Anda di halaman 1dari 79

Pendahuluan Hukum

Definisi Hukum

• Prof. Dr. Sudikno: Sekumpulan peraturan-peraturan


atau kaidah dalam suatu kehidupan Bersama;
keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang
berlaku dalam kehidupan Bersama.

• Prof. Muchtar Kusumaatmaja: seperangkat asas dan


kaidah yang mengatur kehidupan dalam masyarakat
dan meliputi juga lembaga dan proses yang
mewujudkan berlakunya kaidah tersebut dalam
kenyataaan.

Unsur, ciri, dan sifat hukum:

• Hukum merupakan suatu kaidah

• Hukum terdiri dari perintah dan larangan

• Hukum bersifat mengatur dan memaksa

• Sanksi hukum tegas dan bersifat fisik

• Tujuannya untuk mencapai ketertiban, kepastian,


dan keadilan.

Subjek dan Objek Hukum

1. Subjek Hukum: segala sesuatu yang menurut hokum


dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan
kewajiban. Subjek hokum ini, dalam kamus ilmu
hokum disebut juga “orang” atau “pendukung hak
dan kewajiban”. Dengan demikian, subjek hukum
memiliki kewenangan untuk bertindak menurut tata
cara yang ditentukan atau dibenarkan hukum

2. Objek Hukum: segala sesuatu yang bermanfaat bagi


subjek hokum, dan dapat menjadi objek dalam suatu
hubungan hokum. (Benda/barang) segala barang
dan hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.

Sumber Hukum

Segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang


mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa dan ada sanksi
tegas.

1. Peraturan Perundangan-Undangan

2. Kebiasaaan

3. Traktat (treaty dan agreement)

4. Yurispudensi: putusan hakim (pengadilan) yang


memuat peraturan sendiri, kemudian diikuti dan
dijadikan dasar putusan oleh hamim yang lain dalam
perkara yang sama.

5. Doktrin: pendapat ahli-ahli hukum yang ternama,


yang mempunyai pengaruh dalam pengambilan
putusan pengadilan

Bentuk Hukum

1. Hukum tertulis

a. Dikodifikasikan: contoh-hukum pidana yang telah


dikodifikasikan dalam KUHP tahun 1918
b. Tidak dikodifikasikan: contohnya-peraturan tentang
hak cipta

2. Hukum tak tertulis  hukum kebiasaaan, sering juga


disebut hukum adat, yaitu sistem hukum yang dikenal di
Indonesia walaupun hukum ini berbeda-beda si setiap
wilayah ataupun daerah

Tempat Berlakunya

1. Hukum nasional

2. Hukum international  mengatur hubungan hukum


dalam dunia international

3. Hukum asing: hukum yang berlaku di negara lain

4. Hukum agama

Menurut Berlakunya

1. Ius constitutum (hokum positif): hokum yang berlaku


sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam
suatu daerah tertetntu.

2. Ius constituendum: hukum yang diharapkan berlaku


pada waktu yang akan datang ataupun hukum yang
masih harus ditetapkan (dicita-cita kan)

3. Hukum asasi (hokum alam):hokum yang berlaku di


berbagai wilayah dalam segala waktu dan untuk
setiap negara di dunia.
Cara Mempertahankannya

1. Hukum material: hukum yang membuat peraturan-


peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan
dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-
perintah dan larangan-larangan.

2. Hukum formal: (hokum proses atau hokum acara)


hokum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur bagaimana cara-cara melaksanan dan
mempertahankan material atau peraturan-peraturan
yang mengatur bagaimana caara mengajukan suatu
perkara di pengadilan dan bagaimana cara-cara
hakim memberikan suatu keputusan. Contoh: hukum
acara pidana/ perdata

Wujudnya

1. Hukum objektif: hukum dalam suatu negara yang


berlaku umum dan tidak mengenai orang atau
golongan tertentu. Contoh:
hukum perdata,pidana,dan dagang

2. Hukum subjektif: hukum yang timbul dari hukum


objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau
lebih. (hak dan kewajiban)  sejumlah peraturan
yang mengatur hak negara untuk menghukum
seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang
dilarang oleh hukum. Contohnya:  wanprestasi atau
cedera janji terhadap perjanjian sewa-menyewa
dalam hukum perdata.
Isinya

1. Hukum sipil: hokum yang mengatur hubungan-


hubungan antara orang yang satu dengan yang
lainnya, dengan menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan. hukum perdata,
hokum bisnis, hukum dagang

2. Hukum public: (hukum negara) hukum tata negara,


hukum administrasi negara, hukum pidana

Tujuan Hukum

Dua teori tentang tujuan hukum:

1. Teori etis: berdasarkan etika-tentang yang adil dan


tidak: semata-mata mencapai keadilan dan
memberikannya kepada setiap orang yang menjadi
hak nya.

2. Teori utilitis: bertujuan memberikan faedah bagi


sebanyak-banyaknya orang dalam masyarakat
(memberikan manfaat dalam memberikan
kebahagiaan besar bagi jumlah yang besar)

1. Mendatangkan kemakmuran masyarakat

2. Mengatur kehidupan manusia secara damai

3. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam


pergaulan masyarakat

4. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada


semua orang
5. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan social
lahir batin

6. Sebagai pengerak pembangunan

7. Sebagai fungsi kritis

Tujuan hukum mempunyai sifat universal, seperti ketertiban,


ketentraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam
bermasyarakat. Dengan adanya hukum, maka setiap perkara
dapat diselesaikan melalui proses pengadilan dengan
perantara hakim sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Selaain itu, hukum juga bertujuan untuk menjaga
dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim
atas dirinya sendiri.
Hukum Kesehatan

Pengertian

Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung


dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan” 
menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan
kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala
aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan
kesehatan, dll.

Sumber Hukum Kesehatan

Bentuk hukum tertulis atau undang-undang mengenai hukum


kesehatan diatur dalam:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran

Asas Hukum Kesehatan: seorang tenaga kesehatan dalam


memberikan pelayanan kesehatan harus menggunakan ilmu
dan hati Nurani, serta keselamatan pasien harus selalu
diperhatikan dan dilindungi. Tidak hanya itu, pasien berhak
menuntut ganti kerugian apabila tenaga kesehatan
melakukan tindakan yang merugikan dirinya.

Fungsi dan Tujuan Hukum Kesehatan

Fungsinya adalah:

1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat

2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat,


khususnya di bidang kesehatan.

3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Contoh: Jika


masyarakat menghalang-halangi dokter untuk melakukan
pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka, maka hal
tersebut merupakan tindakan yang keliru dan harus
diluruskan

Hukum kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,


kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Pihak-Pihak dalam Pelayanan Kesehatan

1. Rumah Sakit: “institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat”
Fungsi RS berdasarakan Pasal 4 dan 5 UU No. 44 tahun 2009:

Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan


kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

Pemeliharan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui


pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan
ketiga sesuai kebutuhan medis.

Penyelenggaraan Pendidikan dan pelatihan sumber daya


manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.

Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta


penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Berdasarkan Pasal 19, 20, dan 24 UU No. 44 tahun 2009,


rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya:

2. Pasien: berdasarkan pasal 1 UU No. 44 Tahun 2009, setiap


orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit
 pasien opname dan pasien rawat jalan

Harapan pasien dalam menerima pelayanan medis meliputi:

1. Pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan


segeran dan memuaskan
2. Membantu dan memberikan pelayanan dengan
tanggap tanpa membedakan unsur SARA
3. Jaminan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan
4. Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
pasien

3. Tenaga Kesehatan: tenaga kesehatan harus memiliki


keahlian medis agar dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang maksimal kepada pasien. Dalam praktiknya, tenaga
kesehatan terdiri dari dua hal berikut ini:

Dokter  kewajiban hukum yang utama dari seorang dokter


terdiri dari empat hal:

1. Melakukan diagnosis penyakit


2. Mengobati penyakit
3. Memberikan informasi yang cukup
4. Mendapatkan persetujuan pasien terhadap tindakan
medis yang akan dilakukan

Perawat  kewajiban perawat, yaitu:

1. Menghormati hak pasien


2. Melakukan rujukan
3. Menyimpan rahasia sesuai peraturan perundang-
undagan
4. Memberikan informasi
5. Meminta persetujuan tindakan keperawatan
6. Melakukan pencatatan asuhan keperawatan
7. Mematuhi standar

Tenaga Kesehatan (PP 32 Tahun 1996)

Adanya berbagai macam tenaga kesehatan, yang mempunyai


bentangan yang luas, baik dari segi latar belakang
pendidikanya maupun jenis pelayanan atau upaya kesehatan
yang dilakukan. Jenis tenaga kesehatan berdasarkan UU
meliputi:

