Anda di halaman 1dari 63

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU

PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 18 AIR KUMBANG

PROPOSAL TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar


Magister Pendidikan (M.Pd.) dalam Bidang Manajemen Pendidikan

OLEH :

EVI SRI JAYANTI


Nomor Induk Mahasiswa 20196013441
Program Studi Magister Manajemen Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

( UNIVERSITAS PGRI ) PALEMBANG

2020
1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai suatu Lembaga Pendidikan menghadapi dua tuntutan

yaitu tuntutan dari masyarakat dan tuntutan dunia usaha. Hal yang menjadi

tuntutan yaitu tentang masalah rendahnya mutu pendidikan dan masalah

relevansi terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat di era industrialisasi

dan globalisasi yang semakin terbuka.

Sejalan tantangan kehidupan global, pendidikan mempunyai peran

strategis dalam jaman yang maju, keunggulan suatu bangsa tidak lagi

mengandalkan kekayaan alam melainkan pada keunggulan sumber daya

manusia (SDM). Mutu sumber daya manusia (SDM) ditentukan mutu pendidikan,

tolok ukur mutu pendidikan didasarkan pada kondisi output dan outcome yang

memenuhi syarat dalam menghadapi tuntutan jaman. Untuk mewujudkan mutu

pendidikan harus ditunjang oleh komponen pendidikan yang memadai

Untuk mewujudkan sekolah yang efektif maka komponen yang dianggap

penting adalah keberadaan seorang kepala sekolah yang tidak hanya sebagai

figur personifikasi sekolah, tetapi juga paham tentang tujuan pendidikan, punya

visi masa depan, serta mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada

menjadi suatu kekuatan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan

(Hendarman & Rohanim, 2019:7).

Sekolah yang bermutu dihasilkan oleh kepemimpinan kepala sekolah

bermutu, kepala sekolah bermutu adalah yang profesional. Kepala sekolah

profesional adalah yang mampu mengelola dan mengembangkan sekolah

secara komprehensif (menyeluruh), oleh karena itu kepala sekolah mempunyai

peran sangat penting dan strategis dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan
2

sekolah. Kepala sekolah profesional dalam melaksanakan tugasnya penuh

dengan strategi-strategi peningkatan mutu, sehingga dapat menghasilkan output

dan outcome yang bermutu. Profesionalisme kepala sekolah akan menunjukkan

mutu kinerja sekolah. Ketercapaian tujuan lembaga pendidikan sekolah sangat

bergantung dari kecakapan dan kebijakan kepemimpinan kepala sekolah

sebagai pemimpin pendidikan. Kepala sekolah merupakan pejabat profesional

dalam mengelola organisasi sekolah sekaligus bertugas mengatur dan

mengelola semua sumber, organisasi dan bekerjasama dengan komite sekolah,

masyarakat, lembaga-lembaga lain serta stakeholder yang ada. Kepeminpinan

kepala sekolah dalam mengembangkan dan mengelola sekolah harus

memahami kebutuhan sekolah yang dipimpinnya termasuk kebutuhan guru,

murid dan warga sekolah. Menurut Mulyasa (2019:158) kegagalan dan

keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala sekolah, karena kepala

sekolah merupakan penegndali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh

sekolah menuju tujuannya.

Upaya peningkatan mutu pendidikan ada hal yang perlu diperhatikan,

antara lain kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen

terhadap perubahan. Jika semua guru dan staff sekolah telah memiliki komitmen

pada perubahan yang lebih baik, maka pemimpin akan lebih mudah dalam

mengelola dan mendorong mereka untuk menemukan cara baru untuk

memperbaiki efisiensi, produktivitas, dan kualitas layanan pendidikan.

Berdasarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 28

tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah,

Pasal 1 ayat (2) yaitu: Penjaminan Mutu Pendidikan adalah suatu mekanisme

yang sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh


3

proses penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu.

Pengakuan hukum atas pentingnya keberadaan madrasah swasta, tersirat dalam

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 54 ayat (1)

yang menyatakan bahwa peran serta dalam pendidikan meliputi peran serta

perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi

kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan

pendidikan.

Kepala sekolah profesional akan selalu memberi motivasi seluruh

komponen sekolah untuk meningkatkan kompetensinya sehingga kompetensi

warga sekolah dapat meningkat dan berkembang baik. Kepala sekolah dan guru

sebagai tenaga kependidikan yang profesional tidak hanya menguasai bidang

ilmu, bahan ajar, dan metode, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik untuk

memiliki keterampilan dan wawasan luas terhadap pendidikan.

Banyak faktor penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan kepala

sekolah jika dilihat dari rendahnya kinerja Kepala sekolah. Berdasarkan

pengalaman empirik menunjukkan bahwa rata-rata kepala sekolah kurang

memiliki kemampuan akademik, kurang memiliki motivasi diri, kurang semangat

dan disiplin kerja, serta memiliki wawasan pendidikan sempit. Fenomena ini

disebabkan karena faktor proses penyaringan kurang memenuhi kompetensi,

kurang prosedural, kurang transparan, banyak nuansa/muatan, tidak kompetitif

serta faktor-faktor internal dan eksternal kepala sekolah dapat menjadi

penghambat tumbuh kembangnya menjadi kepala sekolah yang professional.

Rendahnya profesionalitas berdampak rendahnya produktivitas kepala sekolah

dalam meningkatkan mutu pendidikan.


4

Sekolah Dasar Negeri 18 Air Kumbang sampai saat ini masih dalam

proses peningkatan mutu pendidikan. Dari hasil pengamatan yang diperoleh, SD

Negeri 18 Air Kumbang tersebut sudah dikatakan baik dari pengadaan sarana

dan prasarananya, namun masih ada beberapa hambatan dalam proses

pengembangan sarana dan prasarananya sehingga sampai saat ini dalam

pengadaan sarana dan prasarana masih kurang memadai, seperti; 1) belum

adanya ruang khusus untuk perpustakaan dan fasilitas perpustakaan yang belum

terpenuhi; 2) belum adanya ruang praktikum sains dan teknologi yang dapat

menunjang pembelajaran peserta didik; 3) serta perlu adanya perbaikan pada

bangunan ruang kelas.

Hal tersebut dikarenakan kurang optimalnya kepala madrasah dalam

menjalankan peran kepemimpinan kepala sekolah. Misalnya: 1) Kurang

kreatifnya kepala sekolah dalam memberikan pembaharuan di sekolah yang

dikelola; 2) Kurang optimalnya peran kepala sekolah dalam mengembangkan

organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan; 3) Kurang optimalnya memimpin

sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia dalam bidang

pendidikan; 4) Kurang optimalnya peran kepala sekolah dalam mengelola

perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang

efektif; 5) Kurang optimalnya peran kepala sekolah untuk mengelola sarana dan

prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal; 6) Kurang

optimalnya peran kepala sekolah dalam mengelola pengembangan kurikulum

dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.

Hal yang mendukung dari permasalah di atas menurut Amri (2013:78) ada

tiga faktor penentu kualitas atau mutu pendidikan, yaitu (a) orang (pendidik), (b)

program (kurikulum) dan (c) institusi (pimpinan). Dengan demikian upaya


5

pemenuhan dan perwujudan segenap standar pendidikan nasional idealnya

harus didukung oleh personal (orang) yang berkualitas, dibarengi dengan

program (kurikulum) yang baik serta institusi (pimpinan) yang efektif.

Pencapaian dan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah harapan,

keinginan, tuntutan dan pandangan yang tidak semua orang bisa

mengembannya. Dalam hal ini diperlukan seorang kepala madrasah yang

profesional. Kepala madrasah yang mampu melayani dan memuaskan semua

pihak dari segala penjuru mata angin, baik dari siswa, orang tua, masyarakat

luas, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas pendidikan, dunia usaha dan

industri, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Menurut Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hidayati (2015:49)

bahwa Realitas di lapangan faktor yang sering disorot dan diperhatikan oleh

pemerintah dan pemangku kebijakan adalah melakukan perubahan dari segi

programnya (perubahan kurikulum) tanpa dibarengi dengan upaya yang selaras

dan seimbang dengan upaya membenahi orangnya (tenaga pendidik dan

kependidikan), demikian juga halnya dengan manajemen dan pengelolaan

pendidikan (oleh pimpinan terhadap institusinya). Maksudnya program

(kurikulum) berubah, namun orang yang akan menjalankannya serta manajemen

terhadap implementasi program (kurikulum) tidak tertata dan terkelola dengan

baik. Akhirnya program (kurikulum) yang ditetapkan tidak mampu

diimplementasikan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan, karena

tidak diiringi oleh kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai,

serta tidak pula ditunjang oleh manajemen yang baik, seperti tidak adanya

monitoring atau kontrol yang intensif dan berkesinambungan terhadap upaya

implementasi program (kurikulum) yang sustainability.


6

Maka dari itu kepala sekolah sebagai pemimpin harus jeli dalam membaca

peluang dan ancaman yang akan datang, apabila kepala sekolah tidak

memperhatikan penentuan keberhasilan maupun kualitas pendidikan disebuah

sekolah maka sekolah tersebut akan sulit untuk mencapai mutu pendidikan yang

berkualitas.

Dari penjelasan latar belakang masalah dan fenomena di atas, maka

penulis akan mengangkat penelitian dengan judul “ Kepemimpinan Kepala

Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 18 Air

Kumbang”.

B. Fokus Penelitian

Untuk mempermudah penulis dalam menganalisis hasil penelitia, maka

yang menjadi fokus penelitian yaitu Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam

Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 18 Air Kumbang.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang

akan dikaji yaitu “Bagaimanakah Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam

Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 18 Air Kumbang ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan mendeskripsikan kepemimpinan kepala sekolah dalam

meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 18 Air Kumbang.


7

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi khasanah keilmuan

khususnya menambah referensi dalam pengembangan keilmuan pengelolaan

sekolah secara mikro di lingkup sekolah, khususnya dalam meningkatkan mutu

pendidikan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi kepala sekolah

dalam meningkatkan mutu pendidikan menjadi lebih baik lagi.

b. Bagi Tenaga Pendidik

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sebagai pembinaan dan

pengembangan keprofesionalan serta sebagai bimbingan agar mampu

menjalankan segenap tugas, fungsi dan tanggung jawabnya secara

profesional, selaras dengan tuntutan standar tenaga pendidikan yang

dipersyaratkan.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pustaka di perpustakaan guna

membantu penelitian selanjutnya.


