Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengembangan sebuah pendidikan sangat penting untuk kecerdasan
bangsa, terbukti pendidikan memegang peranan yang penting dalam memajukan
pengetahuan pada peserta didik agar hasil yang dicapai berkualitas. Terbukti
kualitas hasil belajar di sekolah menuntut pengelolaanpembelajaran yang
berkualitas. Secara makro peran pendidik adalah sebagai figur yang mengarahkan
dan membimbing anak. Hal ini terkait dengan tugas dan tanggung jawab yang
diemban oleh seorang pendidik.
Salah satu tugas berat akan terlaksana dengan baik bilamana lembaga
pendidikan yang bersangkutan memiliki minat yang tinggi, kemampuan yang baik
serta sikap profesional. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) Pasal 1 (2003:3) disebutkan: “Pendidik adalah tenaga kependidikan
yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”. Kesemua itu
mempunyai tanggung jawab terhadap proses belajar dan mengajar dalam
lingkungan pendidikan. Untuk itu, sumbangan pendidikan haruslah mampu
menciptakan tenaga kependidikan yang mempunyai keterampilan yang lebih
untuk mengelola pendidikan. Karena kualitas sumber daya kependidikan
memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi
dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari
pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah
bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan
amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih
berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan
sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan
2

materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi,
pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam
meningkatkan kuailtas pendidikan.
Hasil survei United Nation Development Program (UNDP) tahun 2013,
menurut Indeks Pembangunan Manusia (IPM), prestasi pendidikan Indonesia
berada di peringkat 108 dari 175 negara. Masih menurut UNDP berdasar IPM,
tingkat pendidikan Indonesia pada tahun 2013 ada pada posisi sekitar 40%
terbawah di antara 174 negara (Rivai, 2013: 20). Hal ini menunjukkan bahwa
prestasi pendidikan Indonesia sampai saat ini masih dinyatakan rendah dan
memprihatikan.
Pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor
input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan.
Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu
tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu
pendidikan. Di samping itu, mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan
formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan
layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan
lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya
untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat
dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan
kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi
lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap
terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, harus ada standar yang
diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi
keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini
telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan
mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi
paling depan dalam kegiatan pendidikan.
Banyak masalah mutu yang dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti
mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan dari guru, serta mutu
profesionalisme dam kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan mutu
3

manajerial para pimpinan pendidikan, keterbatasan dana, sarana, dan prasarana,


fasilitas pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah,
lingkungan pendidikan, serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan
pendidikan tersebut berujung pada rendahnya mutu lulusan.
Mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
lulusan tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya pada
jenjang yang lebih tinggi, tidak dapat bekerja/tidak diterima didunia kerja,
diterima bekerja, tetapi tidak berprestasi, tidak dapat mengikuti perkembangan
masyarakat dan tidak produktif. Lulusan tidak produktif akan menjadi beban
masyarakat, menambah biaya kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, serta
memungkinkan menjadi warga yang tersisih dari masyarakat.
Banyaknya masalah yang diakibatkan oleh lulusan pendidikan yang tidak
bermutu, upaya-upaya atau program untuk meningkatkan mutu pendidikan
merupakan hal yang amat penting. Sehubungan dengan persoalan tersebut,
pemerintah telah mngeluarkan berbagai  peraturan perundang-undangan yang
mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Undang-undang
Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 mengaskan bahwa pengendalian dan evaluasi
mutu pendidikan harus dilakukan, baik terhadap program maupun terhadap
institusi pendidikan secara berkelanjutan. Begitu pula dalam peraturan pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 dijelaskan bahwa penetapan Standar Nasional Pendidikan
(SNP) untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Lembaga pendidikan Islam (madrasah) sebagai wadah proses penanaman
nilai-nilai pendidikan Islam sekaligus pemegang amanat pendidikan Nasional pun
bermasalah dengan mutu, banyaknya lulusan lembaga pendidikan Islam yang
tidak berprestasi dan kurang tertanamnya nilai-nilai Islami menjadi bukti mutu
lembaga pendidikan Islam belum sesuai harapan, dalam upaya perbaikan
memerlukan Total Quality Management (TQM) dalam rangka menjamin
lulusannya sesuai dengan tujuan visi dan misi lembaga pendidikan Islam.
Dalam dunia industri, Total Quality Management (TQM) digunakan oleh
U.S. Naval Air Systems Command yang mencoba menterjemahkan pendekatan
manajemen model Jepang untuk peningkatan mutu,  Untuk melaksanakan Total
4

Quality Assurance (TQA)/Penjaminan Mutu Terpadu, tidaklah mungkin


dipisahkan dengan Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu
Terpadu, sebab hanya dengan melaksanakan fungsi manajemen dengan
berkualitaslah akan secara efektif membawa Institusi Pendidikan khusunya
lemabaga pendidikan Islam ke arah pencapaian mutu yang berkualitas. Manakala
diyakini proses secara keseluruhan komponen lembaga pendidikan senantiasa
dijalankan dengan berkualitas (Quality), maka akan dapat diwujudkan penjaminan
mutu (Quality Assurance).
Salah satu akar persoalan yang terkait dengan belum optimalnya layanan
pendidikan madrasah terletak pada kapasitas finansial madrasah yang masih
sangat minim. Selain mengganggu kesinambungan (sustainability), keterbatasan
finansial juga mengakibatkan madrasah sulit meningkatkan mutu dan daya
saingnya. Sebagaimana sudah dikemukakan di depan, keterbatasan finansial ini
tidak lepas dari kontribusi pemerintah yang masih minim dalam pembiayaan
madrasah, yang rata-rata masih berada pada kisaran 60%. Dalam perkataan lain,
sekitar 40% pembiayaan madrasah ditanggung oleh orang tua peserta didik dan
masyarakat sekitar madrasah, yang mayoritas merupakan masyarakat ekonomi
menengah ke bawah. Meskipun kebijakan saat ini seluruh biaya operasional
madrasah ditanggung oleh pemerintah. namun penyaluran bantuan operasional di
lapangan masih banyak mengalami kendala.
Meskipun pemerintah melalui kementrian agama sudah banyak melakukan
perubahan dan perumusan kebijakan untuk memajukan madrasah, namun belum
berhasil jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan atau sekolah yang dikelola
oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Realita menunjukkan bahwa masyarakat
hingga periode tahun 1990-an masih mempunyai sense of interest yang tinggi
untuk masuk ke sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan di bawah kementrian
pendidikan nasional yang dianggap mempunyai value atau nilai dan prestise yang
lebih baik daripada madrasah atau sekolah Islam (Islamic School) yang berada di
bawah kementrian agama. Ada anggapan bahwa dengan belajar di sekolah-
sekolah umum, masa depan peserta didik akan lebih terjamin dibandingkan jika
mereka belajar di madrasah atau sekolah Islam. Hal itu bisa jadi disebabkan oleh
5

image yang menggambarkan lulusan-lulusan madrasah tidak mampu bersaing


dengan lulusan-lulusan dari sekolah-sekolah umum. Lulusan madrasah hanya
mampu menjadi seorang guru agama atau ustad, sedangkan lulusan dari sekolah
umum mampu meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan
mempunyai jaminan lapangan pekerjaan yang pasti.
Banyak orang tua peserta didik yang bertanya-tanya mengenai posisi
madrasah dalam peta pendidikan nasional. Mereka menanyakan keberadaan ilmu
eksakta di madrasah. Dengan nama “madrasah” dan ada di bawah Kementerian
Agama, lembaga ini masih dicitrakan sebagai lembaga pendidikan yang khusus
mempelajari agama khususnya agama Islam, sementara ilmu-ilmu di luar ilmu
agama menjadi pelajaran minor atau bahkan tidak ada. Pertanyaan tersebut tidak
salah, walaupun tidak seluruhnya benar. Pertanyaan itu wajar dan memang perlu
diajukan baik karena ketidaktahuan sekaligus pertanyaan tersebut sebagai
stimulus bagi pengelola dan penyelenggara pendidikan di madrasah dalam
mengembangkan layanan pendidikan di madrasah, khususnya layanan pendidikan
IPTEKS (ilmu pengetahuan, teknologi dan seni). Dengan munculnya banyak
pertanyaan atas keraguan mereka, maka pengelola madrasah bisa menggali
aspirasi masyarakat mengenai masa depan anak didiknya yang belajar di
madrasah, atau kebutuhan masyarakat akan layanan pendidikan di masa depan.
Madrasah yang mampu memahami kebutuhan pasar itulah yang akan eksis di
masa kini dan masa depan. Pengelola pendidikan madrasah, tidak cukup hanya
menjawab pertanyaan masyarakat secara lisan mengenai keraguan publik terhadap
tradisi ilmiah di lembaga pendidikan madrasah, tetapi harus mampu menjawabnya
dengan realisasi program nyata di madrasah dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
Peningkatan mutu madrasah ini selain untuk mengejar ketertinggalan juga
untuk meningkatkan daya saing madrasah terhadap sekolah-sekolah lain pada
umumnya. Pengelolaan madrasah dengan manajemen yang benar menjadi syarat
untuk meningkatkan mutu madrasah. Berdasarkan uraian di atas maka tulisan ini
akan mengupas tentang peningkatan mutu madrasah melalui Total Quality
Management guna meningkatkan daya saing madrasah.
6

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat dalam penulisan ini adalah:
1. Bagiamana penerapan Total Quality Management (TQM) di madrasah?
2. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya penerapan Total
Quality Management (TQM) di madrasah?
3. Bagaimana mengatasi kendala-kendala dalam pengembangan mutu guru di
madrasah?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan Total Quality Management (TQM) di madrasah.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya penerapan
Total Quality Management (TQM) di madrasah.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi kendala-kendala dalam pengembangan
mutu guru di madrasah.

D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada dunia
pendidikan khususnya di madrasah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, dapat membuka wawasan keilmuan terutama dalam ikut
berperan dalam mengembangkan mutu guru di madrasah.
2. Bagi pengambil kebijkan hasil kajian ini dapat dijadikan rujukan untuk
mengembangkan mutu pendidikan madrasah khususnya di lingkungan
Kementerian Agama Kabupaten Jember.

Anda mungkin juga menyukai