Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi surya merupakan salah satu energi utama yang diperoleh dari pancaran
panas dan sinar matahari. Energi ini biasanya digunakan dalam berbagai teknologi
dan salah satunya yaitu pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Listrik merupakan
kebutuhan primer manusia, di era zaman sekarang kebutuhan listrik semakin pesat
dan hampir seluruh kalangan menggunakannya baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Konsumsi listrik konvensional yang saat ini terus meningkat dapat
menyebabkan krisis daya setiap saat. Dengan adanya energi matahari dapat
digunakan sebagai sumber listrik alternatif, sehingga masyarakat tidak perlu cemas
lagi.
Pulau Kodingareng terletak di Kecamatan Ujung Tanah yang mana terdiri dari
dua pulau yaitu pulau Kodingareng Lompo dan Pulau Kodingareng Keke. Pulau
Kodingareng Lompo secara geografis terletak pada 119º 16’00 BT dan 05º 08’54
LS serta memiliki luas ± 48 Ha dan tinggi dari permukaan air laut 1,5 meter. Pulau
Kodingareng Lompo berbatasan di sebelah Barat dengan Selat Kodingareg, sebelah
Timur dengan Kota Kodingareng, sebelah Utara dengan perairang laut Pulau
Bonetambung, dan sebelah Selatan dengan perairan laut Kabupaten Takalar.
Dalam energi baru terbarukan sinar matahari bisa dikatakan tidak bersifat
polutif, tidak akan habis dan juga gratis. Oleh sebab itu sumber energi tersebut
sangat dibutuhkan dan sangat bermanfaat untuk menghasilkan listrik melalui sistem
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pada penelitian kali ini, penulis
membahas mengenai optimalisasi kinerja panel PV di Pulau Kodingareng Makassar
Selatan. Lokasi ini dipilih karena PLTS di pulau ini memiliki daya sebesar 400 KW
namun masih belum bekerja secara maksimal. Hal ini bisa terjadi karena beberapa
faktor dan salah satunya yaitu kinerja dari panel PV. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat menemukan permasalahan dari PLTS yang telah terpasang di
daerah tersebut. Sehingga PLTS yang terpasang dapat beroperasi kembali dan
bekerja secara maksimal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem kerja PLTS yang ada di Pulau Kodingareng Makassar
Selatan?
2. Bagaimana sistem modul PV yang digunakan di Pulau Kodingareng
Makassar Selatan?
3. Bagaimana optimalisasi efesiensi modul PV yang digunakan di pulau
Kodingareng Makassar Selatan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian yang dilakukan ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sistem kerja PLTS yang ada di Pulau Kodingareng
Makassar Selatan.
2. Untuk mengetahui sistem modul PV yang digunakan di Pulau Kodingareng
Makassar Selatan.
3. Untuk mengetahui optimalisasi efesiensi modul PV yang digunakan di pulau
Kodingareng Makassar Selatan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan penelitian ini yaitu dapat
mengetahui kinerja panel PV yang terpasang di pulau Kodingareng Makassar
Selatan dengan melalui perhitungan yang didapat. Dan juga diharapkan penelitian
ini menjadi referensi bagi mahasiswa lain dalam melakukan penelitian yang
berkaitan.

