Anda di halaman 1dari 21

BAB 3

PERALAAN DAN KEMASAN MUATAN

A. Alat Bongkar-Muat
Kegiatan handling muatan dari moda transportasi laut ke darat dan sebaliknya
dari moda transportasi darat ke laut, amat berpengaruh kepada waktu kapal berada
di tambahan ( ship’s time at berth) atau bahkan terhadap waktu kapal di pelabuhan
(ship’s time in port). Manajemen operasi dermaga senantiasa berupaya mencapai
kinerja yang baik yang ditandai dengan tiadanya waktu terbuang (idle time) kapal
selama di dermaga. Bahkan pihak manajemen tidak terbatas hanya pada upaya
mencegah idle time akan tetapi tingkat output yang optimal juga merupakan target.
Maki n tinggi output per jam atau pershift pada keadaan idle time sekecil cepat
kapal menyelesaikan bongkar-muat. Sehingga dengan demikian keberadaan kapal
di pelabuhan semakin singkat namun efisien.
Sumber daya yang dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya kinerja bongkar-
muat yang baik adalah tenaga kerja bongkar-muat yang terampil berpasangan
dengan peralatan (handling equipment) yang terdiri dari peralatan mekanis dan non
mekanis.
1. Peralatan Mekanis
Pelaksaan kegiatan bongkar-muat barang (break bulk) didukung dengan
peralatan mekanis Forklift Truck (FLT), dan Mobile Crane (MC) dari berbagai tipe
dan ukuran. Karena muatan umum sering kali ditempatkan dalam kemasan serta
bentuk yang bermacam ragam, maka FLT dilengkapi dengan alat tambahan
(Attachments).
a. Forklift Truck

Gambar 3. 1 Forklift Truck


Ukuran fisik yang ditunjukkan dalam Gambar 3.1 adalah :
1. Mask
2. Turn signal lamp
3. Head lamp
4. Lift chain
5. Lift cylinder
6. Back rest
7. Finger board
8. fork
9. Overhead guard
10. Counterweight
11. Battery case
12. Tilt cylinder
13. Rear wheel
14. Front wheel
Spesifikasi penting selain dimensi fisik adalah :
• Daya angkat (lifting capacity);
• Titik pusat beban (load center);
• Kecepatan berjalan (speed);
• Tenaga mesin (engine horsepower);
• radius berputar (turning circle);
• kelincahan oel-gerak (maneuverability);
• keselamatan kerja (safety); and
• kemudahan perawatan (maintenance accessibility)
Forklift dapat dioperasikan untuk angkat-angkut muatan yang
bermacammacam bentuk dan ukuran apabila tersedia alat-alat bantu sebagaimana
Gambar 3.2 di bawah ini.
A B C

D E F

I
G H

J K L

Gambar 3. 2 Alat Tambahan pada Forklift

Dalam gambar 3.2 di atas diperlihatkan beberapa jenis attachments untuk


Forklift yang terdiri dari :
a. Penjepit gulungan kertas ( paper roll clamps);
b. Garpu pengangkat pallet (pallet forks)
c. Sambungan perpajangan garpu ( fork extensions);
d. Garpu pengangkat drum (drum tines);
e. Penjepit muatan (load clamp);
f. Sekop Hidrolij (hydraulic scoop);
g. Penahan muatan (load stabilizer);
h. Forklift dengan garpu digerakkan hidrolik (hydraulick fork positiomers).
i. Penjepit muatan bal (bale clamps);
j. Fork yang dapat digeser ke samping (side shift carriages);
k. Batang pengangkat muatan silinderis (booms);
l. Batang pengangkat dengan ganco (jib craen attachment);
Gambar 3.3 huruf A s.d. H berikut ini adalah beberapa alat bantu tambahan
(attachment) yang biasa dipasang pada forklift termasuk tipe garpu yang secara
hidrolis dapat digerakkan berputar, bergeser, menahan dari arah vertikal dan
horizontal, menjepit, menuklik, dan mengangkat tinggi dengan tiang (mast) sampai
tiga tingkat.