8

II. KAJIAN TEORITIK

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Kepemimpinan Kepala Sekolah

a.Pengertian Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi, faktor kepemimpinan memegang peranan

yang penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan

mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan tugas

yang tidak mudah. Karena harus memahami setiap perilaku bawahan yang

berbeda-beda. Bawahan dipengaruhi sedemikian rupa sehingga bisa

memberikan pengabdian dan partisipasinya kepada organisasi secara efektif dan

efisien. Dengan kata lain, bahwa sukses tidaknya usaha pencapaian tujuan

organisasi ditentukan oleh kualitas kepemimpin. Menurut Qomar (2013:168)

kepemimpinan adalah kegiatan atau proses memimpin dalam mengendalikan

suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan

kemampuan seseorang dalam mengerakkan, mengarahkan sekaligus

mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam

bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan diterjemahkan dari bahasa Inggris “Leadership”.

merupakan ilmu terapan dari ilmu - ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dari

rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesehjahteraan

manusia (Pianda, 2018: 73). Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang

mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi

dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah

yang direncanakan (Fahmi, 2017:122). Menurut Priansa (2018:162)


9

kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif

kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif mencapai tujuan yang

sudah direncanakan.

Wiryadi (2018:11) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan

kemampuan mempengaruhi ke arah pencapaian tujuan sebagai bentuk interaksi

antara satu pihak sebagai yang memimpin, dengan pihak lain yang dipimpin.

Kepemimpinan merupakan sebagai tingkah laku individu dalam interaksi dengan

sistem sosial untuk mencapai suatu tujuan. Tercapai tidaknya suatu tujuan

organisasi sangat bergantung pada kepemimpinan yang digunakan oleh

pemimpin (Permadi dan Arifin, 2018:53). Kepemimpinan merupakan sifat

pemimpin, artinya unsur-unsur yang terdapat pada seorang pemimpin dalam

menjalankan tugas dan kewajibannya, serta merealisasikan visi dan misinya

dalam memimpin bawahan, masyarakat dalam suatu lingkungan sosial,

organisasi atau negara (Basri, 2014:11)

Wahjosumidjo (2013:17) menyatakan bahwa kepemimpinan

merupakan istilah sifat - sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain,

pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari satu

jabatan administratif dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh.

Menurut Damin dan Suparno (2019:3) bahwa kepemimpinan adalah kemampuan

mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tertentu. Pengaruh itu

dihasilkan dari interaksi atas dasar posisi formal ataupun informal.

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk menciptakan perubahan yang

paling efektif dalam perilaku kelompok bagi yang lain dia adalah proses

mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok kearah penetapan tujuan dan

pencapaian tujuan (Rohiat, 2018:14)


10

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi bawahan agar dapat bekerja atau berpartisipasi dalam

pelaksanaan proses pendidikan sehingga tujuan atau sasaran sesuai dengan

apa yang telah ditetapkan (Susanto, 2016 :22). Suprihatiningrum (2014:273)

kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-

individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap

kelompokorang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan. Menurut

Andang (2014:39) kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan untuk

mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk bekerja secara bersama

tanpa paksaan dalam mencapai tujuan dari suatu organisai.

Menurut Sutrisno (2016:218) kepemimpinan ialah sebagai proses

mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para

anggota kelompok. Menurut Hasibuan (2010:70) Kepemimpinan adalah cara

seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja secara

produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Sobirin (2018:53) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah proses

dimana seseorang (pemimpin) dengan bantuan kualitas persuasifnya,

mempengaruhi kegiatan kelompok yang terorganisasi dalam upaya mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

Dari beberapa pengertian tentang kepemimpinan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa .kepemimpinan didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan

penataan berupa kemampuan memengaruhi tingkah laku orang lain dalam

situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.
11

b. Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi

pemimpin, atau bagaimana timbulnya seseorang menjadi seorang pemimpin.

Menurut Basri (2014:27) teori kepemimpinan dibagi menjadi beberapa bagian,

antara lain.

1. Teori Sifat

Menurut Basri (2014:31) teori ini penekanannya lebih pada sifat sifat

umum yang dimiliki pemimpin yang dibawa sejak lahir. Menurut teori ini, hanya

individu yang memiliki sifat sifat tertentulah yang bisa menjadi pemimpin. Di

samping itu, teori ini juga sering disebut teori bakat karena menganggap

bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dibentuk.

2. Teori Prilaku

Menurut Basri (2014:31) teori ini lebih berfokus pada tindakan yang

dilakukan pemimpin daripada memperhatikan atribut yang melekat pada diri

seorang pemimpin. Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan

perilaku seseorang ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok.

3. Teori Situasional

Teori ini mengatakan bahwa pembawaan yang harus dimiliki seorang

pemimpin berbeda-beda, tergantung dari situasi yang sedang dihadapi. Basri

(2014:28) mengatakan bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan

yang berbeda, sehingga pemimpin harus menyesuaikan tipe

Kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi kesiapan dan kematangan

bawahan.

4. Teori Ekologis
12

Kepemimpinan merupakan penggabungan antara bakat alami yang

sudah ada sejak dilahirkan dengan pendidikan dan pelatihan yang itensif. Teori

ini tidak menolak adanya sumber natural kepemimpinan, tetapi sumber struktur

pun sangat mmebnatu terbentuknya seorang pemimpin yang fungsional dan

berpengaruh

5. Teori Sosio-behavioristik

Teori yang mengatakan bahwa kepemimpinan dilahirkan oleh hal-hal

berikut :

a. Bakat, turunan dan kecerdasan yang alamiah

b. Pengalaman dalam kepemimpinan

c. Pembentukan formal dalam organisasi

d. Situasi lingkungan

e. Pendidikan dan pelatihan

f. Kesepakatan sosial dan kontrak politik

c. Nilai - Nilai Kepemimpinan

Menurut Fahmi (2017:132) menyatakkan ada 6 tipe nilai kepemimpinan :

a. Teoritik

Nilai-nilai yang tertarik pada usaha mencari kebenaran dan mencari

pembenaran secara rasional

b. Ekonomis

Nilai-nilai yang praktis tertarik pada usaha akumulasi kekayaan

c. Estetik

Tertarik pada aspek-aspek kehidupan yang penuh keindahan menikmati

setiap peristiwa untuk kepentingan sendiri.

d. Sosial
13

Pengaruh belas kasihan kepada orang lain simpati tidak

mementingkandiri sendiri

e. Politis Berorientasi pada kekuasaan dan melihat kompetisi sebagai faktor

yang sangat vital dalam kehidupannya

f. Religius

Selalu menghubungkan setiap aktifitas dengan kekuasaan sang

pencipta.

d. Tipe Kepemimpinan

Menurut Shulhan & Soim (2013: 36) ada beberapa tipe kepemimpinan

Kepala Sekolah.

1. Tipe Kepemimpinan Otokratis/Otoriter

Tipe kepemimpinan otokratis ini merupakan tipe kepemimpinan yang

paling dikenal. Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sabagai

dictator terhadap anggota-anggotanya. Kepala sekolah berperan sebagai

pemimpin yaitu menggerakkan kelompoknya. Kekuasaan pemimpin yang

otokratis hanya dibatasi oleh undang-undang, penafsirannya sebagai pemimpin

tiada lain adalah menunjukkan dan memberi perintah.

Kewajiban bawahan adalah mengikuti dan menjalankan, tidak boleh

membantah dan mengajukan saran. Veithzal dan Mulyadi (2012: 36)

mengungkapkan tipe kepemimpinan otoriter menempatkan kekuasaan di tangan

satu orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan

tugas bawahan semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah dan

bahkan kehendak pemimpin. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala

hal, dibandingkan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah,

sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa ada perintah. Pemimpin
14

yang otokratis tidak menghendaki musyawarah, rapat hanyalah sebagai sarana

untuk menyampaikan instruksi-instruksi. Setiap perbedaan pendapat antara para

anggotanya diartikan sebagai kepicikan, pembangkangan, dan pelanggaran

disiplin terhadap instruksi yang telah ditetapkan. Dalam tindakan dan perbuatan,

pemimpin tidak dapat diganggu gugat. Supervisi bagi pemimpin yang otokratis

diartikan sebagai pengontrolan kepatuhan dan ketaatan kelompok terhadap

segala perintah pemimpin. Dalam hal ini, berarti bukan supervise yang dilakukan

akan tetapi sebagai inspeksi, yaitu mencari kesalahan dari para anggota.

Jika ada anggota yang tidak patuh akan diberikan hukuman, begitupun

sebaliknya jika ada yang patuh maka akan diberikan penghargaan. Kepemimpina

otoriter memiliki dampak begatif dalam sebuah organisasi, antara lain :

1. Anggota akan menjadi pengikut yang tidak mampu dan tidak mau berinisiatif,

takut mengambil keputusan, dan minimnya tingkat kretifitas.

2. Ketersediaan anggota dalam meaksanakan tugas didasari oleh perasaan

takut dan tertekan.

3. Organisasi menjadi statis, karena pemimpin tidak menyukai perubahan,

perkembangan biasanya datang dari para anggota. Kepemimpinan

dangan tipe otokratis banyak ditemukan dalam pemerintahan absolut,

sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau ketentuan

hokum yang mengikat.

Kepemimpinan dangan tipe otokratis banyak ditemukan dalam

pemerintahan absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang

atau ketentuan hokum yang mengikat. Disamping itu, kepemimpinan ini sering

pula terlihat pada kepemimpinan dictator sebagaimana yang terjadi di masa Nazi

Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.


15

2. Tipe Kepemimpinan Laizes Faire (Kendali Bebas)

Tipe kepemimpinan Laizes Faire, sebenarnya pemimpin tidak meberikan

pimpinannya. Tipe ini diartikan sebagai kepemimpinan yang acuh, artinya

membiarkan orang-orang berlaku sesuai kehendaknya masing-masing.

Pemimpin dengan tipe ini termasuk pemimpin yang sama sekali tidak

memberikan control dan koreksi terhadap pekerjaan anggotanya. Pekerjaan

tugas dan kerjasama diserahkan kepada anggotanya tanpa ada petunjuk atau

saran dari pemimpin. Kekuasaan dan tanggung jawab bersimpang-siur dan

terjadi kekacauan diantara anggota kelompoknya. Tingkat keberhasilan

organisasi dengan kepemimpinan Laizes Faire ini disebabkan karena kesadaran

dan dedikasi beberapa anggota kelompok dan bukan karena pengaruh dari

pemimpinnya. Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan

otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan

dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam

mengambil keputusan dan melakukan kegiatannya masing-masing, baik secara

individu maupun kelompok. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai

penasihat. Tipe kepemimpinan ini biasanya yang struktur organisasinya tidak

jelas. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa

pengawasan dari pemimpin. (Veithzal dan Mulyadi, 2012 :37)

3. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Pemimpin yang demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan

sebagai dictator melainkan sebagai pemimpin yang transparan. Pemimpin yang

demokratis.selalu berusaha menstimulasi anggotanya gara bekerja lebih

kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usahanya selalu

berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan


16

mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya. Tipe

kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan

terpenting dalam setiap organisasi. Pemimpin memandang bawahannya sebagai

subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspek. Keinginan, kehendak,

kemampuan, maupun kreatifitas yang berbeda dakan mendapatkan

penghargaan dari pemimpin yang bersifat demokratis. Kepemimpinan demokratis

adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Pemimpin akan

mengambil keputusan dengan cara musyawarah dan mufakat bersama. (Veithzal

dan Mulyadi, 2012: 37)

Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis selalu bersifat

transparan, artinya selalu menerima dan mengharapan pendapat dan saran-

saran dari anggotanya. Pun kritik yang membangun sebagai umpan balik dan

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan tugasnya sebagai

pemimpin. Pemimpin demokratis mempunyai kepercayaan diri sendiri dan

menyimpan perhatian serta kepercayaan pada anggotanya bahwa mereka

mampunyai kemampuan untuk bekerja dengan profesional. Pemimpin yang

demokratis juga selalu memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan, selalu

membangun semangat anggota kelompok dalam menjalankan dan

mengembangkan daya anggota kelompk dalam menjalankan tugasnya.