1. Tenaga medis (dr; drg)


2. Tenaga keperawatan (perawat; bidan)
3. Tenaga kefarmasian (apoteker; analis; asisten
apoteker)
4. Tenaga kesehatan masyarakat (epidemiolog
kesehatan, entomology kesehatan, mikrobiologi
kesehatan; penyuluh kesehatan; administrator
kesehatan; sanitarian)
5. Tenaga gizi (nutrisinis; esisten)
6. Tenaga keterapian fisik (fisioterapis; akupasiterafis,
terapi wicara)
7. Tenaga keteknisian medis (radiographer, radioterafis;
teknisi gizi; teknisi elektromedis; analis kesehatan;
rekfrasionis; optisien; otorik prostetek; teknisi
tranfusi; perekam medis)

Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan

Pelayanan medis yang diberikan oleh rs terhadap pasien akan


mengakibatkan hubungan hokum antara kedua belah pihak,
terutama dalam aspek perdata akan menimbulkan hak dan
kewajiban masing-masing pihak  menhasilkan dua macam
perjanjian, yaitu:

1. Perjanjian pelayanan medis


2. Perjanjian perawatan

Perjanjian pelayanan medis sering disebut dengan istilah


transaksi terapeutik.
Perjanjian Terapeutik

Pengertian Perjanjian Terapeutik

◦ Secara yuridis perjanjian terapeutik diartikan sebagai


hubungan hukum antara tenaga kesehatan dengan
pasien dalam pelayanan medis secara professional
didasarkan kompetensi yag sesuai dengan keahlian
dan keterampilan tertentu di bidang kesehatan 
kontrak terapeutik

◦ Perjanjian ini merupakan upaya maksimal yang


dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan untuk
menyebugkan pasien dan jarang merupakan kontrak
yang sudah pasti.

◦ Dasar hukum terjadinya transaksi terapeutik 


dikategorikan sebagai perjanjian untuk melakukan
suatu pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal
1601 Bab 7A Buku III KUH Perdata. Di dalam
perjanjian ini sikap saling percaya akan tumbuh
apabila antara dokter(tenaga kesehatan) dan pasien
terjalin komunikasi yang saling terbuka karena
masing-masing akan saling memberikan infomasi
atau keterangan

Unsur-Unsur Perjanjian Terapeutik

◦ Deklarasi Helsinki yang penyusunannya berpedoman


pada The Nuremberg Code, persetujuan sukarela
dengan dengan mengemukakan mengenai empat
syarat sahnya persertujuan yang harus diberikan
secara sukarela, yaitu: (1) persertujuan harus
diberikan secara sukarela; (2) diberikan oleh orang
berwenang dalam hokum; (3) diberitahukan; (4)
dipahami.

◦ Pada saat pasien melakukan konsultasi, keempat


persetujuan tersebut diperlukan karena bentuk
persetujuan pasien hanya dalam bentuk lisan
sehingga kesepakatan yang terjadi merupakan
kesepakatan dalam bentuk abtrak.

◦ ..dan pada saat dokter serta tenaga kesehatan


melakukan terapi maka persetujuan pasien yang
abtrak berubah menjadi suatu persetujuan yang
konkrit.

Syarat Sah Transaksi Terapeutik

◦ Ada kesepakatan

◦ Harus dilakukan oleh orang-orang yang cakap.


Kecakapan harus datang dari kedua belah pihak yang
memberikan pelayanan maupun yang memerlukan
pelayanan

◦ Ada itikad baik

◦ Perjanjian terapeutik bertumpu pada dua macam hak


asasi, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri dan
hak untuk mendapatkan informasi. Didasarkan kedua
hak tersebut, maka dalam menentukan tindakan
medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap
pasien, harus ada informed consent (persetujuan
yang didasarkan atas informasi atau penjelasan) 
persetujuan tindakan medis
◦ Para Pihak dalam Perjanjian Terapeutik: dokter dan
tenaga kesehatan; pasien; dan rumah sakit

Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Terapeutik

1. Hak dan kewajiban dokter: (berdasarkan Pasa; 50 UU


No. 29 Tahun 2004)

Hak Kewajiban

a. Memperoleh e. Memberikan
perlindungan hokum pelayanan medis
sepajang sesuai dengan
melaksanakan tugas standar profesi dan
sesuai standar prosedur
profesi dan standar
f. Merujuk pasien ke
prosedur
dokter lain yang
b. Memberikan mempunyai keahlian
pelayanan medis yang lebih baik jika
menurut standar tidak mampu
profesi dan standar
g. Merahasiakan segala
prosedur
sesuatu yang
operasional
diketahui tentang
c. Memperoleh pasien
informasi yang
h. Melakukan
lengkap dan jujur
pertolongan darurat
dari pasien atau
atas dasar
keluarganya, dan
perikemanusiaan
d. Menerima imbalan
jasa i. Menambah ilmu
pengetahuan dan
mengikuti
perkembangan ilmu

2. Hak dan kewajiban pasien

Hak Kewajiban

a. Hak memperoleh k. Memeriksakan


informasi diri sedini
mungkin
b. Hak untuk
memberikan l. Memberikan
persetujuan informasi yang
benar dan
c. Hak atas rahasia
lengkap
kedokteran
m. Mematuhi
d. Hak memelih dokter
nasihat dan
e. Hak memilih sarana petunjuk dokter
kesehatan
n. Menandatanga
f. Hak menolak ni surat-surat
pengobatan/perawata persetujuan
n
o. Yakin kepada
g. Hak menolak suatu dokternya
tindakan medis
p. Melunasi biaya
perawatan
tertentu

h. Hak untuk
menghenatikan
pengobatan

i. Hak untuk melihat


rekam medis

j. Hak atas second


opinion

Berakhirnya Perjanjian Terapeutik

1. Sembuhnya pasien
2. Dokter (tenaga kesehatan) mengundurkan diri
3. Pengakhiran oleh pasien:
4. Meninggalnya pasien
Pengertian Informed Consent

 Informed consent merupakan persertujuan yang


diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

 Diperlukan untuk memastikan bahwa pasien telah


mengerti semua informasi yang dibutuhkan untuk
membuat keputusan, dan pasien mampu memahami
informasi yang relevan dan pasien memberikan
persetujuan

 Segi aspek yuridis: informed consent menunjukkan


kepada peraturan hukum yang menentukan
kewajiban para tenaga medis dalam interaksi dengan
pasien dan adanya sanksi jika ada penyimpangan

 Segi aspek etika: informed consent adalah


pencetusan dan berakar dalam nilai-nilai otonomi
didalam masyarakat yang diyakini sebagai hak-hak
mereka dalam medik.

 Berdasarkan doktrin informed consent maka yang


harus diberitahukan adalah:

1. Diagnosa yang ditegakan

2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan

3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut

4. Risiko-risiko dari tindakan tersebut

5. Konsekuensinya apabila tidak dilakukan tindakan


6. Kadangkala biaya-biaya yang menyangkut
tindakantersebut

 Konsep informed consent menunjuk suatu proses


dimana pasien memberikan persetujuan secara
formal untuk menjalani prosedur medis yang
dilakukan secara professional

 Consent seringkali disalahkanartikan dan disamakan


dengan tanda tangan pasien pada formulir tersebut.

 Suatu tanda tangan diatas formulir itu memang


merupakan suatu bukti bahwa pasien sudah
memberikan konsennya, tetapi belum merupakan
bukti dari suatu konsen yang sah.

 Dasar hokum infonrmed consent:

1. Pasal 15 PP No. 18 Tahun 1981

2. PERMEN Kesehatan RI No. 585/Menkes/Per/IX/1989


tentang persertujuan tindakan medis pada Bab 1
Pasal1

3. PERMEN Kesehatan RI No. 290/Menkes/Per/III/2008


tentang persertujuan tindakan medis

4. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan

5. UU RI No. 44 tahun 2008 tentang rumah sakit

Bentuk Informed Consent

Persetujuan(consent) dapat dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Informed consent yang dinyatakan secara tegas
(expressed)

a. Dinyatakan secara lisan: apabila tindakan medis itu


tidak berisiko, missal pemberian terapi obat dan
pemeriksaan penjunjang medis

b. Dinyatakan secara tertulis: bentuk yang paling tidak


dirugikan, namun jika dilakukan secara lisan juga sah
kecuali ada syarat hokum tertentu yang menuntut
informed consent tertulis untuk prosedur.

2. Informed consent yang dinyatakan


diam-diam/tersirat (implied): hal ini dapat tersirat
pada gerakan pasien yang diyakini oleh tenaga
medis, missal anggukan kepala.

