Jawab :
Untuk memberikan layanan user yang sangat baik, Kita harus dapat menempatkan diri pada
posisi user dan memahami masalah mereka. Ini adalah kemampuan Kita sebagai perusahaan
untuk memahami apa yang dialami user saat menggunakan barang atau jasa Kita. Memahami
hal-hal dari perspektif user dikenal sebagai empati user.
Empati berkontribusi untuk mengembangkan kepercayaan dan ikatan emosional antara user dan
bisnis, terlepas dari apakah user memiliki pengalaman positif, negatif, atau acuh tak acuh.
Untuk menjadi customer-centric, sebuah perusahaan harus mendorong semua orang, mulai dari
manajer produk hingga pemasar konten, untuk mendekati semua yang mereka lakukan dari
sudut pandang user. Menanamkan rasa empati kepada user di seluruh perusahaan dapat
menghasilkan produk yang lebih baik, pengalaman user yang lebih baik, dan tingkat kebahagiaan
klien yang lebih tinggi.
McKinsey juga menyatakan bahwa di saat krisis terutama pandemi COVID-19 konsumen akan
memutuskan untuk membeli sesuatu berdasarkan apa yang mereka paling butuhkan. Hal ini juga
ditegaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh marketing dive. 56% pelanggan akan memilih
produk yang memiliki empati kepada konsumen di saat susah. Dalam kasus ini adalah pandemi
COVID-19. Setelah mengetahui bahwa marketing berdasarkan empati konsumen sangat efektif di
saat krisis pandemic.
Kita juga bisa melibatkan konsumen dengan membuka saluran opini dan masukan terkait produk
atau strategi yang bisa dilakukan. Membuat konsumen merasa memiliki brand kita
adalah output dasar dari membangun empati pada strategi marketing.
Kita juga bisa membuat layanan purna jual yang kital misalnya dengan memperpanjang masa
garansi, layanan 24 jam dengan media video conference, dan juga layanan konsultasi gratis.
Layanan purna jual atau after sales yang kital bisa membangun empati yang baik kepada
konsumen.
2. Seperti apa bentuk hasil empati tersebut akan anda dokumentasikan, jelaskan bentuk-
bentuknya.
Jawab :
Dalam kondisi panik, umumnya orang akan sulit berpikir jernih. Lebih sulit untuk mengendalikan
pikiran. Tindakan dan kata-kata yang keluar pun bisa jadi tidak bijaksana. Salah satu akibatnya
ialah menghilangkan empati kepada orang lain. Padahal, empati adalah sifat yang sangat penting.
COVID-19 memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi pada orang-orang lanjut usia dibanding
mereka yang berusia muda. Karena itu, kita sebagai orang muda harus menunjukkan empati
kepada mereka yang lansia dengan cara melakukan social distancing sesuai anjuran
pemerintah.
Dengan kita tetap tinggal di rumah sebisa mungkin, risiko kita menjadi carrier yang
menularkan virus pada orang lain akan jauh berkurang. Selain itu, para pekerja medis juga
akan terbantu karena jumlah orang yang harus dirawat tidak akan melonjak tinggi dalam
waktu singkat sehingga mereka yang positif tetap bisa mendapat perawatan maksimal.
Tidak disarankan keluar rumah jika tidak ada kepentingan yang pasti
Masih cukup banyak orang yang belum bisa work from home sehingga terpaksa pergi ke
tempat kerja untuk mencari nafkah. Banyak pula orang yang tetap harus keluar rumah
karena berbagai keperluan penting lainnya. Kita bisa menunjukkan empati pada mereka
dengan cara tidak langsung menghakimi bahwa mereka tetap bepergian karena tidak mau
ikut anjuran pemerintah. Bagi sebagian orang, tinggal di rumah artinya mereka tidak bisa
mencari nafkah sama sekali untuk keluarganya.
Tidak panic buying
Panic buying adalah membeli barang karena panik. Ini disebut panik, dan sebagian orang
akan bertindak impulsif, seperti membeli terlalu banyak dengan dalih persediaan. Sementara
itu, beberapa barang yang saat ini sangat dibutuhkan dan didambakan seperti masker wajah
dan cairan pembersih.
Namun, hal itu sangat tidak empati. Bukan hanya kita yang membutuhkan hal-hal ini, orang
lain juga. Membeli barang dalam jumlah besar dapat menyebabkan barang tersebut menjadi
sangat langka di pasaran sehingga orang lain tidak bisa mendapatkannya. Kalaupun masih
ada, harganya bisa naik hingga tidak semua orang mampu membelinya.
Dalam situasi pandemik seperti ini, pemerintah pasti menghadapi tuntutan yang besar untuk
membuat kebijakan yang sebaik mungkin. Keputusan harus dibuat dalam waktu cepat karena
akibatnya bisa fatal jika terlambat. Namun, di sisi lain, pertimbangan yang matang juga perlu.
Jika terlalu terburu-buru pun, akibatnya bisa sama buruknya.
Jawab :