1.5 Ruang Lingkup Masalah


Agar masalah yang dibahas lebih jelas dan tidak menyimpang dari topik
pembahasan, maka penulis menekankan hanya membahas tentang :
1. Membahas mengenai sistem kinerja PLTS yang ada di Pulau Kodingareng
Makassar Selatan.
2. Membahas tentang sistem modul PV yang digunakan di Pulau Kodingareng
Makassar Selatan.
3. Membahas mengenai optimalisasi efesiensi modul PV yang digunakan di Pulau
Kodingareng Makassar Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam
penulisan ini dan dapat dijadikan pertimbangan untuk menganalisa masalah-
masalah yang serupa. Adapun penelitian-penelitian yang dapat mendukung
penulisan tugas akhir ini sebagai berikut :
1. Iwan Purwanto (2020) “Solar Cell (Photovoltaic/PV) Solusi Menuju Pulau
Mandiri Listrik”. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa
teknologi solar cell (photovoltaic/PV) merupakan teknologi energi
terbarukan yang memanfaatkan tenaga surya menjadi tenaga listrik dan juga
dapat menanggulangi masa minimnya bahan bakar fosil, sehingga dapat
dimanfaatkan lebih baik berbagai pihak dan dapat diimplementasikan di
daerah terpecil.
2. Bambang HAri Purwoto, Jatmiko, Muhammad Alimul F, Ilham Fahmi Huda
(2018) “Efesiensi Penggunaan Panel Surya Sebagai Sumber Energi
Alternatif”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa
panel surya lebih efesien dalam mensuplai beban listrik dibandingkan
dengan menggunakan genset sebagai dayanya, dan juga biaya operasional
dari panel surya lebih terjangkau.
3. Ayusita Lukita Wardani, Aris Heri Andriawan, Niken Adriaty Basyarach
(2019) “Perbandingan Antara Solar Cell Tipe Monocrystaline Dan
Polycrystaline Pada Keadaan Terhalang Untuk Pertimbangan Pemilihan
Pembangkit Tenaga Surya”. Solar cell tipe monocrystaline lebih andal di
gunakan pada daerah yang disinari matahari sepanjang tahun tanpa ada
gangguan dari luar seperti air, pasir, dan daun. Sedangkan solar cell tipe
polycrystalline lebih andal digunakan pada daerah yang lebih real seperi di
jalan raya karena bisa saja akan terhalang oleh pohon yang berada
disekitarnya.
4. Aditya Rachman (2015) “Optimalisasi Teknologi Energi Surya Berbasis
Penyesuaian Posisi Panel Bulanan Di Sulawesi Tenggara”. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa penerapan konfigurasi
panel surya dengan optimasi bulanan dapat meningkatkan energi tahunan
dengan ketetapan sudut tertentu.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau sering disingkat PLTS merupakan
suatu sistem pembangkit listrik yang mana energy matahari diubah menjadi
energy listrik dengan memanfaatkan teknologi photovoltaic. PLTS tidak
mempunyai daya konstan (non capacity value generation system) karena
kapasitas outputannya tergantung pada tingkat radiasi matahari yang diterima
dan berubah-ubah setiap waktunya. PLTS dinilai dari seberapa banyak energi
yang bisa diperoleh, bukan seberapa besar daya yang bisa dihasilkan kecuali
pada sistem yang memiliki storage system. Oleh karena itu, kapasitas suatu
PLTS ditentukan oleh besarnya konsumsi energi suatu beban dalam suatu waktu,
yaitu dengan menggunakan harga rata-rata suatu beban pada suatu lokasi dalam
periodenya. Suatu PLTS memiliki komponen utama yaitu: panel surya
(fotovoltaik), inverter, dan baterai.
2.2.1.1 Panel Surya (photovoltaic)
Photovoltaic / panel surya merupakan komponen utama yang berfungsi untuk
menangkap, mengubah, dan menghasilkan listrik. Panel surya memiliki ukuran
sekitar 5 x 5 atau 10 x 10 cm2 namun mempunyai kemampuan untuk mengubah
atau menghasilkan daya sebesar 1-2 Watt. Photovoltaic cell merupakan sebuah
semikonduktor device yang mempunyai permukaan yang luas dan terdiri dari
rangakain diode tipe P dan tipe N. Cahaya (sinar matahari) yang mengenai sel
surya akan menghasilkan elektron dengan muatan positif dan hole yang
bermuatan negative, selanjutnya elektron dan hole mengalir membentuk arus
listrik searah (DC), elektron akan mengalir meninggalkan sel surya dan menuju
ke rangkaian luar, sehingga timbul arus listrik dan fenomena ini disebut sebagai
photoelectric. Kapasitas arus yang diperoleh tergantung pada intensitas cahaya
maupun panjang gelombang cahaya yang jatuh pada sel surya. intensitas cahaya
menentukan jumlah foton, semakin besar intensitas cahaya yang sampai ke
permukaan sel surya semakin besar pula foton yang dimiliki sehingga makin
banyak pasangan elektron dan hole yang dihasilkan yang akan mengakibatkan
besarnya arus yang mengalir. Dan semakin pendek panjang gelombang cahaya
maka makin tinggi energy foton sehingga semakin besar energy elektron yang di
peroleh, dan juga berimplikasi pada makin besarnya arus yang mengalir.
Besarnya kapasitas daya yang dihasilkan dapat diketahui melalui pengukuran
terhadap arus (I) dan tegangan (V) pada gugusan sel surya. pengukuran arus
maksimum dilakukan dengan cara kedua terminal dari modul dibuat rangkaian
hubung singkat sehingga tegangannya menjadi nol dan arusnya maksimum yang
disebut short circuit current atau Isc. Pengukuran terhadap tegangan (V)
dilakukan pada terminal positif dan negative dari modul sel surya dengan tidak
menghubungkan sel surya dengan komponen lainnya. Pengukuran ini disebut
open cicuit noltage atau Voc.
Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan
unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Modul photovoltaic tersusun dari
beberapa sel photovoltaic yag dihubungkan secara seri dan parallel. Dengan
teknologi yang cukup canggih dan memiliki keuntungan yaitu harga murah,
bersih, mudah dipasang dan dioperasikan serta mudah dirawat. Sedangkan
kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energy surya photovoltaic
yautu investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan
relative tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit
pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
2.2.1.2 Inverter
Inverter merupakan jantung dalam suatu sistem PLTS. Inverter berfungsi
untuk mengubah arus searah (DC) yang diperoleh oleh panel surya menjadi arus
bolak balik (AC). Efesiensi inverter pada saat pengoperasian adalah sebesar 90%
dengan ketentuan dioperasikan mendekati kapasitasnya. Tegangan DC dari
panel surya cenderung tidak stabil sesuai dengan tingkat radiasi matahari.
Tegangan masukan DC yang tidak stabil ini akan diubah oleh inverter menjadi
tegangan AC yang stabil dan siap digunakan atau disambungkan pada sistem
yang ada, misalnya jaringan PLN.
Pemilihan inverter harus sesuai dengan penggunaannya, apakah inverter
terhubung ke jaringan listrik (inverter line-tied) atau sistem yang berdiri sendiri
(inverter Stand-alone). Inverter untuk jenis On Grid harus memiliki
kemampuan melepaskan hubungan (islanding system) saat grid kehilangan
tegangan. Inverter untuk sistem Hybrid harus mampu mengubah arus dari kedua
arah yaitu dari arus searah (DC) ke arus bolak balik (AC) dan sebaliknya dari
arus bolak balik (AC) ke arus searah (DC). Oleh karena itu inverter ini lebih
sering disebut bi-directional inverter.
Suatu inverter belum memliki standard kelengkapan, sehingga produk yang
saru dengan yang lain tidak sepenuhnya kompatibel. Terdapat inverter yang
telah dilengkapi fungsi SCC dan atau BCC dan fungsi lainnya secara
terintegrasi. Alat ini sering disebut juga PSC (Power Conditioner System) atau
PCU (Power Conditioner Unit). SCC atau BCC dibutuhkan tergantung dari
kelengkapan inverter tersebut. Apabila inverter telah dilengkapi dengan charge
controller (SCC dan BCC) pada bagian internalnya, maka charge controller
eksternal tidak akan diperlukan lagi.
Dalam menentukan inverter dapat memperhatikan hal-hal berikut :
1. Kapasitas/daya inverter
Daya inverter harus mampu melayani beban ada kondisi daya rata-rata,
tipikal dan surja. Secara singkat, kapasitas inverter dihitung sebesar 1,3 x
beban puncak.
2. Arus masukan inverter
Pada saat sinar matahari sangat terik, panel surya dapat menghasilkan arus
seolah-olah pada kondisi tanpa beban (Isc). Untuk menghidari kerusakan
akibat kenaikan tegangan, maka secara praktek kapasitas arus input inverter
dihitung = 1,1-1,15 Isc string PV.
3. Tegangan masukan inverter
Pada saat kondisi beban naik turun, tegangan output panel surya dapat
mencapai tegangan tanpa beban (Voc). Untuk meghindari kerusakan akibat
kenaikan tegangan, maka tegangan masukan inverter dihitung = 1,1-1,15 Voc
string PV.
4. Inverter memiliki beberapa kualitas berdasarkan mutu daya keluarannya. Ada
yang sinus murni, modified square wave atau square wave. Agar mampu
memberikan suplai bagi seluruh beban maka pilihlah inverter yang memiliki
kualitas sinus murni.
5. Pilih inverter yang menggunakan sistem komutasi elektronik dengan
Insulated-Gate Bipolar Transistor (IGBT).
6. Mempunyai sistem pengaturan MPPT (Maximum Power Point Tracking)
dengan metoda PMW (Pulse Widht Modulation).
7. Mampu bekerja pada temperature sampai dengan 45ºC.
2.2.1.3 Baterai
Baterai merupakan komponen yang harus ada pada sistem PLTS terutama
pada tipe Off Grid. Mengingat PLTS sangat tergantung pada kecukupan energi
matahari yang diterima panel surya, maka dibutuhkan media penyimpanan
energi sementara bila sewaktu-waktu panel tidak mendapatkan sinar matahari
yang cukup atau untuk penggunaan listrik malam hari. Kapasitas aki ditentukan
dengan satuan Amper-jam (Ampere-hours atau disingkat dengan satuan Ah).
Aki yang sesuai pada penggunaan PV adalah jenis baterai deep cyle lead acid
yang memiliki kapasitas 100 Ah, 12 V dan 24 Vdc dengan efesiensi 80%.
Terdapat beberapa teknologi baterai yang umum dikenal selain lead acid yaitu
alkalin, Ni-Fe, Ni-Cad dan Li-ion. Masing-masing jenis baterai ini memiliki
kelemahan dan kelebihan baik dari segi teknis maupun ekonomi (harga). Baterai
lead acid dinilah lebih unggul dari jenis lain jika mempertimbangkan kedua
aspek tersebut. Pada PLTS, baterai yang berfungsi sebagai penyimpanan
(storage) berbeda dengan baterai untuk buffer atau stabilitas.
Baterai adalah alat PLTS yang membutuhkan biaya investasi awal terbesar
setelah panel surya dan inverter. Tetapi, pengoperasian dan pemeliharaan yang
kurang tepat dapat mengakibatkan umur baterai berkurang lebih cepat dari yang
direncanakan, sehingga meningkatkan biaya operasi dan pemeiharaan. Atau
dampak yang paling minimal adalah baterai tidak dapat dioperasikan sesuai
kapasitasnya. Dalam menentukan jenis dan kapasitas baterai untuk suatu PLTS
dan pengaruhnya pada umur baterai harus memperhatikan beberapa factor
diantaranya : DoD (Depth of Discharge), jumlah siklus, efesiensi baterai,
discharge/charge rate dan temperature.
2.2.2 Jenis-Jenis Panel Surya
2.2.2.1 Monokristal
Jenis panel surya monokristal (Mono-crystalline) merupakan panel surya
yang paling efesien yang dihasikan dengan teknologi terkini & menghasilkan
daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dibuat untuk
penggunaan yang memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang
beriklim ekstrim dan dengan kondisi alam yang sangat ganas. Mempunyai
efesiensi sampai dengan 15%. Kelemahan dari panel jenis ini yaitu tidak dapat
berfungsi baik ditempat dengan cahaya matahari yang kurang (teduh),
efesiensinya dapat turun drastic dalam cuaca berawan. Berikut contoh gambar
dari panel surya jenis monokristal :

Gambar 2.1 Panel Surya Monokristal


2.2.2.2 Polikristal
Panel surya jenis polikristal (Poly-Crystalline) merupakan panel surya yang
mempunyai susunan Kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran.
Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan
jenis monokristal untuk memproleh daya listrik yang sama. Panel surya jenis ini
memliki efesiensi lebih rendah dibandingkan dengan tipe monokristal, sehingga
memiliki harga yang cenderung lebih rendah. Berikut contoh gambar panel
surya jenis polikristal:
Gambar 2.2 Panel Surya Polikristal
2.2.2.3 Thin Film Photovoltaic
Panel surya jenis thin film photovoltaic merupakan panel surya yang terdiri
dari dua lapisan struktur lapisan tipis mikrokristal-silicon dan amorphous dengan
efesiensi modul hingga 8.5% sehingga untuk luas permukaan yang dibutuhkan
per watt daya yang dihasilkan lebih besar daripada monokristal dan polikristal.
Keluaran terbaru untuk jenis panel surya ini yaitu Thin Film Triple Junction
Photovoltaic (memiliki tiga lapisan) dapat berfungsi sangat efesien dalam udara
yang sangat berawan dan dapat menghasilkan daya listrik sampai 45% lebih
tinggi dari jenis panel lainnya dengan daya ditera setara. Berikut contoh gambar
dari jenis panel surya tipe Thin Film Photovoltaic :

Gambar 2.3 Panel Surya Thin Film Photovoltaic


2.2.3 Konfigurasi Sistem PLTS
Pada umumnya terdapat 3 tipe desain PLTS, yang pertama yaitu PLTS Off
Grid, suatu sistem yang tidak terhubung langsung ke PLN atau bisa disebut
berdiri sendiri. Kedua yaitu PLTS On Grid, suatu sistem PLTS yang terhubung
langsung ke PLN. Dan yang ketiga yaitu PLTS Hibrid, suatu sitem PLTS yang
terintegrasi dengan satu atau beberapa pembangkit listrik dengan sumber energi
primer yang berbeda, dengan pola operasi terpadu.
2.2.3.1 Sistem PLTS Off Grid
Sistem PLTS Off Grid atau sering juga disebut sebagai PLTS Stand Alone
merupakan sistem yang hanya disuplai oleh panel surya saja tanpa ada
pembangkit jenis lain misalnya PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Disel). Tipe
ini hanya akan bergantung pada matahari seutuhnya. Karena panel tidak
mungkin memperoleh sinar matahari terus menerus terutama pada malam hari,
maka sistem ini membutuhkan media penyimpanan yaitu baterai. PLTS Off Grid
pada umumnya dimaksudkan untuk menyalurkan listrik di daerah yang sangat
terisolasi dimana sarana transportasi sangat sulit, sehingga jika membangun
PLTD, akan timbul kesulitan untuk membawa BBM.
Dalam menentukan kapasitas panel dan baterai secara akurat sangat
diperlukan. Pada sistem Off Grid, kapasitas baterai umummnya ditambah untuk
mengantisipasi hari yang tidak mensuplai sinar matahari secara optimal/dalam
keadaan berawan. Berdasarkan perhitungan biaya, kapasitasnya ditambahkan 1-2
kali periodenya. Dalam merencanakan sistem PLTS Off Grid pada suatu daerah
yang belum berlistrik, dalam menghitung beban terdapat beberapa asumsi untuk
indicator kelistrikannya, antara lain :
1) Load factor (LF), sehubung daerah baru belum memiliki data LF,
maka LF dapat diasumsikan sama dengan LF lokasi berlistrik terdekat
lokasi. Atau bisa menggunakan LF tipikal 0,5 – 0,6
2) Demand factor (DF), pada umumnya untuk daerah pedesaan di
Indonesia DF rata-rata adalah 0,35
3) Diversity factor (DiF), umumnya DiF PLN sekitar 1,2.
Gambar 2.4 Sistem PLTS Off Grid
2.2.3.2 Sistem PLTS On Grid
Sistem PLTS dengan konfigurasi On Grid dimkasudkan untuk lokasi yang
sudah berlistrik dan sistem di lokasi memiliki periode operasi pada siang hari.
Dikatakan On Grid karena PLTS dihubungkan (tied) pada sistem eksisting.
Tujuan dari pembangunan PLTS adalah untuk mengurangi penggunaan BBM.
PLTS dengan tipe On Grid tidak dilengkapi dengan baterai. Agar PLTS
tidak mempengaruhi stabilitas sistem induknya, maka kapasitasnya dibatasi
dengan maksimum 20% dari beban rata-rata siang hari. Inverter pada PLTS On
Grid harus memiliki kemampuan melepaskan hubungan (islanding system) saat
grid kehilangan tegangan. Berikut merupakan gambar sistem PLTS On Grid.

Gambar 2.5 Sistem PLTS On Grid


2.2.3.3 Sistem PLTS Hybrid
Sistem PLTS Hibrid merupakan sistem PLTS yang pengoperasiannya
digabungkan dengan PLTD yang sudah ada. Pada sistem ini PLTS diharapkan
berkontribusi secara maksimal untuk menyuplai beban pada siang hari, agar
PLTS tidak mengganggu sistem yang ada, maka PLTS harus dilengkapi
dengan baterai buffer atau stabilizer. Dengan adanya baterai, panel PV dapat
memberikan daya dan energy ke beban selama periode siang (hours of sun)
tanpa resiko eksisting sistem terganggu. Dalam menentukan kapasitas panel
harus memperhitungkan kemampuan panel mengisi baterai pada saat
menyuplai beban jika radiasi matahari diatas rata-rata. Sistem PLTS Hibrid ini
dimaksud menambah jam operasi/pelayanan sistem yag ada dan mengurangi
konsumsi bahan bakar.

Gambar 2.6 Sistem PLTS Hybrid


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Kegiatan penelitian bertempatan di Pulau Kodingareng Kecamatan
Tanah Ujung, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Perjalan menuju pulau
Kodingareng Lompo dari kota Makassar menempuh waktu sekitar 40 menit
dengan menggunakan transportasi perahu. Untuk akses menuju ke PLTS
Kodingareng dapat ditempuh dengan berjalan kaki maupun menggunakan
kendaraan roda dua. Dan waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari
2022 sampai dengan bulan April 2022.
3.2 Desain Penelitian

MULAI

Pengumpulan Data
1. Data Spesifikasi Panel
2. Data Arus, Tegangan,
Radiasi Matahari dan
Daya PLTS

Pengolahan Data Hasil


Penelitian

Apakah hasil yang Tidak


diperoleh sudah
maksimal?

Ya

Laporan Hasil

SELESAI

Gambar 2.7 Diagram Alir


3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis melakukan pengambilan data sebagai
berikut :
1. Wawancara, merupakan teknik pengambilan data dengan
memberikan beberapa pernyataan terkait PLTS Kodingareng kepada
masyarakat atau pihak tertentu yang berhubungan langsung dengan
PLTS Kodingareng.
2. Observasi, yaitu dengan melakukan pengambilan data terkait panel
PV yang dibahas di PLTS Kodingareng, Kecamatan Tanah Ujung,
Makassar, Sulawesi Selatan.
3. Dokumentasi, merupakan pelengkap dan sebagai bukti peneliti
terkait dengan penelitian yang dilakukan.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu metode kuantitatif, dimana
metode kuantitatif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti
sampel atau populasi dengan menggunakan instrument penelitian atau alat
ukur, dan analisis data. Sesuai dengan penelitian kali ini yaitu
menganalisa/menghitung optimalisasi kinerja dari panel PV yang terpasang
di Pulau Kodingareng.
3.5 Jadwal Penelitian

N Bulan
Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei
O Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur
2 Observasi
Lapangan
3 Pengumpulan
Data
4 Pengolahan
Data
5 Pembuatan
Skripsi
Table 3.1 Jadwal Penelitian

Anda mungkin juga menyukai