Beberapa tipe kepemimpinan diatas, dalam prakteknya dapat saling mengisi,

terutama antara kepemimpinan otoriter dan kepemimpinan demokratis. Dengan

kata lain dalam kepemimpinan masih diperlukan kepemimpinan otoriter walaupun

sifatnya yang lebih lunak. Sifat otoriter tersebut diperlukan sebagai perwujudan

kesatuan perintah agar tidak membingungkan. Disamping itu dalam batas-batas


17

tertentu kepemimpinan otoriter masih sangat diperlukan dalam kegiatan

mengontrol dan pengawasan.

Terjadinya perbedaan-perbedaan mengenai tipe kepemimpinan tersebut

adalah atas dasar hubungan antara pemimpin dan kelompok yang dipimpinnya.

Berpijak dari teori dan tipe kepemimpinan tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa agar seseorang dapat tampil sebagai pemimpin yang baik dan sukses

dalam melaksanakan kepemimpinannya, maka semua kualitas kepemimpinan

haruslah memenuhi persyaratan dan tuntutan yang diajukan oleh situasi.

Dari beberapa tipe kepemimpinan tersebut, dalam prakteknya dapat

saling mengisi, terutama antara kepemimpinan otoriter dan kepemimpinan

demokratis. Dengan kata lain dalam kepemimpinan masih diperlukan

kepemimpinan otoriter walaupun sifatnya yang lebih lunak. Sifat otoriter tersebut

diperlukan sebagai perwujudan kesatuan perintah agar tidak membingungkan.

Disamping itu, dalam batas-batas tertentu kepemimpinan otoriter masih sangat

diperlukan dalam kegiatan pengontrolan dan pengawasan. (Shulhan, 2013: 41)

Dari beberapa tipe kepemimpinan yang utama, terdapat beberapa tipe

kepemimpinan yang sifatnya sebagai pelengkap antara lain : tipe kepemimpinan

kharismatik, simbol, pengayom, tipe kepemimpinan ahli, organisatoris,

administrator, dan agiator. (Shulhan, 2013: 45) Berdasarkan dari teori dan tipe

kepemimpinan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa agar seseorang dapat

tampil sebagai pemimpin yang baik dan sukses dalam melaksanakan

kekepmimpinannya, maka semua kualitas kepemimpinan harus memenuhi

persyaratan dan tuntunan yang diajukan oleh situasi dan kondisi dalam proses

kepemimpinan.
18

Tipe kepemimpinan menurut Thoha (2013:49) mengatakan bahwa tipe

kepemimpinan terbagi menjadi dua kategori tipe yang ekstrem yaitu: a. tipe

kepemimpinan otokratis, gaya ini dipandang sebagai gaya yang di dasarkan atas

kekuatan posisi dan penggunaan otoritas. b. tipe kepemimpinan demokratis, tipe

ini dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam

proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

Menurut Duha (2016:108), mengatakan meskipun belum terdapat

kesepakatan bulat tentang tipologi Kepemimpinan yang secara luas di kenal saat

ini, berikut lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya ialah:

1. Tipe yang Otokratik, Pemimpin yang otokratis adalah seorang yang sangat

egois.

2. Tipe yang Paternalistik, pemimpin atau panutan

3. Tipe yang Karismatik, Pemimpin yang beribawa dan memiliki daya pikat

tersendiri.

4. Tipe yang Laissez Feire, pemimpin yang berperan pasif dan membiarkan

kegiatan berjalan apa adanya.

5. Tipe yang Demokratik, pemimpin yang mendengarkan pendapat, saran dan

bahkan kritik orang lain, terutama pada bawahannya.

Ada yang harus di pahami oleh para pemimpin bahwa pemimpin yang

baik adalah pemimpin yang mengerti dengan benar dimana ia meletakkan setiap

tipe kepemimpinan tersebut sesuai dengan tempatnya.

Mengenai penjelasan setiap tipe pemimpin (Fahmi, 2016:126)

menjelaskan di bawah ini:

1) Pemimpin kharismatik merupakan kekuatan energy, daya tarik yang luar

biasa yang akan diikuti oleh para pengikutnya.


19

2) Tipe paternalistis bersikap melindungi bawahan sebagai seorang bapak atau

sebagai seorang ibu yang penuh kasih sayang.

3) Tipe militeristis banyak menggunakan sistem perintah, sistem komando dari

atasan ke bawahan sifatnya keras sangat otoriter, menghendaki

bawahan agar selalu patuh, penuh acara formalitas.

4) Tipe otokratis berdasarkan kepada kekuasaan dan paksaan yang mutlak

harus di patuhi.

5) Tipe laissez faire ini membiarkan bawahan berbuat semaunya sendiri semua

pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan oleh bawahan.

6) Tipe populistis ini mampu menjadi pemimpin rakyat. Di berpegang pada nilai-

nilai masyarakat tradisional.

7) Pemimpin tipe administrative ialah pemimpin yang mampu

menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif.

8) Tipe pemimpin demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan

bimbingan kepada pengikutnya.

Menurut Sutrisno (2016:233), teori-teori yang ada merupakan jembatan

untuk membantu bagaimana pimpinan organisasi mengembangkan tipe

kepemimpinannya. Karena tidak satu teori pun yang memberikan jaminan

kepada seorang pimpinan untuk berperilaku tertentu sehingga ia menjadi

pimpinan yang sukses. Dengan tipe kepemimpinan yang tidak tepat, maka tujuan

organisasi atau perusahaan dapat terganggu serta para karyawan dapat

merasakan frustasi, kebencian, kegelisahan dan ketidakpuasan.

Bagi seorang kepala sekolah diera desentralisasi sekarang mengetahui

tiga jenis kepemimpinan yang dianggap representative untuk diterapkan, yaitu

kepemimpinan transaksional, transformasional, dan visioner (Supardi, 2013:27)


20

a. Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan.

Lebih difokuskan pada peranannya sebagai manajer karena ia sangat terlibat

dalam aspek-aspek prosedural manajerial yang metodologis dan fisik. Tidak

mengembangkan pola hubungan laissez fair atau membiarkan personel

menentukan sendiri pekerjaannya karena dikhawatirkan dengan keadaan

personel yang perlu pembinaan, pola ini dapat menyebabkan mereka menjadi

pemalas dan tidak jelas apa yang dikerjakannya. Dalam kontak kerja disepakati

bersama reward dan punishment Peranan Kepemimpinan Transaksional untuk

mengidentifikasi apa saja yang dibutuhkan oleh sekolah, para guru untuk

kemudian dipenuhi segala kebutuhan yang diperlukan.

b. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpian Transformasional didasarkan pada kebutuhan akan

penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat

yang terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan

kepemimpinan yang memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan sebagai

sisi yang saling berpengaruh.Peranan Kepemimpinan Tranformasional untuk

memberikan nuansa perubahan ke tingkat yang lebih baik berbeda dari

sebelumnya.

c. Kepemimpian Visioner

Merupakan kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan

menerjemahkan visi dalam tindakan. Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan

visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan organisasi apabila


21

diimplementasikan secara konprehensif. Peranan Kepemimpinan Visioner yaitu

untuk Memotivasi karyawan atau Guru untuk bertindak dengan arah yang telah

ditentukan dalam visi. Kepemimpinan visioner adalah kemampuan menciptakan

dan mengartikulasikan visi yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik tentang

masa depan organisasi yang terus tumbuh dan meningkat dibanding saat ini

(Hidayah, 2016:61)

e. Pengertian Kepala Sekolah

Secara etimologi, kepala sekolah merupakan padanan dari school

principal yang bertugas menjalankan principalship atau kekepalasekolahan.

Istilah kekepalasekolahan, artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas

pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah. Kepala sekolah berasal dari dua kata

yaitu “ kepala” dan “ sekolah”. kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin

organisasi atau lembaga. Sementara “ sekolah” bearti lembaga tempat menerima

dan memberi pelajaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan

pemimpin sekolah atau lembaga tempat menerima dan memberi pelajaran

(Basri, 2014:40). Menurut Asnawi (2012:17) kepala sekolah adalah seorang guru

yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumberdaya yang ada di

suatu sekolah, sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai

tujuan bersama

Kepala Sekolah adalah merupakan jabatan karir yang diperoleh

seseorang setelah sekian lama menjabat sebagai guru. Seseorang diangkat dan

dipercaya menduduki jabatan kepala sekolah harus memenuhi kriteria - kriteria

yang disyaratkan untuk jabatan dimaksud (Wahyudi, 2015:63)

Kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional

guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan
22

proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang

memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo, 2013:80)

Menurut Permadi dan Arifin (2018:55) Kepala sekolah merupakan

jabatan tambahan dari jabatan guru . hal ini berdasarkan S.K Mempan No. 0296

tahun 1996 yang menyatakan kepala sekolah adalam pemimpin resmi di

sekolah, karena ada legitimasi dari pihak yang berkuasa dan berwenang baik

dari pemerintah atau yayasan

Sobirin (2018:94) menjelaskan bahwa kepala sekolah merupakan orang

yang bertanggung jawab dalam berbagai bidang garapan, yaitu bidang

akademik, bidang kepegawaian, bidang kesiswaan, bidang sarana dan

prasarana, bidang keuangan, dan bidang hubungan kemsyarakatan.

