sebelum diterapkan model komunikasi SBAR, sebanyak 25 %
dokter mengatakan tidak puas terhadap informasi yang diberikan perawat. Keadaan berubah,
setelah SBAR digunakan sebagai metode komunikasi di rumah sakit tersebut.
Tehnik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation.
Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab tiga pertanyaan,
yaitu : What is it ? (apa yang terjadi), What do you need me to do ? (apa yang diharapkan dari
perawat terhadap dokter yang dihubungi), When do I have to do it ? (kapan dokter harus segera
ambil tindakan). Sebelum seorang perawat menghubungi dokter, sebaiknya ia lebih dulu
memeriksa pasien, mempelajari catatan medis, mengetahui diagnosis dan masalah yang dialami
pasien.

Situation. Apa yang ingin ditampilkan dalam situation adalah : apa yang terjadi pada diri pasien.
Keluhan atau tanda klinis yang mendorong untuk dilaporkan, misalnya sesak nafas, nyeri dada,
penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, dsb.

Background. Dalam unsur background, pertanyaan yang harus dijawab adalah latar belakang
klinis apa yang menyebabkan keluhan tersebut. Informasi yang terkandung dalam unsur
background, berupa data terapi yang sudah diberikan, diagnosis pasien dan data klinis pasien
yang mendorong perawat melaporkan pasien tersebut ke dokter. Data klinis pasien yang
dilaporkan dapat berupa data klinis terkait dengan gangguan sistem neurologis, kardiovascular,
gastrointestinal, hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Tentunya data klinis
yang dilaporkan yang mendukung problem pasien. Misalnya, pasien dengan penyakit paru
obstruktif : data klinis yang dilaporkan sebaiknya yang berhubungan dengan gangguan fungsi
respirasi, misalnya frekuensi nafas, saturasi, analisis gas darah.
85

Assessment. Assessment atau penilaian lebih difokuskan pada problem yang terjadi pada pasien,
sehingga apabila tidak segera diantisipasi akan menyebabkan kondisi pasien memburuk.
Misalnya, pada pasien dengan penyakit PPOK, kegawatan yang mungkin terjadi adalah gagal
nafas.

Recommendation. Perawat menghubungi dokter tentu mempunyai maksud tertentu, apakah


perawat mengharapkan dokter segera datang ke bangsal, atau cukup meminta pemeriksaan
penunjang, terapi yang perlu diberikan saat itu.

Contoh komunikasi SBAR pada saat perawat melaporkan kondisi pasien ke dokter
Tabel 2. Contoh komunikasi teknik SBAR via telepon antara perawat-dokter
Situation : “Selamat siang dr. Ahmad, saya Background : “Pasien tersebut yang
Ida perawat B.Ma’ruf. Saat ini pasien dokter, sedang menderita PPOK kesadarannya
Tn. Herman, 45 th mengalami sesak nafas menurun, frekuensi nafasnya 40x/mnt dan
serius”. saturasi O2 70 %”.
Assessment : “ Kondisinya semakin lemah Recommendation : “Dokter, apakah
dan sesak, saya pikir ia mengalami gagal pasien perlu segera dipindahkan ke ICU?”.
nafas”.

Tabel 3. Konsensus daftar nilai atau hasil kritis yang segera harus dikomunikasikan
(diringkas dan dimodifikasi dari Doris et al., 2005)

Definisi
Kategori Keterangan
Pemeriksaan
Glukosa Darah Tinggi (misal > 500 mg/dl), Rendah (misal
< 50 mg/dl)
Kalium Tinggi (missal > 160 mEq/L), Rendah
(missal < 120 mEq/L)
Bicarbonat Rendah (misal < 10 mEq/L)
CKMB Meningkat Meningkat
mengindikasi
kan adanya miokard
infark akut
Troponin Meningkat Mengindikasi kan
adanya
miokard infark akut
Lactat Acid Tinggi (misal > 5 mEq/L)
Ureum Tinggi (misal > 100 mg/dl)
Kreatinin Tinggi (misal > 4 mg/dl)
Gas darah PH tinggi (misal > 7,6), PH rendah (misal < Menilai tingkat
7,2) asidosis/basa
PO2 Rendah (misal < 60)
Elektrokardiogram Mengindikasikan kearah miokard infark
akut, aritmia maligna dsb
86

Sinar X dada Effusi pleura, pneumonia, pneumothorax,


dsb
CT Scan Perdarahan otak, stroke
hemorrhagies/non hemorrhagies

3. KOMUNIKASI PETUGAS/PENUNJANG MEDIS–DOKTER/PERAWAT/BIDAN


Metode komunikasi SBAR, tidak hanya digunakan saat terjadi komunikasi antara
perawat dan dokter, melainkan juga dapat dimanfaatkan pada berbagai situasi, seperti:
a. Situasi kritis atau waktu yang mendesak.
b. Apabila diputuskan akan membuat suatu keputusan medis dan setiap petugas
memerlukan konsistensi terhadap rencana tindakan.
c. Saat perawat atau dokter jaga menelepon dokter yang merawat pasien/konsultasi
melalui telepon.
d. Saat serah terima tugas atau transisi.
e. Apabila petugas membutuhkan kejelasan informasi.

KOMUNIKASI MODEL SBAR


Tabel 4. Contoh Komunikasi SBAR dari Petugas Penunjang Medis Kepada
Dokter/Perawat/Bidan
SBAR KETERANGAN CONTOH
Situation Sebutkan identitas petugas Selamat siang, saya Toni petugas
(situasi) penunjang dan ruangan/unit RS laboratorium klinik, mau
tempat petugas tersebut
memberitahu hasil pemeriksaan
bertugas, dan ceritakan dengan laboratorium atas nama
jelas kondisi/situasi yangTn/Ny…..umur….No.RM….No.
membuat anda khawatir. Kamar…, tadi pagi pasien tsb
periksa lab trombosit.
Background Merupakan penemuan/data Hasil laboratorium pagi tadi
(latar belakang) obyektif berdasarkan trombosit = 25 ribu.
pengamatan anda Laporkan
yang penting dan relevan.
Assesment Hasil analisa anda terhadap Pasien mengalami penurunan
(penilaian) situasi tersebut yang trombosit, kemungkinan bila tidak
memerlukan tindak lanjut atau ditangani akan terjadi syok
dianggap memiliki risiko. hipovolemik.

Recommendation Berikan usul atau saran. - (bila menelpon


(rekomendasi) perawat/bidan)
Tolong segera laporkan kepada
dokter yang merawat agar
segera ditindaklanjuti, Terima
kasih
- (bila menelpon dokter)
Apakah saya bisa langsung
menelpon perawat/bidan untuk
memberitahu hasil ini? Atau
87

dokter sendiri yang akan


menelpon perawat/bidan?
Tabel 5. Contoh Komunikasi SBAR Petugas Non Klinis Kepada Petugas Lain
SBAR KETERANGAN CONTOH
Situation Sebutkan nama anda dan Selamat siang mas Edi, saya Susi
(situasi) unit/bangsal. dari Ruang mawar.
Ceritakan dengan jelas
Air panas dan air dingin dari keran
kondisi/situasi yang membuat
kamar mandi pasien tidak bisa
anda khawatir. bercampur.
Background Merupakan penemuan/data
Saat kedua kran dibuka dan diatur
(latar belakang) obyektif berdasarkan
untuk mendapatkan suhu air yang
pengamatan anda. hangat, maka air yang keluar
Laporkan yang penting dan justru sangat panas atau dingin dan
Relevan. tidak bisa bercampur dengan baik
sesuai suhu yang diinginkan
pasien.
Untuk sementara pasien memakai
ember untuk mencampur air panas
dan dingin yang dipakai untuk
mandi.
Assesment Hasil analisa anda terhadap Hasil analisa anda terhadap situasi
(penilaian) situasi tersebut yang tersebut yang memerlukan tindak
memerlukan tindak lanjut atau lanjut atau dianggap memiliki
dianggap memiliki risiko. risiko.
Saya tidak tahu pasti
permasalahannya apa, tapi saya
khawatir pasien bisa cidera saat
mandi karena air panas dan dingin
tidak bisa bercampur dengan baik.
Dan hal itu berpengaruh terhadap
mutu pelayanan.
Recommendation Berikan usul atau saran. Saya minta anda segera datang
(rekomendasi) untuk datang memperbaiki nya.

Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (high allert
medications)
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi.
2. Pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
3. Implementasi kebijakan dan prosedur.
4. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
5. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
A. Penandaan Area Operasi
88

Definisi
Merupakan suatu cara yang dilakukan oleh ahli bedah untuk melakukan penandaan area
operasi terhadap pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan.
Tujuan
Tujuan dilakukannya penandaan area operasi meliputi;
1) Meminimalkan risiko terjadinya kesalahan pada tempat dilakukannya operasi dan
pasien.
2) Meminimalkan risiko terjaadinya kesalahan prosedur operasi.
3) Menginformasikan dan membimbing ahli bedah operasi dalam hal metode yang
digunakan pada proses penandaan tempat operasi.
4) Memastikan bagian tubuh (anatomi) yang akan dilakukan tindakan operasi.
Proses
1) Membuat Tanda
a. Pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus dilakukan penandaan
area terlebih dahulu. Ketika proses penandaan, pasien dilibatkan dalam keadaan
terjaga/sadar dan sebaiknya proses penandaan dilakukan sebelum induksi
anestesi.
b. Tanda yang digunakan berupa garis panah yang menunjuk pada tempat area
operasi dan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi sayatan.
c. Tanda yang dibuat harus menggunakan spidol hitam permanen dan tidak
terhapus/tetap terlihat setelah dilakukan disinfeksi dan drapping.
d. Tempat operasi yang diberi tanda berupa prosedur yang melibatkan sayatan
(permukaan kulit, spesifik digit/lesi, lateral).
e. Semua tanda yang dibuat harus melihat catatan medis, identitas pasien dan hasil
pencitraan pasien berupa sinar X, foto CT Scan, pencitraan elektronik, atau hasil
tes lain yang sesuai, untuk memastikan tingkat kebenaran pada proses penandaan.
2) Siapa yang memberi tanda
a. Orang yang bertanggung jawab dalam memberikan tanda pada pasien yang akan
dilakukan prosedur operasi adalah dokter yang akan melakukan
tindakan/wakilnya.
b. Jika pada proses penandaan dilakukan oleh wakil/yang mewakili maka dokter
yang melakukan tindakan operasi harus hadir selama prosedur penandaan area
tersebut.

3) Pengecualian penandaan area operasi


89

a. Semua tindakan Endoskopi, prosedur invasif yang direncanakan dianggap


dibebaskan dari penandaan bedah. Selain itu, penandaan tersebut tidak ada tanda
yang telah ditentukan akses bedahnya, seperti kateterisasi jantung dan prosedur
invasif minimal lainnya, akan dianggap dibebaskan.
b. Prosedur yang memiliki pendekatan garis tengah yang dimaksudkan untuk satu
organ tertentu yaitu operasi caesar, histerektomi atau tyroidectomy, juga dapat
dibebaskan dari penandaan operasi.
c. Hal ini diakui bahwa tidak ada cara praktis atau dapat diandalkan untuk menandai
gigi atau selaput lendir, terutama dalam kasus gigi yang direncanakan untuk
ekstraksi. Sebuah tinjauan catatan gigi dan radiografi dengan gigi/ gigi harus
dilakukan dan nomor anatomi untuk ekstraksi jelas ditandai pada catatan-catatan
dan radiografi.
d. Daerah lain/bagian anatomis secara teknis sulit untuk menandai daerah operasi
meliputi bidang-bidang seperti perineum, gembur kulit di sekitar penandaan dan
neonatus atau bayi prematur.
e. Untuk luka atau lesi yang jelas, penandaan area operasi tidak berlaku jika luka
atau lesi adalah tempat dilakukannya tindakan pembedahan. Namun, jika ada
beberapa luka atau lesi dan hanya beberapa dari luka /lesi tersebut yang dirawat
maka penandaan area operasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah
keputusan dibuat untuk tindakan operasi.
f. Untuk lokasi tubuh manapun yang tidak dilakukan penandaan, harus dilakukan
peninjauan verifikasi pasien dan prosedur di 'Time Out' yang merupakan bagian
dari WHO Keselamatan Checklist. Hal ini harus dilakukan bersamaan sesuai
dengan dokumentasi yang relevan, termasuk catatan pasien, pencitraan diagnostik
(terarah dengan benar).