Garpu Bergeser FLT Standar


3.3 A 3.3 B

Clamp Berputar Most 3 Tingkat


3.3 C 3.3 D

Stabilizer Garpu Beputar


3.3 E 3.3 F
Garpu Menukik Garpu Cakram
3.3 G 3.3 H
Gambar 3. 3 Tipe-tipe Alat Bantu FLT

Kinerja pelayanan kapal ditentukan oleh kecepatan bongkar-muat yang


ditunjang kesesuaian tipe forklift dan attachment yang andal.
Satu contoh untuk lebih mengenal aspek operasi sebagai berikut: Sebuah
forklift diesel berkapasitas 2 ton bekerja mengankat muatan dari dermaga ke
gudang sejauh 200 meter dengan waktu rata-rata 2 menit, akan tetapi ketika kembali
ke dermaga dalam keadaan kosong melalui rute lain berajak 240 meter ditempuh
dalam waktu rata-rata 2 menit.
Kecepatan forklift berjalan dapat ditentukan dengan perhitungan: Total jarak
tempuh = 200 + 240 = 440 meter
Total waktu dijalan = 2 + 2 menit = 4 menit
Kecepatan (speed) = 440 meter : 4 menit = 110 meter per menit, Atau
kecepatan pada speedo meter = 6,6 km/jam.

Apabila selajutnya diketahui bahwa itu dapat melakuakn pemindahan muatan


sebanyak 12 kali siklus per jam, maka output dalam operasi itu dapat diketahui
dengan perhitungan:
Total angkut per jam = 12 siklus x 12 ton = 24 ton per jam.
Jika diketahui sewa forklift ukuran 2 ton seharga $30.00 per jam dan muatan
yang hendak dibongkar dari kapal ke Gudang sebanyak 1.200 ton dengan waktu
maksimal kapal di pelabuhan hanya tersedia 30 jam, maka aktivitas operasi muatan
impor via Gudang tersebut berlangsung sebagai berikut :
Waktu operasi transfer = 1.200 : 24 ton per jam = 50 jam per forklift Unit forklift
yang dibutuhkan = 50 : 30 = 1,67 dibulatkan 2 unit
Waktu operasi 2 unit forklift = 1.200 : [ 2 x 24 ] = 1.200 :48 = 25 jam Sewa
forklift = 2 unit x 25 jam x $30.00 = $1,500.00
Biaya alat dalam operasi transfer muatan = $1,500.00 : 1.200 ton

b. Mobile Crane
Alat angkat yang disebut mobile crane termasuk peralatan berat yang
digunakan di lingkungan kerja Pelabuhan, di lokasi bangunan sipil bertingkat,
proyek jalan – jembatan, bengkel, dan sebagainya. Sebuah mobile crane terdiri dari
dua unit pengangkat. Sering kali mesin penggeraknya juga dua unit, satu mesin
pengangkat.
Menurut jenis konstruksi batang pengangkat (boom), terbagi dua :
• Boom konstruksi rangka baja (lattice boom).
• Boom hidrolik ( telescopic boom).
Menurut jenis roda untuk perjalan, mobile crane terbagi dua :
• Mobile crane roda baja (crawler).
• Mobile crane roda ban karet (rubber tired).

Bagian – bagian utama sebuah mobile crane pada umumnya adalah :


1) Kendaraan
• Rangka (chassis);
• Mesin penggerak (travel engine);
• Kopling (gear box);
• System rem (brake system);
• Sumbu penggerak (driving exle);
• Sumbu kendali (steering wheel);
• Ruang kemudi (driving cabin).
2) Derek
• Batang pengangkat utama (main boom);
• Batang pengangkat tambahan (extension jib);
• Silinder pengangkat (boom hoist);
• Generator;
• System hidrolik (hydrolik system);
• Kaki gajah (outriggers);
• Kawat baja (wire rope);
• Ganco (Hook);
• Ruang kontrol (control cabin);
• Teromol penggulung kawat baja (winch);
• Mesin derek (engine);
• Ukuran sudut elevasi boom;
• Instrument load scale.

Gambar 3. 4 Mobile Crane

Ketika dioperasikan, Mobile crane yang dilengkapi dengan ooutriggers


sebanyak empat unit di tiap – tiap sudutnya yang digerakkan sisten hidrolik harus
difungsikan untuk memikul beban. Roda – roda hanya untuk berjalan (traveling),
sedangkan saat dioperasikan seluruh beban muatan yang diangkat termasuk massa
mobile crane sendiri dipikul di atas keempat outriggers tersebut.
Daya angkat (lifting capacity) maksimal biasanya tercapai pada radius
tertentu atau boom outereach yang ditunjukkan oleh sudut kemiringan atau sudut
elevasi boom.
Makinkecilsudutelevasi,artinyajarakjangkauan(outreach)semakin jauh, daya
angkat semakin kecil; makin besar sudut elevasi (≤ 90°), daya angkat semakin
besar. Dengan kata lain, beban berat kecil dapat diangkat pada radius besar
sedangkan beban berat hanya dapat diangkat pada radius pendek.
Hubungan antara daya angkat dengan radius tersebut dijelaskan pada sebuah
contoh berikut ini

Gambar 3. 5 Skala Beban Mobile Crane

Dalam gambar 3.5 ditunjukkan sebuah harbor mobile crane berkapasitas


daya angkat 120 ton pada radius 12 hingga 24 meter sedangkan pada radius 50
meter kapasitas berjalan menurun secraa grafis hanya mamou mengangkat 40 ton.
Manajemen operasi bongkar – muat dengan menggunakan harbour mobile crane
mengendalikan jarak radius dengan mengatur sudut elevsi boom. Operator harus
pula mengawasi beban barang yang diangkat, yakni dengan memperhatikan
timbangan muatan (load cell) yangditempatkan di ruang cabin.
Harbour mobile crane cocok melayani barang muatan umum (general
cargo) di terminal multiperan, termasuk operasi peti kemas. Output bongkar – muat
harbour mobile crane di terminal konvensional dapat mengangkat peti kemas rata
– rata 9 sampai 12 box per jam.

2. Peralatan Non Mekanis


Alat – alat bongkar muat non mekanis pada dasarnya adalah setiap alat
bantuyang berfungsi sebagai alat mengaitkan (hooking) muatan ke ganco (hook)
alat angkat mekanis. Alat non mekanis disesuaikan dengan tipe dan ukuran
kemasan barang. Selain itu untuk kemudahan dalam mengangkat sejumlah tertentu
barang, alat non mekanis melindungi barang dari kerusakan atau terjatuh. Dengan
peralatan non mekanis pada Gambar 3.6 aktivitas bongkar – muat terlaksana lancer,
aman bagi muatan dan tenaga kerja bongkar – muat.
Untuk perlindungan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, peralatan non
mekanis perlu perawatan non mekanis perlu perawatan dan test secara berkala.

P
Gambar 3. 6 Peralatan Non Mekanis

Keterangan Gambar 3.6


A. Sling Rantai
B. Jaring Kawat Baja
C. Sling Rangka
D. Ganco Pengangkat Drum
E. Sling Pengangkat Pipa
F. Jaring Tali
G. Spreader Kendaraan Bersumbu 2 atau 3
H. Sling Pengangkat Rol
I. Sling Sabuk Baja
J. Sling Ganco Berkaki 4
K. Sling Pengangkat Unit
L. Sling Tali
M. Sling Tali Bermata di kedua ujung
N. Sling Kanvas Tali Ukuran 2,5 x 1 m
O. Pallet 4 Kait Ukuran 1,8 x 1,2 m
P. Ganco Pengangkat Model C

3.7 A

3.7 B
3.7 C

3.7 D

3.7 E
3.7 F

3.7 G

3.7 H
Gambar 3. 7 Pemasangan Alat Non Mekanis
Cara penggunaan peralatan bantu non mekanis diperlihatkan melalui
serangkaian contoh A s.d J pada gambar 3.7 sesuai bentuk, tipe dan ukuran barang
yang diangkat.
B. Kemasan Muatan
Muatan umum yang disebut general cargo atau break bulk cargo mempunyai
bentuk, tipe dan ukuran yang bermacam – macam. Itulah sebagai kemasannya pun
beraneka ragam pula, seperti contoh A s.d F gambar 3.8. Namun memenuhi
persyaratan kelaiklautan

METAL DRUM
ROLL

BAREL
COIL

3.8 A 3.8 B

CAN BAR

BUNDLE

PLASTIC DRUM

RING

3.8 C 3.8 D
BALE

BOX

BAG/KARUNG
3.8 E 3.8 F

Gambar 3. 8 Kemasan Muatan

C. Lashing dan Stabilitas Kapal


Pada berbagai peristiwa kecelakaan khususnya kapal motor penyebrangan atau
ferry, ternyata keharusan melashing muatan sering diingkari dengan berbagai
alasan. Ketika kapal dipukul ombak yang luar biasa, muatan tanpa lashing tersebut
terguling ke posisi yang ekstrem miring sehingga mengancam keseimbangan kapal
di dalam sub bab ini.
Bersumber pada literatur yang diterbitkan organisasi maritime dunia dan ilmu
bangunan kapal berikut ini disajikan (a) alasan mengapa muatan di Lashing; (b)
metode lashing; dan (c) stabilitas kapal.
1. Mengapa Muatan DiLashing?
Kapal yang berlayar di laut lepas tunduk sepenuhnya pada pengaruh kekuatan alam
seperti terpaan angin, dorongan arus dan gelombang, hujan dan badai, kabut,
kegelapan malam, pasang surut, dan banyak macam nama serta jenis taifun.
Gambar 3.9 dan 3.10 berikut ini menunjukkan beberapa macam kekuatan yang
tertuju kepada kapal dari dan kearah tertentu sehingga kapal oleng.

Gambar 3. 9 Stres Kapal di Laut


Gambar 3. 10 Contoh Geralan Kapal di Laut

2. Metode Lashing
Gambar 3.9 dan 3.10 di atas menunjukkan bahwa kapal berlayar di laut
mengalami goncangan yang serba tidak menentu atau tidak menentu atau tidak
baku. Menghadapi keadaan seperti itu, maka muatan kapal dilashing supaya titik
berat beban yang dipikul kapal tidak berubah-ubah. Pada dasarnya lashing adalah
mengikat barang menyatu dengan dudukan atau landasan, dan dengan badan kapal
seperti contoh berikut.

3.11 A
3.11 B

Lashing melalui sisi atas

3.11 C

Lashing Silang Container

3.11 D
Lashing truck terbuka

3.11 F

Lashing Silang Container

3.11 G

Lashing untuk muatan Coil

3.11 H
Lashing Silang pada muatan Silinder

3.11 I

Gambar 3. 11 Metode Pemadatan dan Lashing

Rangkaian gambar petunjuk tentang cara lashing muatan secara parsial ataupun
patai kolektif ditunjukkan dalam gambar 3.11 dari A s.d N dengan menggunakan
berbagai bahan atau alat pengikat. Alat bantu lashing antara lain sling baja (wire
rope), pengikat sling (wire rope grip), segel (shackle), alat pengencang
(turnbuckle), dan berbagai jenis bahan, bentuk serta ukuran alat ganjal (dunnage).
3. Stabilitas Kapal
Keselamatan pelayaran bersama kapal merupakan syarat utama kelaiklautan
kapal. Kapal diisyaratkan untuk memenuhi ketentuan keseimbangan antara daya
apung dengan berat kapal berikut muatannya. Keseimbangan dalam arti daya apung
lebih besar daripada berat keseluruhan kapal.
Keseimbangan adalah kemampuan kapal sendiri untuk kembali pada posisi
semula setelah keluar dari kedudukan ini karena pengaruh kekuatan dari luar atau
“Stability is a vessel’s to right herself when heeled over from any outside cause”.
Untuk memahami definisi tersebut, berikut ini adalah satu contoh. Misalkan
satu kapal berada dalam posisi tenang dengan kemiringan 3° ke kanan. Kemudian
datanglah ombak yang membuat kapal itu bergerak oleng ke kiri dan ke kanan.
Setelah ombaknya reda, air menjadi tenang, dan kapal pun menjadi tenang seperti
semula dalam posisi miring 3° ke kanan. Kapal seperti ini dinamakan kapal yang
memiliki keseimbangan. Meskipun kapal bergerak ke kiri dan ke kanan akibat
pengaruh dari luar seperti angina tau ombak, akan tetapi kapal mampu kembali pada
kedudukan sediakala.
a. Daya Apung
Kapal dapat terapung karena adanya tekanan ke atas dari air yang dipisahkan
oleh badan kapal yang bersangkutan. Besarnya tekanan ke atas adalah sama besar
dengan berat keseluruhan kapal, yakni yang disebut isi tolak (displacement) yang
telah dipaparkan dalam Bab 2 sub bab Kapasitas Daya Angkut.
Ketika bongkar muat berlangsung, isi tolak berubah naik seberat muatan yang
dimuat dan turun seberat muatan yang dibongkar. Perubahan isi tolak menggeser
letak titik berat (G), titik apung (B), dan titik meta (M).
Ilmu pasti alam menyatakan bahwa setiap benda mendapat daya tarik bumi atau
gravitasi, dalam hal ini kapal mempunyai berat. Letak titik resultan berat kapal G
diperlihatkan dalam Gambar 3.12 A.
Kapal dating terapung di air adalah karena didukung gaya-gaya tekanan ke atas
dari air. Resultan gaya-gaya tersebut pada titik B mengadakan perlawanan atau
reaksi terhadap gaya berat G. Titik apung B seperti terlihat dalam gambar 3.1 B.
Kapal yang mengalami oleng akan mengubah letak titik B berpindah kea rah kapal
miring. Perpotongan gaya yang melalui titik B dengan garis sumbu melintang kapal
disebut titik Meta seperti gambar 3.12 C

Gambar 3. 12 Titik Berat, Apung, dan Meta

Keseimbangan kapal terbagi 2 yakni keseimbangan melintang dan


keseimbangan membujur. Berikut ini disajikan uraian tentang keseimbangan
melintang yang dititikberatkan pada keseimbangan awal, meliputi keadaan stabil,
keadaan netral, dan keadaan labil.
1) Kapal Stabil
Kapal berada dalam keadaan stabil apabila letak titik G berada di bawah titik M
atau disebut GM positif seperti Gambar 3.12 C. Pada keadaan seperti ini momen
keseimbangan juga positif. Selama momen keseimbangan positif, maka ketika
terjadi pengaruh luar berupa angin atau ombak, kapal akan selalu dapat Kembali
pada keadaan seperti semula.
2) Kapal Netral
Kapal berada dalam keadaan netral apabila titik G berimpit dengan titik M atau
disebut GM
nol. Pada keadaan seperti ini momen keseimbangan juga nol seperti Gambar 3.13
A berikut ini.

Gambar 3. 13 Kapal Keadaan Netral dan Stabil

3) Kapal Labil
Kapal mengalami keadaan labil ketika titik G berada di atas titik M sehingga
dikatakan GM negatif. Dalam keadaan begini, momen juga negatif. Jika momen
negatif, maka kapal tidak mendapat gaya perlawanan yang arahnya mengembalikan
kapal pada posisi semula. Keadaan labil ditunjukkan dalam Gambar 3.13 B. Di sana
terjadi oleng saja, sedangkan momen tidak hanya nol melainkan negatif. Akibat dari
keadaan ini, kapal terancam terbaik dan tenggelam.
Keadaan labil atau GM negatif terkait langsung dengan aktivitas memuat.
Jikalau dalam aktivitas memuat terjadi kesalahan prosedur atau tidak berpedoman
pada metode baku, maka keadaan labil akan terjadi.
Sebagai symptoms terjadinya kesalahan dalam memuat, ialah kapal miring tetap
yang disebabkan (a) GM negatif, karena terlalu banyak muatan yang berat
ditempatkan di bagian atas palka; dan (b) letak titik G tidak berada pada garis sumbu
melintang kapal, karena muatan berat ditempatkan tidak seimbang di antara sisi port
dan sisi starboard.
b. Letak Titik Berat G
Pada saat sedang menyusun stowage plan dan ketika aktivitas bongkar-muat
berlangsung, letak titik berat G senantiasa diperhatikan secara saksama oleh
nahkoda atau perwira kapal yang bertugas mengawasi pemuatan. Karena apabila
terjadi kesalahan dalam memuat, letak titik G lebih tinggi daripada titik M yang
mengakibatkan ketidakstabilan kapal, bahkan bisa fatal terhadap keselamatan
kapal. Mengukur atau memosisikan titik G pada letak yang semestinya aman, dapat
dicontohkan melalui hitungan sebagai berikut:
Contoh 1
Diketahui : Kapal XYZ dengan isi tolak (displacement) = 6.000 ton dan titik berat
G berada pada ketinggian 20 kaki dari lunas kapal. Dimuati dengan 200
ton batubara yang titik beratnya terletak 15 kaki di atas lunas dan 300
ton general kargo dengan titik berat 5 kaki di atas lunas.
Ditanya : Di manakah letak titik berat G sekarang?
Hitungan: Momen positif awal M1 = 6.000 × 20 = 120.000 Ton feet.
Momen muatan batubara M2 = 200 × 15 = 3.000 ton feet.
Momen dari general kargo M3 = 300 × 25 = 7.500 ton feet.
Jarak vertical titik G diukur dari lunas kapal adalah sejauh
={(120.000 + 3.000 + 7.500) ∶ (6.000 + 200 + 300)}
= {130.500 ∶ 6.500 𝑓𝑒𝑒𝑡} = 20,08 ft

Contoh 2
Diketahui : Kapal PQR mempunyai isi tolak 12.000 ton. Nahkoda memutuskan
untuk menggeser muatan seberat 300 ton ke posisi 20 kaki lebih tinggi.
Ditanya : Di manakah letak titik berat G sekarang?
Hitungan : Letak titik berat G sekarang = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 × 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 : 𝑖𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑙𝑎𝑘
Letak titik berat G sekarang = 300 × 20: 12.000 = 0,5 feet
Titik berat G akan selalu bergeser kearah beban dipindahkan atau
ditambahkan, maka dalam contoh ini titik G bergeser ke atas sejauh 0,5 kaki dari
letak semula.

Anda mungkin juga menyukai