Kepala Sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat

untuk menduduki jabatan struktural (Kepala Sekolah) di sekolah. (Aedi, 2016: 35)

Adapun pengertian Kepala Sekolah sesuai dengan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No.28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai

Kepala Sekolah/Madrasah, Pasal 1 ayat 1 yaitu : Kepala Sekolah/Madrasah

adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman

kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB),

sekolah/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah

menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah

pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah Aliyah

(SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK),

sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf

internasioanal (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf

internasional (SBI). Pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990


23

tentang Pendidikan Dasar menyatakan bahwa kepala sekolah bertanggung

jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah,

pembinaan tenaga kependidikans lainnya dan pendayagunaan serta

pemeliharaan sarana dan prasarana, mempunyai kualifikasi dan kompetensi

untuk memimpin lembaga pendidikan.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah

merupakan guru yang ditugaskan untuk memimpin suatu lembaga pendidikan

sekolah dan bertanggung jawab terhadap pendayagunaan seluruh sumberdaya

sekolah yang dipimpinnya untuk menjamin terlaksananya proses pembelajaran

yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan.

f. Tugas dan Peran Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai pemimpin di sebuah lembaga pendidikan,

didalam kepemimpinanya ada beberapa unsur yang saling berkaitan yaitu: unsur

manusia, unsur sarana, unsur tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur

tersebut secara seimbang seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan atau

kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan

kepemimpinan. Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari

pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengalaman di dalam praktek

selama menjadi kepala sekolah. Adapun tugas dan fungsi kepala sekolah antara

lain:

1. Kepala Sekolah Sebagai Edukator

Kepala sekolah harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas

pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman

sangat mempengaruhi profesionalisme kepala sekolah, terutama dalam

mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan terhadap


24

pelaksanaan tugasnya. Upaya-upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam

meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan

kinerja tenaga kependidikan antara lain yang mengikutsertakan guru-guru dalam

penataran-penataran, untuk menambahkan wawasan para guru. Kepala sekolah

juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar kejenjang pendidikan yang

lebih tinggi (Wahjosumidjo, 2013:126).

2. Kepala Sekolah Sebagai Pejabat Formal

Salah satu peran kepala sekolah adalah sebagai seorang pejabat formal

atau sebagai pemimpin formal. Oleh sebab itu, kedudukannya yang formal,

pengangkatan, pembinaan dan tanggung jawabnya terikat oleh serangkaian

berbagai ketentuan dan prosedur. Demikian pula dalam melaksanakan tugas -

tugas kekepala sekolahan harus selalu memerhatikan berbagai faktor seperti

perundang-undangan, kebijaksanaan serta peraturan yang berlaku, variabel

internal dan eksternal, interkasi antarsumber daya manusia dan sumber material

yang ada, efektivitas, kekuatan dan kelemahan serta integritas dan pengalaman

(Wahjosumdijo, 2013:129).

3. Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Peranan kepala sekolah sebagai manajer merupakan sebuah tugas,

dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah

harus memiliki strategi yang tepat untuk mendayagunakan tenaga kependidikan

melalui kerjasama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga

kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan

seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program

sekolah. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala
25

sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk mendayagunakan tenaga

kependidikan melalui kerjasama atau koperatif, memberi kesempatan kepada

para tenaga kependidikan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan

yang menujang program sekolah (Wahyudi, 2015:64). Menurut Hendarman dan

Rohanim (2019:112) menjelaskan bahwa peran kepala sekolah sebagai manajer

pada hakikatnya menjadi tantangan bagi para kepala sekolah. Tantangan

dimaksud dikaitkan dengan pengubahan pola pikir dan pola sikap. Bagi sebagian

besar kepala sekolah hal tersebut akan dirasakan sebagai suatu yang tidak

mudah, tetapi bagi sebagian kepala sekolah yang lain hal tersebut dapat

dianggap sebagai suatu bentuk tanggung jawab dan komitmen untuk menjadikan

perubahan peran sebagai indikator dari keinginan untuk selalu berubah dari

waktu ke waktu yang lebih baik.

4. Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubugan yang sangat erat

dengan berbagai aktifitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan,

penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah khusunya berkenaan

dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan

kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar madrasah dapat

mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan

mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu

kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai

bagi upaya peningkatan kompetensi guru (Mulyasa, 2017:78). Kepala sekolah

sebagai administrator, khususnya dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas

sekolah, dapat dianalisis berdasarkan seberapa pendekatan, baik pendekatan

sifat, pendekatan perilaku, maupun pendekatan situsional. Dalam hal ini, kepala
26

sekolah harus mampu bertindak situasional, sesuai dengan situasi dan kondisi

yang ada. Meskipun demikian, pada hakiketnya kepala sekolah harus lebih

mengutamakan tugas, agar tugas-tugas yang diberikan kepada setiap tenaga

kependidikan bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Di samping berorientasi

terhadap tugas, kepala sekolah juga harus menjaga hubungan manusia dengan

para stafnya, agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas

dengan baik, tetapi mereka tetap senang dalam melakukan tugasnya.

5. Kepala Sekolah Sebagai Leader

Peran kepala sekolah sebagai leader adalah kepala sekolah harus

mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan

tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan

tugas. Peran kepala sekolah sebagai inovator adalah kepala sekolah harus

memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan

lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan,

memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan

mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

6. Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Peran kepala sekolah sebagai motivator adalah harus memiliki strategi

yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam

melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi dapat ditumbuhkan melalui

peraturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan,

penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui

pengembangan pusat sumber belajar (PSB).

7. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor


27

Peran kepala sekolah sebagai supervisor, sebagai supervisor kepala

sekolah harus mampu menguasai dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Ia

bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan sekolah, mengatur proses belajar,

mengajar, mengatur hal-hal yang menyangkut kesiswaan, personalia, sarana dan

prasarana yang dibutuhkan dalam pelajaran, ketatausahaan, keuangan, serta

mengatur hubungan dengan masyarakat (Basri, 2014:139)

Tugas utama Kepala Sekolah lebih dititikberatkan kepada fungsi

pembelajaran dan adminisstrasi. Tugas di bidang pembelajaran merupakan

tugas utama Kepala Sekolah. Perhatian Kepala Sekolah lebih tercurah untuk

memikirkan tentang kelancaran fungsi pembelajaran dan administratif. (Susanto,

2016: 24) Secara khusus Kepala Sekolah bertugas untuk.

a. Menentukan tujuan sekolah


b. Mengembangkan dan memacu harapan siswa untuk mencapai keberhasilan
c. Menentukan dan memacu standar akademi yang tinggi
d. Mempertahankan bobot waktu jam pengajaran
e. Mensyaratkan adanya pengetahuan kurikuler dan penyampaiannya yang
berbibit
f. Mengkondisikan kurikulum
g. Memacu dan membantu perbaikan pengajaran
h. Mengadakan supervise dan evaluasi terhadap pengajaran
i. Menciptakan lingkungan dan iklim kerja yang produktif

Menurut Mc Crudy dalam Susanto (2016: 13) selain tugas pembelajaran

yang telah disebutkan diatas, Kepala sekolah memiliki tugas administrative,

yakni Kepala Sekolah harus memfokuskan dirinya ke dalam enam bidang,

yaitu : orang, media pembelajaran, sumber, kualitas pengawasan, koordinasi

kegiatan sekolah, dan pemecahan masalah.

8. Kepala Sekolah Sebagai Pencipta Iklim Kerja


28

Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru

lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai

usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya

menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya

memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukan

menarik dan menyenangkan.

b. Tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada

guru sehingga mereka mengetahui tujuan bekerja, para guru dapat

dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.

c. Pemberian reward lebih baik daripada hukuman, namun hukuman juga

diperlukan.

d. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru sehingga

memperoleh keputusan.

9. Kepala Sekolah Sebagai Wirausahawan

Dalam menerapkan prinsip kewirausahaan dihubungkan dengan

peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah harus dapat menciptakan

pembaruan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang.

Kepala Sekolah dengan sikap kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan

perubahan yang inovatif di sekolahny, termasuk perubahan dalam hal yang

berhubungan dengan proses pembelajaran serta kompetensi gurunya.

e. Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Efektif

Kepala sekolah yang efektif memiliki pengaruh besar terhadap seluruh

organisasi pendidikan atau sekolah. Kepala sekolah yang efektif juga menjadikan

salah satu yang menentukan keberhasilan sekolah. Hal ini memberi arti bahwa
29

pribadi yang terdapat pada sosok kepala sekolah sangat menjadi pertimbangan

baik dalam berperilaku ataupun berbicara. Pertimbangan disini perlu digaris

bawahi karena kepala sekolah yang efektif akan menjadi figur bagi seluruh

sumber daya manusia yang ada dalam lingkungan sekolah, bahkan bisa menjadi

image bagi sekolah itu sendiri.

Pendapat penulis mengenai kepemimpinan kepala sekolah tersebut

sesuai dengan pendapat berikut. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif

sangat menentukan keberhasilan suatu sekolah. Sekolah yang efektif ataupun

sekolah yang sukses hampir selalu ditentukan oleh kepemimpinan kepala

sekolah sebagai kunci kesuksesannya. Kepala sekolah tidak hanya memberi

layanan tetapi juga memelihara segala sesuatunya secara lancar dan terus-

menerus dengan memelihara kerukunan, mencurahkan waktu, energi, intelek

dan emosi untuk memperbaiki sekolah. Kepala sekolah merupakan sosok unik

yang membantu sekolah: berimage tentang apa yang dapat dilakukan, memberi

arahan/ dorongan dan keterampilan untuk membuat perkiraan image

sebenarnya.

Menurut Mulyadi (2010:68) menjelaskan bahwa Indikator-indikator yang

juga termasuk dalam kepala sekolah efektif yaitu:

a) Menerapkan pendekatan kepemimpinan partisipatif terutama dalam

proses pengambilan keputusan.

b) Memiliki gaya kepemimpinan yang demokratis, lugas, dan terbuka.

c) Menyiapkan waktu untuk berkomunikasi secara terbuka dengan para

pendidik, peserta didik, dan warga sekolah lainnya.

d) Menekankan kepada pendidik dan seluruh warga sekolah untuk

memenuhi norma-norma pembelajaran dengan disiplin yang tinggi.


30

e) Memantau kemajuan belajar peserta didik melalui pendidik sesering

mugnkin berdasarkan data prestasi belajar.

f) Menyelenggarakan pertemuan secara aktif, berkala dan

berkesinambungan dengan komite sekolah, pendidik, dan warga sekolah

lainnya mengenai topik-topik yang memerlukan perhatian.

g) Membimbing dan mengarahkan pendidik dalam memecahkan

masalahmasalah kerjanya, dan bersedia memberika bantuan secara

proporsional dan profesional.

h) Mengalokasikan dana yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan

program pembelajaran sesuai prioritas dan peruntukkannya.

i) Melakukan berbagai kunjungan kelas untuk mengamati kegiatan

pembelajaran secara langsung.

j) Memberikan dukungan kepada para pendidik untuk menegakkan disiplin

peserta didik.

k) Memperhatikan kebutuhan peserta didik, pendidik, staf, orang tua, dan

masyarakat sekitar sekolah.

l) Menunjukkan sikap dan perilaku teladan yang dapat menjadi panutan

atau model bagi pendidik, peserta didik, dan seluruh warga sekolah.

m) Memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh warga sekolah dan

masyarakat untuk berkonsultasi dan berdiskusi mengenai permasalahan

yang dihadapi berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran di

sekolah.

n) Mengarahkan perubahan dan inovasi dalam organisasi.

o) Membangun kelompok kerja aktif, kreatif, dan produktif.