4) Instruksi spesifik Khusus (yang tidak tercakup di atas)


a. Operasi Mata
Untuk operasi mata tunggal tanda kecil harus dilakukan penandaan pada aspek
lateral dari mata antara canthus lateral dan telinga, menunjuk ke mata.
Pengecualian adalah untuk prosedur bilateral yang direncanakan pada kedua mata
(seperti operasi juling bilateral), tetapi laterality prosedur tersebut harus
didokumentasikan dengan baik. Jika tidak ada tanda yang dibuat, maka prosedur
sebagaimana dimaksud pada 3.f harus ditaati.

b. Operasi Bilateral
90

Penandaan bilateral boleh dilakukan untuk memastikan lokasi operasi, tetapi


sebenarnya prosedur tindakan ini tidak diperlukan. Jika memang proses
penandaan tidak dilakukan maka prosedur sebagaimana dimaksud pada 3.f harus
ditaati.
c. Operasi THT
Penandaan pada kulit yang akan dilakukan incise sangat tepat, tetapi tindakan ini
tidak tepat pada bagian mukosa atau jaringan didalam (THT) misalnya tindakan
tonsilektomi bilateral / adenoidectomy, laryngectomy. Dalam kasus ini 3.b / 3.c /
3.f berlaku. Untuk penandaan area bedah (THT) di mana sayatan kulit dibuat pada
operasi yaitu sisi tertentu tympanotomy dan sisi bedah harus ditandai dengan garis
yang sesuai.
d. Bedah Digital
Setiap digit yang dilakukan tindakan operasi harus memiliki tanda sedekat
mungkin ke daerarah operasi.
e. Anestesi lokal/ blok prosedur
Tempat prosedur dilakukan tindakan anestesi terutama pada blok lokal harus
ditandai sebelum pasien diberikan anestesi umum (jika ada yang harus diberikan)
oleh dokter anestesi. Tanda yang dibuat menggunakan spidol biru permanen, yang
berfungsi sebagai pembeda antara tanda yang diberikan oleh dokter bedah.

B. Surgical safety cheklist


1. Definisi
Merupakan suatu daftar periksa yang digunakan untuk memperkuat keselamtan pasien.
2. Tujuan
Tujuan checklist ini dimaksudkan sebagai alat yang digunakan oleh tim bedah (dokter
bedah, dokter anestesi, perawat) dalam meningkatkan keselamatan pasien pada proses
operasi dan mengurangi resiko infeksi yang tidak perlu/kematian.
3. Cara menggunakan cheklist
Dalam menggunakan checklist ini, tim operasi harus terdiri dari dokter bedah, dokter
anestesi, perawat (assistant, scrub nurse, circulation nurse) teknisi dan personel kamar
operasi yang lain. Semua anggota tim operasi berperan dalam memastikan keamanan dan
keberhasilan operasi.
Dalam rangka menerapkan checklist selama operasi, maka satu orang ditunjuk
sebagai koordinator yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan keamanan
pada daftar ini. Koordinator Checklist yang ditunjuk berupa perawat sirkulasi/dokter yang
berpartisipasi dalam operasi tersebut.
91

Checklist yang digunakan terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu:


a. Sign in (sebelum induksi anestesi)
b. Sebelum dilakukan incise ( time out)
c. Sign out (periode selama atau segera setelah penutupan luka, tetapi sebelum
mengeluarkan pasien dari ruang operasi).
Dalam setiap tahap Koordinator Checklist harus diizinkan untuk mengkonfirmasi
bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum melanjutkan ketahap berikutnya.
Semua langkah harus diperiksa secara verbal dengan anggota tim yang tepat untuk
memastikan bahwa tindakan-tindakan utama telah dilakukan.
4. Cara menjalankan chek list secara rinci
a. Sign in (sebelum induksi anestesi)
Pemeriksaan keselamatan pasien pada tahap ini harus terselesaikan sebelum
dilakukan induksi anestesi. Hal ini setidaknya membutuhkan kehadiran personel
anestesi dan perawat. Koordinator checklist yang telah ditunjuk dapat menyelesaikan
bagian ini sekaligus secara berurutan. Rincian langkah pada tahap ini yaitu :
1) Apakah pasien telah dikonfirmasi identitas, tempat, prosedur dan
persetujuan?
Koordinator Checklist secara lisan menegaskan identitas pasien, jenis
prosedur yang direncanakan, tempat operasi dan persetujuan operasi telah
diberikan. Walaupun mungkin tampak berulang-ulang, langkah ini sangat penting
untuk memastikan bahwa tim tidak melakukan tindakan operasi pada pasien,
tempat, dan prosedur tindakan yang salah. Ketika konfirmasi oleh pasien tidak
mungkin, seperti dalam kasus anak-anak atau pasien tidak mampu, wali atau
anggota keluarga dapat memberikan konfirmasi. Jika anggota wali dan keluarga
tidak bersedia atau jika langkah ini dilewati, seperti dalam keadaan darurat, tim
harus memahami mengapa tindakan ini dikerjakan dan semua berada dalam
perjanjian.
2) Apakah tempat ditandai?
Koordinator Checklist harus mengkonfirmasi bahwa ahli bedah yang
melakukan operasi telah menandai tempat bedah (biasanya dengan spidol felt-tip
permanen) dalam kasus yang melibatkan laterality (perbedaan kiri atau kanan)
atau struktur beberapa atau tingkat (misalnya jari kaki, khususnya, lesi kulit,
vertebra). Tempat tanda untuk struktur garis tengah (misalnya tiroid) atau
tructures tunggal (misalnya limpa) harus mengikuti tradisi setempat. Konsisten
dalam memberikan tanda pada semua kasus dan mengkonfirmasikan tempat yang
benar.
92

3) Apakah mesin anestesi dan obat-obat telah lengkap?


Koordinator Checklist melengkapi langkah berikutnya dengan meminta
dokter anestesi untuk memverifikasi penyelesaian pemeriksaan keamanan
anestesi, pemeriksaan berupa peralatan anestesi, sirkuit pernafasan, obat-obatan
dan risiko obat anestesi pada pasien. Disamping mengkonfirmasikan bahwa
pasien sesuai untuk operasi, tim anestesi harus menyelesaikan ABCDE, dengan
melakukan pemeriksaan peralatan Airway, Breathing sistem (termasuk oksigen
dan agen inhalasi), Suction, Obat dan Alat Darurat. Apabila peralatan dan obat
telah tersedia dan berfungsi dengan baik maka lakukanlah konfirmasi.
4) Apakah pulse oksimetry pada pasien telah berfungsi?
Koordinator Checklist menegaskan bahwa pulse oksimeter telah
ditempatkan pada pasien dan berfungsi dengan benar sebelum induksi anestesi.
Idealnya pembacaan pulse oximetry harus terlihat oleh tim operasi. Sebuah sistem
terdengar harus digunakan untuk mengingatkan tim untuk denyut nadi pasien dan
saturasi oksigen.
Jika pulse oksimeter tidak berfungsi dengan baik maka ahli bedah dan
dokter anestesi harus mengevaluasi kondisi pasien dan mempertimbangkan
penundaan tindakan operasi. Namun dalam keadaan mendesak untuk
menyelamatkan nyawa atau ekstremitas pasien, persyaratan ini bisa dicabut, dan
tim harus setuju tentang perlu atau tidaknya untuk melanjutkan operasi tersebut.
5) Apakah pasien memiliki alergi?
Koordinator Checklist harus memberikan dua pertanyaan kepada dokter
anestesi. Pertama, koordinator harus menanyakan apakah pasien memiliki alergi,
jika demikian, apa jenis alerginya. Jika koordinator mengetahui alergi yang dokter
anestesi tidak menyadari, informasi ini harus dikomunikasikan.
6) Apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas dan resiko aspirasi?
Koordinator Checklist secara lisan harus mengkonfirmasi bahwa tim
anestesi secara obyektif telah menilai apakah pasien memiliki jalan nafas yang
sulit. Ada beberapa cara untuk menilai saluran napas (seperti nilai Mallampati,
jarak thyromental, atau Bellhouse-Dore skor). Kematian karena kehabisan napas
selama anestesi masih bencana umum global tetapi dapat dicegah dengan
perencanaan yang tepat. Jika evaluasi menunjukkan resiko tinggi terhadap
kesulitan jalan nafas (seperti skor Mallampati dari 3 atau 4), maka tim anestesi
harus mempersiapkan proses penangannya. Proses Ini minimal menggunakan
pendekatan tehnik anestesi (misalnya, dengan menggunakan anestesi regional,
jika mungkin) dan menyiapkan peralatan darurat. Jika asisten anestesi / ahli bedah
93

/ tim keperawatan mampu, dianjurkan untuk membantu dengan induksi anestesi.


Risiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bagian dari penilaian jalan napas.
Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut penuh, dokter anestesi harus
mempersiapkan kemungkinan aspirasi. Risiko ini dapat dikurangi dengan
memodifikasi rencana anestesi, misalnya menggunakan teknik induksi cepat dan
meminta bantuan kepada asisten untuk memberikan tekanan krikoid selama
induksi. Untuk pasien yang memiliki kesulitan jalan nafas atau berada pada risiko
aspirasi, induksi anestesi harus dimulai hanya ketika dokter anestesi menegaskan
bahwa ia memiliki peralatan yang memadai dan bantuan yang berada di samping
tempat tidur pasien (meja operasi).
7) Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah > 500 ml (7 ml / kg pada
anak-anak?
Koordinator Checklist meminta tim anestesi dengan menanyakan apakah
pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih dari 500 ml selama operasi?
Dimaksudkan untuk menjamin persiapan tindakan operasi. Volume kehilangan
darah yang besar adalah salah satu bahaya yang paling umum dan penting bagi
pasien bedah, dengan resiko shock hipovolemik meningkat ketika kehilangan
darah melebihi 500 ml (7 ml/ kg pada anak-anak). Persiapan yang memadai dan
resusitasi dapat mengurangi konsekuensi ini. Ahli bedah mungkin tidak konsisten
dalam mengkomunikasikan resiko kehilangan darah. Oleh karena itu, jika dokter
anestesi tidak tahu apakah terdapat resiko kehilangan darah, ia harus
mendiskusikan dengan dokter bedah sebelum operasi dimulai. Jika ada risiko
kehilangan darah yang signifikan lebih besar dari 500 ml, sangat disarankan untuk
pemasangan dua jalur infuse yang besar atau kateter vena sentral ditempatkan
sebelum insisi kulit. Selain itu, tim harus mengkonfirmasi ketersediaan cairan atau
darah untuk resusitasi. (Perhatikan bahwa kehilangan darah diharapkan akan
ditinjau kembali oleh ahli bedah sebelum sayatan kulit ini akan memberikan
tingkat keamanan kedua. Pada tahap ini selesai, tim dapat melanjutkan dengan
induksi anestesi.
b. Time Out (sebelum dilakukan incise)
Pemeriksaan keselamatan pasien pada tahap ini harus terselesaikan sebelum
dilakukan incise pada kulit. Hal ini membutuhkan kehadiran semua personil tim
bedah. Sebelum dilakukan tindakan incise koordinator checklist yang telah ditunjuk
dapat menyelesaikan bagian ini dengan meminta waktu jeda untuk mengkonfirmasi
tahap ini secara berurutan.
Rincian langkah pada tahap ini yaitu :
94

1) Konfirmasi semua anggota tim telah menyebutkan nama dan peran masing-
masing
Anggota tim operasi dapat sering berubah. Manajemen yang efektif dari
situasi seperti ini adalah dengan membuat sebuah pengantar yang sederhana yaitu
dengan meminta setiap orang di ruangan untuk memperkenalkan dirinya dengan
nama dan peran masing-masing yang dilakukan oleh Koordinator Checklist.
2) Konfirmasikan nama pasien, prosedur dan area yang akan dilakukan
tindakan pembedahan
Koordinator checklist meminta semua orang di ruang operasi untuk tenang
dan secara lisan akan mengkonfirmasi nama, prosedur dan tempat operasi
dilakukan untuk menghindari operasi pada pasien yang salah atau tempat yang
salah. Misalnya, koordinator checklist mengumumkan, "Sebelum kita membuat
sayatan kulit", dan kemudian melanjutkan, "Apakah semua orang setuju bahwa ini
adalah X pasien, mengalami perbaikan hernia inguinalis yang tepat?" semua tim
harus sepakat dalam mengkonfirmasi pasien ini. Jika pasien tidak dibius, akan
sangat membantu sekali dalam proses konfirmasi.
3) Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 (enam puluh) menit
terakhir?
Untuk mengurangi resiko infeksi bedah, koordinator akan bertanya dengan
suara keras apakah antibiotik profilaksis diberikan selama 60 (enam puluh) menit
sebelumnya. Para anggota tim yang bertanggung jawab untuk antibiotik harus
memberikan konfirmasi secara verbal. Jika antibiotik profilaksis belum diberikan,
maka harus diberikan sekarang, sebelum insisi. Apabila antibiotik profilaksis
telah diberikan lebih dari 60 (enam puluh) menit sebelumnya, maka antibiotik
profilaksis tidak dianggap tepat (misalnya kasus tanpa sayatan kulit, kasus
terkontaminasi di mana antibiotik diberikan untuk pengobatan).
4) Peristiwa penting
Komunikasi tim yang efektif dan kerja tim yang efisien merupakan
komponen utama dari keselamatan pasien operasi. Untuk memastikan komunikasi
yang efektif mengenai status pasien, maka koordinator checklist harus memimpin
diskusi cepat dengan ahli bedah, staf anestesi dan staf perawat dari bahaya yang
diakibatkan oleh tindakan operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan meminta setiap
anggota tim untuk bertanya. Selama prosedur tindakan hanya rutinitas dan seluruh
tim saling mengenal, ahli bedah hanya dapat menyatakan, "Ini adalah kasus
rutinitas, X durasi"
a) Untuk dokter bedah : apa langkah-langkah kritis atau nonrutin?
95

Berapa lama akan terjadi mengambil? Apa kehilangan darah yang


diantisipasi?
Sebuah diskusi tentang "prosedur yang sulit (kritis) atau nonrutin"
dimaksudkan untuk menginformasikan kepada anggota tim mengenai langkah
yang akan dilakukan pada pasien beresiko kehilangan darah yang cepat,
cedera atau morbiditas utama lainnya. Ini juga merupakan kesempatan untuk
meninjau langkah-langkah yang mungkin memerlukan peralatan khusus,
implan atau persiapan.
b) Untuk anestesi: apakah ada pasien-masalah spesifik?
Pada pasien yang beresiko kehilangan darah, ketidakstabilan hemodinamik
atau morbiditas besar lainnya karena prosedur, anggota tim anestesi harus
meninjau keras rencana spesifik untuk resusitasi, dan menggunakan produk
darah. Hal ini dapat dipahami karena setiap operasi banyak mengandung
resiko yang sangat besar. Jika prosedur operasi tidak memiliki perhatian yang
spesifik dokter anestesi hanya bisa mengatakan, "Saya tidak memiliki
perhatian khusus mengenai kasus ini.
c) Untuk tim keperawatan: telah kemandulan (termasuk hasil indikator)
telah dikonfirmasi? Apakah ada peralatan isu atau masalah?
Perawat instrumen yang menyiapkan peralatan untuk tindakan operasi
harus mengkonfirmasi secara lisan bahwa instrumen yang disterilisasi telah
sukses. Setiap hasil yang diharapkan terhadap indikator sterilitas yang
sebenarnya harus dilaporkan kepada seluruh anggota tim dan ditangani
sebelum sayatan. Ini juga merupakan kesempatan untuk mendiskusikan
masalah pada peralatan dan persiapan lainnya. Jika tidak ada masalah tertentu
pada sterilitas instrument/teknologinya (autoclave), maka perawat instrument
cukup mengatakan, "Sterility telah diverifikasi dan saya tidak memiliki
masalah khusus".
5) Apakah pencitraan telah di pasang dengan benar?
Pencitraan sangat penting untuk memastikan tempat dimana dilakukan
tindakan operasi, termasuk ortopedi, prosedur tulang belakang, dada dan
reseksi tumor banyak. Sebelum dilakukan tindakan insisi kulit, koordinator
harus menanyakan kepada dokter bedah apakah pencitraan pada kasus ini
diperlukan? jika demikian, maka koordinator checklist secara lisan harus
mengkonfirmasikan bahwa pencitraan didalam ruangan harus ditampilkan
secara jelas dan benar untuk digunakan selama prosedur operasi. Jika
pencitraan diperlukan tetapi tidak tersedia, maka harus diperoleh. Dokter
96

bedah akan memutuskan apakah akan melanjutkan operasi tanpa pencitraan.


Pada tahap ini selesai dan tim dapat melanjutkan dengan incise kulit.
c. Sign out (Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi
Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi pemeriksaan keamanan harus
diselesaikan. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer informasi penting
kepada tim perawatan yang bertanggung jawab untuk pasien setelah tindakan
operasi. Pemeriksaan dapat dimulai oleh ahli bedah, anestesi atau perawat circuler
dan harus dilakukan sebelum dokter bedah meninggalkan ruangan. Hal ini dapat
bertepatan pada penutupan luka.
Rincian langkah pada tahap ini yaitu :
1) Perawat secara lisan menegaskan nama prosedur
Karena prosedur mungkin telah berubah atau diperluas selama operasi,
Koordinator Checklist harus mengkonfirmasikan dengan ahli bedah dan tim apa
prosedur yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan sebagai pertanyaan, "Apa
prosedur yang dilakukan?" Atau sebagai konfirmasi, "Kami melakukan prosedur
X, yang benar?"
2) Penyelesaian jumlah instrumen, spons dan jarum
Jumlah instrumen, spons dan jarum adalah kesalahan biasa, tapi berpotensi
bencana. Perawat instrument dan perawat sirkuler secara lisan harus
mengkonfirmasi kelengkapan instrumen, spons dan jumlah jarum. Jika ditemukan
jumlah yang tidak tepat maka tim harus waspada sehingga dapat diambil langkah
yang sesuai, seperti memeriksa linen, sampah dan luka atau, jika perlu, lakukan
foto radiografi.
3) Pelabelan spesimen
Pelabelan yang salah pada spesimen patologis dapat berpotensi bencana
bagi pasien, dan telah terbukti menjadi sumber kesalahan laboratorium. Perawat
sirkulasi harus mengkonfirmasi label yang benar dari setiap spesimen patologis
yang diperoleh selama prosedur operasi dengan membaca nama pasien, deskripsi
spesimen dan setiap tanda orientasi dengan suara keras.
4) Apakah ada masalah peralatan yang harus ditangani
Masalah peralatan bersifat universal di kamar operasi. Peralatan yang
tidak berfungsi dengan baik dapat didaur ulang, supaya dapat digunakan kembali.
Koordinator harus memastikan bahwa masalah peralatan yang timbul selama
operasi dapat diidentifikasi oleh tim.
5) Ahli bedah, ahli anestesi dan perawat meninjau kembali mengenai rencana
pemulihan dan pengelolaan bagi pasien
97

Dokter bedah, dokter anestesi dan perawat harus meninjau rencana


pemulihan pasca-operasi, fokus perencanaan pemulihan pada isu-isu intraoperatif
atau anestesi yang mungkin mempengaruhi status kesehatan pasien.
Dengan ini langkah terakhir checklist pasien selesai. Jika diinginkan, checklist dapat
ditempatkan dalam catatan pasien atau ditahan untuk diperiksa kualitasnya.

Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


A. Kebersihan Tangan/ Hand Hygiene
Merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif mencegah Healthcare
Associated Infections (HAIs) bila dilakukan dengan baik dan benar dan merupakan Pilar
dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
1. Komponen sentral dari Patient Safety
a. Menciptakan lingkungan yang aman
b. Pelayanan kesehatan aman
Tangan merupakan media transmisi kuman tersering di rumah sakit,
memindahkan mikroorganisme/kuman dari satu pasien ke pasien lain, dari
permukaan lingkungan ke pasien.
Indikasi kebersihan tangan :
1) Segera setelah tiba di rumah sakit
2) Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien
3) Diantara kontak pasien satu dengan yang lain
4) Sesudah ke kamar kecil
5) Bila tangan kotor
6) Sebelum meninggalkan rumah sakit
7) Segera setelah melepaskan sarung tangan
8) Segera setelah keluar dari toilet atau membersihkan sekresi hidung
9) Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Teknik kebersihan tangan


1) Sebelum melakukan kebersihan tangan
a) Pastikan perhiasan cincin (termasuk cincin kawin), gelang, arloji, tidak
dipakai.
b) Penelitian: kulit dibawah perhiasan akolonisasi yang berat, sulit
dibersihkan/dekontaminasi
2) Memakai perhiasan akan sulit saat memakai sarung tangan’
98

B. Cuci tangan standar WHO


Cuci tangan sesuai 5 pasien:
1. Sebelum menyetuh pasien
2. Setelah menyentuh pasien
3. Sebelum melakukan tindakan aseptic/prosedur,
4. Setelah kontak dengan cairan yang beresiko
5. Setelah kontak dengan lingkungan pasien.

Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


A. Cara melakukan pencegahan pasien jatuh di ruang perawatan dewasa
Langkah-langkah pencegahan risiko jatuh adalah melakukan pasien dewasa
menggunakan formulir manajemen risiko jatuh yang telah ditentukan (menetapkan nilai
risiko jatuh, memberikan intervensi yang sesuai, dan melakukan pengkajian ulang).
1. Pengkajian Awal
Perawat ruangan melakukan pengkajian menerima pasien baru atau selambat
menerima pasien baru dengan menggunakan Formulir Manajemen Risiko Jatuh yang
telah ditentukan.
Perawat mengkaji faktor risiko meliputi:
a. Riwayat jatuh dalam 6 (enam) bulan terakhir
b. Mobilitas goyah (tidak aman)/ lemah ketika berjalan atau berpindah
c. Status mental: tingkat kesadaran yang berubah/penurunan kognitif/bingung
d. Eliminasi: inkontinensia, urgensi, nokturia, diare
e. Penggunaan obat: anesthesia, sedative, hipnotik, diuretik, antidiabetik,
antihipertensi pengkajian yang sesuai.
2. Penilaian Risiko Jatuh
Setelah melakukan pengkajian, perawat menentukan risiko jatuh pasien dengan
cara:
a. Menggunakan risiko rendah jatuh apabila tidak menemukan faktor risiko tersebut
diatas
b. Menggunakan risiko tinggi jatuh apabila menemukan satu atau lebih faktor risiko
tersebut diatas.
3. Apabila pasien berisiko tinggi jatuh maka pengkajian dilanjutkan ke pengkajian
lengkap risiko jatuh untuk menggali lebih dalam faktor risiko jatuh pasien
a. Mobilitas :
1) Tidak dapat mempertahankan keseimbangan saat berdiri
2) Terdapat kelemahan ekstremitas atau perubahan gaya jalan
99

3) Membutuhkan bantuan saat berdiri atau berjalan


4) Pasien mengeluh sakit pada kaki atau permasalahan lain pada kaki
b. Pengobatan dan Kondisi kesehatan
1) Polifarmasi atau mendapat obat yang mempengaruhi keseimbangan atau
tekanan darah.
2) Pasien mengalami sakit kepala atau ketidakseimbangan/ kelemahan yang
berat.
c. Status Mental
1) Tidak mampu mengikuti perintah sederhana.
2) Tidak sadar akan keterbatasannya.
3) Berusaha turun dari tempat tidur meski dilarang.
4) Gelisah atau impulsive.
d. Eliminasi
Membutuhkan bantuan saat BAB/BAK
4. Intervensi
Setelah menentukan risiko jatuh pasien, perawat memilih tindak lanjut yang akan
dilakukan dengan cara:
a. Apabila risiko rendah jatuh maka perawat hanya melakukan intervensi standar
minimum risiko jatuh.
b. Apabila risiko tinggi jatuh maka perawat:
1) Melakukan intervensi standar minimum risiko jatuh.
2) Melakukan intervensi khusus sesuai faktor risiko jath pasien.
3) Memasang gelang risiko jatuh untuk pasien dewasa sedangkan pasien anak
dan pasien icu-iccu-picu-nicu semua menggunakan gelang beresiko jatuh.
4) Melengkapi formulir pemantauan pasien risiko tinggi jatuh.
5) Melaporkan pasien risiko tinggi jatuh setiap pergantian shift.
5. Perawat meminta tanda tangan pasien/keluarga sebagai bukti pasien/keluarga
sudah menerima dan memahami penjelasan risiko jatuh dan pencegahannya.
6. Perawat ruangan melakukan intervensi yang sudah dipilih minimal 3 (tiga) kali
dalam satu shift, atau lebih apabila pasien berisiko tinggi jatuh.

7. Pengkajian Ulang
Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga) hari sekali atau
sewaktu-waktu apabila:
a. Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi fisik, fisiologis,
maupun psikologis
100

b. Pasien pindah ruang/unit


c. Penambahan obat yang tergolong berisiko jatuh
d. Pasien mengalami insiden jatuh saat dirawat

B. Cara melakukan pencegahan pasien jatuh di ruang perawatan anak.


1. Pengkajian Awal
Perawat ruangan melakukan pengkajian awal risiko jatuh pada saat menerima pasien
baru atau selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah menerima pasien baru dengan
menggunakan Formulir Humpty Dumpty (FHD).
2. Penilaian Risiko Jatuh
Perawat menjumlahkan skor yang didapat dari hasil pengkajian dan menentukan
risiko jatuh pasien dengan melihat hasil penjumlahan:
a. Risiko rendah jatuh apabila skor 7-11
b. Risiko tinggi jatuh apabila skor ≥ 12
3. Intervensi
Perawat memilih intervensi pencegahan jatuh sesuai skor risiko jatuh pasien
a. Apabila skor 7-11, maka memilih Intervensi Risiko Rendah Jatuh.
b. Apabila skor ≥12, maka perawat:
1) Memilih Intervensi Risiko Tinggi Jatuh.
2) Melengkapi formulir pemantauan pasien risiko tinggi jatuh.
3) Melaporkan pasien risiko tinggi jatuh setiap pergantian shift.
c. Pemasangan gelang risiko jatuh dilakukan pada semua pasien anak karena semua
pasien anak dianggap berisiko jatuh pemasangannya sesuai dengan SPO pemasangan
gelang risiko jatuh.
4. Perawat meminta tanda tangan pasien/keluarga sebagai bukti pasien/keluarga sudah
menerima dan memahami penjelasan risiko jatuh dan pencegahannya
5. Perawat ruangan melakukan intervensi yang sudah dipilih minimal 3 (tiga) kali dalam
satu shift, atau lebih apabila pasien berisiko tinggi jatuh
6. Pengkajian Ulang

7. Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga) hari sekali atau sewaktu-
waktu apabila:
a. Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi fisik, fisiologis, maupun
psikologis.
b. Pasien pindah ruang/unit.
101

c. Penambahan obat yang tergolong berisiko jatuh.


d. Pasien mengalami insiden jatuh saat dirawat.

C. Intervensi kewaspadaan bersama pencegahan pasien jatuh


Dilakukan oleh staf medik maupun non medik untuk, pengkajian risiko jatuh
menggunakan format pengkajian untuk dewasa maupun FHD untuk anak, sedangkan untuk
pengkajian pasien ICU-ICCU-PICU-NICU menggunakan CM ICU.

D. Penerapan kewaspadaan bersama


Kewaspadaan bersama dilakukan oleh seluruh staf/petugas (termasuk petugas medis,
perawat dan non medis) menerapkan kewaspadaan bersama pencegahan pasien jatuh
terhadap seluruh pasien di RSI Sultan Agung Semarang.

E. Strategi pencegahan risiko jatuh


1. Peningkatan Pelayanan Kepada Pasien
a. Melakukan ronde 1-3 jam sekali secara periodik melakukan pemantauan untuk:
1) menjamin kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi, misalnya dengan secara periodik
menawarkan bantuan BAB/BAK.
2) menjamin barang-barang yang dibutuhkan pasien agar berada dalam jangkauan,
misalnya mendekatkan gelas air minum, remote, tissue, bel.
3) menjamin kenyamanan pasien dengan mengatur atau merubah posisi tidur pasien.
b. Melakukan pemantauan medikasi
Berkolaborasi dengan farmasi klinis untuk:
1) Meninjau obat-obat yang diresepkan.
2) Mengevaluasi pasien yang mendapat obat-obat atau kombinasi obat yang
memungkinkan terjadinya jatuh, dan obat yang meningkatkan risiko cidera akibat
jatuh (misalnya antikoagulan).
3) Memberikan usulan kepada dokter yang merawat untuk mempertimbangkan
antara manfaat dan risiko jatuh akibat obat yang digunakan.

c. Meningkatkan kondisi pasien


a. Mobilisasi dini sesuai kondisi pasien, peningkatkan kekuatan dan fungsi otot dan
keseimbangan.
b. Pemenuhan nutrisi dan cairan yang adekuat.
102

c. Penatalaksanaan medis untuk penyakit pasien, misalnya gangguan jantung, cidera


otak, masalah persendian dan tulang, dan lain-lain.
d. Edukasi
1) Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga perlu diedukasi secara langsung dan menggunakan leaflet
yang berisikan cara pencegahan jatuh yang dapat dilakukan oleh pasien dan
keluarga.
2) Staff
Staff diedukasi mengenai cara mengidentifikasi pasien berisiko jatuh, intervensi
yang harus dilakukan dan tindakan yang harus dilakukan apabila pasien jatuh.
e. Peningkatan keamanan saat ambulasi
1) Pindahkan pasien ke sisi yang lebih stabil.
2) Anjurkan pasien menggunakan pegangan.
3) Anjurkan pasien memanggil petugas jika ingin turun dari tempat tidur.
4) Ajarkan penggunaan alat bantu jalan, gunakan alat bantu yang sesuai dengan
pasien.

2. Penataan Lingkungan dan Fasilitas


a. Perbaikan lingkungan fisik
Yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko pasien jatuh antara lain :
1) Pencahayaan yang terang pada gang/koridor, tangga, kamar mandi dan jalan
masuk. Cahaya jangan menyilaukan mata.
2) Mengurangi penghalang dengan mengurangi penggunaan benda-benda atau
furnitur yang tidak perlu dan merapikan kabel listrik.
3) Kursi dan furnitur yang digunakan untuk menopang pada saat pasien duduk dan
bangkit berdiri tidak terlalu rendah atau tinggi.
4) Pengontrolan bahaya yang mungkin terjadi yang terdapat di kamar mandi seperti:
pegangan yang mudah terlihat dan aman serta perekat yang berwarna mencolok
sehingga mudah terlihat dan tidak licin, lantai tidak berlumut dan licin, letak toilet
yang ditinggikan / toilet duduk posisinya tidak rendah dan terdapat pegangan
tangan arah vertikal.
5) Menyiapkan alas kaki yang layak
b. Kursi dan kursi roda
Memasang sabuk pengaman pada saat duduk di kursi roda/kursi, menggunakan
kursi khusus yaitu kursi geriatri untuk pasien geriatri, memasang latex agar pasien
103

tidak tergelincir, dan menggunakan kursi dengan tinggi sandaran tangan yang tepat
supaya dapat digunakan untuk duduk dan berdiri.
c. Tempat tidur
Memasang tempat tidur dalam posisi rendah, mengunci rem dengan baik, dan
tempat tidur mempunyai pagar pengaman. Pagar pengaman hendaknya memagari
sebagian saja, sebab bila pagar tempat tidur penuh, memungkinkan pasien yang
bingung untuk loncat dari tempat tidur. Kasur, alas kasur dan sprei tidak licin.
3. Penanganan pasien pasca jatuh
Apabila pasien mengalami kejadian jatuh maka berikut ini adalah langkah-langkah
penanganannya:
a. Kaji adanya cedera dan tentukan tingkat cedera
Tingkat Cedera
0 Tidak ada cedera
1 Minor: abrasi, memar, laserasi minor
yang membutuhkan jahitan
2 Mayor: fraktur, trauma kepala/spinal
3 Meninggal

b. Kaji tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, perubahan ROM (Range Of Motion) dan
lakukan pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) khususnya pada pasien DM.
c. Pindahkan pasien dari posisi jatuh dengan aman dan perhatikan adanya risiko cedera
spinal dan kepala.
d. Beritahu dokter dan kepala ruang.
e. Observasi pasien secara berkala.
f. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dalam catatan keperawatan.
g. Lakukan pengkajian ulang risiko jatuh.
h. Komunikasikan kepada seluruh petugas kesehatan dan keluarga pasien bahwa pasien
mengalami jatuh dan berisiko untuk jatuh lagi.
i. Buat laporan insiden keselamatan pasien dan laporkan ke KKPRS dalam waktu 1x24
jam.
4. Lakukan investigasi pasien jatuh menggunakan format investigasi pasien jatuh untuk
mengetahui faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berkontribusi terhadap jatuhnya pasien.

C. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Manajemen Resiko Klinik


104

Meliputi sasaran terdiri atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan komite
keselamatan pasien terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan dan monitoring evaluasi
dan tindak lanjut terdiri atas:
1. Pelaporan insiden, sentinel, KTD,KTC, KNC dari masing-masing unit
a. Pelaporan Insiden

FORMULIR LAPORAN INSIDEN ke Tim KP di RS


Rumah Sakit Umum Daerah Kajen

RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAXIMAL 2 x 24 JAM


LAPORAN INSIDEN KNC, KTC, KTD DAN KEJADIAN SENTINEL

LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)

I. DATA PASIEN
Nama : .............................................................................................................
No MR : ................................ Ruangan : ........................................................
Umur * : 0-1 bulan > 1 bulan – 1 tahun
> 1 tahun – 5 tahun > 5 tahun – tahun
> tahun – 30 tahun > 30 tahun – 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien :
Pribadi Asuransi Swasta
ASKES Pemerintah Perusahaan*
JAMKESMAS JAMKESDA
Tanggal Masuk RS : ..............................................Jam .......................................

II. RINCIAN KEJADIAN


1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : ..............................................Jam ...........................................
2. Insiden :
...............................................................................................................
3. Kronologis Insiden
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
ˇ Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)
ˇ Kejadian Tidak Cedera / KTC (No Harm)
ˇ Kejadian Tidak Diharapkan / KTD (Adverse Event)
ˇ Kejadian Sentinel (Sentinel Event)
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
ˇ Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya
ˇ Pasien
ˇ Keluarga / Pendamping pasien
ˇ Pengunjung
ˇ Lain-lain ........................................................................(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* :
ˇ Pasien
105

ˇ Lain-lain .........................................................................(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3 RS.
7. Insiden menyangkut pasien :
ˇ Pasien rawat inap
ˇ Pasien rawat jalan
ˇ Pasien UGD
ˇ Lain-lain .........................................................................(sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian .................................................................(sebutkan)
(Tempat pasien berada).
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
ˇ Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
ˇ Anak dan Subspesialisasinya
ˇ Bedah dan Subspesialisasinya
ˇ Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya
ˇ THT dan Subspesialisasinya
ˇ Mata dan Subspesialisasinya
ˇ Saraf dan Subspesialisasinya
ˇ Anastesi dan Subspesialisasinya
ˇ Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
ˇ Jantung dan Subspesialisasinya
ˇ Paru dan Subspesialisasinya
ˇ Jiwa dan Subspesialisasinya
ˇ Lain-lain .........................................................................(sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab .............................................................(sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
ˇ Kematian Cedera Irreversibel / Cedera Berat
ˇ Cedera Reversibel / Cedera Sedang � Cedera Ringan
ˇ Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
....................................................................................................................
....................................................................................................................

13. Tindakan dilakukan oleh* :


ˇ Tim : terdiri dari : .............................................................................................
ˇ Dokter
ˇ Perawat
ˇ Petugas lainnya ...........................................................................................
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*
ˇ Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja
tersebut
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama?
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................

Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) :


ı BIRU ı HIJAU ı KUNING ı MERAH
NB. * = pilih satu jawaban
Penerima
Pembuat Laporan Laporan/ Atasan
Langsung :
106

:
(Nama terang) ................................... (Nama terang) ...................................

Paraf : ................................... Paraf : ...................................

b. Kejadian sentinel
1) Kejadian Sentinel adalah kejadian tak terduga (KTD) yang mengakibatkan kematian
atau cidera yang serius/ kehilangan fungsi utama fisik secara permanen yang tidak
terkait dengan proses alami penyakit pasien atau kondisi yang mendasarinya.
2) Kejadian sentinel harus di laporkan dari unit pelayanan rumah sakit ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam waktu 1x24 jam, setelah terjadinya insiden,
dengan melengkapi Formulir Laporan Insiden.
3) Kejadan sentinel yang harus di laporkan antara lain :
a) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan dengan proses
penyakit.
b) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang tidak berhubungan
dengan proses penyakit.
c) Salah lokasi, prosedur dan salah pasien saat pembedahan.
d) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.
e) Kekerasan/ perkosaan di tempat kerja yang mengakibatkan kematian, cacat
permanen, dan kasus bunuh diri di rumah sakit.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
1) Kejadian Tidak Diharapkan/KTD atau Adverse event adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
2) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse event) harus dilaporkan dari unit
pelayanan rumah sakit ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKPRS dalam
waktu 2x24 jam, setelah terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan
insiden .
3) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD antara lain:
a) Reaksi transfusi.
b) Efek samping obat yang serius.
c) Signifikan medical error.
d) Perbedaan signifikan diagnosa pre dan post operasi.
e) Adverse event atau kecenderungan saat dilakukan sedasi dalam/anasthesi.
f) Kejadian khusus yaitu outbreak infeksi.
g) Kesalahan obat.
d. Kejadian Tidak Cidera (KTC)
107

KTC/ Kejadian Tidak Cidera (No harm incident) adalah Insiden yang terpapar ke pasien,
tetapi tidak menimbulkan cidera.
e. Kejadian Nyaris Cidera
1) Kejadian Nyaris Cidera/ KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien.
2) Kejadian Near Miss/ Kejadian Nyaris Cidera/ KNC harus di laporkan dari unit
pelayanan rumah sakit ke komite keselamatan pasien dalam waktu 2x24 jam, setelah
terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan insiden.
3) Kejadian Near Miss/ KNC/Kejadian Tidak Cidera, antara lain:
a) Pengobatan
b) Identifikasi
c) Tindakan invasif
d) Diet
e) Transfusi
f) Radiologi
g) Laboratorium

2. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar


Pelaksanaan Asesmen risiko secara proaktif :
a. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2) Membuat diagram proses.
3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan dampaknya
4) Memprioritaskan modus kegagalan.
5) Identifikasi akar masalah.
6) Redesain proses
7) Analisis dan uji prose baru
8) Implementasi dan monitor perbaikan proses.

b. Koordinasi dan monitoring Analisis kerentanan terhadap bahaya (HVA)


HVA adalah metode yang dirancang untuk digunakan Rumah Sakit untuk
MENILAI kerentanan bahaya secara individu. Alat ini akan digunakan oleh rumah sakit
individu untuk mengidentifikasi dan peringkat berbagai risiko dan faktor yang
meringankan terkait dengan rumah sakit kesiapsiagaan darurat.
108

Tujuan dari matriks HVA adalah untuk mengevaluasi kemampuan dari fasilitas
medis untuk memberikan perawatan medis bagi masyarakat dan / atau pasien saat ini dan
staf di keadaan darurat atau bencana.
Peringkat bersifat subjektif dan dirancang untuk mencerminkan kesiapan umum
fasilitas untuk menanggapi sebuah kejadian. Fasilitas harus memanfaatkan hasil HVA ini
untuk melakukan analisis gap program kesiapan rumah sakit.
Analisis kesenjangan ini kemudian dapat digunakan untuk memprioritaskan
proyek-proyek yang berkaitan dengan rumah sakit kesiapsiagaan darurat . Sangat
disarankan bahwa alat ini digunakan oleh sebuah rumah sakit di koordinasi dengan
manajemen darurat lokal dan kesiapsiagaan dan respon mitra lainnya.

Incident Effect Preparedness


Probabi Proper Training
Human Facility Warning Risk
lity ty Duration Planning Equipme
Impact Impact Time
Impact nt
Likeliho Possibilit Amoun Complete Incident Time Emergenc Staff Relative
od y of t of interrupti anticipati incident y trained Threat
INCIDENT
this will death or propert on/ on may Managem and
occur injury y shutdown time continue en/ equipped
severly of Operation
damage facility or s
d services Plan

4= 4= 4 = 4 = >30 4 = <6 4 = >1 4 = No4 = 4 = staff 7.00 -


Highly Multiple >50% days hours week No EMP not 7.4 =
Likely deaths or EOP trained Very
(probabl on EOP High
e EO EMP =
within s
this 3= 3 = 25- 3 = >2 3 = 6-12 3 = <1 3 =
year) Injuries 50% weeks hours week EMP/EOP 3 = some
result in partially staff 5.27 -
3= permanen complete trained, 7.00
Likely t no = High
(probabl disability equipmen
e 2 = 10- 2 = >1 2 = 12-24 2 = <1 2 = t
within 3 2= 25% week Hours day 2 = EMP/EOP
years) Injuries EM complete 3.56 -
do not 2 = most 5.27
result staff =
2= in trained, Moderat
Possible permanen some e
(probabl t equipmen
e disability 1 = 1 = 24+ P/EOP 1= t
within 5 <10% 1 = 24 hours 1 = <6 EMP/EOP
years) 1= hours hours exercised
Injuries or less and/or 1.85 -
treatable evaluated 1= 3.56
with first Anticipat = Low
109

1- aid ed
Unlikely staff
(probabl trained
e and
within properly
10 equipped
years)

Bomb 3 1 1 1 4 2 1 1 3,30
Threat
Workplace 3 3 1 2 4 2 2 2 4,45
Violence
Tornado 0,00
Severe 0,00
Thunderstor
m
Winter 0,00
Storm
(Ice, Snow,
Low
temperature
s)
Flood 0,00

Fire 0,00

Power 0,00
Outage
Info 0,00
Systems
Failure
HVAC 0,00
Failure
Water 0,00
Service
Failure
Phone 0,00
Service
Failure

Medical Gas 0,00


Failure

Medical 0,00
Vacuum
Failure

Disease 0,00
Outbreak

Mass 0,00
Casualty
Incident
110

Hazmat 0,00
Exposure

Supply 0,00
Shortage

VIP 0,00
Situation

Infant 0,00
Abduction

Average 3,00 2,00 1,00 1,50 4,00 2,00 1,50 1,50 0,39
Score

3. Koordinasi dan Monitoring Asesmen Risiko dari Pengendalian Infeksi (ICRA)


Adalah untuk mengontrol kontaminasi mikroba udara di daerah perawatan pasien
yang diduduki selama pembongkaran, renovasi, dan proyek-proyek konstruksi baru.
Langkah-langkah ICRA :
 Membentuk tim ICRA dengan uraian tugas.
 Kebijakan ICRA terdiri atas legalitas tim, panduan, SPO ICRA.
 Menyusun Panduan ICRA.
Pelaksanaan terdiri atas:
1) Tim melaksanakan tugas sesuai uraian tugas masing-masing.
2) SDI tim melaksanakan sesuai SPO ICRA.
3) Tim ICRA Melakukan dan mendokumentasikan ICRAs dengan menyelesaikan
langkah 1 sampai 6 di bawah ini :

Langkah 1. Gunakan tabel berikut untuk mengidentifikasi jenis konstruksi.


Definisi Kegiatan Konstruksi
Jenis
Deskripsi
konstruksi
A Inspeksi dan kegiatan non-invasif. Termasuk, tetapi tidak terbatas
pada penghapusan ubin langit-langit untuk inspeksi visual, terbatas
pada 1 genteng per 50 meter persegi, melukis dengan produksi debu
minimal; menginstal menutup dinding, lis listrik dan pekerjaan pipa
kecil, dan kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan
pemotongan dinding atau akses ke langit-langit selain untuk inspeksi
visual.
B Skala kecil, aktivitas durasi pendek yang menciptakan debu minimal.
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada instalasi telepon dan komputer
kabel, akses ke ruang mengejar, pemotongan dinding atau langit-
langit di mana migrasi debu dapat dikontrol.
C Setiap pekerjaan yang menghasilkan moderat untuk jumlah tingkat
tinggi debu atau memerlukan pembongkaran atau penghapusan dari
setiap komponen bangunan tetap atau majelis. Termasuk, tetapi tidak
111

terbatas pada pengamplasan dinding untuk lukisan atau dinding


penutup, penghapusan penutup lantai, langit-langit dan bekerja kasus,
konstruksi dinding baru, saluran kecil atau pekerjaan listrik di atas
langit-langit, kegiatan kabel utama, dan setiap kegiatan yang tidak
dapat diselesaikan dalam shift kerja tunggal.
D Pembongkaran dan konstruksi proyek-proyek besar. Termasuk
namun tidak terbatas pada kegiatan yang membutuhkan shift kerja
berturut-turut, memerlukan pembongkaran berat atau penghapusan
sistem langit-langit lengkap, dan konstruksi baru.

Langkah 2. Gunakan tabel berikut untuk mengidentifikasi kelompok berisiko


tinggi.
Pengendalian Infeksi Risk Assessment (Lingkaran Satu)
Rendah Tinggi
Medium Sedang-Tinggi
a. Area kantor a. Semua area a. Gawat Darurat a. Pasien Transplantasi
b. Lain: perawatan b. Radiologi / b. Kamar Operasi
pasien MRI c. PACU
(kecuali c. Tenaga Kerja d. Area Pengolahan
dinyatakan & Pengiriman Steril
dalam media d. Pembibitan e. Semua ICU
ke daerah- e. Pediatri f. Katerisasi jantung /
daerah f. Kedokteran Angiografi Lokasi
berisiko Nuklir g. Fungsi paru
tinggi). g. Unit h. Unit Dialisis
b. Lain: Pendaftaran / i. Area Endoskopi
Discharge j. Farmasi Area
h. Fisioterapi Campuran
(daerah k. Unit Onkologi
tangki) l. Lain:
i. Dining
Fasilitas
j. Laboratorium
(spesimen)
k. Prosedur
Khusus
l. Lain:

Langkah 3. Gunakan tabel berikut untuk menentukan risiko.


Matrix Penilaian Resiko
Kegiatan konstruksi
Risk Group A B C D
Rendah Saya II III III / IV
Medium Saya II III IV
Sedang-Tinggi Saya II III / IV IV
Tinggi III III / IV III / IV IV
112

Langkah 4. Lengkapi Pengendalian Infeksi Izin Pembangunan.

Pengendalian Infeksi Izin Pembangunan


Deskripsi Proyek / Number: Project Type:
____Maintenance ____ Renovasi ____
____
Demolition Konstruksi
____Other:

Perkiraan Tanggal Mulai: Estimasi Penyelesaian:

Fasilitas Project Manger: Nomor Telepon:

Proyek Kontraktor: Nomor Telepon:

Pengendalian Infeksi Petugas: Nomor Telepon:

Lokasi: Supervisor area / Nomer Telpon:

Konstruksi Type: Risiko Kelompok: Risk Assessment:


(Lingkaran Satu) (Lingkaran Satu) (Lingkaran Satu)
ABCD Sedang Rendah I II III III / IV IV
Sedang-Tinggi Tinggi

Proyeksi Utilitas padam berdampak Pengendalian Infeksi (Tandai semua yang


berlaku)
Elektris Air Minum HVAC Vacuum Penjahit Lain:
Medis

Daftar Semua Peralatan Konstruksi yang dapat Menghasilkan Kebisingan,


Getaran, dan / atau Interferensi
dengan Medical Equipment (Electro Magnetic Interference)
Pencegahan dan Pengendalian Tindakan (Tandai semua yang berlaku)
Penilaian
Risiko
Saya  Gunakan praktek kerja yang akan meminimalkan generasi debu dari operasi
konstruksi.
 Segera mengganti ubin langit-langit pengungsi untuk inspeksi visual.
II  Menyediakan sarana (misalnya, api-rated terpal plastik) untuk mencegah debu
di udara dari menyebar ke atmosfer.
 Permukaan kerja kabut air untuk mengendalikan debu sementara pemotongan.
 Kursi pintu yang tidak terpakai dengan taktik yang rendah.
 Blok off dan menutup ventilasi udara.
 Lap permukaan dengan desinfektan.
 Mengandung limbah konstruksi sebelum transportasi dalam wadah tertutup
rapat.
 Pel basah dan / atau vakum dengan HEPA disaring vakum sebelum
meninggalkan area kerja.
 Tempat tikar debu di pintu masuk area kerja dan keluar.
 Isolat sistem HVAC di area kerja.
III  Isolat sistem HVAC di area kerja.
113

 Instal hambatan-api dinilai atau menerapkan metode kubus kontrol sebelum


konstruksi dimulai.
 Menjaga tekanan udara negatif dalam area kerja, memanfaatkan HEPA
dilengkapi penyaringan udara unit.
 Jauhkan hambatan dalam bijaksana sampai proyek selesai dan daerah ini
dibersihkan oleh rumah tangga.
 Area kerja Vacuum HEPA Vacuums dengan-disaring sering.
 Lap permukaan dengan desinfektan.
 Hapus hambatan hati-hati untuk meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-
puing yang terkait dengan konstruksi.
 Mengandung limbah konstruksi sebelum transportasi.
 Transportasi kontainer limbah Sampul atau gerobak, tape penutup jika tutup
atau selimut yang tidak ketat.
IV  Isolat sistem HVAC di area kerja.
 Instal hambatan-api dinilai atau menerapkan metode kubus kontrol sebelum
konstruksi dimulai.
 Menjaga tekanan udara negatif dalam area kerja, memanfaatkan HEPA
dilengkapi penyaringan udara unit.
 Lubang Seal, pipa, saluran, dan tusukan tepat.
 Membangun Serambi dan mewajibkan semua personel untuk melewati ruangan
ini sehingga kemudian dapat disedot dengan HEPA vacuum cleaner sebelum
meninggalkan area kerja, atau memakai kain atau baju kertas yang dikeluarkan
setiap kali mereka meninggalkan area kerja.
 Mengharuskan semua personil memasuki area kerja untuk memakai sepatu
mencakup.
 Jauhkan hambatan dalam bijaksana sampai proyek selesai dan dibersihkan oleh
rumah tangga.
 Vacuum bekerja dengan Vacuums HEPA-disaring setiap hari atau lebih sering
sesuai kebutuhan.
 Daerah sekitarnya pel basah dengan disinfektan setiap hari atau lebih sering
sesuai kebutuhan.
 Hapus hambatan sedemikian rupa untuk meminimalkan penyebaran kotoran dan
puing-puing yang terkait dengan konstruksi.
 Mengandung limbah konstruksi sebelum transportasi.
 Transportasi kontainer limbah Sampul atau gerobak, tape penutup jika tutup
atau selimut yang tidak ketat.

Strategi Risk Reduction-lain


 Jauhkan pintu pasien berdekatan dengan wilayah pembangunan ditutup.
 Seal jendela eksterior untuk meminimalkan infiltrasi dari puing-puing penggalian.
 Tentukan rute alternatif di fasilitas yang memutar staf, pasien, dan pengunjung di sekitar
lokasi konstruksi.
 Jadwal proyek konstruksi utama selama bulan-bulan musim dingin ketika risiko infeksi jamur
yang terendah.
 Tentukan konstruksi-satunya lift, pintu masuk, dan jalan untuk kru konstruksi.
 Hapus puing bangunan melalui jendela di lantai di atas permukaan tanah.
 Relokasi pasien berisiko tinggi ke suatu daerah dihapus dari situs konstruksi.
 Pasang petunjuk yang berkaitan dengan entri non-resmi ke area kerja.
 Area penyimpanan Tentukan bahan bangunan.
 Melatih dan mendidik staf kesehatan, pekerja fasilitas, pekerja konstruksi (Tandai semua yang
 berlaku):
Kontrol Pengendalian Infeksi Paparan Rencana, Kimia Berbahaya, Hidup Keselamatan,
114

Pelaporan Kecelakaan, First Aid, Alat Pelindung Diri, Pelaporan keadaan darurat lingkungan
yang tak terduga (misalnya, timbal cat, asbes, dll).
 Lain:

Langkah 5. Lengkapi monitoring harian untuk memastikan pekerja/ kontraktor mengikuti


pedoman pengendalian infeksi dan kebijakan.
Checklist Pengendalian Infeksi
Selama Konstruksi / Renovasi
Inspektur: Lokasi: Date Waktu:
:
Hambatan Penanganan Air
Tanda-tanda konstruksi Semua jendela di belakang penghalang
diposting. ditutup.
Pintu ditutup dan disegel dengan Tekanan udara negatif di pintu masuk
benar. Penghalang.
Lubang, pipa, saluran, tusukan, Unit aliran udara portabel yang digunakan
dll disegel. untuk menjaga tekanan.
Hambatan debu utuh dan disegel Sampah dan Debris
berjalan negatif.
Lantai dan horisontal permukaan Tidak ada bukti nyata serangga (lalat).
bebas dari debu.
Ubin langit-langit bebas dari Sampah ditempatkan dalam wadah yang
kelembaban. sesuai.
Pembersihan rutin dilakukan di wilayah
Traffic Control
kerja.
Semua pintu dan keluar bebas "Sticky" debu tikar tepat ditempatkan /
dari kotoran. bersih.
Terbatas untuk pekerja konstruksi Tidak ada bukti debu di luar area konstruksi.
dan staf penting.
Alat Pelindung Diri (APD) Debris dihapus dalam wadah tertutup harian.
Pekerja memakai APD yang Diatur kontainer limbah medis dikeluarkan
sesuai. dari area kerja sebelum pekerjaan dimulai.

Langkah 6. Menyelesaikan pemeriksaan pengendalian infeksi akhir setelah selesainya


konstruksi / renovasi.
Checklist Pengendalian Infeksi
Akhir Setelah Penyelesaian Konstruksi / Renovasi
Inspektur: Lokasi: Date: Waktu:

Peralatan
Dispenser sabun terpasang dan diisi. Handuk dispenser terpasang dan diisi.
Sinks fungsional. Benda tajam kontainer terpasang
dengan benar.
Housekeeping
Limbah dan kelebihan peralatan / Permukaan lantai dan bebas debu.
perlengkapan dihapus.
115

Ventilasi
Hubungan tekanan yang tepat Asupan udara / ventilasi bebas dari
diverifikasi. penutup pelindung.

4. Koordinasi Monev (Monitoring Dan Evaluasi) Pendidikan dan Pelatihan PMKP


Koordinasi dmonitoring dan evaluasi pendidikan dan pelatihan PMKP dilakukan dengan
menggunakan tahapan:
a. Pencatatan
Adalah catatan dari masing masing proses pendidikan dan pelatihan dari program
PMKP dari awal hingga akhir kegiatan sampai tindak lanjut bila mana sudah ada sesuai
dengan kegiatannya masing masing, bewrujud antara lain daftar hadir, notulen, dokumen,
sertifikat, hasil pretest, post test, evaluasi dan tindak lanjut masing masing kegiatan untuk
mencapai sasaran /target yang dicapai.
b. Pelaporan program
Laporan proses pendidikan dan pelatihan dari program PMKP dilaporkan tiap 3 (tiga)
bulan sekali ke direksi serta 1 (satu) tahun sekali ke direktur dan laporan sesuai capain
sasaran/ target
c. Evaluasi program
Evaluasi pelaksanaan program sesuai sasaran/target adalah satu kali dalam setahun
pada bulan Desember di akhir tahun oleh Komite Mutu dilaporkan ke Direktur dan
laporan dengan membuat buku laporan tahunan komite mutu.

5. Monitoring & Evaluasi Surveilance, PPI


Pengendalian infeksi nosokimial adalah suatu kegiatan untuk meminimalkan atau
mencegah terjadinya infeksi nosokimial, salah satu program dari pengendalian infeksi
nosokimial adalah surveilanc. Kegiatan surveilance inveksi nosokimial merupakan suatu
aktifitas yang penting dan luas dalam program pengendalian inos dan barus dilakukan untuk
mencapai keberhasilan program inos.
Surveilance infeksi nosokimial adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus, dalam pengumpulan identifikasi analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan
evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang didesiminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Tahapan proses surveilance adalah:
a. Identifikasi populasi.
b. Seleksi out came atau proses surveilance
116

c. Gunakan devinisi surveilance


d. Mengumpulkan data.
e. Menghitung dan menganalisa data infeksi
f. Stratifikasi.
g. Laporan dan rekomendasi tindak lanjut.
Jenis yang dilakukan surveilance pada infeksi nosokimial di PPI adalah:
a. ILO, luka operasi akibat tindakan operasi bersih dikamar bedah.
b. ISK adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih yang timbul akibat infeksi
nosokimial. ISK dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu simtomatis, asimtomatis dan infeksi saluran
kemih lainnya.
c. IADP adalah infeksi aliran darah primer terjadi tanpa adanya fokus infeksi pada lokasi
anatomis lain pada waktu culture darah dinyatakan positif. Episode infeksi aliran darah,
sekunder terhadap canule intravena atau arteri adalah khas dalam klarifikasi infeksi aliran
dalam primer.
d. VAP (Ventilator Associated Pneumonia) adalah kejadian pneumonia pada pasien yang
memakai ventilator.
e. Plebitis adalah infeksi pada aliran darah yang diakibatkan oleh tusukan jarum infuse
dalam waktu lebih dari 2x24 jam
f. Decubitus adalah proses infeksi lebih dari 2x24 jam pada pasien yang tirah baring.

6. Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan Kontrak


Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kontrak mulai dari input, proses dan out put
pelaksanaan kontrak oleh bagian pengadaan terdiri atas penilaian kualitas mutu.

7. Monitoring & evaluasi Penilaian Kinerja Unit


Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penilaian kinerja unit mulai dari input, proses dan
out put pelaksanaan penilaian kinerja unit oleh SDI terdiri atas indikator mutu/SPM (Standar
Pelayanan Minimal), KPI (Key Performance Indicator) dari masing-masing unit rumah sakit.

8. Monitoring & evaluasi Penilaian Kinerja Individu (Profesi & Staf)


Terdiri atas penialian terhadap uraian tugas staf/ clinical prevelege dokter/perawat,
penunjang monitoring dan evaluasi penilaian kinerja individu diperoleh dari koordinasi
dengan SDI yang dapat dilihat dari pelaksanaan penilaian setiap yang dapat dilihat dari
penilaian pelaksanaan.

9. Pelaporan ke Direktur dan laporan tentang kegiatan komite mutu


117

a. Pelaporannya Evaluasi kegiatan :


1) Laporan Bulanan
a) Laporan yang disusun setiap bulan meliputi laporan indikator mutu dari unit ke
komite mutu.
b) Laporan indikator mutu dari komte mutu ke direktur.
c) Laporan kegiatan hasil realisasi kegiatan program mutu, rekomendasi, solusi dan
tindak lanjut ke direktur.
2) Laporan Tri Bulanan
a) Laporan yang disusun setiap 3 (tiga) bulan.
b) Isi : hasil rekapitulasi indikator mutu; usulan, pencapain, permasalahan,
rekomendasi dan tindak lanjut.
c) Rekapitulasi laporan bulanan berisi laporan hasil kegiatan capaian program
komite mutu, permasalan rekomendasi dan tindak lanjut.
d) Laporan tri bulanan diserahkan kepada Direktur.

3) Laporan Tahunan
Laporan Tahunan yang disusun oleh Komite Mutu meliputi :
a. Laporan kebijakan, panduan, pedoman dan SPO tentang mutu.
b. Laporan Indikator Mutu (Indikator Area Klinis, Area Manajerial, dan sasaran
keselamatan Pasien).
c. Laporan Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien (Insiden Keselamatan Pasien,
investigasi, Clinical Risk Management).
d. Laporan hasil kegiatan tentang Panduan praktek klinik dan clinical patway.
e. Laporan asesmen risiko secara proaktif.
f. Laporan Pendidikan dan Pelatihan PMKP.
g. Laporan Surveilance, Monitoring & Evaluasi PPI.
h. Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kontrak.
i. Laporan Monitoring dan evaluasi Penilaian Kinerja Unit dan Individu (Profesi
dan Staf).
j. Laporan hasil kegiatan program mutu lainnya.
k. Laporan hasil capaian kegiatan di bandingkan dengan program yang telah
disetujui dalam RKA tahun yang telah berjalan.
l. Laporan permasalah pelaksanaan program kegiatan mutu.
m. Laporan rekomendasi.
n. Tindak lanjut.
118

BAB IV
LOGISTIK

A. Permintaan Barang (Stock) ke Logistik


Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua barang yang
diperlukan untuk komite peningkatan mutu keselamatan pasien dalam rangka
pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD Kajen Kabupaten
Pekalongan Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang
(stock) ke logistik yaitu :
1. Petugas mutu menulis permintaan barang (stock) melalui blangko permintaan barang
yang sudah disediakan oleh Bagian Logistik.
2. Blangko permintaan barang dibubuhkan ditanda tangani oleh Ketua komite PMKP
3. Petugas mutu menyerahkan blangko permintaan barang kepada bagian Logistik
paling lambat tanggal 6 (enam) setiap bulan.
4. Petugas Logistik menerima blangko permintaan dari bagiankomite mutu.
5. Pada hari berikutnya Petugas mutu mengambil barang yang telah diminta ke Bagian
Logistik.
6. Petugas mutu melakukan pengecekan antara blangko permintaan dengan barang
yang diserahkan.
7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Petugas mutu
menandatangani penerimaan pada blangko permintaan.
8. Barang yang sesuai dibawa ke Bagian Mutu dan dilakukan pengecekan ulang oleh
Petugas mutu yang lain.
9. Barang yang telah diterima dicatat oleh Petugas mutu ke dalam kartu inventaris
barang logistik.
10. Petugas mutu menempatkan Barang pada tempat yang sudah disediakan.

B. Permintaan Barang (Non Stock) ke Logistik atau Pengadaan


Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang (Non
Stock) ke logistik yaitu :
1. Petugas mutu membuat Permintaan Pembelian (PP) melalui blangko permintaan yang
sudah disediakan oleh bagian Logistik.
119

2. Blangko Permintaan Pembelian barang di cetak dan dibubuhkan tanda tangan oleh
Ketua Komite Mutu
3. Petugas mutu mencatat ke dalam Buku ekspedisi Permintaan Pembelian barang.
4. Petugas mutu menyerahkan blangko permintaan pembelian barang kepada Logistik.
5. Petugas logistik menerima Blangko Permintaan Pembelian lalu menandatangani buku
ekspedisi Permintaan Pembelian.
6. Barang akan diproses oleh Petugas Logistik.
7. Petugas Logistik menghubungi Petugas Mutu apabila barang telah ada dan dapat
diambil.
8. Petugas mutu mengambil barang lalu mengecek kesesuaian barang berupa :
a. Kondisi Barang
b. Jumlah Barang yang diminta dengan barang yang ada
9. Barang yang telah sesuai dibawa dan dicatat tanggal penerimaan barang pada buku
ekspedisi Permintaan Pembelian mutu.
10. Barang yang telah dibawa oleh Petugas dilakukan pengecekan ulang, adapun yang
dicek yaitu:
a. Kondisi Barang
b. Jumlah Barang
c. Tanggal expired barang
11. Selanjunya Petugas Mutu mencatat tanggal diterima barang dan tanggal pertama kali
digunakan barang.
12. Setelah dicatat tanggal terima barang dan pertama kali digunakan barang, selanjutnya
barang ditempatkan ke dalam tempat yang tersedia.

C. Permintaan barang sesuai dengan RKA


Rencana kerja adalah dokumen yang dihasilkan dari kegiatan merancang sistem
manajemen yang melibatkan seluruh komponen RSI Sultan Agung mengenai apa dan
siapa yang akan melakukannya dan langkah-langkah yang akan dilakukan guna mencapai
hasil yang efektif.
Anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur
dalam satuan moneter standart dan ukuran untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Permintaan
barang/anggaran RKA (Rencana Kegiatan Anggaran) yang telah diusulkan dan telah
disetujui oleh direksi diinformasikan ke unit untuk direalisasikan pelaksanaanya di
komite mutu. Dengan langkah sebagai berikut:
1. Anggaran masing-masing bidan dan instalasi bisa dilihat secara on line melalui IT
blog RSUD Kajen.
120

2. Untuk mengajukan realisasi anggaran kepada direksi dicantumkan dengan format


yang telah ditentukan.
3. Untuk pengajuan diluar anggaran yang telah disetujui (kegiatana atau barang tidak
tercantum dalam RKA untuk mencantumkan nomoranggaran yang dialih gunakan
atau switching.
4. Format nomor anggaran untuk relisasi anggaran yang sudah disetujui maupun
switching menggunakan format sebagai berikut :

No – Kode Kategori - Kode Program dan Nama kegiatan

Contoh :
45-Mnj344-Prog17, untuk kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan PONEK di
kamar bedah
121

BAB V
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih
aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

B. Tujuan
Terlaksananya data yang valid dalam proses kegiatan keselamatan pasien di seluruh
unit RS dalam rangka mendukung mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

C. Kegiatan terdiri atas


Terlaksananya monitoring dan evaluasi kegiatan keselamatan pasien antara lain :
1. FMEA
2. RCA
3. Manajemen risk
4. Pelaporan insiden
5. Sentinel
6. KTD
7. KTC
8. KNC

Monitoring tersebut dari masing-masing unit dalam pelaksanaan rekomendasi, tindak lanjut
dan redesain sesuai kebutuhan dalam rangka proses kegiatan keselamatan pasien sesuai
data yang valid.
122

BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Keselamatan Kerja
1. Pengertian
Keselamatan kerja adalah sebagian ilmu pengetahuan yang penerapannya sebagai
unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah
mengerjakan pekerjaannya. Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur
keamanan dan kesehatan kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti dalam
bekerja dan melaksanakan prosedur kerja.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 menyatakan bahwa tempat kerja wajib
menyelenggarakan upaya kesehatan kerja adalah tempat kerja yang mempunyai resiko
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai paling sedikit 10
(sepuluh) orang. Rumah sakit adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori
seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di unit komite mutu bertujuan
melindungi karyawan dan pelanggan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam
dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi,
yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan
martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari
perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini pegawai Unit Rekam Medis dan
perlindungan terhadap Rumah Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit.
Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai
dan meningkatkan produktivitas rumah sakit.
Pemerintah berkepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan semua usaha-
usaha masyarakat. Pemerintah berkepentingan melindungi masyaraktnya termasuk para
pegawai dari bahaya kerja. Sebab itu Pemerintah mengatur dan mengawasi pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin:
123

a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.

Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat


digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c. Peranan dan kualitas manajemen

Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dapat terjadi bila :
a. Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;
b. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi;
c. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin;
d. Tidak tersedia alat-alat pengaman;
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll.

2. Tujuan
a. Untuk tercapainya kesehatan dan keselamatan karyawan saat bekerja dan setelah
bekerja
b. Untuk lebih meningkatkan kinerja saat omzet perusahaan
c. Kegiatan rumah sakit berjalan lancar tanpa adanya hambatan
d. Tingkat produktifitas yang optimal

3. Keselamatan Umum
a. Tempat kerja
Tempat kerja diperlukan ruang kerja yang sesuai dengan jumlah SDM suasana
tenang dan terdapat ruang untuk penempatan data, sarana prasarana dan SDM mutu
b. Ergonomis
Ergonomis lingkungan kerja SDI di unit mutu harus sesuai standart ergonomis dari
meja, kursi dan komputer/lap top.
c. Cahaya
Cahaya tempat kerja harus terang karena kegiatan banyak menginput data dan
analitik serta deskriptif.
124

d. Pencegahan mata
SDM mutu sering bekerja di depan komputer atau laptop yang terdapat resiko
radiasi cahaya komputer atau laptop maka perlu screen server laptop atau komputer
serta dukungan kaca mata dan vitamin untuk mata.
e. Tersengat listrik
Tempat kerja banyak peralatan yang berhubungan denga listrik sehingga resiko
tersengat listrik dan konsleting arus listrik sehingga mengakibatkan kerusakan data
atau sistem informasi sehingga diperlukan dukungan sarana ruang, tata lokasi listrik
dan bahan listrik yang sesuai standart.
f. Kebakaran
SDM dilatih pencegahan kebakaran dilingkungan RS.
g. Banjir
Di lakukan pencegahan banjir saat akan kerja, pulang kerja dan saat kerja bila
terjadi proses banjir dengan koordinasi petugas K3 atau petugas siaga bencana.
h. Keamanan data
Keamanan data mutu hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu yang
mempunyai kode di tiap-tiap ruang atau orang yang terlibat dalam mutu.
i. APD
Diperlukan jika kita melakukan moln itoring dan evaluasi saat melakukan
kunjungan kelapangan sesuai unit yang dituju di dalam perawatan/ pelayanan RS
sesuai kebutuhan antara lain. menggunakan masker, sarung tangan.
j. Cuci tangan standart WHO
Cuci tangan sesuai 5 (lima) momen yaitu saat monitoring ke ruang pelayanan
pasien:
1) Sebelum menyetuh pasien
2) Setelah menyentuh pasien
3) Sebelum melakukan tindakan aseptik/prosedur
4) Setelah kontak dengan cairan yang beresiko
5) Setelah kontak dengan lingkungan pasien
125

BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Agar upaya peningkatan mutu di RSUD Kajen dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu
pelayanan.

A. Mutu Pelayanan RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang secara
sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi mutu pelayanan RSUD Kajen
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RSUD Kajen untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di RSUD
Kajen secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan
sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan RSUD Kajen dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang berkepentingan dengan mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen RSUD Kajen
d. Karyawan RSUD Kajen
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu
126

Dimensi atau aspeknya adalah:


a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu terkait dengan Input, Proses, Output dan Outcome
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 4 (empat)
variabel, yaitu :
a. Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi,
informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan
input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah
dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b. Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi profesional
antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat).
Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang penting.
c. Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah sakit.
d. Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.

RSUD Kajen adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar
dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RSUD Kajen
menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis
disiplin. Agar RSUD Kajen mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSUD Kajen harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan RSUD Kajen diawali dengan penilaian akreditasi RSUD
Kajen yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada
kegiatan ini RSUD Kajen harus menetapkan standar input, proses, output, dan outcome,
serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. RSUD Kajen dipacu
untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu
ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RSUD Kajen yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja
RSUD Kajen tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan
127

output yang baik pula. Indikator RSUD Kajen disusun dengan tujuan untuk dapat
mengukur kinerja mutu RSUD Kajen secara nyata.
B. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Kajen
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan
RSUD Kajen, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya,
sehingga mutu pelayanan RSUD Kajen akan menjadi lebih baik.
Di RSUD Kajen upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan
mutu pelayanan RSUD Kajen akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan
mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RSUD Kajen termasuk pimpinan,
pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan
mutu pelayanan RSUD Kajen:
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Kajen
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan
di RSUD Kajen berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Kajen
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan RSUD Kajen secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal.
Khusus : Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RSUD Kajen melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
3. Indikator mutu
128

Indikator mutu RSUD Kajen meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi
pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes),
efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RSUD Kajen maka disusunlah
strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan RSUD Kajen sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RSUD Kajen, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RSUD Kajen, termasuk di dalamnya menyusun
program mutu RSUD Kajen dengan pendekatan PDSA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses
siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan
pemecahan masalah ini.

Masalah akan timbul apabila :


a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang
masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap
pertama.

C. Pengendalian Kualitas Pelayanan


Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan
yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian
kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of
129

customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RSUD
Kajen.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study -Action” (P-D-S-A)
= Relaksasi (rencanakan – laksanakan – belajar – aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai
“siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa
puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A
lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun
itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara
terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi,
seperti tampak pada gambar 1.
Pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya
serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
130

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab


akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk
menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus
perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya
masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007).
Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan.
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-
S-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-
S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut
dapat dijabarkan dalam enam langkah.
Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 (empat) di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi.
Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Sasaran
ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan maksud
tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang
hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu
pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh
semua karyawan.
131

3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do


Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh
karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar
untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5: melakukan pembelajaran akibat pelaksanaan →Study
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka
kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan
jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat
dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat
dari penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang
lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata
bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya
132

sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua
jenis kelompok karyawan yang secara bersama atas kualitas pelayanan dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap
output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin terdapat pengendalian kualitas dalam setiap
tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen,
sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok,
sebagai mata rantai dari suatu proses.

D. Siklus Penatalaksanaan Indikator Sasaran Mutu


133

Proses pelaksanaan monitoring dan evaluasi dalam peningkatan mutu dan


keselamatan pasien menggunakan 5 (lima) siklus yaitu:
1. Design
Tahap dalam siklus layanan dan sebuah elemen yang penting di dalam suatu
perubahan dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien, peran design
dalam proses perubahan dapat dijelaskan sebagai perancangan dari fungsi proses
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD Kajen.
2. Meassure
Untuk menilai dari suatu design yang telah dibuat dilakukan proses meassure
yaitu pengukuran terhadap proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang
dapat menentukan kinerja sekarang dan sebelum mengalami perubahan dalam
pelaksanaan penialian tersebut menggunakan internal database.
3. Assess
Data penilaian indikator mutu dari unit yang telah dimasukkan dalam internal data
base kemudian dilakukan analisa terhadap data tersebut dengan menyesuaikan dengan
SOP dan informasi yang ditampilkan. Untuk dilakukan validasi dari data yang di
input apakah sudah sesuai dengan SPO yang ada, sehingga dapat dilakukan
perbandingan pada informasi yang muncul dan dapat diambil keputusan untuk
perbaikan pada prioritas.
4. Improvement
Dari data yang telah dikumpulkan dilakukan perbaikan inovasi yang dapat
memunculkan trobosan baru dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien
sehingga dapat diputuskan proses perbaikan selanjutnya.
5. Redesign
Perbaikkan dari keseluruhan proses yang ada dalam siklus monitoring dan
evaluasi harus bersifat mencakup pada semua aspek yang berkaitan dengan proses
PMKP, proses ini terus berputar terus menerus sehingga dapat memonitoring dan
mngevaluasi suatu progam yang berjalan sesuai dengan pedoman yang ada.
134

E. Cara Pelaksanaan Monitoring


1. Pimpinan klinis, pimpinan manajerial, Komite Medis dan komite PMKP melakukan visit
ke unit pelayanan secara terpisah atau bersama-sama.
2. Melakukan wawancara kepada :
a. Ka unit pelayanan
b. DPJP
c. Perawat pelaksana
d. Unit RS
3. Menggunakan check list monitoring berupa form E (warna hijau) dan dilakukan tindak
lanjut dan evaluasi secara terus-menerus setiap 3 (tiga) bulan.
4. Membahas hasil visit ke unit pelayanan dengan Komite/Panitia/Tim PMKP dan Komite
Medis.

Untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan proses PDSA di komite mutu kami
melakukan pengendalian mutu sebagai berikut :
1. Ketepatan sample indikator mutu dari unit
a. Definisi operasional
Ketepatan sampel indikator mutu dari unit adalah jumlah sampel dengan kriteria
bila mana seluruh populasi <100 dari total sampel dan bila mana populasi >100 adalah
sampel 30%.
b. Formula
Jumlah unit yang sampelnya sesuai populasi x 100%
Jumlah total unit yang melaksanakan dan
melaporkan pengukuran indikator mutu

c. Target 75%
d. Frekuensi 1 (satu) bulan
2. Ketepatan akurasi pengukuran data hasil validasi dari indikator mutu.
Kriteria:
a. Mengumpulkan data kembali oleh orang kedua*
b. Menggunakan sampel secara statistik*
c. Membandingkan antara data awal dengan data yang dikumpulkan kembali
d. Disebut baik bila akurasi levelnya minimal 90% atau tidak akurasi <10% dengan
rumus akurasi sebagai berikut :

Jumlah Temuan x 100%


Total sampel
135

e. Apabila perbandingan datanya tidak sama, penyebabnya harus dicatat dan tindakan
korektif harus dilaksanakan
f. Mengumpulkan sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan*
g. Jumlah sample untuk validasi jika populasi ≥180 records or greater maka sample 5%
atau maximum 50 sample. Dan jika jumlah populasi <180 records: maka 9 sample
atau jika populasi <9 maka sample 100%.

Definisi operasional
Jumlah unit validasi yang dengan akurasi minimal 90% dari yang dilakukan pengukuran
data validasi.

Formula

Jumlah unit yang dilakukan validasi dengan hasil akurasi ≥90% x 100%
Jumlah total unit yang melaksanakan validasi dan
melakukan pengukuran akurasi

a. Target :100%
b. Frekuensi pengukuran : 1 bulan

3. Ketepatan waktu pelaporan data indikator mutu dari unit


a. Definisi operasional
Ketepatan waktu pelaporan indikator mutu dari unit maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya ke komite mutu.
b. Formula

Jumlah unit yang melaporkan indikator mutu dengan


maksimal tanggal 10 bulan berikutnya x 100%
Jumlah total unit yang melaporkan indikator sarmut

c. Target 75%
d. Frekuensi : 1 bulan
136

4. Ketepatan analitik data indikator mutu sesuai target di komite mutu.


a. Definisi operasional
Ketepatan analitik indikator mutu sesuai target adalah ketepatan komite mutu
melakukan rekapitulasi data dari indikator mutu unit pada tanggal bulan berikutnya
untuk dilaporkan ke direktur.
b. Formula

Jumlah indikator mutu dari unit yang sesuai target x 100%


Jumlah total indikator mutu yang dilaporkan dari unit

c. Target : 75%

5. Ketepatan pemaparan data indikator mutu di komite mutu (eksternal ke website tiap 3
bulan)
a. Definisi operasional
Data indikator mutu yang ditampilkan lewat web site maksimal dalam waktu 3 bulan
sekali dari data indikator mutu.
b. Target : 100%
c. Frekuensi :3 bulan

6. Ketepatan waktu kelaporan data indikator mutu ke pimpinan


a. Definisi operasional
Waktu pelaporan indkator mutu ke direktur maksimal tiap tanggal 16 ke direktur.
b. Formula
Jumlah yayasan indikator mutu ke direktur maksimal tanggal 16
dari komite mutu ke direktur x 100%
Jumlah total yayasan indikator mutu ke direktur dari komite mutu

c. Target :75%
d. Frekuensi pengukuran 3 bulan.
137

BAB IX
PENUTUP

Telah disusun Buku Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kajen,
yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan bagian peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Kajen.
Buku Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kajen ini disusun
dengan harapan dapat menjadi acuan dan pedoman bagi kita, khususnya yang bertugas di unit
komite mutu. Pedoman kerja peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini akan ditinjau ulang
secara periodik, oleh sebab itu masukan yang bersifat membangun sangat diharapkan.

DIREKTUR RSUD KAJEN


KABUPATEN PEKALONGAN

dr. DWI ARIE GUNAWAN, Sp.B


Penata Tk. I
NIP. 19700429 199903 1 002

Anda mungkin juga menyukai