Informed Consent pada kasus kegawatdaruRatan

 Informed consent dalam tindakan kegawatdaruratan


merupakan hal yang cukup krusial dalam hokum
kesehatan. Hal ini tentu saja dikarenakan pasien
tidak dapat memberikan persetujuan secara tertulis
maupun lisan terhadap tindakan medik yang
dilakukan.

 Misal: dalam suatu operasi tertentu ternyata ada


bagian lain yang pada saat bersamaan itu harus
dilakukan tindakan atas dasar penyelamatan

 Dalam keadaan kegawatdarutan harus segera dan


secara langsung diambil tindakan penyelamatan. Jika
ditinjau dari doktrin informed consent, maka yang
dimaksudkan dengan kegawatdaruratan adalah suatu
keadaaan dimana:

a. Tidak ada kesempatan lagi untuk memintakan


informed consent, baik dari pasien atau anggota
keluarga terdekat

b. Tindak ada waktu lagi untuk menunda0nunda

c. Suatu tindakan harus segera diambil

d. Untuk menyelamatkan jiwa pasien atau anggota


tubuh

 Selain ketentuan yang telah diatur pada UU No.29


tahun 2004 tentang praktik kedokteran dan Permen
Kesehatan No. 209/Menkes/Per/III/2008, apabila
pasien dalam keadaan darurat sehingga dokter tidak
mungkin mengajukan informed consent, maka
berdasarkan KUH Perdata pasal 1354 tindakan medis
tanpa izin pasien diperbolehkan.
(zaakwaarneming/perwalian sukarela)

Pengertian rekam Medis

 Menurut Pasal 1 huruf ke 1, 6, dan 7 dari Peraturan


Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008,
yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
 Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau
dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan
kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan
kesehatan

 Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/


atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil
pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan
pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa
foto radiologi, gambar pencitraan, dan rekaman
elketro diagnostic

 Rekaman medis merupakan suatu catatan atau


dokumen yang berisikan bagaimana, di mana,
mengapa dan apa sebabnya seseorang yang disebut
pasien diberikan pelayanan kesehatan

 Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan


kepada pasien, ada dua hal bagian terpenting yang
perlu diketahui:

1. Tentang individu: suatu informasi tentang kondisi


kesehatannya

2. Ybs dengan manajemen: suatu informasi tentang


pertanggungjawaban dari segi manajemen/keuangan
dan kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang
bersangkutan.

Isi rekam medis

 Dibuat secara tertulis maupun komputerisasi


 Secara umum isi rekam medis dapat dibagi dalam
dua kelompok data yaitu:

1. Data medis/ data klinis  segala data tentang


riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis,
dst. Data ini meruapak data yang bersifat rahasia.

2. Data sosiologis atau data non medis  segala data


lain yang tidak berkaitan langsung dengan data
medis, seperti identitas, data social ekonomi, alamat,
dst. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan
rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan
data yang tetap bersifat rahasia.

Kegunaan, manfaat, dan tujuan pembuatan rekam medis

 Kegunaan rekam medis, antara lain:

1. Aspek administrasi: karena isinya menyangkut


tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung
jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan

2. Aspek Medis: karena catatan tersebut dipergunakan


sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/
perawatan yang harus diberikan seorang pasien.

3. Aspek Hukum: karena isinya menyangkut masalah


adanya jaminan kepastian hokum atas dasar
keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hokum
serta penyediaam bahan bukti untuk menegakkan
keadilan
4. Aspek keuangan: karena isinya menyangkut data dan
informasi yang dapat digunakan dalam menghitung
biaya/tindakan dan perawatan

5. Aspek Penelitian: karena isinya menyangkut data dan


informasi yang dapat dipergunakan dalam penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan

6. Aspek Pendidikan: : karena isinya menyangkut data


dan informasi tentang perkembangan/kronologis dan
kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien (dipergunakan sbg bahan referensi)

7. Aspek Dokumentasi: karena isinya menyangkut


sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan
dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan
laporan sarana pelayanan kesehatan.

 Manfaat rekam medis, antara lain:

a. Sebagai dassar pemeliharaan kesehatan dan


pengobatan pasien

b. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum

c. Bahan untuk kepentingan penelitian

d. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan


kesehatan

e. Sebagai bahan untuk menyiapkan statisti kesehatan


 Tujuan rekam medis  untuk menunjang
tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya
peningkatan pelayanan kesehatan.

Peranan dan fungsi rekam medis

 Peranan rekam medis (J.Guwandi);

1. Bagi pasien  memounyai nilai yang tinggi karena


rekam medis berisi data mengenai kesehatan masa
lalu dan masa kini, dan berisi catatan dokter,
perawat, dan tenaga kesehatan lainnya mengenai
keadaan pasien saat ini dalam bentuk penemuan
pemeriksaan fisik, hasil prosedur, dan diagnose
terapi dan respon pasien.

2. Bagi institusi pelayanan kesehatan, rekam medis


memiliki data yang dapat dipakai:

A. Evaluasi kinerja tenaga kesehatan

B. Evaluasi penggunaan sumber daya

C. Digunakan pada survey oleh badan-badan


penerbit lisensi sertifikasi dan akreditasi dalam
mengevaluasi asuhan yang disediakan RS dan
dalam menentukan kepatuhan RS pada standar
pelayanan yang ditentukan oleh badan akreditasi
tersebut

D. Melaporkan diagnose atau alasan pengobatan


dan tindakan supaya tagihan dapat diajukan
dengan benar
E. Dapat dipakai untuk melindungi institusi
pelayanan kesehatan dari tuntutan hokum
karena semua bukti ada di rekam medis.

3. Bagi penyedia layanan kesehatan dan tenaga


kesehatan

4. Bagi pendidik, peneliti, dan petugas kesehatan


masyarakat

5. Bagi organisasi pembayaran klaim pelayanan


kesehatan

 Fungsi Rekam Medis (Gemala R. Hatta): mempunyai


fungsi untuk menyimpan data dan informasi
pelayanan pasien. Agar fungsi utama rekam medis
dapat tercapai serta menghasilkan informasi yang
berkualitas maka ada beberapa syarat, yaitu:

a. Kemudahan akses, bagi pihak yang berwenang

b. Berkualitas: memperhatikan empat perangkat  (1)


aplikasi data; (2) pengumpulan data: prosen elemen
terakumulasi; (3) rumah data; (4) analisis data

c. Terjaga keamanannya

PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN KERAHASIAAN REKAM


MEDIS

 Berkas rekam medis milik sarana pelayanan


kesehatan, dam oleh karena itu pimpinan sarana
pelayanan kesehatan bertanggung atas hilang, rusak,
pemalsuan dan/ penggunaan oleh ornag atau badan
yang tidak berhak terhadap rekam medis
 Isi rekam medis adalah milik pasien

 Rekam medis pasien rawat inap di RS wajib disimpan


selama 5 tahun dan non RS wajib disimpan sekurang-
kurangnya selama 2 tahun. Setelah itu dapat
dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan
perseetujuan tidndakan medis (ringkasan medis
harus disimpan selama 10 tahun)

 Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat


penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan pasien tersebut (rekam medis) hanya
dapat dibuka dalam hal:

1. Untuk kepentingan kesehatan pasien

2. Memenuhi permintaan aparatur penegak hokum


dalam rangka penegakan hokum atas perintah
pengadilan

3. Permintaan dan/ persetujuan pasien

4. Permintaan institusi/Lembaga berdasarkan


ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan

5. Untuk kepentingan penelitian

Komputerisasi Rekam MEDIS

 Konsil Asosiasi Dokter Sedunia di bidang etik dan


hokum menerbitkan ketentuan yang menyangkut
komputerisasi rekam medis pada tahun1994,
mengeluarkan beberapa petunjuk yang penting,
yaitu:
1. Informasi medis hanya memasukan ke dalam
computer oleh personil berwenang

2. Data pasien harus dijaga dengan ketat

3. Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa izin


pasien

4. Data yang telah tua dapat dihapus setelah


memberitahukan kepada dokter dan pasiennya (atau
ahli warisnya)

5. Terminal online hanya dapat digunakan oleh orang


yang berwenang

SANKSI DISIPLIN DAN ETIK

 Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas


mengatur, bahwa “setiap dokter atau dokter gigi
yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis
dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah)”

 Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam


medis selain mendapat sanksi hokum juga dapat
dikenakan sanksi disiplin, yaitu:

1. Pemberian perigatan tertulis;

2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau


surat izin praktik;

3. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau pelatihan di


institusi Pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Aspek Hukum Rumah Sakit

PENGERTIAN RUMAH SAKIT

 Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan


yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat
(Permenkes No. 147 Tahun 2010)

 Berdasarkan Pasal 4 UU No. 44 Tahun 2009, rumah


sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna.

Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

 Fungsi RS:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan


pemulihan kesehatan sesuai standar pelayanan RS

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan


perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
apripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis

c. Penyelenggaraan Pendidikan dan pelatihan sdm


untuk peningkatan kemampuan dalam pemberialan
pelayanan kesehatan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan


serta penapisan teknologi bidang kesehatan
Tanggungjawab Hukum RS

 RS bertanggungjawab secara hokum terhadap semua


kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 3 pengaturan
rs bertujuan untuk:

a. Mempermudah akses masyarakat untuk


mendapatkan pelayanan kesehatan
b. Memberikan perlindungan hokum terhadap
keselamatan pasien, msyrt, lingkungan rs, dan sdm di
rs

c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar


pelayanan rs

d. Memberikan kepastian hokum kepada pasien, msyrt,


sdm rs, dan rs

 Empat bidang tanggungjawab rs:

a. Personalia

b. Professional terhadap mutu pengobatan/perawatan

c. Sarana dan prasarana

d. Keamaman bangungan dan perawatannya

Perizinan RS

 Perizinan tentang RS diatur dalam UU No. 44 Tahun


2009 Pasal 25, menyatakan bahwa setiap
penyelenggaraan rs wajib memiliki izin.

 Izin terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional

 Tahapannya:

a. Persyaratan izin mendirikan rs (Permenkes No. 147


Tahun 2010)

b. Kajian kebutuhan sarana/fasilitas dan peralatan


medik/non medik dana dan tenaga yang dibutuhkan
untuk layanan yang diberikan
c. Kajian kemampuan pembiayaan

d. Masterplan

e. Status kepemilikan

f. Persyaratan pengolahan limbah

g. Persyaratan izin operasional rs


HOSPITAL BY LAWS

PENDAHULUAN

 UU No. 44 Tahun 2009 tentang rs pasal 29 (1)


menyatakan bahwa rs harus menyusun dan
melaksanakan peraturan internal rs (hospital by
laws). Dalam perizinan rs hospital by laws merupakan
salah satu factor yang harus dipenuhi.

 Guwandi (2004), melihat hospital by laws dari tiga


sudut:

1. Akreditasi RS  ada tidaknya kejelasan, keteraturan,


kepastian, prosedur-prosedur dst

2. Hukum  perpanjangan tangan hokum

3. Manajemen risiko  menjadi alat untuk mencegah


timbulnya atau terulangnya suatu risiko yang
merugikan

4. Hardiman (2002) mengartikan peraturan internal rs


(HBL) sebagai suatu produk hokum yang merupakan
konstitusi sebuah rs yang ditetapkan oleh pemilik rs
atau yang mewakili

5. Peraturan internal ini dibuat dan dipergunakan untuk


rs itu sendiri (tailor made). Oleh karena itu peraturan
ini hanya berlaku untuk rs itu sendiri dan tidak dapat
dipergunakan oleh rs lain.

6. Hospital by laws mengatur organisasi pemilik atau


yang mewakili, peran, tugas, dan kewenangan
pemilik atau yang mewakili; direktur rs, dan
organisasi staf medis.

Fungsi Hospital by Laws

Berdasarkan keputusan Menteri No. 72 tahun 2002


tentang pedoman peraturan internal rs menyatakan
bahwa fungsinya adalah:

1. Sebagai acuan rs dalam melakukan pengawasan rs


nya

2. Sebagai acuan bagi direktur rs dalam mengelola rs


dan menyusun kebijakan yang bersifat teknis
operasional

3. Sebagai sarana untuk menjamin efektifitas, efisiensi,


dan mutu

4. Sarana perlindungan hokum bagi semua pihak yang


berkaitan dengan rs

5. Sebagai acuan bagi penyelesaian konflik di rs antara


pemilik, direktur, dan staf

6. Untuk memenuhi persyaratan akreditasi rs

Tujuan dan Manfaat HBL

Kepmen Kesehatan RI No. 772 Tahun 2002

a. Tujuan HBL:

• Umum-dimilikinya suatu tatanan peraturan dasar


yang mengatur pemilik, direktur, dan tenaga medis
untuk penyelenggaraan rs yang efektif, efisien, dan
berkualitas

• Khusus-dimilikinya pedoman oleh rs dalam hubungan


dengan pemilik, direktur, dan tenaga medis yang
berkaitan dengan pembuatan kebijakan teknis
operasional rs.

b. Manfaat HBL:

• Untuk rs  acuan hokum bentuk anggaran rumah


tangga, kepastian hokum dalam pembagian
kewenganan dan tanggungjawab, dst

• Untuk pengelola rs  acuan tentang batas


kewenangan, hak kewajiban, kebijakan terknis
operasional, dst

• Untuk pemerintah  mengetahui arah dan tujuan rs


tsb, acuan dalam menyelesaikan konflik di rs tsb

• Untuk pemilik  mengetahui tugas dan


kewajibannya, penyelesaian konflik internal, acuan
kinerja direktur rs

Ciri-ciri HBL

Guwandi (2004) berpendapat:

1. HBL itu tailor made  sesuai dengan rs itu sendiri

2. HBL dapat berfungsi sebagai perpanjangan tangan


hokum

3. HBL mengatur bidang yang berkaitan dengan seluruh


manajemen rumah sakit
4. Rumusan HBL harus tegas, jelas, dan terperinci

5. HBL harus bersifat sistematis dan tingkatnya


berjenjang

Kerangka Hukum yang Mengatur Kehidupan RS

Peraturan-peraturan atas dasar mana


penyelenggaraan rs berpijak adalah:

a. Landasan korporasi: AD Perseroan Terbatas; AD


Yayasan; Peraturan lain yang terkait dengan bentuk
badan hokum pemilik rs

b. Peraturan perundang-undangan tentang kesehatan


dan perumahsakitan

c. Kebijakan kesehatan pemerintah setempat

d. Peraturan internal rs

e. Kebijakan teknis operasional rs: SOP, job description;


dll

f. Aturan hokum umum; KUHP; UU tentang lingkungan,


tenaga kerja, perlindungan konsumen

Ciri dan Substansi Peraturan Internal RS

1. Peraturan internal rs adalah tailor made

2. Peraturan internal rs pada intinya mengatur hal-hal


yang merupakan konstitusi rs

3. Peraturan internal rs pada prinsipnya adalah


peraturan yang ditetapkan oleh pemilik/yang
mewakili
4. Peraturan internal rs mengatur hubungan pemilik,
direktur rs, dan staf medis

5. Uraian di dalam peraturan internal rs harus tegas,


jelas dan terperinci

6. Karena rumusannya sudah jelas, maka peraturan


internal rs tidak dapat ditafsirkan lagi

7. Peraturan internal rs harus diterima, yang


mempunyai otoritas dan ditaati oleh pihak2 yang
terkait

8. Agar tetap up to date, maka harus di evaluasi berkala

Tingkat dan Jenis Peraturan di Dalam RS

a. Peraturan Internal RS

1. Mempunyai jenjang tertinggi karena merupakan


anggaran dasar/anggaran rumah tangga suatu rs

2. Disusun dan ditetapkan oleh pemilik rs atau yang


mewakili

3. Pada umumnya mengatur tentang visi, misi, tujuan


organisasi rs dan hubungan pemiilik, direktur, dan
staf medis

b. Kebijakan Teknis Operasional

1. Acuan menyusun peraturan internal rs

2. Disusun dan ditetapkan oleh direktur rs


3. Pada umumnya terdiri dari kebijakan dan prosedur di
bidang administrasi, medis, dan penunjang medis
serta keperawatan

Kebijakan teknis ada yang berupa sk dll

Materi Hospital by Laws

Pemilik atau yang mewakili, direktur rs, dan staf


medis disebut sebagai “triad” atau “tiga tungku
sejengan. Mengacu kepada triad maka ada dua set
peraturan internal rs, yaitu:

a. Peraturan internal yang mengatur hubungan pemilik,


atau yang mewakili dengan direktur rs (pengelola)
yang disebut internal corporate (corporate by laws)

b. Peraturan internal yang mengatur staf medis yang


disebut peraturan internal staf medis (medical staff
by laws)

Dengan demikian, hubungan antara rs dengan staf


administrative, staf perawat, dan karyawan lainnya tidak
diatur di dalam peraturan internal rs, tetapi diatur di dalam
peraturan kepegawaian rs.
ETIKA, MORAL, DAN NORMA

Etika

• Etika adalah sesuatu dimana dan bagaimana cabang


utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
standar moral dan penilaian. Etika mengcangkup
analisis dan penerapan konsep, seperti benar salah
baik buruk dan tanggung jawab.

• K. Bertens: nilai-nilai dan norma-norma moral, yang


menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur perilaku

• Prof Franz Magnis: ilmu yang mencari orientasi atau


ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam
tindakan manusia
Moral

Tujuan dan Fungsi Moral

1. Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat


pribadi seseorang dan kemanusiaan.

2. Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan


bertindak dengan penuh kebaikan dan kebajikan
yang didasari atas kesadaran kewajiban yang
dilandasi moral.

3. Untuk menjaga keharmonisan hubungan social


antarmanusia.

4. Membuat manusia lebih Bahagia secara rohani dan


jasmani karena menunaikan fungsi moral, sehingga
tidak ada rasa menyesal, konflik batin, dan perasaaan
berdosa atau kecewa.

5. Moral dapat memberikan masa depan kepada


manusia, baik sanksi social maupun konsekuensi
dalam kehidupan, sehingga manusia akan penuh
pertimbangan sebelum bertindak.

Jenis dan Wujud Moral


1. Moral Ketuhanan  semua hal yang berhubungan
dengan keagamaan/religious berdasarkan agama
tertentu dan pengaruhnya terhadap diri seseorang.

2. Moral Ideologi dan Filsafat  semua hal yang


berhubungan dengan semangat kebangsaan,
loyalitas kepada cita-cita bangsa dan negara.

3. Moral Etika dan Kesusilaan  semua hal yang


berkaitan dengan etika dan kesusilaan yang dijunjung
oleh suatu masyarakat, bangsa, dan negara secara
budaya dan tradisi.

4. Moral Disiplin dan Hukum  segala hal yang


berhubungan dengan kode etika professional dan
hukum yang berlaku di masyarakat dan negara.

Norma

• Merupakan suatu kaidah, pedoman, acuan, dan


ketentuan berperilaku dan berinteraksi antar
manusia di dalam suatu kelompok masyarakat dalam
menjalani kehidupan bersama-sama. Berlaku dalam
suatu lingkungan tertentu, missal etnis atau negara
tertentu. Namun, ada juga norma-norma yang
bersifat universal dan berlaku bagi semua manusia.
Macam-macam Norma dalam msyt

1. Norma Agama  bersumber kepada Tuhan YME dan


bersifat dogmatis

2. Norma Kesusilaan  berasal dari moral dan hati


nurani manusia

3. Norma Kesopanan  peraturan yang muncul dari


hubungan antar manusia dalam kelompok
masyarakat dan dianggap penting dalam pergaulan
masyarakat.

4. Norma Hukum  peraturan yang dibuat oleh


Lembaga-Lembaga tertentu yang memiliki
kewenangan untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
(bersumber dari uu, yurispudensi, kebiasaan,
kebiasaan, dktrin)

5. Norma Kebiasaan  merupakan aturan social yang


terbentuk secara sadar atau tidak sadar dimana
terdapat petunjuk perilaku secara terus menerus
yang akhirnya menjadi kebiasaan.
HUKUM

Definisi Hukum

• Prof. Dr. Sudikno: Sekumpulan peraturan-peraturan


atau kaidah dalam suatu kehidupan Bersama;
keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang
berlaku dalam kehidupan Bersama.

• Prof. Muchtar Kusumaatmaja: seperangkat asas dan


kaidah yang mengatur kehidupan dalam masyarakat
dan meliputi juga lembaga dan proses yang
mewujudkan berlakunya kaidah tersebut dalam
kenyataaan.

Persamaan & Perbedaan Hukum dan Etika

• Etika memerintahkan berbuat apa yang berguna dan


melarang apa yang tidak baik sementara itu hukum
berperan sebagai "penjaga" agar etika dan norma-
norma lain di dalam masyarakat dapat berjalan
dengan baik.

• "law floats in a sea of ethics" artinya hukum


mengapung di atas samudera etika. Hukum pada
dasarnya terbentuk dari norma, etika dan nilai yang
ada di dalam masyarakat. Dengan kata lain etika
adalah landasan bagi hukum dan hukum hanya akan
tegak serta bergerak di atas etika.
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

ETIKA

 Etika adalah sesuatu dimana dan bagaimana cabang


utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
standar moral dan penilaian. Etika mengcangkup
analisis dan penerapan konsep, seperti benar salah
baik buruk dan tanggung jawab.

 K. Bertens: nilai-nilai dan norma-norma moral, yang


menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur perilaku

 Prof Franz Magnis: ilmu yang mencari orientasi atau


ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam
tindakan manusia

Pentingnya mempelajari etika menurut Siagian (1996):

A. Etika memandu manusia dalam memilih ber bagai


keputusan yang di hadapi dalam kehidupan
B. Pola perilaku yang di dasarkan pada kesepakatan
nilai – nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat
tercapai
C. Dinamika dalam manusia menyebabkan peru bahan
nilai-nilai moral sehingga perlu dilakukan analisis dan
tinjauan ulang
D. Mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan
mengilhami manusia sama-sama mencari
menemukan dan menerpakan hidup yang hakiki.
Etika Profesi Kedokteran

 Pada awalnya Galenus (Roma), Imhotep (Mesir) dan


Hippocrates (Yunani) merupakan para ahli bidang
kedokteran yang mempelopori terbentuknya tradisi-
tradisi dalam dunia kedokteran.

 Tradisi-tradisi dalam kedokteran tersebut kemudian


dijadikan sebagai suatu etika profesi kedokteran yang
memuat prinsip-prinsip beneficence, non
maleficence, autonomy dan justice.

 Beneficence,  Prinsip ini  berarti hanya mengerjakan


sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.

 Nonmaleficence,  Prinsip ini berarti tidak


menimbulkan bahaya atau cedera secara fisik dan
psikologik, segala tindakan yang dilakukan kepada
pasien.

 Autonomy,  Prinsip otonomi didasarkan pada


keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri,
memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang dihargai.

 Justice,  Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi


yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan

Hukum Kesehatan

 Istilah hukum kesehatan sering disamakan dengan


istilah hukum kedokteran. Hal ini dikarenakan hal-hal
yang dibahas dalam mata kuliah hukum kesehatan di
berbagai fakultas hukum di Indonesia pada umumnya
hanya memfokuskan pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan dunia kedokteran.

 Lebih banyak membahas hal-hal yang berkaitan


dengan hukum kedokteran atau hukum medis.
Padahal lingkup pembahasan hukum kesehatan lebih
luas daripada hukum kedokteran.

Hukum kesehatan tidak terdapat dalam suatu bentuk


peraturan khusus, tetapi tersebar pada berbagai peraturan
dan perundang-undangan. Ada yang terletak di bidang
hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi,
yang penerapan, penafsiran serta penilaian terhadap
faktanya adalah di bidang kesehatan maupun medis
Hukum Tantra adalah hukum yang mengatur tentang segala
kegiatan dalam bidang kenegaraan atau bidang
penyelenggaraan negara, yang pada garis besarnya terbagi
atas: Hukum Tata Negara.

Hukum Kesehatan

 “Semua ketentuan hukum yang berhubungan


langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan”  menyangkut hak dan kewajiban
menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan
dan lapisan masyarakat) maupun penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya,
organisasinya, sarana, standar pelayanan kesehatan,
dll.

 Menurut C.S.T Kansil, hukum kesehatan yakni:


Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam
bidang kesehatan yang mengatur pelayanan medik
dan sarana medik. Kesehatan yang dimaksud adalah
keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani
(mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang
bebas dari cacat, penyakit dan kelemahan.

 Hukum khususnya hukum kesehatan mempunyai


fungsi penting sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh hukum itu sendiri, yaitu melindungi,
menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat.

Fungsi dan Tujuan Hukum Kesehatan

 Fungsinya adalah:

1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat

2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat,


khususnya di bidang kesehatan.

3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Contoh: Jika


masyarakat menghalang-halangi dokter untuk melakukan
pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka, maka hal
tersebut merupakan tindakan yang keliru dan harus
diluruskan

 Hukum kesehatan bertujuan untuk meningkatkan


kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal.

Hubungan Etika dengan Hukum Kesehatan

 Etika mengatur sesuatu yang sebaiknya dilakukan


oleh manusia. Terhadap perilaku yang tidak etis
selayaknya diberikan sanksi yang sudah ditentukan
sebelumnya oleh dirinya sendiri dan teman
sejawatnya.

 Sebaliknya hukum memberikan batasan untuk


bertindak yang ditentukan oleh masyarakat. Apabila
dilanggar maka orang tersebut berisiko untuk
mendapat sanksi eksternal seperti hukuman atau
pencabutan izin prakteknya.

 Di samping banyak perbedaan, etika dan hukum


kesehatan juga memiliki banyak persamaan,
diantaranya:…

Persamaan

Etika dan hukum kesehatan sama-sama merupakan alat


untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat dalam
bidang kesehatan.

1. Sebagai objeknya adalah sama yakni masyarakat


baik yang sakit maupun yang tidak sakit ( sehat ).

2. Masing-masing mengatur kedua belah pihak


antara hak dan kewajiban, baik pihak yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupun
yang menerima pelayanan kesehatan agar tidak
saling merugikan.

3. Keduanya menggugah kesadaran untuk bersikap


manusiawi, baik penyelenggara maupun
penerima pelayanan kesehatan.
4. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan
hasil pemikiran dari para pakar serta pengalaman
para praktisi bidang kesehatan.

Perbedaan

1. Etika kesehatan hanya berlaku di lingkungan


masing-masing profesi kesehatan, sedangkan
hukum kesehatan berlaku untuk umum.

2. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan


anggota masing-masing profesi, sedangkan
hukum kesehatan disusun oleh badan
pemerintahan, baik legislative (Undang-Undang,
Peraturan Daerah), maupun oleh eksekutif
(Peraturan Pemerintah/PP, Kepres. Kepmen, dan
sebagainya).

3. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis,


sedangkan hukum kesehatan tercantum atau
tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang
atau lembaran Negara lainnya.

4. Sanksi terhadap penyelenggaraan etika kesehatan


berupa tuntunan, biasanya dari organisasi profesi,
sedangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan
adalah “ tuntutan “, yang berujung pada pidana
atau hukuman.
5. Pelanggaran etika kesehatan diselesaikan oleh
Majelis Kehormatan Etik Profesi dari masing-
masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran
hukum Kesehatan diselesaikan lewat pengadilan.

6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai


bukti fisik, sedangkan untuk pelanggaran hukum
pembuktiannya memerlukan bukti fisik.

ETIKA DAN HUKUM RUMAH SAKIT

ETIKA

 Etika adalah sesuatu dimana dan bagaimana cabang


utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
standar moral dan penilaian. Etika mengcangkup
analisis dan penerapan konsep, seperti benar salah
baik buruk dan tanggung jawab.

 K. Bertens: nilai-nilai dan norma-norma moral, yang


menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur perilaku

 Prof Franz Magnis: ilmu yang mencari orientasi atau


ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam
tindakan manusia

Etika Dan Hukum Rumah Sakit

Etika rumah sakit di Indonesia telah disusun oleh organisasi


perumahsakitan dari seluruh Indonesia, yakni PERSI.
Berdasarkan Rumusan etika RS yang disusun oleh PERSI, etika
RS mencangkup:

 Kewajiban umum RS

 Kewajiban RS terhadap Masyarakat

 Kewajiban RS terhadap Pasien

 Kewajiban RS terhadap tenaga (karyawab) RS

 Kewajiban RS terhadap RS lain

Sebagai catatan, masing-masing RS dapat membentuk etik


dilingkungannya sendiri, yang disebut PERS (l’anitia Etik RS)
atau Hospital Ethical Committee. Sedangkan cakupan atau
ruang lingkup etika rumah sakit, menurut PERSI adalah
meliputi pelayanan-pelayanan di rumah sakit, antara lain

 Rekam medis

 Keperawatan

 Pelayanan lanoratorium

 Pelayanan klinik medik

 Pelayanan intensif

 Pelayanan radiologi

 Pelayanan kamar operasi

 Pelayanan rehabilitasi medik

 Pelayanan gawat darurat


 Pelayanan pasien dewasa

 Pelayanan pasien anak

Kewajiban Rumah Sakit

 Dalam UU Kesehatan RS No. 44 tahun 2009,


disebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai
kewajiban sebagai berikut:

a) Memberikan informasi yang benar tentang


pelayanan rumah sakit kepada masyarakat;

b) Memberikan pelayanan kesehatan yang aman,


bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;

c) Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien


sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

d) Berperan aktif dalam memberikan pelayanan


kesehatan pada bencana sesuai dengan kemampuan
pelayanannya;

e) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat


tidak mampu atau miskin;

f) Melaksanakan fungsi social antara lain dengan


memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana
dan kejadian luar biasa, atau bakti social bagi misi
kemanusiaan.
g) membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan
dalam melayani pasien;

h) menyelenggarakan rekam medis;

i) menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak


antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu,
sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-
anak, dan lanjut usia;

j) melaksanakan sistem rujukan;

k) menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan


standar profesi dan etika serta peraturan perundang-
undangan;

l) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur


mengenai hak dan kewajiban pasien;

m) menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

n) melaksanakan etika rumah sakit;

o) memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan


penanggulangan bencana;

p) melaksanakan program pemerintah di bidang


kesehatan baik secara regional maupun nasional;

q) membuat daftar tenaga medis yang melakukan


praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga
kesehatan lainnya;

r) menyusun dan melaksanakan peraturan internal


rumah sakit (hospital by laws);
s) melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi
semua petugas rumah sakit dalam melaksanakan
tugas; dan

t) memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit


sebagai kawasan tanpa rokok.

Sarana dan Peralatan RS

 Selain dari itu, secara umum untuk menghadapi hal-


hal tertentu sebuah rumah sakit harus menyediakan
sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan serta
bersedia:

a. Menyediakan sarana dan peralatan medis yang


dibutuhkan sesuai dengan tingkat rumah sakit.

b. Menjaga agar semua sarana dan peralatan


senantiasa dalam keadaan siap pakai.

c. Merujuk pasien ke rumah sakit lain apabila tidak


mempunyai peralatan medis khusus atau tenaga
dokter yang diperlukan.

d. Menyediakan daya penangkal kecelakaan.

Standar Keselamatan Pasien

Terkait dengan kualitas pelayanan rumah sakit, sebuah


rumah sakit hams mengutamakan keselamatan pasien. Untuk
keselamatan pasien ini Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
menentukan standar keselamatan pasien dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisis, dan menetapkan pemecahan masalah dalam
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

2) Rumah sakit melaporkan kegiatan ini kepada komite


yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
Menteri.

3) Pelaporan insiden keselamatan pasien tersebut


dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengoreksi sistem
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar


keselamatan pasien sebagaimana ini selanjutnya diatur
dengan Peraturan Menteri

Kewajiban rumah sakit adalah hal-hal atau tindakan-


tindakan yang wajib dilakukan kepada pasien dan masyarakat
pada umumnya.

Etika Pelayanan Kesehatan

 Dalam etika pelayanan kesehatan, termasuk


pelayanan rumah sakit perlu ditegaskan hak dan
kewajiban masing-masing pihak Hak dan kewajiban
antar rumah sakit sebagai pemberi pelayanan dan
pasien sebagai penerima pelayanan.

 Rumah sakit sebagai pihak pemberi pelayanan


dengan segala kewajibannya, hanya menerima
haknya dari pasien.
 Hak-hak rumah sakit ini dengan sendirinya
merupakan kewajiban-kewajiban pasien sebagai
penerima pelayanan rumah sakit.

Kewajiban Pasien

 Kewajiban-kewajiban pasien tersebut antara lain


sebagai berikut:

1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk menaati


sega peraturan dan tata tertib RS.

2. Pasien wajib untuk menceritakan sejujur-jujurnya


tenta sesuatu mengenai penyakit yang dideritanya.

3. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala


instruksi dokter dan perawat.

4. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk


memenuhi segala perjanjian yang ditandatangani.

5. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk


melunasa semua imbalan atas jasa pelayanan
RS/dokter.

Hak rumah sakit

Sebagai keseimbangannya rumah sakit mempunyai hak- hak


antara lain sebagai berikut:

a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber


daya manusia sesuai dengan klasifikasi rumah
sakit;
b. menerima imbalan jasa pelayanan serta
menentukan remunerasi, insentif, dan
penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam
rangka mengembangkan pelayanan;
d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

f. mendapatkan perlindungan hukum dalam


melaksanakan pelayanan kesehatan;

g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di


rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
h. mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik
dan rum sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit
pendidikan.