31

p) Menjamin kebutuhan peserta didik, pendidik, staf, orang tua, dan

masyarakat sebagai pusat kebijakan.

q) Memiliki komitmen yang jelas terhadap penjaminan mutu lulusan.

r) Memberikan ruang pemberdayaan sekolah kepada seluruh warga

sekolah

Setelah banyaknya indikator yang telah disebutkan diatas mengenai

kepala sekolah yang efektif, terdapat hal yang perlu ditekankan atau digaris

bawahi yaitu kepala sekolah efektif ialah kepala sekolah yang bukan dengan tipe

kepemimpinan otoriter. Hal ini dikatakan karena terdapat jelas pada indikator

pertama sampai dengan ketiga bahwa yang dibutuhkan kepala sekolah efektif

ialah kepala sekolah yang menerapkan pendekatan kepemimpinan partisipatif.

Kepemimpinan partisipatif ini merupakan kepemimpinan yang mana dalam

pengambilan keputusan tidak hanya sepihak dari kepala sekolah. Indikator kedua

yang juga mendukung bahwa kepala sekolah yang efektif ialah yang memiliki

gaya kepemimpinan demokratis, lugas dan terbuka. Indikator ini tentu sangat

berlawanan dengan gaya kepemimpinan otoriter dengan cirinya yang sangat

khas yaitu keputusan mutlak milik pimpinan.

2. Hakikat Mutu Pendidikan

a. Pengertian Mutu Pendidikan

Kata mutu berasal dari Bahasa Inggris quality yang berarti kualitas.

Secara etimologi, mutu diartikan sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki

keluaran yang dihasilkan. Sedangkan menurut terminologi, mutu adalah suatu

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan

lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.


32

Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep yang relatif. Definisi

relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau

layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan

tersebut. Mutu dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang

ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir

sesuai dengan standar atau belum. Produk atau layanan yang memiliki mutu,

dalam konsep relatif ini tidak harus mahal dan ekseklusif. Definisi relatif tentang

mutu tersebut memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan

spesifikasi. Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan. Sementara itu, teori

yang lain mengatakan bahwa mutu yang praktis adalah sebuah derajat variasi

yang terduga standar yang digunakan dan memiliki kebergantungan pada biaya

yang rendah (Sallis,2015:52)

Mutu secara definitif tersebut memiliki pengertian yang beragam dan

implikasi yang berbeda jika diterapkan pada sesuatu yang berbeda. Penempatan

tersebut tergantung pada barang apa dihasilkan, dipakai, dan anggapan orang.

Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen (Hadis dan

Nurhayati, 2014:85). Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah

dan harga diri. Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan

meningkatkan mutu adalah tugas yang paling penting. Meskipun demikian, ada

sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh

dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan

sulit di ukur. Mutu dalam pandangan orang terkadang bertentangan dengan mutu

dalam pandangan orang lain, jadi tidak anek jika ada dua pakar yang tidak

memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimana menciptakan institusi yang

baik (Sallis, 2015:23).


33

Mutu pendidikan ditentukan oleh tingkat keberhasilan keseluruhan faktor

yang terlibat untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana dikutif

Darmaningtyas (2014:63-64) faktor-faktor dari dalam (internal) berpengaruh kuat

terhadap pencapaian mutu pendidikan seperti : (1) guru yang berkualitas; (2)

karier guru yang cukup terbuka; (3) kesejahteraan guru yang merefleksikan

kondisi kerja secara professional; (4) manajemen pendidikan yang dijamin oleh

perundang-undangan; (5) penguasaan terhadap metodologi mengajar; (6)

peserta didik yang sehat, bergizi, dan siap belajar; dan (7) sarana, prasarana,

dan fasilitas yang lengkap.

Mutu pendidikan tidak hanya berada pada unsur masukan (input), tetapi

juga proses, kinerja Sumber Daya Manusia yang mengelola, kreatifitas dan

produktifitas meraka, terutama unsure keluaran atau lulusan (output) agar dapat

memuaskan dan memenuhi harapan serta kebutuhan masyarakat sebagai

pelanggan pendidikan. Dengan menggunakan konsep sistem maka input,

proses, dan output yang ada dalam pendidikan memiliki hubungan yang saling

mempengaruhi untuk dapat mencapai kepuasan dan memenuhi kebutuhan

masyarakat (Yusuf, 2018: 21)

Mutu Pendidikan merupakan pendidikan yang bermanfaat dan dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungannya dalam hubungan dengan

kelompok (seperti interaksi sesama anggota masyarakat) perkembangan budaya

serta mempersiapkan masyarakat untuk menerima perubahan dan

perkembangan teknologi (Zazin,2011:125). Menurut Zahroh (2014:27)

menjelaskan bahwa mutu pendidikan merupakan hasil keluaran diproses secara

maksimal oleh lembaga pendidikan. Mutu dalam pendidikan memang

dititiktekankan pada siswa dan proses yang ada di dalamnya.


34

Rohiat (2018:19) menjelaskan bahwa mutu pendidikan merupakan salah

satu indikator untuk melihat produktivitas dan erat hubungannya dengan masalah

pengelolaan atau manajemen pada lembaga atau sekolah.

Mutu pendidikan di definisikan sebagai tingkat kecerdasan kehidupan

bangsa yang dapat diraih dari penerapan sistem pendidikan nasional (Barnawi

dan Arifin, 2017:27). Mutu pendidikan merupakan peningkatan kemandirian,

fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas,

dan inisiatif madrasah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan

sumber daya yang tersedia (Mutohar, 2013:133).

Fasli (2011: 43) berpendapat pendidikan merupakan salah satu fungsi

yang harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh keluarga dan

masyarakat secara terpadu dengan berbagai institusi yang memang diadakan

dengan sengaja untuk mengemban fungsi pendidikan. Keberhasilan pendidikan

bukan saja dapat diketahui dari mutu individu suatu negara, melainkan juga

sangat terkait erat dengan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Selanjutnya Djohar (2013:55) berpendapat istilah mutu pendidikan

merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari tujuan pendidikan itu sendiri.

Sehingga kualitas yang dihasilkan dari suatu lembaga akan diukur dari output

yang dimiliki oleh suatu lembaga. Telaah reflektif atas pengalaman sejarah

menunjukkan bahwa orientasi pendidikan telah mengalami perubahan mendasar

dari masa kemasa. Sehingga mutu pendidikan itu sendiri mengalami delimatis

dan tidak sesuai dengan arah karakter yang diharapkan.

Dari penjelasan tentang pengertian mutu di atas, peneliti berkesimpulan

bahwa definisi mutu yang paling tepat untuk dunia pendidikan adalah mutu
35

secara relatif. Hal ini disebabkan karena mutu secara relatif lebih dapat

mengakomodir dinamika manajemen yang ada di lembaga pendidikan atau

sekolah.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan

Untuk mningkatkan mutu pendidikan di sekolah, Sudarwan Danim

meengatakan bahwa jika sebuah institusi hendak meningkatkan mutu

pendidikannya maka minimal harus melibatkan lima faktor yang dominan (Danim,

2010:56) yaitu:

a) Kepemimpinan kepala sekolah

Kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas,

mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun

dan tabah dalam bekerja, memberikan layanan yang optimal, dan disiplin kerja

yang kuat.

b) Guru

Perlibatan guru secara maksimal, dengan meningktakan kompetensi dan

profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, lokakarya serta pelatihan sehingga

hasil dari kegiatan tersebut diterapkan di sekolah.

c) Siswa

Pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat” sehingga

kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat

mengiventarisir kekuatan yang ada pada siswa.

d) Kurikulum

Adanya kurikulum yang konsisten, dinamis, dan terpadu dapat

memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals

(tujuan) dapat dicapai secara maksimal.


36

e) Jaringan kerjasama

Jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan

masyarakat semata (orang tua dan masyarakat ) tetapi dengan organisasi lain,

seperti perusahaan atau instansi pemerintah sehingga output dari sekolah dapat

terserap didalam dunia kerja.

c. Indikator Mutu Pendidikan

Secara nasional standar mutu pendidikan merujuk kepada Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidikan (SNP) meliputi:

a. Standar kompetensi lulusan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.

b. Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat

kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis

pendidikan tertentu.

c. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran

pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

lulusan.

d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai

pendidikan penjabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan

dalam jabatan.

e. Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar,

tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustkaan, laboratorium,

bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi serta sumber belajar


37

lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

f. Standar pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan kegatan pendidikan pada tingkat satuan

pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai

efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

g. Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya

biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

h. Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme,

prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Juliantoro (2017:37) dengan judul

“ Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan”. Hasil Penelitian

pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran kepala sekolah sebagai

educator dalam meningkatkan Mutu Pendidikan di SMP Negeri 3 Peterongan

Darul Ulum Jombang dan SMP Islam Baitul ‘Izzah Nganjuk adalah cara

membimbing siswa, guru, dan karyawan, Pembinaan melalui pemanggilan

langsung dan diikutsertakan dalam kegiatan MGMP dan Pelatihan (Workshop),

mengembangkan guru dan staf dengan mengusahan bahwa pendidikan tidak

hanya S1 tetapi S2 sampai S3. Kepala sekolah mengikuti kegiatan kelompok

kepala sekolah, Memberikan reward and punishment , Peran kepala sekolah

sebagai manajer dalam meningkatkan Mutu Pendidikan di SMP Negeri 3

Peterongan Darul Ulum Jombang dan SMP Islam Baitul ‘Izzah Nganjuk adalah

membuat Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan semua kegiatan, Semua


38

permasalahan disekolah diselesaikan oleh semua warga sekolah, Penanaman

sikap disiplin dengan sistem sistemik. Pemberdayaan KKG dan MGMP,

Menyusun organisasi sekolah yang sesuai dengan SDM. Mengoptimalkan

sarana dan prasarana, Mengoptimalkan semua warga sekolah untuk mendukung

kegiatan sekolah baik akademik maupun non akademik. Peran kepala sekolah

sebagai administrator dalam meningkatkan Mutu Pendidikan di SMP Negeri 3

Peterongan Darul Ulum Jombang dan SMP Islam Baitul ‘Izzah Nganjuk adalah

perlengkapan Adminstrasi dan Memeriksa Kelengkapan KBM (Kegiatan Belajar

Mengajar), Perlengkapan Kesiswaan, Keuangan, Sarpras, Humas, Persuratan,

Pelayanan rutin perpustakaan dan laboratorium, Administrasi Kurikulum. dan

Peran kepala sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan Mutu Pendidikan

di SMP Negeri 3 Peterongan Darul Ulum Jombang dan SMP Islam Baitul ‘Izzah

Nganjuk adalah menyusun program supervisi pendidikan, Pengawasan Terhadap

pelaksanaan KBM, Pengawasan terhadap Perangkat Pembelajaran,

Memanfaatkan hasil supervisi.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak di fokus

penelitian yaitu mengkaji mengenai mutu pendidikan. Sedangkan, perbedaan

terdahulu dengan penelitian sekarang terletak di fokus penelitian, penelitian

terdahulu mengekaji mengenai peran kepala sekolah sedangkan penelitian

sekarang mnegkaji mengenai kepemimipinan kepala sekolah.

Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Fitrah (2017:40) yang berjudul “

Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan”. Hasil Penelitian

menyimpulkan bahwa1) Kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan untuk

mentransformasikan ide dan imajinasi serta keinginan-keinginan besar menjadi

kenyataan. Karena jika kepala sekolah hanya memiliki visi dan misi mendapatkan
39

jabatan sebagai ambang kesombongan maka tunggulah kehancuran untuk

sekolah yang dipimpinnya. 2) Sekolah itu berkualitas atau tidak sangat

bergantung pada pola kepemimpinan kepala sekolah, karena dialah pimpinan

tertinggi di sekolah dan dialah yang bisa mengambil keputusan dalam segala hal.

3) Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang meliputi

sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan

motivator. 4) Perannya yang sangat kompleks, maka kepala sekolah harus

benar-benar melakukan monitoring dan evaluasi terhadap visi misi serta

programprogram yang terlaksana. Sehingga mampu merumuskan dan

menganalisis untuk program-program selanjutnya agar maksimal. Disisi yang

lainpun kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi selalu melakukan evaluasi

kinerja-kinerja guru, staf, dan lingkungan sekolah guna menarik perhatian

masyarakat. Dan 5) Konsep mutu pendidikan bukan semata-mata terfokus pada

penyediaan faktor input pendidikan, akan tetapi lebih memperhatikan faktor

dalam proses pendidikan. Selain itu, mutu pendidikan tergantung bagaimana

kepala sekolah merekrut calon guru seseuai dengankompetensi dan kualitas diri

dari guru, artinya bukan semata-mata memandang sistem kekeluargaan,

kedekatan dan memiliki modal yang banyak.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak di fokus

penelitian yaitu mengkaji mengenai mutu pendidikan. Sedangkan, perbedaan

terdahulu dengan penelitian sekarang terletak di fokus penelitian, penelitian

terdahulu mengekaji mengenai peran kepala sekolah sedangkan penelitian

sekarang mnegkaji mengenai kepemimipinan kepala sekolah.

Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Muslim, Harapan dan Kesumawati

(2020:149) yang berjudul “ Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan


40

Mutu Pendidikan di SMA Negeri 1 Indralaya Selatan”. Hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah meliputi aspek, a) cara

berkomunikasi b) pemberian motivasi, c) kemampuan memimpin d) pengambilan

keputusan dan e) kekuasaan positif berada pada kategori sangat baik. Aspek

mutu pendidikan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005

tentang delapan Standar Nasional Pendidikan yang telah dilaksanakan dengan

baik.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak fokus

penelitian yaitu sama-sama mengkaji kepemimpinan kepala sekolah dan mutu

pendidikan, sedangkan perbedannya tertelah di tempat penelitian. Jika penelitian

terdahulu penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) maka penelitian

yang sekarang akan mengambil Sekolah Dasar (SD) untuk tempat penelitian.

Penelitian terdahulu yang relevan juga dilakukan oleh Marsongko (2010:8)

yang berjudul “ Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan (Studi Kasus Tentang Manajemen Kepala Sekolah di SD

Muhammadiyah Wonorejo Polokarto)”. Hasil penelitian berupa pokok-pokok

temuan yaitu: 1) Peningkatan mutu pembelajaran di SD Muhamadiyah Wonorejo

ditentukan bagaimana kepala sekolah dapat mengelola manajemen sekolah

serta kemampuan dalam menetapkan Visi, Misi, Tujuan Pendidikan SD

Muhammadiyah Wonorejo , Strategi, dan Sasaran tepat sesuai dengan situasi

dan kondisi sekolah. 2) Peningkatan mutu kompetensi kepemimpinan kepala

sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sangat ditentukan motivasi diri

kepala sekolah serta bagaimana bisa mengelola Input Pembelajaran,

menyelenggarakan Proses Pembelajaran, menghasilkan Output Pembelajaran.

3) Secara keseluruhan kondisi Kepala sekolah SD Muhamadiyah Wonorejo


41

dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Educator (Pendidik), sebagai

Manajer, sebagai Administrator, xiv sebagai Supervisor, sebagai Leader

(Pemimpin), sebagai Inovator, sebagai Motivator sangat baik sehingga kepala

sekolah bisa menjadi contoh dalam menjalankan tugasnya.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak fokus

penelitian yaitu sama-sama mengkaji kepemimpinan kepala sekolah dan mutu

pendidikan, pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu tidak ada perbedaan.

Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Nuryani (2013:14) yang berjudul

“Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi

Situs di SMP Negeri 3 Unggaran) “. Hasil Penelitian dapat disimpulkan bahwa (1)

Kepala SMPN 3 Ungaran melakukan tiga strategi dalam menjalankan perannya

sebagai manajer untuk meningkatkan mutu pendidikan di SMPN 3 Ungaran.

Strategi tersebut meliputi penyelenggaraan kualitas total, melibatkan pihak

eskteren, dan melakukan evaluasi yang berkesinambungan. Dengan ketiga

strategi tersebut SMP Negeri 10 Salatiga menjadi sekolah berbasis mutu dengan

prosentasi kelulusan tahun 100%. (2) Peran Kepala SMPN 3 Ungaran sebagai

supervisor ditunjukkan dengan melakukan kegiatan supervisi. Kepala SMPN 3

Ungaran mempersiapkan waktu, guru, materi, kelas, instrumen supervisi dalam

pelaksanaan supervisi. Proses pelaksanaan supervisi dilakukan kepala sekolah

dengan teknik observasi kelas, dimana kepala sekolah menilai performansi guru

dalam kegiatan pembelajaran. Hasil supervisi akan dibahas dalam pertemuan

balikan antara kepala sekolah dengan guru yang disupervisi dan pembahasan

secara umum diikuti oleh warga sekolah termasuk komite sekolah.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak fokus

penelitian yaitu sama-sama mengkaji kepemimpinan kepala sekolah dan mutu


42

pendidikan, sedangkan perbedannya tertelah di tempat penelitian. Jika penelitian

terdahulu penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) maka

penelitian yang sekarang akan mengambil Sekolah Dasar (SD) untuk tempat

penelitian.

Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Fadillah (2018:96) yang berjudul”

Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di

MTs. Swasta Al-Ikhlas Kebun Ajamu Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhan

Batu “. Berdasarkan rumusan masalah penelitian mengenai Peran

Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di MTs.

Swasta AlIkhlas Kebun Ajamu, Panai Hulu-Labuhanbatu, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa: 1. Kepemimpinan yang dijalankan kepala madrasah di MTs.

Swasta Al-Ikhlas Kebun Ajamu tergolong kepada tipe kepemimpinan demokratis

dimana kepala madrasah selalu mengadakan musyawarah kepada seluruh

dewan guru, staf dan tata usaha dalam menetapkan setiap keputusan yang akan

diambil. 2. Mutu pendidikan di MTs. Swasta Al-Ikhlas Kebun Ajamu sudah

memenuhi 8 Standar Nasioanal Pendidikan. 3. Peran kepemimpinan yang

dijalankan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTs.

Swasta Al-Ikhlas Kebun Ajamu, yaitu: a. Sebagai edukator yang memiliki

kemampuan untuk membimbing guru, karyawan, siswa dan staf. b. Sebagai

manager yang memliki kemampuan untuk menyusun program, menyusun

organisasi personalia, menggerakkan masing-masing kinerja guru, staf dan

karyawan, juga mengoptimalkan sumber daya madrasah. c. Sebagai

administator, mengelola administrasi kegiatan belajar mengajar dan bimbingan

konseling serta mengelola administrasi kesiswaan, ketenagaan dan keuangan. d.

Sebagai supervisor yang menyusun program supervisi, melaksanakan program


43

supervisi dan menggunakan hasil supervisi. e. Sebagai leader (pemimpin) yang

memliki kepribadian yang kuat, memahami kondisi anak buah dengan baik,

memliki visi dan memahamai visi sekolah, mampu mengambil keputusan dan

berkomunikasi. f. Sebagai inovator yang mampu mencari/menemukan gagasan

baru untuk pembaharuan sekolah. g. Sebagai motivator yang mampu mengatur

lingkungan kerja baik yang fisik maupun non fisik, serta mampu menerapkan

prinsip penghargaan dan hukuman. 4. Faktor Penghambat dalam Meningkatkan

Mutu Pendidikan di MTs. Swasta Al-Ikhlas Kebun Ajamu dapat dilihat dari faktor

internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu faktor dana/keuangan madrasah.

Sedangkan faktor eksternal, yaitu faktor wilayah dan faktor lingkungan

masyarakat.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak fokus

penelitian yaitu sama-sama mengkaji kepemimpinan kepala sekolah dan mutu

pendidikan, sedangkan perbedannya tertelah di tempat penelitian. Jika penelitian

terdahulu penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Tsanawiyah (MTS) maka

penelitian yang sekarang akan mengambil Sekolah Dasar (SD) untuk tempat

penelitian.

C. Kerangka Teoritis Penelitian

Output dan outcome sekolah menjadi baik tergantung dari bagaimana

kepemimpinan kepala sekolah dijalankan, sehingga akan membentuk sekolah

menjadi baik. Kepala sekolah berlatar belakang pendidikan, kepribadian, sosial

dan manajerial tinggi merupakan syarat kompetensi. Kepala sekolah yang

kompeten dan komitmen kuat menjadi modal untuk meningkatan mutu

pendidikan sekolah. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
44

KONDISI DAN PELAKSANAAN PRESTASI SEKOLAH

KETERAMPILAN
MANAJERIAL KEPEMIMPINAN KEPALA MENINGKATKAN
KEPALA SEKOLAH SEKOLAH MUTU SEKOLAH

SEKOLAH YANG BERKUALITAS

Gambar 1. Kerangka Teoritis Penelitian


45

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka

lokasi penelitian yang digunakan sebagai sumber data adalah di Sekolah Dasar

Negeri 18 Air Kumbang, yang beralamat Desa Tirta Makmur Air Kumbang Waktu

penelitian dimulai September sampai dengan November.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, sebagaimana pendapat

Rukajat (2018:4) penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik

atau bentuk cara-cara lainnya menggunakan ukuran angka. Metode penelitian

kualitatif digunakan untuk meneliti dimana masalahnya belum jelas, dilakukan

pada situasi sosial yang tidak luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan

bermakna. Metode ini juga disebut juga sebagai metode artistik, karena proses

peneliti lebih bersifat seni (kurang terpola) dan disebut sebagai metode interative

karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data

yang ditemukan di lapangan (Rustanto, 2015:15). Sudjana dan Ibrahim

(2014:195) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang


46

tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan

berdasarkan lingkungan alami.

Sugiyono (2019:18) bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian

yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

peneliti adalah instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara

triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Riset kualitatif merupakan kajian berbagai studi dan kumpulan berbagai

jenis materi empiris, seperti studi kasus, pengalaman personal, pengakuan

introspektif, kisah hidup, wawancara, artifak, berbagai teks dan produksi kultural,

pengamatan, sejarah interaksional dan berbagai teks visual (Santana, 2010:5)

Penelitian kualitatif pada hakikatnya mengamati objek (responden) secara

langsung kegiatan yang mereka lakukan, berinteraksi dengan mereka dan

berusaha menyelami kehidupan mereka dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamatinya. Selanjutnya setelah data terkumpul maka

tahap selanjutnya adalah analisis data.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

penelitian kualitatif merupakan satu kegiatan sistematis untuk melakukan

eksplorasi atas teori dari fakta di dunia nyata, bukan untuk menguji teori atau

hipotesis. Penelitian kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber

pengetahuan tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai landasan untuk

melakukan verifikasi.
47

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah mengumpulkan data yang menggambarkan

Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di

Sekolah Dasar Negeri 18 Air Kumbang. Data tersebut diperoleh melalui

informasi yang sesuai dengan fakta dan masalah yang diteliti dalam penelitian

ini. Adapun fokus informasi yang ingin digali dalam penelitian ini meliputi

Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di

Sekolah Dasar Negeri 18 Air Kumbang Melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, menyajikan data, melakukan verifikasi dan membuat kesimpulan

atas temuan di lapangan sebagai jawaban dari masalah yang diteliti. Dalam

memperoleh data, peneliti harus berhadapan langsung dengan informasi guna

untuk mendapatkan data yang akurat, agar peneliti lebih mudah dalam

melakukan penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua

jenis yaitu:

1. Sumber Data Primer

Sumber Data Primer adalah sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpul data. Sumber data primer dapat diperoleh langsung

dari lapangan atau tempat penelitian berupa kata-kata atau ucapan lisan dan

perilaku dari subjek atau informan. Sumber data primer ini dari informan

pertama yaitu kepala sekolah dan guru

2. Sumber Data Sekunder

Sumber Data Sekunder adalah catatan adanya peristiwa ataupun

catatan-catatan yang jaraknya jauh dari sumber orisinil. Contohnya

keputusan rapat suatu perkumpulan bukan didasarkan dari keputusan rapat


48

itu sendiri, tetapi dari sumber berita, surat kabar, berita tentang surat kabar

tersebut adalah termasuk data sekunder (Sugiyono, 2019:296). Sumber data

sekunder ini seperti dari visi dan misi sekolah serta program kerja dari kepala

sekolah, program kerja dan kelengkapan administrasi guru.

Untuk mendapatkan data yang diharapkan, maka peneliti menggunakan

teknik pengambilan data dengan menggunakan snowball sampling. Teknik

snowball adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan

mengambil sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang

menerus. Peneliti menyajikan suatu jaringan melalui gambar sociogram

berupa gambar lingkaran-lingkaran yang dikaitkan atau dihubungkan dengan

garis-garis. Setiap lingkaran mewakili satu responden atau kasus, dan garis-

garis menunjukkan hubungan antar responden atau antar kasus.

Pendapat lain mengatakan bahwa teknik sampling snowball (bola salju)

adalah metoda sampling di mana sampel diperoleh melalui proses bergulir

dari satu responden ke responden yang lainnya, biasanya metoda ini

digunakan untuk menjelaskan pola-pola sosial.Pada pelaksanaannya, teknik

sampling snowball adalah suatu teknik yang multitahapan, didasarkan pada

analogi bola salju, yang dimulai dengan bola salju yang kecil kemudian

membesar secara bertahap karena ada penambahan salju ketika digulingkan

dalam hamparan salju. Ini dimulai dengan beberapa orang atau kasus,

kemudian meluas berdasarkan hubungan-hubungan terhadap responden.

Responden sebagai sampel yang mewakili populasi, kadang tidak mudah

didapatkan langsung di lapangan. Untuk dapat menemukan sampel yang sulit

diakses, atau untuk memperoleh informasi dari responden mengenai

permasalahan yang spesifik atau tidak jelas terlihat di dunia nyata, maka
49

teknik sampling snowball merupakan salah satu cara yang dapat diandalkan

dan sangat bermanfaat dalam menemukan responden yang dimaksud

sebagai sasaran penelitian melalui keterkaitan hubungan dalam suatu

jaringan, sehingga tercapai jumlah sampel yang dibutuhkan. Dalam sampling

snowball, identifikasi awal dimulai dari seseorang atau kasus yang masuk

dalam kriteria penelitian. Kemudian berdasarkan hubungan keterkaitan

langsung maupun tidak langsung dalam suatu jaringan, dapat ditemukan

responden berikutnya atau unit sampel berikutnya.

D. Instrumen Penelitian

Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber

langsung dari data dan peneliti itu adalah instrumen kunci. Maksudnya ialah

peneliti sebagai alat pengumpul data utama. Dalam penelitian kualitatif yang

diuji adalah datanya. Winarni (2018:155) menjelaskan bahwa dalam

penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah

peneliti itu sendiri.

Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus di validasi

seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke

lapangan.

Alat/Instrumen pada penelitian ini adalah Observasi, wawancara dan

dokumentasi. Selain itu, peneliti juga dibantu dengan panduan wawancara.

Dalam penelitian ini, setelah fokus penelitian menjadi jelas barulah instrumen

penelitian sederhana dikembangkan. Hal tersebut dilakukan untuk

mempertajam serta melengkapi hasil wawancara, dan dokumentasi.


50

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data metode kualitatif diperoleh berbagai macam cara

yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Perolehan data dengan

berbagai macam cara ini disebut traingulasi. Adapun penjelasan mengenai

teknik pengumpulan data sebagai berikut.

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana wawancara adalah suatu

kejadian atau proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber

informasi atau orang yang diwawancarai melalui komunikasi langsung (Yusuf,

2017:372). Sukardi (2015:122) menjelaskan wawancara merupakan proses

bertemu muka antara para peneliti dengan responden yang direncanakan

untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.

Dengan wawancara mendalam dimungkinkan untuk memperoleh

gambaran yang bersifat komprehensif dan mendetail. Agar wawancara

tersebut terarah dan jelas sehingga peneliti mudah mendapatkan data yang

akurat, maka sebelum pertanyaan, untuk wawancara disiapkan lebih dulu

sesuai dengan penggalian data yang diperlukan, pertanyaan-pertanyaan yang

telah disiapkan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

wawancara.

Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti mewawancarai dengan

orang-orang yang terlibat langsung dengan apa yang menjadi fokus penelitian

yaitu kepala sekolah dan guru di SD Negeri 18 Air Kumbang


51

2. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang

yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.

Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan

oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi

partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai

mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono,

2019:297). Observasi Partisipatif atau observasi langsung merupakan

pengamatan langsung peneliti dengan mempelajari interaksi atau relasi orang-

orang yang bersangkutan dalam menjalankan aktivitas yang sedang

berlangsung (Aminah dan Roikan, 2019:67).

3. Dokumentasi

Dokumentasi berupa dokumen-dokumen baik berupa dokumen primer

maupun sekunder yang menunjang proses pembelajaran di dalam kelas

(Paizaluddin dan Ermalinda, 2014:135). Dokumentasi yang digunakan disini

berupa program kerja kepala sekolah, guru, dokumen hasil belajar, dan

kelengkapan administrasi tata usaha. Dokumen merupakan catatan atau karya

seseorang tentang sesuatu yang sudah berlalu. Dokumen tentang orang atau

sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang sesuai

dan terkait dengan fokus penelitian adalah sumber informasi yang sangat

berguna dalam penelitian kualitatif (Yusuf, 2017:391).

Rukajat (2018:29) menjelaskan teknik pengumpulan data yang

digunakan akan melengkapi data, berupa data primer dan data sekunder. Data

primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung dan data
52

sekunder diperoleh melalui dokumentasi. Teknik ini dinamakan triangulasi.

Teknik triangulasi adalah metode untuk mendapatkan informasi dari suatu

fenomena dalam penelitian kualitatif. Adapun triangulasi data dapat dilihat

pada bagan 3 di bawah ini.

Wawancara

Observasi Dokumentasi

Bagan 3. Teknik Triangulasi


(Sumber: Rukajat, 2018:29)

4. Triangulasi

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2016:273).

Pada tahap triangulasi peneliti menggunakan tiga jenis triangulasi yaitu

triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu. Menurut Winarni

(2018:183) dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Raco
53

(2010:111) menjelaskan alasan menggunakan triangulasi adalah bahwa tidak

ada metode pengumpul data tunggal yang sangat cocok dan dapat benar-

benar sempurna.

a. Triangulasi Sumber

Cara meningkatkan kepercayaan peneliti adalah mencari data dari sumber

data yang beragam yang masih terkait satu sama lain. Seperti meminta

tanggapan dari informan sehubungan dengan manajemen pengembangan

sumber daya pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Peneliti dalam

tahap ini meminta tanggapan dari kepala sekolah sebagai informan pertama

dan kepala sekolah dan guru informan ke dua

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik adalah penggunaan beragam teknik pengungkapan data

yang dilakukan kepada sumber data. Menguji kredibilitas data dengan

triangulasi teknik yaitu mengecek data kepada sumber yang sama dengan

teknik yang berbeda. Dengan teknik wawancara kemudian dicek dengan

observasi ke lapangan langsung melihat kegiatan. Pengujian ini dilakukan

melalui informan, teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.

c. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Daya yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber

masih segar, belum memiliki banyak masalah akan memberikan data yang

lebih valid sehingga lebih kredibel.

F. Teknik Analisis Data


54

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis

dari catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi., dalam penelitian ini

sesuai dengan karakter penelitian kualitatif akan menggunakan analisis data

interaktif dengan model miles & Huberman dengan melakukan langkah-

langkah sebagai berikut (1) reduksi data, (2) display data / penyajian data, (3)

mengambil kesimpulan lalu diverifikasi yang digambarkan pada bagan 4 di

bawah ini:

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi

Penarikan Kesimpulan/
Verifikasi

Gambar 3 . Model Analisis Interaktif Data Miles and Huberman


Sumber: Rukajat (2018:36)

Komponen-komponen analisis data sebagai berikut :

1. Data Reduction / Reduksi Data

Reduksi data menunjukkan kepada proses pemilihan, pemfokusan,

penyederhanaan, pemisahan, dan pentransformasian data mentah yang

terlihat dalam catatan tertulis di lapangan. Oleh karena itu reduksi data
55

berlangsung selama kegiatan penelitian dilaksanakan, reduksi data dilakukan

sebelum pengumpulan data dilapangan.

Data yang direduksi dalam penelitian ini yaitu data wawancara, observasi

dan dokumentasi. Data yang telah dikumpulkan selama penelitian kemudian

dilakukan pemilihan data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Data ini disebut

dengan teknik triangulasi adalah penggunaan beragam teknik pengungkapan

data yang dilakukan kepada sumber data. Menguji kredibilitas data dengan

teknik triangulasi dapat mengecek data kepada sumber yang sama dengan

teknik yang berbeda. Misalnya mengungkapkan data tentang pendidikan

karakter yang ada di sekolah dengan teknik wawancara, lalu dicek dengan

observasi langsung ke lapangan melihat pendidikan karakter yang

diprogramkan di sekolah, kemudian dengan dokumentasi. Pengujian ini

dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam penyajian data. Semua pihak

yang terlibat dalam penyampaian informasi data primer dan data sekunder

sangat membantu peneliti dalam memudahkan peneliti untuk mengetahui

informasi.

2. Data Display / Penyajian Data

Kegiatan kedua dalam tata alir kegiatan analisis data adalah penyajian

data. Penyajian dalam konteks ini adalah kumpulan informasi yang telah

tersusun yang membolehkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dengan melihat tayangan atau data display dari suatu fenomena akan

membantu seseorang akan memahami apa yang terjadi atau mengerjakan

sesuatu. Kondisi yang demikian akan membantu dalam melakukan analisis

lebih lanjut berdasarkan pemahaman yang bersangkutan.


56

Bentuk display data dalam penelitian kualitatif yang paling sering yaitu teks

naratif dan kejadian atau peristiwa itu terjadi di masa lampau.

3. Mengambil Kesimpulan / Verifikasi

Luasnya dan lengkapnya catatan lapangan, jenis metodologi yang

digunakan dalam pengesahan dan pengolahan data, serta pengalaman peneliti

dalam penelitian kualitatif, akan memberikan warna kesimpulan penelitian.

Reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi harus dimulai

sejak awal.

Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada di lapangan

dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah didapat, lalu dianalisis

sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat. Dalam hal ini data yang

digunakan berasal dari wawancara dan dokumen-dokumen yang ada serta

hasil observasi yang dilakukan di SD Negeri 14 Banyuasin 1

G. Uji Keabsahan Data

Tahap berikutnya adalah pengecekan dan pemeriksaan keabsahan

data. Proses keabsahan data dilakukan untuk memberikan gambaran

mengenai kebenaran data yang peneliti temukan di lapangan. Sugiyono

(2019:270) menyatakan bahwa uji keabsahan dalam penelitian kualitatif

meliputi Uji kredibilitas data (validitas internal), transferebility (Validitas

eksternal) defendability (reabilitas), dan confirmavibility (objektifitas).

Uji Keabsahan Data

Uji kredibilitas data Uji confirmavibility

Uji transferebility Uji defendability


57

Gambar 3.2 Uji Keabsahan Data


Sumber: Sugiyono (2019:270)

1. Uji Credibility atau uji kepercayaan terhadap data hasil penelitian yang

disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang dilakukan tidak

meragukan sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan;

2. Transferability ialah validitas eksternal dalam penelitian kualitatif yang

menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian

ke populasi di mana sampel tersebut diambil;

3. Defendability atau reliabilitas merupakan penelitian yang dilakukan oleh

orang lain dengan proses penelitian yang sama dan akan memperoleh

hasil yang sama pula. Pengujian dependability dilakukan dengan cara

melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Dengan cara

auditor mengaudit keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh peneliti

dalam melakukan penelitian. Misalnya bisa dimulai ketika bagaimana

peneliti mulai menentukan masalah, terjun ke lapangan, memilih sumber

data, melaksanakan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai

pada pembuatan laporan hasil pengamatan; dan

4. Confirmability merupakan Penelitian yang bisa dikatakan objektif apabila

hasil penelitian telah disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian

kualitatif uji confirmability berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan

dengan proses yang telah dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan


58

fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut

telah memenuhi standar confirmability. Dalam penelitian ini, digunakan

keabsahan data melalui tahap pengecekan kredibilitas data dilakukan

dengan triangulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Aedi, N. 2016. Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktik. Jakarta:


Rajawali Pers

Amri, S. 2013. Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar & Menengah dalam
Teori, Konsep dan Analisis. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya.

Amrinah & Roikan. 2019. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif Ilmu Politik.
Jakarta : Kencana Prenada Group

Andang. 2014. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah . Yogyakarta : Ar


- Ruzz Media

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta : Rineka Cipta

Asnawi, Jamal Ma’mur. 2012. Tips menjadi Kepala Sekolah Profesional.


Yogyakarta: Diva

Barnawi dan M. Arifin. 2017. Sistem Penjamin Mutu Pendidikan (Teori dan
Praktik). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Basri, H. 2014. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bandung : Pustaka Setia

Danim, Sudarwan. 2010. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Damin, S dan Suparno. 2019. Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional


Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta
59

Djohar. 2013. Pendidikan Strategik: Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan.


Yogyakarta: LESFI

Duha, Timotius. 2016. Perilaku Organisasi. Deepublish: Yogyakarta.

Fadillah, Nurul. 2018. Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam


Meningkatkan Mutu Pendidikan di MTs. Swasta Al-Ikhlas Kebun Ajamu
Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhan Batu. “Tesis”. Medan: UIN
Sumatera Utara

Fahmi, Irham. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia ( Teori dan Aplikasi).
Bandung: Alfabeta

Fasli, Jalal dan Dedi Supriadi. 2011. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks
Otonomi Daerah. Adicita: Yogyakarta.

Fitrah, Muhammad. 2017. Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan. “ Jurnal Penjamin Mutu”. Hal 31-42

Hadis, Abdul & Nurhayati. 2014. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung:


Alfabeta

Hasibuan, Malayu S.P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Hendarman & Rohanim. 2019. Kepala Sekolah sebagai Manajer Teori dan
Praktik. Bandung : Rosda Karya

Hidayah,Nurul.2016.Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah Dalam


Meningkatkan Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Juliantoro, Muhammad. 2017. Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan. “ Jurnal Al-Hikmah”. Vol 5 No. 2 Hal. 24-38

Marsongo, MJ Hari. 2010. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan


Mutu Pendidikan (Studi Kasus Tentang Manajemen Kepala Sekolah di SD
Muhammadiyah Wonorejo Polokarto). “ Tesis”. Surakata: Universitas
Sebelas Maret.

Mulyadi.2010. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya


Mutu. Malang: UIN Maliki Press

Mulyasa,E. 2017. Uji Kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru. Bandung : PT.
Rosda Karya

Mulyasa, E. 2019. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Muslim Buhori, Harapan Edi & Kesumawati, Nilai. 2020. Kepemimpinan Kepala
Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di SMA Negeri 1 Indralaya
60

Selatan.”Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan Sains”. Vol. 9, No. 1,


Juni 2020 Website: http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intelektualita
ISSN 2303-2952, e-ISSN 2622-8491

Mutohar, Prim Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah Strategic Peningkatan


Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media

Nurhayati. 2013. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan (Studi Situs di SMP Negeri 3 Unggaran). Naska Publikasi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Paizaludin dan Ermalinda.2014. Penelitian Tindakan Kelas Panduan Teoritis dan


Praktis.Bandung : Alfabeta

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010. Tentang


Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 28 tahun 2016 tentang


Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 1 ayat
(2)

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Permadi, D dan Arifin, D. 2018. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah


dan Komite sekolah. Bandung : PT. Sarana Panca Karya Nusa

Pianda,D. 2018. Kinerja Guru (Kompetensi Guru, Motivasi Kerja, dan


Kepemimpinan Kepala Sekolah). Sukabumi : CV Jejak

Priansa. 2018. Kinerja dan Profesionalisme Guru ( Fokus Pada Peningkatan


Kualitas Sekolah, Guru, dan Proses Pembelajaran). Bandung : Alfabeta

Qomar, Mujamil. 2013. Strategi Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga

Raco. 2010. Metode Kualitatif Jenis, Karakterstik dan keunggulannya. Jakarta:


PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Rohiat. 2018. Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bandung:


Refika Aditama

Rukajat, Ajat. 2018. Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research


Approach). Sleman: Deepublish.

Rustanto, Bambang. 2015. Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya
61

Sallis, Edward. 2015. Total Quality Management in Education. Yogyakarta:


IRCiSoD.

Santana, K, Septiawan. 2010. Menulis Ilmiah Metodelogi Penelitian Kualitatif.


Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sobirin. 2018. Kepala Sekolah, Guru dan Pembelajaran. Bandung : Nuansa


Cendekia

Shulhan Mawardi dan Soim. 2013. Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Dasar
Menuju Peningkatan Mutu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras

Sudjana, Nana & Ibrahim. 2014. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung :
Sinar Baru Algensindo

Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung;


Alfabeta

Sukardi. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi dan


Pengembangannya. Jakarta : Bumi Aksara

Supardi. 2013. Sekolah Efektif Konsep Dasar Dan Peraktiknya. Jakarta: Rajawali
Press

Suprihatiningrum, J. 2014. Guru Profesional Pedoman KInerja, Kualifikasi &


Kompetensi Guru. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media

Susanto, A. 2016. Konsep Strategi dan Implementasi Manajemen Peningkatan


Kinerja Guru. Jakarta : Kencana

Sutrisno,Edy. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group

Thoha.Miftha. 2013. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta : Raja Grafindo


Persada,
Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Veithzal, R dan Mulyadi,D. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Edisi


Ketiga. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Wahjosumidjo. 2013 Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan


Permasalahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wahyudi. 2015. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar


(Learning Organization). Bandung : Alfabeta

Winarni, EW. 2018. Teori dan Praktik Penelitian Kualitatif Kuantitatif Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), Reseacrh and Development. Jakarta : Bumi Aksara
62

Wiryadi, Tri. 2018. Efektivitas Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Nadi


Pustaka

Yusuf, Muri. 2017. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian


Gabungan. Jakarta: Kencana

Zahroh, Aminatul. 2014. Total Quality Management (Teori & Praktik Manajemen
untuk Mendongkrak Mutu Pendidikan). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Zazin, Nur. 2011. Gerakan Menata Mutu Pendidikan ( Teori dan Aplikasi).
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai