Sindrom Koroner Akut, STEMI - RKZ Surabaya
Sindrom Koroner Akut, STEMI - RKZ Surabaya
Profil
Rawat Jalan
Rawat Inap
Sindrom Koroner
PENYAKIT ASAM
UPenunjang
RAT
dilindungi oleh reCAPTCHA
November 27, 2020
Akut, STEMI
- Direktori
Privasi - Persyaratan
Event
Diagnosis
Penegakkan Diagnosis STEMI berdasarkan gambaran Elektrokardiogram (EKG). Keluhan nyeri dada akut dan peningkatan
segmen ST yang menetap (>20 menit) menjadi tanda pasien STEMI (ST-elevation myocardial infarction) Kondisi ini
menandakan penyumbatan total di pembuluh darah arteri koroner. 1
Terapi Reperfusi
Pada pasien STEMI, terapi reperfusi dengan strategi PCI primer atau strategi fibrinolitik harus segera diberikan. Untuk
rekomendasi waktu kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi, lihat pada gambar 1 dan 2
Strategi reperfusi dengan PCI primer merupakan pilihan pada pasien STEMI dalam waktu 12 jam sejak onset gejala, dengan
syarat dalam waktu ≤120 menit sejak pengakkan diagnosis. PCI primer juga menjadi pilihan pada pasien dengan onset gejala >12
jam yang menunjukkan gejala iskemik, hemodinamik yang tidak stabil atau aritmia yang mengancam jiwa. ESC (2018) lebih
merekomendasikan PCI dengan stenting daripada balon angioplasti.
Gambar 2. Target Waktu Maksimum Penanganan Sindrom Koroner Akut, STEMI pada EMS atau Rumah Sakit Tanpa Layanan
PCI (Gambar diterjemahkan dari: ESC, 2017)
Pemberian Antiplatelet
Pasien yang menjalani PCI primer harus mendapatkan Dual Antiplatelet Therapy (DAPT), yaitu kombinasi Aspirin dan
inhibitor P2Y12, disertai dengan antikoagulan parenteral. Antiplatelet yang direkomendasikan,sebagai berikut:
Aspirin
Aspirin berfungsi untuk menghambat agregasi platelet melalui penghambatan thromboxane A2. Pemberian aspirin salut
non enterik secara oral (dikunyah) dengan dosis muatan atau loading dose (LD) 150-300 mg, diikuti dengan dosis
pemeliharaan 75-150 mg/hari. Dengan dosis yang sama, aspirin juga diberikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi
reperfusi.
Inhibitor Reseptor P2Y12
Prasugrel dan Ticagrelor merupakan agen inhibitor reseptor P2Y12 yang memiliki onset yang lebih cepat, potensi, serta
outcome klinis yang lebih baik daripada Clopidogrel. Akan tetapi, jika tidak tersedia, maka pasien dapat menggunakan
Clopidogrel
Prasugrel (Belum tersedia di Indonesia)
Prasugrel dengan dosis muatan 60 mg peroral (PO), selanjutnya dosis pemeliharaan 10 mg/hari atau 5 mg/hari jika
berat badan pasien ≤60 kg. Meski literatur tidak merekomendasikan penggunaan Prasugrel pada pasien usia ≥75 tahun,
namun jika perlu pasien bisa mendapatkan dosis 5 mg/hari. Hindari penggunaan Prasugrel pada pasien dengan
riwayat stroke.
Ticagrelor
Ticagrelor dosis muatan 180 mg PO, selanjutnya dosis pemeliharaan 90 mg, 2 kali sehari.
Clopidogrel
Clopidogrel dengan dosis muatan 600 mg PO, selanjutnya dosis pemeliharaan 75 mg/hari
Inhibitor GP IIb/IIIa
Inhibitor GP IIb/IIIa, seperti Abciximab, Eptifibatide dan Tirofiban, tidak direkomendasikan untuk digunakan rutin pada
pasien yang menjalani PCI primer, namun dapat dipertimbangkan jika ada bukti terjadi thrombus besar, tanpa aliran atau
mengalami komplikasi trombotik lainnya.
Pemberian Antikoagulan
Selain antiplatelet, pasien yang menjalani PCI primer juga harus mendapatkan antikoagulan. Fondaparinux tidak
direkomendasikan pada pasien yang akan menjalani PCI. Pilihan antikoagulan yang direkomendasikan, yaitu:
Unfractionated Heparin (UFH) Dosis UFH yang direkomendasikan adalah 70-100 IU/kg IV bolus pada pasien yang tidak
menerima Inhibitor GP IIb/IIIa atau 50-70 IU/kg IV bolus pada pasien yang menerima Inhibitor GP IIb/IIIa.
Enoxaparin
Dosis 0,5 mg/kg IV bolus.
Bivalirudin (Belum tersedia di Indonesia)
Dosis awal 0,75 mg/kg IV bolus, selanjutnya IV infus 1,75 mg/kg/jam sampai 4 jam setelah PCI.
Terapi Fibrinolitik
Pada pasien yang baru bisa mendapatkan PCI >120 menit,pemberian terapi reperfusi dengan fibrinolitik harus segera dalam
waktu <10 menit sejak pasien didiagnosis STEMI, setelah itu pasien dipersiapkan untuk mendapatkan PCI. Terapi fibrinolitik
masih menjadi pilihan dalam waktu 12 jam sejak onset gejala pada pasien STEMI tanpa kontraindikasi dan tidak dapat
melakukan PCI sesuai target waktu yang disarankan. Namun, manfaat dan efektivitas fibrinolisis menurun seiring dengan
meningkatnya waktu dari onset gejala, paling menguntungkan jika diberikan dalam waktu < 3 jam setelah onset gejala.
Evaluasi efikasi terapi fibrinolitik paling lama dalam 60-90 menit menit setelah pasien mendapatkan terapi fibrinolitik. Jika
fibrinolisis gagal, yaitu resolusi segmen ST <50% atau pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik dan elektrikal atau
perburukan iskemia, maka pasien harus menjalani PCI.
Jika pasien memerlukan angiografi dan PCI, maka sebaiknya pelaksanaan antara 2 sampai 24 jam setelah fibrinolisis berhasil.
Meski telah berhasil, jika pasien mengalami gagal jantung/syok, iskemia atau sumbatan ulangan, maka pasien harus
mendapatkan PCI darurat. Apabila pasien mengalami gagal jantung/ syok, iskemia atau sumbatan ulangan setelah fibrinolisis
berhasil, lakukan PCI darurat. Berikut rekomendasi Dosis fibrinolitik:
Alteplase
Alteplase IV bolus 15 mg selama 1-2 menit. Selanjutnya 0,75 mg/kg IV (maksimal 50 mg) selama 30 menit, kemudian 0,5
mg/kg IV (maksimal 35 mg) selama 60 menit. Total dosis tidak lebih dari 100 mg
Tenecteplase
IV bolus:
Berat Badan <60 kg: 30 mg (6000 IU)
BB <70 kg: 35 mg (7000 IU)
Berat Badan <80 kg: 40 mg (8000 IU)
BB 80-<90 kg: 45 mg (9000 IU)
Berat Badan ≥90 kg: 50 mg (10000 IU)
Sedangkan, pada pasien dengan usia ≥75 tahun, dosis Tenecteplase 50% dari dosis normal.
Streptokinase
1,5 juta unit IV selama 30-60 menit.
Agen spesifik terhadap fibrin, seperti Tenecteplase, Alteplase atau Reteplase merupakan pilihan yang lebih baik dari
Streptokinase.
Pemberian Antiplatelet
Aspirin
Dosis muatan 150-300 mg PO (kunyah), selanjutnya dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg/hari.
Clopidogrel
Dosis muatan 300 mg dan dosis pemeliharaan 75 mg/hari. Sedangkan, bagi pasien dengan usia ≥75 tahun, dosis
pemeliharaan 75 mg/hari, tanpa dosis muatan.
Pemberian Antikoagulan
ESC (2018) juga merekomendasikan pemberian antikoagulan pada pasien dengan fibrinolisis sampai pasien mendapatkan
terapi revaskularisasi (bila perlu) atau selama pasien berada di rumah sakit, hingga 8 hari.
Enoxaparin
Enoxaparin lebih direkomendasikan dibandingkan UFH.
Pasien <75 tahun
IV bolus 30 mg, selanjutnya 1 mg/kg SC tiap 12 jam, 15 menit setelah dosis pertama. Dosis maksimum untuk 2 dosis SC
pertama adalah 100 mg/dosis.
Pasien ≥75 tahun
Tanpa IV bolus, 0,75 mg/kg SC tiap 12 jam, maksimum 75 mg/dosis untuk 2 dosis pertama.
Unfractionated Heparin (UFH)
IV bolus 60 IU/kg dengan dosis maksimum 4000 IU, kemudian 12 IU/kg/jam IV infus (maksimum 1000 IU/jam) selama 24-
48 jam. Target aPTT 50-70 detik atau 1,5-2 kali kontrol yang dipantau pada jam ke-3, 6, 12 dan 24.
Fondaparinux
Pemberian Fondaparinux hanya untuk pasien yang menggunakan terapi fibrinolitik dengan Streptokinase. Dosis awal IV
bolus 2,5 mg, keesokan harinya 2,5 mg SC tiap 24 jam.
Terapi Antitrombotik
Aspirin
Aspirin direkomendasikan untuk semua pasien STEMI dengan dosis 75-100 mg/hari. Jika penderita alergi terhadap
Aspirin, maka dapat menggunakan terapi tunggal dengan Clopidogrel sebagai terapi pencegahan sekunder penyakit
kardiovaskular.3
Pasien yang menjalani fibrinolisis dan PCI harus mendapatkan DAPT yaitu Aspirin dan inhibitor reseptor P2Y12 (Clopidogrel)
selama 12 bulan. Meski inhibitor reseptor P2Y12 poten masih belum memiliki bukti keamanan yang kuat untuk pasien dengan
fibrinolisis. Namun, pemberian Prasugrel atau Ticagrelor juga dapat menjadi pilihan setelah memasuki periode aman, yaitu 48
jam setelah fibrinolisis.
Penggunaan DAPT pada pasien dengan fibrinolisis, tanpa menjalani PCI atau pasien yang tidak melakukan terapi reperfusi,
disarankan menggunakan kombinasi Aspirin dan Clopidogrel selama 1 bulan dan pertimbangkan untuk memperpanjang
penggunaan DAPT hingga 12 bulan.
Terapi Beta-Blockers
Beta-blockers PO diindikasikan pada pasien STEMI dengan gagal jantung dan/atau LVEF (left ventricular ejection fraction)
≤40% tanpa kontraindikasi.
Terapi Dislipidemia
Semua pasien STEMI harus menggunakan statin dosis tinggi sesegera mungkin dan dalam jangka panjang, kecuali jika memiliki
kontraindikasi. Terapi statin dosis tinggi yang direkomendasikan adalah Atorvastatin 40-80 mg atau Rosuvastatin 20-40 mg.
Evaluasi ulang nilai lipid dalam 4-6 minggu setelah SKA untuk melihat pencapaian target kolesterol.
Target yang direkomendasikan penurunan nilai LDL ≥50% dari nilai awal dengan target LDL <55 mg/dl. Akan tetapi, jika pasien
mengalami kejadian kardiovaskular ulangan dalam 2 tahun ketika menggunakan statin dosis maksimal yang dapat ditoleransi
maka disarankan target LDL <40 mg/dl. Namun apabila tidak mencapai target dengan dosis maksimal statin yang dapat
ditoleransi, maka dapat dikombinasikan dengan Ezetimibe.4
Terapi ACEi/ARBs
ACEi (angiotensin-converting enzyme inhibitor) direkomendasikan untuk dimulai dalam 24 jam pertama STEMI pada pasien
dengan gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes atau infark anterior. ARBs (Angiotensin Receptor Blockers),
khususnya Valsartan dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien dengan gagal jantung dan/atau disfungsi sistolik yang
tidak dapat menoleransi ACEi.
Terapi MRAs
MRAs (Mineralocorticoid Receptor Antagonist), seperti Eplerenone (belum tersedia di Indonesia) direkomendasikan pada pasien
dengan LVEF ≤40% dan gagal jantung atau diabetes yang telah menerima ACEi dan Beta-blockers, jika pasien tidak mengalami
gagal ginjal atau hiperkalemia.
Sumber
1. Irmalita, Dafsah A Juzar, Andrianto, Budi Yuli Setianto, Daniel PL Tobing, Doni Firman, et al. Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut. Perhimpun Dr Spes Kardiovask Indones. 2015;3:1–88.
2. Ibanez B, James S, Agewall S, Antunes MJ, Bucciarelli-Ducci C, Bueno H, et al. 2017 ESC Guidelines for the management of
acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J. 2018;39:119–77.
3. Ibanez B, James S, Agewall S, Antunes MJ, Bucciarelli-Ducci C, Bueno H, et al. 2017 ESC Guidelines for the management of
acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation-Web Addenda. Eur Heart J. 2017;00:1–8.
4. Mach F, Baigent C, Catapano AL, Koskinas KC, Casula M, Badimon L, et al. 2019 ESC/EAS Guidelines for the management
of dyslipidaemias: Lipid modification to reduce cardiovascular risk. Eur Heart J. 2019;00:1–78.
brian
Related posts
Gout: Definisi, Gejala, Terapi Sirosis Hati dan Obat Kategori Off-Label
dan Pengobatan Komplikasi Umum
Read more
Read more Read more
Diselenggarakan Oleh :
YAYASAN ARNOLDUS
Surat Izin Operasional Rumah Sakit Nomor :
P2T/3/03.23/02/XII/2018