Hak pasien

 Seperti halnya rumah sakit mempunyai hak yang


dituntut dan pasien, maka sebaliknya pasien pun
mempunyai hak yang harus diperoleh dari rumah
sakit. Hak-hak pasien tersebut antara lain sebagai
berikut:

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib


dan peraturan yang berlaku di rumah sakit;
f. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban
pasien;
g. Memperoleh informasi tentang:
a. Penyakit yang diderita
b. Tindakan medis yang akan dilakukan oleh
dokter
c. Alternatif terapi lainnya
d. Prognosis
h. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
i. Memperoleh lay anan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional;
j. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
k. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan;
l. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit;
m. Meminta konsultasi tentang penyakit yang
dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai
Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
rumah sakit;
n. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya;
o. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
p. Memberikan persetujuan atau menolak atas
tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan
terhadap penyakit yang dideritanya;
q. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
r. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lainnya;
s. o. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di rumah sakit;
q. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
rumah sakit terhadap dirinya;
r. Menolak pelayananbimbingan rohani yang tidak
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
s. Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila
rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang
tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
t. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan melalui media
cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
MALPRAKTIK TENAGA KESEHATAN

Pengertian

 Berdasarkan Coughin’s Law Dictionary, malparaktik


adalah sikap tindak professional yang salah dari
seseorang yang berprofesi, seperti dokter; perwat;
ahli hukum; dst.

 Malpraktik bisa diakibatkan karena sikap tindak yang


bersifat tidak peduli, kelalaian atau kekurang
keterampilan atau kehati-hatian dalam pelaksanaan
kewajiban profesionalnya, tindakan salah yang
sengaja atau praktek yang bersifat tidak etis.

 Malpraktik secara umum menyebutkan adanya


kesembronoan (professional misconduct) atau
ketidakcakapan yang tidak dapat diterima
(unreasonable lack of skill) yang di ukur dengan
ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan
sesuai dengan derajat ilmiah yang lazimnya
dipraktikan pada setiap situasi dan kondisi di dalam
komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi
dan keahlian rata-rata.

 Malpraktik medik terjadi kalau dokter atau orang


yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau
karena kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau
pasif) dalam praktik medik terhadap pasiennya dalam
segala tingkatan yang melanggar standar profesi,
standar prosedur, atau prinsip-prinsip kedokteran,
atau dengan melanggar hukum tanpa wewenang
dengan menimbulkan akibat (causal verband)
kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, maupun mental
dan atau nyawa pasien, dan oleh sebab itu
membentuk pertanggung jawaban hukum bagi
dokter.

 Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan


terjadinya malpraktik, antara lain:

a. Malpraktik karena kesengajaan, misalnya pada kasus-


kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis,
Euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran.

b. Malpraktik karena kecerobohan (racklessness),


misalnya melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan standart profesi serta melakukan tindakan
tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktik karena kealpaan (negligence), misalnya
tejadi cacat atau kematian pada pasien sebagai
akibat tindakan dokter yang kurang hati- hati atau
alpa dengan tertinggalnya alat operasi di dalam
rongga tubuh pasien.

Bentuk Malpraktik

 Malpraktek itu sendiri menurut Ngesti Lestari dan


Soedjatmiko  malpraktik etik dan malpraktik
yuridis.

 Setiap malpraktik yuridis sudah pasti malpraktik etik,


akan tetapi tidak semua malpraktik etik merupakan
malpraktik yuridis.

 Malpraktik etik terjadi apabila dokter melakukan


tindakan yang bertentangan dengan kode etik
kedokteran yang merupakan seperangkat standar
etis, prinsip, aturan dan norma yang berlaku untuk
dokter dalam menjalankan profesinya.

 Malpraktik yuridis: malpraktik administrasi; perdata;


dan pidana

(1) Malpraktik Administrasi

 Malpraktik administrasi terjadi jika dokter, tenaga


kesehatan atau rumah sakit melakukan praktek
dengan melanggar hukum administrasi negara
seperti menjalankan praktek tanpa izin, melakukan
praktek atau tindakan yang tidak sesuai dengan izin
yang dimilikinya, atau izin yang dimilikinya sudah
kadaluarsa dan ataupun menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medis yang jelas.
 Aspek hukum administrasi menyatakan bahwa
tenaga kesehatan yang akan melakukan praktik baik
di institusi kesehatan maupun mandiri wajib memiliki
izin yang dikeluarkan oleh pemerintah. (sesuai UU
No. 36 Tahun 2009)
 Pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya
tentang penerbitan STR (surat tanda registrasi),
batas kewenangan serta kewajiban tenaga
kesehatan.

(2) Malpraktik Perdata

 Malpraktik perdata akan terjadi jika dokter atau


pihak rumah sakit tidak memenuhi kewajiban atau
tidak memberikan hak-hak pasien berdasarkan
perjanjian pemberian pelayanan kesehatan, sehingga
dokter dan atau pihak rumah sakit telah melakukan
wanprestasi atas perjanjian tersebut.
 Malpraktik perdata juga dapat terjadi jika dokter atau
pasien melakukan tindakan yang menimbulkan
kerugian terhadap pasien sehingga dapat dikatakan
telah melakukan perbuatan melawan hukum.

(3) Malpraktik Pidana


 Malpraktik pidana terjadi jika ada kesalahan dokter
dalam melakukan tindakan yang kurang hati-hati
yang menyebabkan pasien meninggal dunia atau
cacat.
 Malpraktik pidana dapat terjadi karena tiga hal yaitu:
(i). karena kesengajaan misalnya dalam kasus
membocorkan rahasia kedokteran, aborsi tanpa
indikasi medis atau melakukan pembiaran terhadap
pasien dengan alasan apapun;
(ii). karena kecerobohan yang terjadi karena dokter
atau tenaga kesehatan bertindak tidak sesuai dengan
standar medis atau tanpa meminta persetujuan
pasien; dan
(iii). karena kealpaan yang terjadi karena kekurang
hati-hatian dokter sehingga menimbulkan kematian
ataupun cacat pada diri pasien.
 Malpraktik yang bersifat pidana juga terjadi jika ada
peristiwa yang berupa pembiaran dan/atau
penolakan terhadap pasien yang datang, dengan
alasan ketidakmampuan pasien tersebut untuk
membayar biaya jasa rumah sakit, pengobatan
dan/atau perawatan, baik rawat inap maupun rawat
jalan.
 Malpraktik jenis ini terjadi karena tidak adanya
pemenuhan kewajiban yang telah ditentukan oleh
hukum oleh rumah sakit dalam bentuk memberikan
pertolongan terhadap pasien yang seharusnya
ditolong, sehingga mengakibatkan kematian atau
cacat pada pasien tersebut sebagai akibat tidak
adanya pertolongan.
Sanksi Hukum Malpraktik

1. Ketentuan pidana sesuai KUHP

 Di dalam KUHP terdapat banyak sekali pasal


membahas tentang sanksi yang dapat diberikan
kepada dokter pelaku malpraktik. Mulai dari pasal
267 yang mengatur tentang pemalsuan surat
keterangan. Akan diancam pidana penjara yang
paling lama 4 tahun.

 Pasal tentang dokter yang melakukan aborsi ilegal


dan membantu seorang pembuat tersebut dengan
menyalahgunakan wewenang dan ketentuan yang
ada maka dapat dijerat dengan pasal 349 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang
Kesehatan dipidana penjara paling lama lima belas
tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) dan adanya pencabutan hak untuk
praktek/melakukan pencaharian

 Tentang euthanasia, pelaku akan dipenjara paling


lama 12 tahun. Membantu atau menyarankan
melakukan aborsi, akan dipenjara paling lama hingga
mencapai 12 tahun serta penambahan pidana
sepertiga untuk yang membantu melakukannya.

 Kelalaian menyebabkan kematian, akan dipenjara 5


tahun atau pidana kurungan 1 tahun. Sementara
kelalaian menyebabkan luka 5 tahun penjara dan 1
tahun kurungan.
 Namun, pada 361 ancaman yang diberikan kepada
dokter yang menyebabkan kematian, bisa lebih
berat. Selain pidana penjara, pelaku dapat dijatuhi
hukuman berupa pencabutan dari pekerjaannya
sebagai dokter.

2. Undang-Undang tentang Kesehatan

 Sanksi hukum bagi pelaku malpraktik selanjutnya


sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan nomor 36.
Dimulai dari pasal 190, mengatur tentang tindak
pidana bagi dokter yang tidak melakukan
pertolongan pertama.

 Akan dipenjara paling lama 10 tahun serta denda


paling banyak 1 miliar rupiah. Tindak pidana yang
menggunakan teknologi dan juga alat kesehatan
tanpa adanya izin.

 Dapat terancam pidana penjara 1 tahun dan denda


100 juta rupiah. Menjualbelikan organ tubuh atau
jaringan tubuh diancam penjara 10 tahun dengan
denda paling banyak 1 miliar rupiah.

 Tindak pidana melakukan beda plastik namun


ditujukan untuk mengubah identitas, akan diancam
10 tahun serta membayar 1 miliar rupiah. Tindakan
memperjualbelikan darah, paling lama 5 tahun dan
membayar 500 juta.

 Mengedarkan dan juga memproduksi sediaan


farmasi akan dipenjara selama 10 tahun, membayar
1 miliar. Bila tanpa izin edar akan lebih lama, menjadi
15 tahun penjara, denda 1 miliar 500 juta.

3. Undang-Undang tentang praktek Kedokteran

 Sanksi hukum bagi dokter yang melakukan praktek,


tanpa adanya STR atau Surat Tanda Registrasi adalah
didenda paling banyak sebesar 100 juta rupiah. Sama
halnya dengan tindakan praktek dokter tanpa SIP.

 Tindakan praktek dokter tanpa Surat Izin Praktek,


harus membayar 100 juta. Jika menggunakan
identitas gelar sebagai dokter, sehingga
menimbulkan kesan memiliki SIP atau STR, dipenjara
5 tahun, denda 150 juta.

 Sama halnya dengan yang tadi. Apabila dokter


tersebut menggunakan berbagai alat kesehatan agar
menimbulkan kesan mempunyai SIP atau STR.
Ancaman penjara 5 tahun serta harus mebayar 150
juta.

 Tindakan dokter yang tidak berdasarkan standar


profesi, tidak membuat rekam medis dan juga tidak
memasang papan nama. Terancam pidana kurungan
1 tahun paling lama, serta denda 50 juta.

4. Sanksi pelanggaran berdasarkan kode etik

 Dalam hal ini, jenis sanksi tergantung dari


pelanggaran etik yang dilakukan. Bentuk sanksinya
antara lain adalah pemberian peringatan tertulis,
rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau
surat izin praktik; dan/atau kewajiban mengikuti
pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran. Bisa juga ditundanya kenaikan gaji atau
pangkat. Turunya gaji atau pangkat.

Pertanggung jawaban Hukum dan Penyelesaian Sengketa


Medis

Sengketa MEDIK

• Sengketa medik merupakan perselisihan yang timbul


akibat hubungan hokum antara dokter dengan
pasien dalam upaya melakukan penyembuhan.

• Hubungan antara dokter dan pasien dalam ilmu


kedokteran umumnya berlangsungsebagai hubungan
hubungan biomedis aktif dan pasif. Hubungan hokum
yang terjadi karena undang-undang antara dokter
dengan pasien didasari adanya kewajiban yang
dibebankan pada profesi dokter.
Penyebab terjadinya sengketa adalah jika timbul
ketidakpuasan pasien terhadap dokter dalam melaksanakan
upaya pengobatan

• Ketidakpuasan ini dikarenakan adanya dugaan


kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan
tugasnya, sehingga menyebabkan kerugian pada
pihak pasien.

• Sering kali sebab terjadinya sengketa medis karena


informasi medik yang kurang lengkap, terlambat
disampaikan, atau bahkan salah memberikan
infomasi sehingga berimbas pada tindakan medis
yang dilakukan.

• Sengketa medis adalah konflik yang muncul karena


perbedaan kepentingan antara dokter dan pasien.
Sedangkan, malpraktik adalah tindakan medis yang
tidak sesuai dengan standar profesi kedokteran.

• Sengketa medis tidak dapat serta merta dapat


dianggap malpraktik. Ada kalanya, sesuatu bisa
terjadi pada diri pasien, meskipun dokter sudah
melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi.

Tanggung Jawab Hukum dalam perdata

• Dalam transaksi terapeutik, posisi antara dokter dan


pasien adalah sederajat, dengan posisi yang demikian
ini hukum menempatkan keduanya memiliki
tanggung gugat hukum. Bertitik tolak dari transaksi
terapeutik ini, tidaklah mengherankan jika banyak
ditemukan gugatan pasien terhadap dokter.
• Gugatan untuk meminta pertanggungjawaban dokter
bersumber pada dua dasar hukum, yaitu: Pertama,
berdasarkan pada wanprestasi (Contractuat tiabitity)
sebagaimana diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata.
Kedua, berdasarkan perbuatan melanggar hukum
(onrechmatigedoad) sesuai dengan ketentuan Pasal
1365 KUHPerdata.

• Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan baru terjadi


bila telah terpenuhi unsur-unsur berikut ini.

1. Hubungan antara dokter dengan pasien


terjadi berdasarkan kontak terapeutik.

2. Dokter telah memberikan pelayanan kesehatan yang


tidak patut yang menyalahi tujuan kontrak
terapeutik.

3. Pasien menderita kerugian akibat tindakan dokter


yang bersangkutan.

4. Dalam gugatan atas dasar wanprestasi, ketiga unsur


tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu adanya
kontrak terapeutik antara pasien dengan dokter.
Pembuktian tentang adanya kontrak terapeutik
dapat dilakukan pasien dengan mengajukan rekam
medik atau dengan "persetujuan tindakan medik"
yang diberikan oleh pasien.

5. Untuk mengajukan gugatan berdasarkan perbuatan


melawan hukum, harus dipenuhi empat syarat
sebagaimana diatur Pasal 1365 KUHPerdata.

1. Pasien harus mengalami suatu kerugian.


2. Adakesalahan.

3. Ada hubungan kausal antara kesalaha dengan


kerugian.

6. Pertanggungjawaban karena kesalahan (fault liability)


yang bertumpu pada tiga asas sebagaimana diatur
oleh Pasal 1365,1366, dan 1367 KUHPerdata.

Tanggung Jawab Hukum dalam PIDana

• Hukum pidana menganut asas "Tiada pidana tanpa


kesalahan".

• Selanjutnya dalam Pasal 2 KUHP disebutkan,


"Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap omng yang
melakukan suatu delik di Indonesia". Perumusan
pasal ini menentukan bahwa setiap orang yang
berada dalam wilayah hukum Indonesia dapat
dimintakan pertanggung-jawaban pidana atas
kesalahan yang dibuatnya.

• Berdasarkan pada ketentuan itu, profesi dokter tidak


terlepas dari ketentuan pasal tersebut. Apalagi
seorang dokter dalam pekerjaannya sehari-hari
selalu berkecimpung dengan perbuatan yang diatur
dalam KUHP.

Menurut J. Guwandi (1989 : l5), risiko yang dihadapi dokter


dalam melakukan perawatan dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu : kecelakaan (accident), tindakan medis (risk of
treatment), salah penilaian (eror of judgement)
Tanggung Jawab Hukum dalam Tata Usaha Negara

• Jika terjadi kesalahan dokter dalam melakukan


perawatan, di mana tindakan itu mengakibatkan
timbulnya kerugian bagi pasien, tindakan tersebut
mengandung aspek pertanggungjawaban di bidang
hukum administrasi.

• Aspek hukum administrasinya di sini dinilai dari sudut


kewenangan, yaitu: apakah dokter yang
bersangkutan berwenang atau tidak rnelakukan
perawatan? untuk melakukan pekerjaan sebagai
dokter diperlukan berbagai persyaratan, salah satu
persyaratan yang paling penting adalah adanya izin
dari Menteri Kesehatan RI.

• Peraturan Menteri Kesehatan mengatur ketentuan


tindakan administratif, di mana tenaga kesehatan
yang melakukan kesalahan dan atau kelalaian, sanksi
oleh pimpinan yang diberi kewenangan untuk
menindak.

• Jenis tindakan administratif yang dapat diambil


meliputi:

a) teguran lisan;

b) teguran tertulis;

c) pencabutan rekomendasi/izin untuk meraksanakan praktik


dalam suatu jangka waktu tertentu, selama-lamanya satu
tahun.
Penyelesaian Sengketa Medik melalui Mediasi

• Dalam hal sengketa medik, penyelesaian melalui


proses Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah
lebih baik karena dianggap lebih menguntungkan
kedua belah pihak dan lebih mengedepankan
mediasi serta metode ini dikenal dan diakui dalam
peradilan di Indonesia sehingga dapat berada dalam
sistem peradilan.

• Pada dasarnya dalam masyarakat, cara APS selain


mediasi sudah lazim dilaksanakan seperti
musyawarah untuk menyelesaikan suatu masalah
yaitu dengan cara berdialog dibantu oleh pihak lain,
biasanya oleh organisasi profesi atau dari pihak
rumah sakit.

• Menjadi pilihan masyarakat dalam mencari solusi


untuk mendapatkan keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hokum. Hal ini juga mengurangi
penumpukan perkara di pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai