PANDUAN
PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN
MENIMBANG :
a. Bahwa peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif
dan sistematik untuk memantau serta menilai mutu serta kewajaran asuhan
terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan
pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
b. Bahwa rumah sakit perlu menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat
terhadap peningkatan pelayanan secara bertahap melalui upaya program
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
c. Bahwa rumah sakit harus memenuhi elemen-elemen yang dipersyaratkan
dalam standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas perlu ketetapan Direktur tentang
Pedoman Pelayanan Komite Mutu di RSUD Kajen Kabupaten
Pekalongan.
MENGINGAT :
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
d. Peraturan Menteri Kesehatan 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit;
3
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kajen Kabupaten
Pekalongan sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi
setiap tahunnya.
KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Kajen
Pada tanggal : 1 Juni 2015
DIREKTUR RSUD KAJEN
KABUPATEN PEKALONGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif dan sistematik untuk
memantau dan menilai mutu serta kewajaran asuhan terhadap pasien, menggunakan peluang
untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
(Jacobalis S, 1989).
Dalam upaya memberikan pelayanannya, rumah sakit dituntut memberikan pelayanan
sebaik-baiknya sebagai public service. Hal tersebut didasarkan pada tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu. Semakin meningkatnya
tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
mutu pelayanan kesehatan, maka fungsi rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan
secara bertahap terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi kepuasan
terhadap pasien, keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, peningkatan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit perlu
dilakukan. RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan perlu menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat terhadap peningkatan pelayanan secara bertahap melalui upaya program
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Minimal
Pelayanan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki peran yang
sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit sesuai Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) tahun 2011 dan Standar Akreditasi Rumah Sakit Joint Commition Internasional
(JCI) edisi ke 4 berlaku Januari 2011, bahwa PMKP (Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien) merupakan kriteria mayor dalam memenuhi standar dari elemen-elemen yang ada,
6
yaitu harus terpenuhi minimal 80 %, dari total masing masing elemen penilaian yang harus
dipenuhi sesuai standar akreditasi. Berdasarkan elemen tersebut rumah sakit harus
memenuhi elemen-elemen yang disyaratkan dalam standar PMKP. Oleh karena itu
disusunlah Pedoman Layanan Mutu dan Keselamatan Pasien tahun 2015.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Sebagai panduan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai panduan dalam pelayanan Komite Peningkatan Mutu sehingga lebih
terprosedur.
b. Sebagai pelaksanaan sistem monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator
mutu pelayanan rumah sakit.
D. Batasan Operasional
1. Indikator mutu
Indikator mutu adalah suatu cara untuk menilai penampilan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan mutu, dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variable
yang digunakan untuk menganalisis suau perubahan. Menurut WHO, indikator adalah
variable untuk mengukur perubahan.
a. Penyusunan indikator mutu terdiri atas:
1) Usulan dari unit rumah sakit
2) Pemilihan 10 (sepuluh) komut indikator mutu dan diusulkan ke direktur
3) Penetapan kebijakan tentang indikator mutu
4) Pelaksanaan sesuai kebijakan, panduan, pedoman, dan SPO tentang indikator
mutu
b. Jenis indikator mutu
1) Indikator klinis
8
2) Indikator manajerial
3) Indikator sasaran keselamatan pasien rumah sakit
4) JCI Library of Measure
c. Kamus Profil Indikator Mutu
Adalah kumpulan profil yang ada di dalam indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan pelayanan. Kamus profil indikator berisi poin-poin indikator mutu dari
tiap unit rumah sakit dimana didalamnya mencakup judul, dimensi mutu, tujuan,
definisi operasional, nominator, denominator, frekuensi pengumpulan data, periode
analisa, sumber data, PIC, standar dari indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan indikator mutu.
d. Sosialisasi Indikator Mutu
Adalah proses pemberitahuan isi dari indikator mutu pada unit terkait untuk
dilaksanakan di unit masing-masing. Hasil pencapaian indicator mutu
disosialisasikan kepada unit terkait agar unit tersebut dapat melakukan tindak lanjut
atas angka capaian indikator mutu yang telah didapat.
e. Trial Indikator Mutu
Adalah proses uji coba indikator mutu pada unit terkait untuk dinilai validitas,
reliabel, sensitivitas dan spesifik pada suatu indikator mutu yang telah dibuat.
f. Implementasi Indikator Mutu
Adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah indikator mutu yang sudah
disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaaan sudah dianggap fix.
g. Validasi Indikator Mutu
Adalah sebuah data atau informasi yang sesuai dengan keadaan senyatanya. Hasil
pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait dilakukan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa setiap prosedur, kegiatan atau mekanisme yang digunakan dalam
prosedur dan pengawasan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan/sesuai target
(minimal sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit).
h. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu
Adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan indikator mutu
unit dan melaporkan data tersebut kepada Direktur berupa laporan lengkap
pelaksanaan indikator mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan.
i. Analisis Data Indikator Mutu
Adalah instrumen atau data yang diorganisir, diklasifikasi sampai pengambilan
keputusan yang digunakan dalam setiap langkah untuk mengukur hasil akhir.
9
HAM (High Alert Medication) atau obat kewaspadaan tinggi adalah obat-obatan
yang termasuk dalam obat yang dapat menyebabkan risiko tinggi membahayakan
pasien secara signifikan apabila terjadi kesalahan.
Obat NORUM (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip) adalah obat yang berisiko
menimbulkan kesalahan karena nama obat yang membingungkan, yaitu obat yang
bentuknya mirip atau namanya kedengaran mirip.
BAB II
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Indikator mutu
Adalah suatu cara untuk menilai penampilan suatu kegiatan yang berkaitan dengan mutu
dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk
menganalisis suatu perubahan. Menurut WHO, indikator adalah variable untuk mengukur
perubahan.
1. Penyusunan indikator mutu terdiri atas pemilihan indikator mutu, penetapan
kebijakan, panduan, dan SPO tentang indikator mutu.
Penyusunan indikator mutu sesuai kamus profil indikator, penetapan kebijakan,
panduan, serta SPO tentang indikator mutu, kemudian dilakukan pemilihan indikator
mutu pada 5 (lima) area prioritas dengan kriteria pemilihan pada unit-unit dengan kasus
high risk, high volume, high cost sesuai kebutuhan unit-unit rumah sakit, dengan target
minimal mengacu pada SPM Rumah Sakit. Indikator mutu terpilih dari unit diajukan
kepada komite mutu dengan format profil indikator.
2. Jenis indikator mutu
a. Indikator klinis
Indikator mutu area klinis adalah cara untuk menilai mutu atau kualitas dari suatu
kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang berkaitan langsung
dengan proses perawatan dan pelayanan terhadap penyakit pasien.
b. Indikator manajerial
Indikator mutu area manajerial adalah cara untuk menilai mutu atau kualitas dari
suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit yang berkaitan dengan
proses me-manage/mengatur dalam hal perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara
efektif dan efesien dengan penyelesaian pekerjaan inti melalui orang lain (definisi
menurut Mary Parker Follet). Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai
dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan
secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal/ target.
c. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Indikator mutu area sasaran keselamatan pasien adalah cara untuk menilai mutu
atau kualitas dari suatu kegiatan, dalam hal ini mutu pelayanan di rumah sakit, dalam
upaya menurunkan angka kejadian/ insiden untuk meningkatkan keselamatan pasien.
16
Judul Pengkajian Awal Risiko Jatuh pada Pasien Rawat Inap dalam
Waktu 24 jam.
Dimensi Mutu Keselamatan pasien.
Tujuan Tergambarnya usaha pencegahan terjadinya risiko pasien jatuh.
Alasan Pengukuran Sesuai amanat dari standar akreditasi RS dari komponen Sasaran
Indikator/
Keselamatan Pasien.
Dasar Pemikiran/
Literatur
Definisi Operasional Pengkajian awal risiko pasien jatuh adalah pengkajian yang
dilakukan untuk menilai risiko pasien jatuh pada saat pasien masuk
rawat inap dalam waktu 24 jam.
Kriteria :
- Inklusi Pasien baru rawat inap baik pasien dewasa maupun pasien anak-
anak.
- Eksklusi Pasien rawat jalan.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah pasien baru yang masuk ke ruang perawatan dan
mendapatkan pengkajian risiko jatuh dalam periode satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien baru yang masuk ke ruang perawatan dalam
bulan yang sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Rekam Medik
Target Sampel dan Seluruh populasi pasien baru dalam 1 bulan.
19
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Instalasi Radiologi
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Mohon dijelaskan Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
mengenai rencana
analisis
Mohon dijelaskan Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
bagaimana hasil- KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
hasil data akan
disebarluaskan pada
staf
secara aseptik.
c. Jahitan sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan, kecuali bila hasil biakan negatif.
d. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
- Eksklusi Yang tidak termasuk ILO :
a. Potensial kontaminasi prosedur.
b. Prosedur operasi kotor.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Jumlah pasien pasca operasi bersih yang mengalami infeksi dalam
satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien yang di operasi bersih dalam bulan yang
sama.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran < 2%
Indikator
Sumber Data Laporan Sub Komite PPI
Target Sampel dan Seluruh pasien yang dioperasi bersih.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
25
staf
Bagaimana hasil-hasil Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada staf
PMKP 7c. REAKSI OBAT TIDAK DIHARAPKAN YANG SERIUS
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Instalasi Farmasi
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap bulan
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
32
Tempat IBS
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP IBS
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap bulan
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Rekam medik
Target Sampel dan Seluruh informed consent tindakan pembedahan.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rekam Medik
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rekam Medik
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
satu bulan.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran < 2,2 ‰
Indikator
Sumber Data Unit Rawat Inap
Target Sampel dan Semua pasien rawat inap dalam satu bulan yang sama.
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap, Sub Komite PPI
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
hasil data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
Rumah Sakit.
Tipe Indikator Proses, Hasil
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah laporan yang disampaikan oleh rumah sakit ke Kemenkes RI
SK Menkes No. 1410/MENKES/SK/X/2011 dalam periode satu
bulan.
Denominator Jumlah laporan yang wajib dilaporkan oleh rumah sakit ke Kemenkes
RI SK Menkes No. 1410/MENKES/SK/X/2011 dalam bulan yang
sama.
Cara Pengukuran / Formula Numerator
x 100%
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Laporan Bidang Bina Program dan Rekam Medis
Target Sampel dan Ukuran Semua jenis kegiatan pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan
Sampel (n) perundangan yang telah ditentukan.
Tempat Pengambilan Data Unit Rekam Medis dan Bidang Bina Program
Metodologi Pengumpulan Concurrent
Data
Pengumpul Data / Validator / Penanggung jawab PMKP Unit Rekam Medis dan Bidang Bina
PIC
Program
Frekuensi Penilaian Data Tiap hari
Periode Waktu Pelaporan Tiap bulan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil-hasil data Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
akan disebarluaskan pada KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
staf
- Eksklusi Insiden / kejadian yang tidak ditulis dalam form laporan insiden internal
rumah sakit.
Tipe Indikator Proses
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah laporan insiden keselamatan pasien yang ditindaklanjuti dalam
satu bulan.
Denominator Jumlah semua insiden keselamatan pasien dalam bulan yang sama.
Literatur
Definisi Operasional - Harapan adalah keinginan serta persepsi yang diinginkan oleh
pelanggan terhadap pelayanan rumah sakit.
- Pelayanan rumah sakit yang dimaksud adalah pelayanan
dokter, pelayanan perawat, pelayanan obat, pelayanan makanan,
dan kebersihan lingkungan di Unit Rawat Inap maupun Rawat
Jalan, dan Unit Penunjang Medik maupun Penunjang Non
Medik.
Kriteria :
- Inklusi Pasien/keluarga pasien/pengunjung (pelanggan) rumah sakit yang
disurvei.
- Eksklusi Karyawan rumah sakit.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Persentase
Numerator Jumlah pelanggan yang disurvey yang menyatakan harapannya
terpenuhi.
Denominator Jumlah seluruh pelanggan yang disurvey.
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran Minimal 80% menyatakan puas
Indikator
Sumber Data Survey
Target Sampel dan Seluruh sampel pelanggan yang telah dihitung dari jumlah populasi
Ukuran Sampel (n) pasien rumah sakit dalam periode 1 tahun.
Tempat Pengambilan Seluruh Unit/Instalasi/Ruang/Bidang Pelayanan di Rumah Sakit
Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Bidang Bina Program
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap 1 tahun
Data
Periode Waktu Tiap 1 tahun
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 1 tahun.
Bagaimana hasil-hasil Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi
data akan KMKP dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
Lanjutanpada
disebarluaskan (IAM 5) .......
staf
Denominator
Target Pengukuran 100%
Indikator
Sumber Data Observasi
Target Sampel dan Ukuran Minimal 50 proses yang diamati
Sampel (n)
Tempat Pengambilan Data Unit Rawat Inap
Metodologi Pengumpulan Concurrent
Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Data Tiap hari
Periode Waktu Pelaporan Tiap bulan
Kriteria :
- Inklusi Komunikasi verbal dalam menangani proses tindakan pasien rawat inap.
c. Jatuh berulang
- Eksklusi Pasien rawat jalan.
Keluarga pasien, pengunjung, dan karyawan rumah sakit yang tidak
sedang dirawat.
Tipe Indikator Hasil
Jenis Indikator Rate based
Numerator Insiden pasien jatuh dalam satu bulan yang sama
Denominator -
Cara Pengukuran / Numerator
Formula x 100%
Denominator
Target Pengukuran 0
Indikator
Sumber Data Laporan insiden
Target Sampel dan Seluruh pasien Rawat Inap, Rawat jalan, Penunjang medik
Ukuran Sampel (n)
Tempat Unit Rawat Inap
Pengambilan Data
Metodologi Concurrent
Pengumpulan Data
Pengumpul Data / Penanggung jawab PMKP Unit Rawat Inap
Validator / PIC
Frekuensi Penilaian Tiap hari
Data
Periode Waktu Tiap bulan
Pelaporan
Rencana analisis Analisis dilakukan tiap 3 bulan.
Bagaimana hasil- Hasil data indikator disosialisasikan dalam acara rapat koordinasi KMKP
hasil data akan dengan manajemen dan semua unit pelayanan terkait.
disebarluaskan pada
staf
Pencatatan adalah catatan pada sensus harian unit rumah sakit tentang pelaksanaan
indikator mutu utama pada unit terkait. Pelaporan berisi laporan hasil pelaksanaan indikator
mutu pada unit terkait. Pelaporan dari unit ke Komite Mutu setiap 1 (satu) bulan, pelaporan
dari komite ke direktur setiap 3 (tiga) bulan, dan pelaporan dari direktur ke yayasan setiap 1
(satu) tahun.
G. Petunjuk Pengisian
1. Sensus Harian Indikator Rumah Sakit (format sederhana unit terkait) dibagikan pada
semua institusi yang terkait seperti: ruang rawat inap, IGD, catatan medik/ unit rekam
medik atau unit lain.
2. Penanggungjawab pengisian format sensus harian adalah Kepala Bagian/Kasi/Kepala
Instalasi/Penanggung jawab unit terkait (laporan dibuat setiap bulan selambat-lambatnya
tanggal 3 bulan berikutnya).
3. Formulir laporan bulanan (form B) rumah sakit diisi oleh Kepala Bagian/Kasi/ Kepala
Instalasi/ Penanggung jawab unit terkait berdasarkan pada data-data yang ada pada form
A. Formulir ini harus sudah diserahkan selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya
pada Komite Mutu.
4. Pengisian laporan formulir C dari tiap-tiap unit dilakukan rekapitulasi indikator mutu
berdasarkan hasil data pengisian dari formulir B, dilaporkan kepada Komite Mutu
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
5. Formulir B dan Formulir C dari unit yang telah diisi lengkap dilaporkan kepada Komite
Mutu pada tanggal 10 bulan berikutnya, dan akan direkapitulasi hasil indikator mutu
utama/unit oleh Komite Mutu ke dalam Formulir C yang sudah disediakan.
6. Hasil analisa rekapitulasi (selesai di Komite Mutu sampai tanggal 15) dari indikator mutu
pelayanan rumah sakit oleh Komite Mutu harus dilaporkan pada Direktur selambat-
lambatnya tanggal 18 bulan berikutnya.
a. FORM A. Sensus Harian Indikator Mutu Dari Unit Kepada Komite Mutu
UNIT : ………
JUDUL INDIKATOR AREA : ……… (Misal kelengkapan pengkajian awal pasien baru di
IGD dalam 24 jam – Area Klinis)
BULAN : ………
TAHUN : ………
AREA MONITORING : ……… (Rawat Jalan/ Rawat Inap, dll)
SUMBER DATA : ……… (Check list/ Rekam Medis/ Asesmen Pasien Jatuh dll)
SAMPLE SIZE : ……… (Populasi >1000, sampel 10%;
Populasi ≥100, sampel 30%;
Populasi <100, sampel 100%)
Nama Unit :
Area :
Numerator :
60
Denumerator :
manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan
analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel
bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau
jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
3. Menentukan jumlah sample
a. Ukuran populasi di atas 1000, maka sample = 10 %
b. Ukuran populasi ≥ 100, sampelnya paling sedikit 30%
c. Ukuran populasi <100, sampelnya harus 100%.
2. Indikator sasaran mutu dilakukan validasi data baik internal maupun eksternal.
3. Validasi data dilakukan saat:
a. Implementasi pengukuran proses baru
b. Publikasi data
c. Terjadi perubahan proses yang sudah berjalan
d. Terjadi perubahan hasil pengukuran dengan sebab yang tidak diketahui
e. Sumber dan subyek pengumpulan data berubah
4. Komite Mutu melakukan perbandingan data asli dengan hasil data yang diambil oleh
orang kedua.
5. Hasil sample data yang dilakukan oleh orang pertama dan kedua bisa terjadi kesamaan
atau perbedaan secara signifikan.
6. Hasil data yang mengalami perbedaan secara signifikan atau ada perbedaan akurasi
cukup jauh, maka bisa melakukan pengukuran data ulang dengan rumus akurasi sebagai
berikut: jumlah temuan yang berbeda dibagi total sampel yang ada dikalikan 100%.
Dengan rumus akurasi :
7. Data baik jika hasil ketidakakurasian data tidak melebihi dari 10%
8. Data hasil ketidakakurasian ≥ 10 %, maka dilakukan corrective action, kemudian
diimplementasikan kepada unit terkait. Setelah corrective action diimplementasikan,
lakukan proses pengumpulan data lagi sampai akurasi data mencapai >90%.
9. Data dari sasaran mutu baru setelah corrective action, dilakukan pengukuran frekuensi
analisa data oleh unit.
10. Penentuan frekuensi analisa data sasaran mutu corrective action sesuai dengan kebutuhan
dan urgensi dari proses pengumpulan data tersebut yang ditentukan oleh Direktur.
11. Tampilan data hasil analisa setelah corrective action dengan menggunakan data statistic
deskriptif pada tinjauan manajerial/ rapat pimpinan.
12. Komite Mutu melaporkan hasil analisa data corrective action kepada Direktur Rumah
Sakit untuk mendapatkan legalitas sesuai dengan tujuan validasi data terutama untuk
kepentingan publikasi pimpinan rumah sakit memastikan reliabilitas data.
N. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu
Pencatatan adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan indikator
mutu unit dan melaporkan data tersebut kepada Direktur berupa laporan lengkap pelaksanaan
indikator mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan. Pelaporan berisi laporan hasil
pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait.
1. Pelaporan dari unit ke komite mutu setiap 1 (satu) bulan.
2. Pelaporan dari komite ke Direktur setiap 3 (tiga) bulan.
63
P. Rapat Pimpinan Indikator Mutu Baik Insidentil, Bulanan atau Tri Bulanan
Rapat Tinjauan Manajemen/rapat pimpinan baik insidentil maupun rutin adalah kegiatan
koordinasi yang dilakukan oleh pimpinan unit yang berkaitan dengan indikator mutu pada
unit tersebut dan kegiatan komite mutu bersama dengan direksi dalam membahas,
mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut mengenai indikator mutu, dilaksanakan setiap 1
(satu) bulan dan 3 (tiga) bulan.
R. Publikasi Data Indikator Mutu antara lain Website, Media Informasi, Mading dan
Sosialisasi Baik Tertulis Maupun Lisan
Hasil pencapaian indikator mutu dilakukan sosialisasi kepada unit terkait. Agar unit
terkait data melakukan tindak lanjut atas angka capaian indikator mutu yang telah didapat.
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja
program/proyek untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja
program/proyek. Dalam program menjaga mutu, pelaksanaan kegiatan ini tercakup dalam
suatu siklus kegiatan tertentu yang dikenal dengan nama siklus PDSA ( Plan, Do, Study,
Action).
PDSA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyusunan rencana kerja,
pelaksanaan rencana kerja, pemeriksaan pelaksanaan rencana kerja, serta perbaikan yang
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Proses pelaksanaan monitoring dan evaluasi
dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien menggunakan 5 (lima) siklus yaitu:
1. Design
Tahap dalam siklus layanan dan sebuah elemen yang penting didalam suatu perubahan
dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien, peran design dalam proses
perubahan dapat dijelaskan sebagai perancangan dari fungsi proses peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.
2. Meassure
Untuk menilai dari suatu design yang telah dibuat dilakukan proses meassure yaitu
pengukuran terhadap proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dapat
menentukan kinerja sekarang dan sebelum mengalami perubahan dalam pelaksanaan
penilaian tersebut menggunakan internal database.
3. Assess
Data dari unit yang telah dimasukkan dalam internal database kemudian dilakukan
analisa terhadap data tersebut dengan menyesuaikan dengan SOP dan informasi yang
ditampilkan, untuk dilakukan validasi dari data yang diinput apakah sudah sesuai dengan
SPO yang ada. Sehingga dapat dilakukan perbandingan pada informasi yang muncul dan
dapat diambil keputusan untuk perbaikan pada prioritas.
4. Improvement
Dari data yang telah dikumpulkan dilakukan perbaikan inovasi yang dapat memunculkan
trobosan baru dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien sehingga dapat
diputuskan proses perbaikan selanjutnya.
5. Redesign
Perbaikan dari keseluruhan proses yang ada dalam siklus monitoring dan evaluasi harus
bersifat mencakup pada semua aspek yang berkaitan dengan proses PMKP. Proses ini
66
terus berputar sehingga dapat memonitoring dan mengevaluasi suatu progam yang
berjalan sesuai dengan pedoman yang ada.
T. Pelaporan ke Direktur
Pelaporan hasil pelaksanaan indikator mutu di unit terkait yang telah direkapitulasi oleh
kepala ruang kepada komite mutu dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan sekali. Dari laporan tiap
unit, hasil pelaksanaan indikator mutu dilakukan validasi oleh komite mutu untuk kemudian
dilaporkan kepada Direktur setiap 3 (tiga) bulan sekali. Setiap tahun dilakukan pelaporan
hasil akhir pencapaian peningkatan mutu rumah sakit kepada pemilik RS.
DIREKTUR
PEMILIK RS
diterapkan sesuai dengan keadaan pasien. Oleh karenanya dikatakan bahwa semua PPK
bersifat rekomendasi atau advis. Apa yang tertulis dalam PPK tidak harus diterapkan
pada semua pasien tanpa kecuali.
Berikut alasan mengapa PPK harus diterapkan dengan memperhatikan kondisi pasien
secara individual.
a. PPK dibuat untuk ’average patients’.
b. PPK dibuat untuk penyakit atau kondisi kesehatan tunggal.
c. Respon pasien terhadap prosedur diagnostik dan terapeutik sangat bervariasi.
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak.
e. Praktik kedokteran modern mengharuskan kita mengakomodasi apa yang
dikehendaki oleh keluarga dan pasien.
Orang yang paling berwenang menilai secara komprehensif keadaan pasien adalah
dokter yang bertugas merawat. Dialah yang akhirnya menentukan untuk memberikan
atau tidak memberikan obat atau prosedur sesuai dengan PPK. Dalam hal ia tidak
melaksanakan apa yang ada dalam PPK, maka ia harus menuliskan alasannya dengan
jelas dalam rekam medis, dan ia harus siap untuk mempertanggungjawabkannya. Bila ini
tidak dilakukan maka dokter tersebut dianggap lalai melakukan kewajibannya kepada
pasien.
5) Revisi PPK
PPK merupakan panduan terkini untuk tata laksana pasien, karenanya harus selalu
mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untuk itu PPK secara periodik perlu
dilakukan revisi, biasanya setiap 2 (dua) tahun. Idealnya meskipun tidak ada perbaikan
dalam sebagian besar PPK yang ada, peninjauan tetap harus dilakukan setiap 2 (dua)
tahun.
Masukan untuk revisi diperoleh dari PNPK yang baru (bila ada), pustaka
mutakhir, serta pemantauan rutin apakah PPK selama ini dapat dan sudah dikerjakan
dengan baik. Proses formal audit klinis dapat merupakan sumber yang berharga untuk
revisi PPK, namun bila audit klinis belum dilaksanakan, pemantauan rutin merupakan
sumber yang penting pula. Untuk menghemat anggaran, di rumah-rumah sakit yang
sudah mempunyai ‘intranet’, PPK dan panduan lain dapat di-upload yang dapat diakses
setiap saat oleh para dokter dan profesional lainnya, dan bila perlu dicetak.
U. Clinical Pathway (CP)
Clinical pathway (CP, alur klinis) memiliki banyak sinonim, yakni care pathway,
care map,integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of
care, collaborative care pathways. CP dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus
dilakukan pada kondisi klinis tertentu. CP memberikan rencana tata laksana hari demi
71
hari dengan standar pelayanan yang dianggap sesuai. Pelayanan dalam CP bersifat
multidisiplin sehingga semua pihak yang terlibat dalam pelayanan (dokter/dokter gigi,
perawat, fisioterapist, dll) dapat menggunakan format yang sama.
Kelebihan format ini adalah perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari,
baik intervensi maupun outcome-nya. Oleh karenanya CP paling layak dibuat untuk
penyakit atau kondisi klinis yang bersifat multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat
diprediksi (pada setidaknya 70% kasus). Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal
yang menyimpang, ini harus dicatat sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut.
Perjalanan klinis dan outcome penyakit yang dibuat dalam CP dapat tidak sesuai
dengan harapan karena:
a. Memang sifat penyakit pada individu tertentu,
b. Terapi tidak diberikan sesuai dengan ketentuan,
c. Pasien tidak mentoleransi obat, atau
d. Terdapat ko-morbiditas.
Apa pun yang terjadi harus dilakukan evaluasi dan dokter memberikan intervensi
sesuai dengan keadaan pasien. Pada umumnya di suatu rumah sakit umum hanya 30
persen pasien yang dirawat dengan menggunakan CP. Selebihnya pasien dirawat dengan
prosedur biasa (usual care). CP hanya efektif dan efisien apabila dilaksanakan untuk
penyakit atau kondisi kesehatan yang perjalanannya predictable, khususnya bila
memerlukan perawatan multidisiplin.
Ide pembuatan CP adalah membuat standardisasi pemeriksaan dan perawatan
pasien yang memililiki pola tertentu. Bila perjalanan klinis suatu penyakit sangat
bervariasi, tentu sulit untuk membuat ‘standar’ pemeriksaan dan tindakan yang
diperlukan hari demi hari. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk membuat
CP bagi penyakit apa pun, namun dengan catatan:
a. Ditetapkan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas,
b. Bila pasien sudah dirawat dengan cp namun ternyata mengalami komplikasi atau
terdapat ko-morbiditas tertentu, maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari cp dan
dirawat dengan perawatan biasa.
Format CP Untuk Pemberi Jasa Dan Pasien
CP adalah dokumen tertulis. Terdapat pelbagai jenis format CP yang tergantung pada jenis
penyakit atau masalah serta kesepakatan para profesional. Namun pada umumnya format CP
berupa tabel yang kolomnya merupakan waktu (hari, jam), sedangkan barisnya merupakan
obervasi / pemeriksaan / tindakan / intervensi yang diperlukan.
Format CP dapat amat rumit dan rinci (misalnya pemberian obat setiap 6 jam dengan dosis
tertentu; bila ini melibatkan banyak obat maka menjadi amat rumit). Ruang yang tersedia untuk
72
mencatat hal-hal yang diperlukan juga dapat amat terbatas, lebih-lebih format yang sama diisi
oleh semua profesi yang terlbat dalam perawatan, karena sifat multidisiplin CP.
CP yang baik juga seyogianya dilengkapi dengan format untuk pasien dan keluarga,
sehingga pihak pasien dan keluarga dapat melakukan kontrol terhadap apa yang seharusnya
diperoleh dan apa yang tidak. Versi untuk pasien ini mencakup:
a. Penyakit atau keadaan yang dihadapi.
b. Dokter dan petugas lain yang terlibat dalam pelayanan.
c. Perawatan yang seharusnya diperoleh dan kapan harus diperoleh.
d. Rencana lama perawatan.
e. Rencana pemulangan pasien (kriteria, apa yang harus dilakukan di rumah).
Algoritme
Algoritme merupakan format tertulis berupa flowchart dari pohon pengambilan
keputusan. Dengan format ini dapat dilihat secara cepat apa yang harus dilakukan pada situasi
tertentu. Algoritme merupakan panduan yang efektif dalam beberapa keadaan klinis tertentu
misalnya di ruang gawat darurat atau instalasi gawat darurat. Bila staf dihadapkan pada situasi
yang darurat, dengan menggunakan algoritme ia dapat melakukan tindakan yang cepat untuk
memberikan pertolongan.
Protokol
Protokol merupakan panduan tata laksana untuk kondisi atau situasi tertentu. Misalnya
dalam PPK disebutkan bila pasien mengalami atau terancam mengalami gagal napas dengan
kriteria tertentu perlu dilakukan pemasangan ventilasi mekanik. Untuk ini diperlukan panduan
berupa protokol, bagaimana melakukan pemasangan ventilasi mekanik, dari pemasangan
endotracheal tube, mengatur konsetrasi oksigen, kecepatan pernapasan, bagaimana pemantauan,
apa yang harus diperhatikan, pemeriksaan berkala apa yang harus dilakukan, dan seterusnya.
Dalam protokol harus termasuk siapa yang dapat melaksanakan, komplikasi yang mungkin
timbul dan cara pencegahan atau mengatasinya, kapan suatu intervensi harus dihentikan, dan
seterusnya.
Prosedur
Prosedur merupakan uraian langkah-demi-langkah untuk melaksanakan tugas teknis
tertentu. Prosedur dapat dilakukan oleh perawat (misalnya cara memotong dan mengikat
talipusat bayi baru lahir, merawat luka, suctioning, pemasangan pipa nasogastrik), atau oleh
dokter (misalnya pungsi lumbal atau biopsi sumsum tulang).
Standing orders
73
Standing orders adalah suatu set instruksi dokter kepada perawat atau profesional
kesehatan lain untuk melaksanakan tugas pada saat dokter tidak ada di tempat. Standing orders
dapat diberikan oleh dokter pada pasien tertentu, atau secara umum dengan persetujuan komite
medis. Contoh: perawatan pascabedah tertentu, pemberian antipiretik untuk demam, pemberian
anti kejang per rektal untuk pasien kejang, defibrilasi untuk aritmia tertentu.
BAB III
MONITORING DAN EVALUASI
3) Band Resiko
Band Risiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu
Biru, Hijau, Kuning dan Merah “Bands“ akan menentukan investigasi yang akan
dilakukan.
b. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar Langkah-langkah RCA :
1) Identifikasi insiden
2) Pembentukan tim
75
3) Pengumpulan data
4) Pemetaan data
5) Identifikasi masalah
6) Analisis informasi
7) Rekomendasi dan solusi
c. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2) Membuat diagram proses.
3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan
dampaknya.
4) Memprioritaskan modus kegagalan.
5) Identifikasi akar masalah.
6) Redesain proses.
7) Analisis dan uji prose baru.
8) Implementasi dan monitor perbaikan proses.
d. Kembangkan sistem pelaporan
Cara melaksanakan dengan :
1) Pelaporan insiden rumah sakit (internal) : KPC, KTC, KTD, Sentinel dan KNC.
Maksimal 2x24 jam ke Komite KPRS pada kejadian insiden baik pasien
pengunjung, keluarga maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit dengan
pelaporan insiden internal secara tertulis.
2) Pelaporan insiden eksternal rumah sakit
e. Libatkan dan komunikasi dengan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan mengembangkan cara-cara komunikasi
yang terbuka dengan pasien misal:
1) Melibatkan pasien dan masyarakat dalam mengembangkan pelayanan yang lebih
aman, dengan cara informasi hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit.
2) Melibatkan pasien dalam proses perawatan dan pengobatan dirinya sendiri.
a) Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pasien sangat ingin dilibatkan
sebagai mitra dalam proses pengobatan dirinya sendiri (brosur)
b) Kemitraan ini berarti petugas kesehatan perlu melibatkan pasien dalam :
⇒ Menentukan diagnosa yang tepat.
⇒ Memutuskan pengobatan yang benar.
⇒ Mendiskusikan risiko.
76
⇒ Memastikan obat diberikan dengan benar dan monitor, dengan 5 tip utama
yaitu :
– Berbagilah pertanyaan atau kepedulian tentang obatobatan yang anda
peroleh dan tanyakan tentang pilihan lain.
– Ceritakan kepada profesi kesehatan tentang obat-obatan yang sedang
anda gunakan.
– Ceritakan apabila anda menganggap obat-obatan tersebut tidak efektif
atau menimbulkan efek samping.
– Tanyakan apabila anda tidak yakin bagaimana cara menggunakan
obat tersebut atau untuk berapa lama.
– Tanyakan apabila anda memerlukan bantuan untuk memperoleh obat
tersebuit secara reguler.
3) Bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, doronglah untuk saling terbuka,
komunikasi dua arah antara profesional kesehatan dan pasien.
a) Keterbukaan pada saat terjadi insiden merupakan unsur fundamental dalam
kemitraan antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
b) Bila terjadi insiden, pasien atau keluarga sangat ingin mendapatkan informasi
tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
c) Mereka juga mengharapkan seseorang menyampaikan ”maaf”.
4) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan pembuatan akar masalah atau
RCA dari kejadian insiden dengan matrix grading kuning dan merah yang telah
dilaporkan ke komite KPRS.
5) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan menggunakan redesain sistem
dengan FMEA dengan cara proaktif sebelum insiden terjadi di rumah sakit.
b. Pasien tidak diketahui identitasnya dan masuk ke IGD secara serentak (bersamaan),
digunakan inisial laki-laki (X) / perempuan (Y), diikuti numeral sesuai dengan urutan
pasien masuk dan tanggal masuk rumah sakit.
* Misalnya : Tn. X1, 25-08-13
Tn. X2, 25-08-13, dst.
Apabila kemudian identitas pasien telah diketahui/pasien sadar sepenuhnya, maka proses
identifikasi selanjutnya dilakukan sesuai dengan identitas asli.
6. Tata laksana pada kontrak indikasi pemasangan gelang
a. Pasien yang menolak pemasangan gelang
Lakukan edukasi ulang oleh PenanggungJawab/ Kepala Ruang/ Ketua Tim/Ketua
Shift, apabila pasien tetap menolak, pasien atau keluarga mengisi surat penolakan
(format formulir penolakan tindakan).
b. Pasien alergi dengan bahan gelang
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis no 14 A) pasien sebagai
bukti.
2) Label identitas dapat ditempelkan di baju pasien (pada dada sebelah kanan)
melalui prosedur yang sama dengan prosedur pemasangan gelang identitas.
c. Kasus-kasus dengan penyulit, misalnya: luka bakar luas, fraktur multipel, dsb.
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A) pasien sebagai
Bukti.
2) Label identitas dapat ditempelkan di papan nama tempat tidur pasien
d. Pasien bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A) pasien sebagai
Bukti.
2) Label identitas pasien dapat ditempelkan di dinding incubator, melalui prosedur
yang sama dengan prosedur pemasangan gelang identitas.
e. Pasien bayi dengan cacat kongenital tidak ada anggota ekstremitas tangan dan kaki
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A) pasien sebagai
bukti.
2) Label identitas pasien dapat ditempelkan di tempat tidur bayi, melalui prosedur
yang sama dengan prosedur pemasangan gelang identitas.
c. Assesment (penilaian)
1) Masalah apa yang dialami pasien berdasarkan analisis situasi dan background.
2) Seberapa besar tingkat kegawatan masalah sehingga harus dicarikan jalan keluar.
Misalnya, pada pasien yang mengalami sesak nafas, penilaian dari perawat atau
dokter jaga adalah pasien mengalami gagal nafas.
d. Recommendation (tindak lanjut)
Tindak lanjut apa yang harus dilalukan untuk memecahkan masalah diatas. Mengambil
contoh pasien dengan sesak nafas yang mengalami gagal nafas, rekomendasi yang
diharapkan adalah memindahkan pasien ke ICU.
Sasaran yang ingin dicapai dalam model komunikasi SBAR adalah agar informasi yang
disampaikan oleh perawat ke dokter dapat akurat dan tepat, dalam rangka pengambilan
keputusan terhadap situasi klinis yang dihadapi pasien. Sebuah survey yang dilakukan di rumah
sakit Moncton memperlihatkan, sebelum diterapkan model komunikasi SBAR, sebanyak 25 %
dokter mengatakan tidak puas terhadap informasi yang diberikan perawat. Keadaan berubah,
setelah SBAR digunakan sebagai metode komunikasi di rumah sakit tersebut.
Tehnik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation.
Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab tiga pertanyaan,
yaitu : What is it ? (apa yang terjadi), What do you need me to do ? (apa yang diharapkan dari
perawat terhadap dokter yang dihubungi), When do I have to do it ? (kapan dokter harus segera
ambil tindakan). Sebelum seorang perawat menghubungi dokter, sebaiknya ia lebih dulu
memeriksa pasien, mempelajari catatan medis, mengetahui diagnosis dan masalah yang dialami
pasien.
Situation. Apa yang ingin ditampilkan dalam situation adalah : apa yang terjadi pada diri pasien.
Keluhan atau tanda klinis yang mendorong untuk dilaporkan, misalnya sesak nafas, nyeri dada,
penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, dsb.
Background. Dalam unsur background, pertanyaan yang harus dijawab adalah latar belakang
klinis apa yang menyebabkan keluhan tersebut. Informasi yang terkandung dalam unsur
background, berupa data terapi yang sudah diberikan, diagnosis pasien dan data klinis pasien
yang mendorong perawat melaporkan pasien tersebut ke dokter. Data klinis pasien yang
dilaporkan dapat berupa data klinis terkait dengan gangguan sistem neurologis, kardiovascular,
gastrointestinal, hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Tentunya data klinis
yang dilaporkan yang mendukung problem pasien. Misalnya, pasien dengan penyakit paru
obstruktif : data klinis yang dilaporkan sebaiknya yang berhubungan dengan gangguan fungsi
respirasi, misalnya frekuensi nafas, saturasi, analisis gas darah.
85
Assessment. Assessment atau penilaian lebih difokuskan pada problem yang terjadi pada pasien,
sehingga apabila tidak segera diantisipasi akan menyebabkan kondisi pasien memburuk.
Misalnya, pada pasien dengan penyakit PPOK, kegawatan yang mungkin terjadi adalah gagal
nafas.
Contoh komunikasi SBAR pada saat perawat melaporkan kondisi pasien ke dokter
Tabel 2. Contoh komunikasi teknik SBAR via telepon antara perawat-dokter
Situation : “Selamat siang dr. Ahmad, saya Background : “Pasien tersebut yang
Ida perawat B.Ma’ruf. Saat ini pasien dokter, sedang menderita PPOK kesadarannya
Tn. Herman, 45 th mengalami sesak nafas menurun, frekuensi nafasnya 40x/mnt dan
serius”. saturasi O2 70 %”.
Assessment : “ Kondisinya semakin lemah Recommendation : “Dokter, apakah
dan sesak, saya pikir ia mengalami gagal pasien perlu segera dipindahkan ke ICU?”.
nafas”.
Tabel 3. Konsensus daftar nilai atau hasil kritis yang segera harus dikomunikasikan
(diringkas dan dimodifikasi dari Doris et al., 2005)
Definisi
Kategori Keterangan
Pemeriksaan
Glukosa Darah Tinggi (misal > 500 mg/dl), Rendah (misal
< 50 mg/dl)
Kalium Tinggi (missal > 160 mEq/L), Rendah
(missal < 120 mEq/L)
Bicarbonat Rendah (misal < 10 mEq/L)
CKMB Meningkat Meningkat
mengindikasi
kan adanya miokard
infark akut
Troponin Meningkat Mengindikasi kan
adanya
miokard infark akut
Lactat Acid Tinggi (misal > 5 mEq/L)
Ureum Tinggi (misal > 100 mg/dl)
Kreatinin Tinggi (misal > 4 mg/dl)
Gas darah PH tinggi (misal > 7,6), PH rendah (misal < Menilai tingkat
7,2) asidosis/basa
PO2 Rendah (misal < 60)
Elektrokardiogram Mengindikasikan kearah miokard infark
akut, aritmia maligna dsb
86
Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (high allert
medications)
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi.
2. Pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
3. Implementasi kebijakan dan prosedur.
4. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
5. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
A. Penandaan Area Operasi
88
Definisi
Merupakan suatu cara yang dilakukan oleh ahli bedah untuk melakukan penandaan area
operasi terhadap pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan.
Tujuan
Tujuan dilakukannya penandaan area operasi meliputi;
1) Meminimalkan risiko terjadinya kesalahan pada tempat dilakukannya operasi dan
pasien.
2) Meminimalkan risiko terjaadinya kesalahan prosedur operasi.
3) Menginformasikan dan membimbing ahli bedah operasi dalam hal metode yang
digunakan pada proses penandaan tempat operasi.
4) Memastikan bagian tubuh (anatomi) yang akan dilakukan tindakan operasi.
Proses
1) Membuat Tanda
a. Pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus dilakukan penandaan
area terlebih dahulu. Ketika proses penandaan, pasien dilibatkan dalam keadaan
terjaga/sadar dan sebaiknya proses penandaan dilakukan sebelum induksi
anestesi.
b. Tanda yang digunakan berupa garis panah yang menunjuk pada tempat area
operasi dan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi sayatan.
c. Tanda yang dibuat harus menggunakan spidol hitam permanen dan tidak
terhapus/tetap terlihat setelah dilakukan disinfeksi dan drapping.
d. Tempat operasi yang diberi tanda berupa prosedur yang melibatkan sayatan
(permukaan kulit, spesifik digit/lesi, lateral).
e. Semua tanda yang dibuat harus melihat catatan medis, identitas pasien dan hasil
pencitraan pasien berupa sinar X, foto CT Scan, pencitraan elektronik, atau hasil
tes lain yang sesuai, untuk memastikan tingkat kebenaran pada proses penandaan.
2) Siapa yang memberi tanda
a. Orang yang bertanggung jawab dalam memberikan tanda pada pasien yang akan
dilakukan prosedur operasi adalah dokter yang akan melakukan
tindakan/wakilnya.
b. Jika pada proses penandaan dilakukan oleh wakil/yang mewakili maka dokter
yang melakukan tindakan operasi harus hadir selama prosedur penandaan area
tersebut.
b. Operasi Bilateral
90
1) Konfirmasi semua anggota tim telah menyebutkan nama dan peran masing-
masing
Anggota tim operasi dapat sering berubah. Manajemen yang efektif dari
situasi seperti ini adalah dengan membuat sebuah pengantar yang sederhana yaitu
dengan meminta setiap orang di ruangan untuk memperkenalkan dirinya dengan
nama dan peran masing-masing yang dilakukan oleh Koordinator Checklist.
2) Konfirmasikan nama pasien, prosedur dan area yang akan dilakukan
tindakan pembedahan
Koordinator checklist meminta semua orang di ruang operasi untuk tenang
dan secara lisan akan mengkonfirmasi nama, prosedur dan tempat operasi
dilakukan untuk menghindari operasi pada pasien yang salah atau tempat yang
salah. Misalnya, koordinator checklist mengumumkan, "Sebelum kita membuat
sayatan kulit", dan kemudian melanjutkan, "Apakah semua orang setuju bahwa ini
adalah X pasien, mengalami perbaikan hernia inguinalis yang tepat?" semua tim
harus sepakat dalam mengkonfirmasi pasien ini. Jika pasien tidak dibius, akan
sangat membantu sekali dalam proses konfirmasi.
3) Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 (enam puluh) menit
terakhir?
Untuk mengurangi resiko infeksi bedah, koordinator akan bertanya dengan
suara keras apakah antibiotik profilaksis diberikan selama 60 (enam puluh) menit
sebelumnya. Para anggota tim yang bertanggung jawab untuk antibiotik harus
memberikan konfirmasi secara verbal. Jika antibiotik profilaksis belum diberikan,
maka harus diberikan sekarang, sebelum insisi. Apabila antibiotik profilaksis
telah diberikan lebih dari 60 (enam puluh) menit sebelumnya, maka antibiotik
profilaksis tidak dianggap tepat (misalnya kasus tanpa sayatan kulit, kasus
terkontaminasi di mana antibiotik diberikan untuk pengobatan).
4) Peristiwa penting
Komunikasi tim yang efektif dan kerja tim yang efisien merupakan
komponen utama dari keselamatan pasien operasi. Untuk memastikan komunikasi
yang efektif mengenai status pasien, maka koordinator checklist harus memimpin
diskusi cepat dengan ahli bedah, staf anestesi dan staf perawat dari bahaya yang
diakibatkan oleh tindakan operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan meminta setiap
anggota tim untuk bertanya. Selama prosedur tindakan hanya rutinitas dan seluruh
tim saling mengenal, ahli bedah hanya dapat menyatakan, "Ini adalah kasus
rutinitas, X durasi"
a) Untuk dokter bedah : apa langkah-langkah kritis atau nonrutin?
95
7. Pengkajian Ulang
Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga) hari sekali atau
sewaktu-waktu apabila:
a. Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi fisik, fisiologis,
maupun psikologis
100
7. Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga) hari sekali atau sewaktu-
waktu apabila:
a. Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi fisik, fisiologis, maupun
psikologis.
b. Pasien pindah ruang/unit.
101
tidak tergelincir, dan menggunakan kursi dengan tinggi sandaran tangan yang tepat
supaya dapat digunakan untuk duduk dan berdiri.
c. Tempat tidur
Memasang tempat tidur dalam posisi rendah, mengunci rem dengan baik, dan
tempat tidur mempunyai pagar pengaman. Pagar pengaman hendaknya memagari
sebagian saja, sebab bila pagar tempat tidur penuh, memungkinkan pasien yang
bingung untuk loncat dari tempat tidur. Kasur, alas kasur dan sprei tidak licin.
3. Penanganan pasien pasca jatuh
Apabila pasien mengalami kejadian jatuh maka berikut ini adalah langkah-langkah
penanganannya:
a. Kaji adanya cedera dan tentukan tingkat cedera
Tingkat Cedera
0 Tidak ada cedera
1 Minor: abrasi, memar, laserasi minor
yang membutuhkan jahitan
2 Mayor: fraktur, trauma kepala/spinal
3 Meninggal
b. Kaji tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, perubahan ROM (Range Of Motion) dan
lakukan pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) khususnya pada pasien DM.
c. Pindahkan pasien dari posisi jatuh dengan aman dan perhatikan adanya risiko cedera
spinal dan kepala.
d. Beritahu dokter dan kepala ruang.
e. Observasi pasien secara berkala.
f. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dalam catatan keperawatan.
g. Lakukan pengkajian ulang risiko jatuh.
h. Komunikasikan kepada seluruh petugas kesehatan dan keluarga pasien bahwa pasien
mengalami jatuh dan berisiko untuk jatuh lagi.
i. Buat laporan insiden keselamatan pasien dan laporkan ke KKPRS dalam waktu 1x24
jam.
4. Lakukan investigasi pasien jatuh menggunakan format investigasi pasien jatuh untuk
mengetahui faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berkontribusi terhadap jatuhnya pasien.
Meliputi sasaran terdiri atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan komite
keselamatan pasien terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan dan monitoring evaluasi
dan tindak lanjut terdiri atas:
1. Pelaporan insiden, sentinel, KTD,KTC, KNC dari masing-masing unit
a. Pelaporan Insiden
LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)
I. DATA PASIEN
Nama : .............................................................................................................
No MR : ................................ Ruangan : ........................................................
Umur * : 0-1 bulan > 1 bulan – 1 tahun
> 1 tahun – 5 tahun > 5 tahun – tahun
> tahun – 30 tahun > 30 tahun – 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien :
Pribadi Asuransi Swasta
ASKES Pemerintah Perusahaan*
JAMKESMAS JAMKESDA
Tanggal Masuk RS : ..............................................Jam .......................................
ˇ Lain-lain .........................................................................(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3 RS.
7. Insiden menyangkut pasien :
ˇ Pasien rawat inap
ˇ Pasien rawat jalan
ˇ Pasien UGD
ˇ Lain-lain .........................................................................(sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian .................................................................(sebutkan)
(Tempat pasien berada).
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
ˇ Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
ˇ Anak dan Subspesialisasinya
ˇ Bedah dan Subspesialisasinya
ˇ Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya
ˇ THT dan Subspesialisasinya
ˇ Mata dan Subspesialisasinya
ˇ Saraf dan Subspesialisasinya
ˇ Anastesi dan Subspesialisasinya
ˇ Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
ˇ Jantung dan Subspesialisasinya
ˇ Paru dan Subspesialisasinya
ˇ Jiwa dan Subspesialisasinya
ˇ Lain-lain .........................................................................(sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab .............................................................(sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
ˇ Kematian Cedera Irreversibel / Cedera Berat
ˇ Cedera Reversibel / Cedera Sedang � Cedera Ringan
ˇ Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
....................................................................................................................
....................................................................................................................
:
(Nama terang) ................................... (Nama terang) ...................................
b. Kejadian sentinel
1) Kejadian Sentinel adalah kejadian tak terduga (KTD) yang mengakibatkan kematian
atau cidera yang serius/ kehilangan fungsi utama fisik secara permanen yang tidak
terkait dengan proses alami penyakit pasien atau kondisi yang mendasarinya.
2) Kejadian sentinel harus di laporkan dari unit pelayanan rumah sakit ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam waktu 1x24 jam, setelah terjadinya insiden,
dengan melengkapi Formulir Laporan Insiden.
3) Kejadan sentinel yang harus di laporkan antara lain :
a) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan dengan proses
penyakit.
b) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang tidak berhubungan
dengan proses penyakit.
c) Salah lokasi, prosedur dan salah pasien saat pembedahan.
d) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.
e) Kekerasan/ perkosaan di tempat kerja yang mengakibatkan kematian, cacat
permanen, dan kasus bunuh diri di rumah sakit.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
1) Kejadian Tidak Diharapkan/KTD atau Adverse event adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
2) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse event) harus dilaporkan dari unit
pelayanan rumah sakit ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKPRS dalam
waktu 2x24 jam, setelah terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan
insiden .
3) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD antara lain:
a) Reaksi transfusi.
b) Efek samping obat yang serius.
c) Signifikan medical error.
d) Perbedaan signifikan diagnosa pre dan post operasi.
e) Adverse event atau kecenderungan saat dilakukan sedasi dalam/anasthesi.
f) Kejadian khusus yaitu outbreak infeksi.
g) Kesalahan obat.
d. Kejadian Tidak Cidera (KTC)
107
KTC/ Kejadian Tidak Cidera (No harm incident) adalah Insiden yang terpapar ke pasien,
tetapi tidak menimbulkan cidera.
e. Kejadian Nyaris Cidera
1) Kejadian Nyaris Cidera/ KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien.
2) Kejadian Near Miss/ Kejadian Nyaris Cidera/ KNC harus di laporkan dari unit
pelayanan rumah sakit ke komite keselamatan pasien dalam waktu 2x24 jam, setelah
terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan insiden.
3) Kejadian Near Miss/ KNC/Kejadian Tidak Cidera, antara lain:
a) Pengobatan
b) Identifikasi
c) Tindakan invasif
d) Diet
e) Transfusi
f) Radiologi
g) Laboratorium
Tujuan dari matriks HVA adalah untuk mengevaluasi kemampuan dari fasilitas
medis untuk memberikan perawatan medis bagi masyarakat dan / atau pasien saat ini dan
staf di keadaan darurat atau bencana.
Peringkat bersifat subjektif dan dirancang untuk mencerminkan kesiapan umum
fasilitas untuk menanggapi sebuah kejadian. Fasilitas harus memanfaatkan hasil HVA ini
untuk melakukan analisis gap program kesiapan rumah sakit.
Analisis kesenjangan ini kemudian dapat digunakan untuk memprioritaskan
proyek-proyek yang berkaitan dengan rumah sakit kesiapsiagaan darurat . Sangat
disarankan bahwa alat ini digunakan oleh sebuah rumah sakit di koordinasi dengan
manajemen darurat lokal dan kesiapsiagaan dan respon mitra lainnya.
1- aid ed
Unlikely staff
(probabl trained
e and
within properly
10 equipped
years)
Bomb 3 1 1 1 4 2 1 1 3,30
Threat
Workplace 3 3 1 2 4 2 2 2 4,45
Violence
Tornado 0,00
Severe 0,00
Thunderstor
m
Winter 0,00
Storm
(Ice, Snow,
Low
temperature
s)
Flood 0,00
Fire 0,00
Power 0,00
Outage
Info 0,00
Systems
Failure
HVAC 0,00
Failure
Water 0,00
Service
Failure
Phone 0,00
Service
Failure
Medical 0,00
Vacuum
Failure
Disease 0,00
Outbreak
Mass 0,00
Casualty
Incident
110
Hazmat 0,00
Exposure
Supply 0,00
Shortage
VIP 0,00
Situation
Infant 0,00
Abduction
Average 3,00 2,00 1,00 1,50 4,00 2,00 1,50 1,50 0,39
Score
Pelaporan Kecelakaan, First Aid, Alat Pelindung Diri, Pelaporan keadaan darurat lingkungan
yang tak terduga (misalnya, timbal cat, asbes, dll).
Lain:
Peralatan
Dispenser sabun terpasang dan diisi. Handuk dispenser terpasang dan diisi.
Sinks fungsional. Benda tajam kontainer terpasang
dengan benar.
Housekeeping
Limbah dan kelebihan peralatan / Permukaan lantai dan bebas debu.
perlengkapan dihapus.
115
Ventilasi
Hubungan tekanan yang tepat Asupan udara / ventilasi bebas dari
diverifikasi. penutup pelindung.
3) Laporan Tahunan
Laporan Tahunan yang disusun oleh Komite Mutu meliputi :
a. Laporan kebijakan, panduan, pedoman dan SPO tentang mutu.
b. Laporan Indikator Mutu (Indikator Area Klinis, Area Manajerial, dan sasaran
keselamatan Pasien).
c. Laporan Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien (Insiden Keselamatan Pasien,
investigasi, Clinical Risk Management).
d. Laporan hasil kegiatan tentang Panduan praktek klinik dan clinical patway.
e. Laporan asesmen risiko secara proaktif.
f. Laporan Pendidikan dan Pelatihan PMKP.
g. Laporan Surveilance, Monitoring & Evaluasi PPI.
h. Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kontrak.
i. Laporan Monitoring dan evaluasi Penilaian Kinerja Unit dan Individu (Profesi
dan Staf).
j. Laporan hasil kegiatan program mutu lainnya.
k. Laporan hasil capaian kegiatan di bandingkan dengan program yang telah
disetujui dalam RKA tahun yang telah berjalan.
l. Laporan permasalah pelaksanaan program kegiatan mutu.
m. Laporan rekomendasi.
n. Tindak lanjut.
118
BAB IV
LOGISTIK
2. Blangko Permintaan Pembelian barang di cetak dan dibubuhkan tanda tangan oleh
Ketua Komite Mutu
3. Petugas mutu mencatat ke dalam Buku ekspedisi Permintaan Pembelian barang.
4. Petugas mutu menyerahkan blangko permintaan pembelian barang kepada Logistik.
5. Petugas logistik menerima Blangko Permintaan Pembelian lalu menandatangani buku
ekspedisi Permintaan Pembelian.
6. Barang akan diproses oleh Petugas Logistik.
7. Petugas Logistik menghubungi Petugas Mutu apabila barang telah ada dan dapat
diambil.
8. Petugas mutu mengambil barang lalu mengecek kesesuaian barang berupa :
a. Kondisi Barang
b. Jumlah Barang yang diminta dengan barang yang ada
9. Barang yang telah sesuai dibawa dan dicatat tanggal penerimaan barang pada buku
ekspedisi Permintaan Pembelian mutu.
10. Barang yang telah dibawa oleh Petugas dilakukan pengecekan ulang, adapun yang
dicek yaitu:
a. Kondisi Barang
b. Jumlah Barang
c. Tanggal expired barang
11. Selanjunya Petugas Mutu mencatat tanggal diterima barang dan tanggal pertama kali
digunakan barang.
12. Setelah dicatat tanggal terima barang dan pertama kali digunakan barang, selanjutnya
barang ditempatkan ke dalam tempat yang tersedia.
Contoh :
45-Mnj344-Prog17, untuk kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan PONEK di
kamar bedah
121
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih
aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
B. Tujuan
Terlaksananya data yang valid dalam proses kegiatan keselamatan pasien di seluruh
unit RS dalam rangka mendukung mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Monitoring tersebut dari masing-masing unit dalam pelaksanaan rekomendasi, tindak lanjut
dan redesain sesuai kebutuhan dalam rangka proses kegiatan keselamatan pasien sesuai
data yang valid.
122
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
A. Keselamatan Kerja
1. Pengertian
Keselamatan kerja adalah sebagian ilmu pengetahuan yang penerapannya sebagai
unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah
mengerjakan pekerjaannya. Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur
keamanan dan kesehatan kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti dalam
bekerja dan melaksanakan prosedur kerja.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 menyatakan bahwa tempat kerja wajib
menyelenggarakan upaya kesehatan kerja adalah tempat kerja yang mempunyai resiko
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai paling sedikit 10
(sepuluh) orang. Rumah sakit adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori
seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di unit komite mutu bertujuan
melindungi karyawan dan pelanggan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam
dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi,
yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan
martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari
perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini pegawai Unit Rekam Medis dan
perlindungan terhadap Rumah Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit.
Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai
dan meningkatkan produktivitas rumah sakit.
Pemerintah berkepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan semua usaha-
usaha masyarakat. Pemerintah berkepentingan melindungi masyaraktnya termasuk para
pegawai dari bahaya kerja. Sebab itu Pemerintah mengatur dan mengawasi pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin:
123
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dapat terjadi bila :
a. Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;
b. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi;
c. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin;
d. Tidak tersedia alat-alat pengaman;
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll.
2. Tujuan
a. Untuk tercapainya kesehatan dan keselamatan karyawan saat bekerja dan setelah
bekerja
b. Untuk lebih meningkatkan kinerja saat omzet perusahaan
c. Kegiatan rumah sakit berjalan lancar tanpa adanya hambatan
d. Tingkat produktifitas yang optimal
3. Keselamatan Umum
a. Tempat kerja
Tempat kerja diperlukan ruang kerja yang sesuai dengan jumlah SDM suasana
tenang dan terdapat ruang untuk penempatan data, sarana prasarana dan SDM mutu
b. Ergonomis
Ergonomis lingkungan kerja SDI di unit mutu harus sesuai standart ergonomis dari
meja, kursi dan komputer/lap top.
c. Cahaya
Cahaya tempat kerja harus terang karena kegiatan banyak menginput data dan
analitik serta deskriptif.
124
d. Pencegahan mata
SDM mutu sering bekerja di depan komputer atau laptop yang terdapat resiko
radiasi cahaya komputer atau laptop maka perlu screen server laptop atau komputer
serta dukungan kaca mata dan vitamin untuk mata.
e. Tersengat listrik
Tempat kerja banyak peralatan yang berhubungan denga listrik sehingga resiko
tersengat listrik dan konsleting arus listrik sehingga mengakibatkan kerusakan data
atau sistem informasi sehingga diperlukan dukungan sarana ruang, tata lokasi listrik
dan bahan listrik yang sesuai standart.
f. Kebakaran
SDM dilatih pencegahan kebakaran dilingkungan RS.
g. Banjir
Di lakukan pencegahan banjir saat akan kerja, pulang kerja dan saat kerja bila
terjadi proses banjir dengan koordinasi petugas K3 atau petugas siaga bencana.
h. Keamanan data
Keamanan data mutu hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu yang
mempunyai kode di tiap-tiap ruang atau orang yang terlibat dalam mutu.
i. APD
Diperlukan jika kita melakukan moln itoring dan evaluasi saat melakukan
kunjungan kelapangan sesuai unit yang dituju di dalam perawatan/ pelayanan RS
sesuai kebutuhan antara lain. menggunakan masker, sarung tangan.
j. Cuci tangan standart WHO
Cuci tangan sesuai 5 (lima) momen yaitu saat monitoring ke ruang pelayanan
pasien:
1) Sebelum menyetuh pasien
2) Setelah menyentuh pasien
3) Sebelum melakukan tindakan aseptik/prosedur
4) Setelah kontak dengan cairan yang beresiko
5) Setelah kontak dengan lingkungan pasien
125
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
Agar upaya peningkatan mutu di RSUD Kajen dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu
pelayanan.
RSUD Kajen adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar
dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RSUD Kajen
menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis
disiplin. Agar RSUD Kajen mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSUD Kajen harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan RSUD Kajen diawali dengan penilaian akreditasi RSUD
Kajen yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada
kegiatan ini RSUD Kajen harus menetapkan standar input, proses, output, dan outcome,
serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. RSUD Kajen dipacu
untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu
ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RSUD Kajen yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja
RSUD Kajen tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan
127
output yang baik pula. Indikator RSUD Kajen disusun dengan tujuan untuk dapat
mengukur kinerja mutu RSUD Kajen secara nyata.
B. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Kajen
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan
RSUD Kajen, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya,
sehingga mutu pelayanan RSUD Kajen akan menjadi lebih baik.
Di RSUD Kajen upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan
mutu pelayanan RSUD Kajen akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan
mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RSUD Kajen termasuk pimpinan,
pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan
mutu pelayanan RSUD Kajen:
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Kajen
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan
di RSUD Kajen berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Kajen
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan RSUD Kajen secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal.
Khusus : Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RSUD Kajen melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
3. Indikator mutu
128
Indikator mutu RSUD Kajen meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi
pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes),
efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RSUD Kajen maka disusunlah
strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan RSUD Kajen sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RSUD Kajen, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RSUD Kajen, termasuk di dalamnya menyusun
program mutu RSUD Kajen dengan pendekatan PDSA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses
siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan
pemecahan masalah ini.
customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RSUD
Kajen.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study -Action” (P-D-S-A)
= Relaksasi (rencanakan – laksanakan – belajar – aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai
“siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa
puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A
lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun
itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara
terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi,
seperti tampak pada gambar 1.
Pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya
serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
130
sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua
jenis kelompok karyawan yang secara bersama atas kualitas pelayanan dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap
output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin terdapat pengendalian kualitas dalam setiap
tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen,
sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok,
sebagai mata rantai dari suatu proses.
Untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan proses PDSA di komite mutu kami
melakukan pengendalian mutu sebagai berikut :
1. Ketepatan sample indikator mutu dari unit
a. Definisi operasional
Ketepatan sampel indikator mutu dari unit adalah jumlah sampel dengan kriteria
bila mana seluruh populasi <100 dari total sampel dan bila mana populasi >100 adalah
sampel 30%.
b. Formula
Jumlah unit yang sampelnya sesuai populasi x 100%
Jumlah total unit yang melaksanakan dan
melaporkan pengukuran indikator mutu
c. Target 75%
d. Frekuensi 1 (satu) bulan
2. Ketepatan akurasi pengukuran data hasil validasi dari indikator mutu.
Kriteria:
a. Mengumpulkan data kembali oleh orang kedua*
b. Menggunakan sampel secara statistik*
c. Membandingkan antara data awal dengan data yang dikumpulkan kembali
d. Disebut baik bila akurasi levelnya minimal 90% atau tidak akurasi <10% dengan
rumus akurasi sebagai berikut :
e. Apabila perbandingan datanya tidak sama, penyebabnya harus dicatat dan tindakan
korektif harus dilaksanakan
f. Mengumpulkan sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan*
g. Jumlah sample untuk validasi jika populasi ≥180 records or greater maka sample 5%
atau maximum 50 sample. Dan jika jumlah populasi <180 records: maka 9 sample
atau jika populasi <9 maka sample 100%.
Definisi operasional
Jumlah unit validasi yang dengan akurasi minimal 90% dari yang dilakukan pengukuran
data validasi.
Formula
Jumlah unit yang dilakukan validasi dengan hasil akurasi ≥90% x 100%
Jumlah total unit yang melaksanakan validasi dan
melakukan pengukuran akurasi
a. Target :100%
b. Frekuensi pengukuran : 1 bulan
c. Target 75%
d. Frekuensi : 1 bulan
136
c. Target : 75%
5. Ketepatan pemaparan data indikator mutu di komite mutu (eksternal ke website tiap 3
bulan)
a. Definisi operasional
Data indikator mutu yang ditampilkan lewat web site maksimal dalam waktu 3 bulan
sekali dari data indikator mutu.
b. Target : 100%
c. Frekuensi :3 bulan
c. Target :75%
d. Frekuensi pengukuran 3 bulan.
137
BAB IX
PENUTUP
Telah disusun Buku Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kajen,
yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan bagian peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Kajen.
Buku Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kajen ini disusun
dengan harapan dapat menjadi acuan dan pedoman bagi kita, khususnya yang bertugas di unit
komite mutu. Pedoman kerja peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini akan ditinjau ulang
secara periodik, oleh sebab itu masukan yang bersifat membangun sangat diharapkan.