Wazin
Dosen Fak. FEBI UIN SMH Banten
ABSTRAK
Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) muncul dari
keyakinan manusia itu sendiri bahwa semua manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Kesadaran
akan hak-hak mendasar yang dimiliki oleh setiap manusia dipicu
oleh beberapa peristiwa. Deklarasi HAM yang tercatat dalam
sejarah merupakan reaksi dari realitas seperti peperangan,
revolusi sosial hingga kritik terhadap perspektif pembangunan
bangsa terjadi hingga menimbulkan kesadaran untuk
menciptakan konsep-konsep tentang hak asasi manusia.
Dalam Islam, konsep-konsep kemanusiaan bukanlah
merupakan reaksi yang timbul dari sebuah realitas. Konsep
Islam mengenai manusia didasarkan pada pendekatan teosentris
yang bersumber dari kitab Al Qur’an yang menjadi dasar pijakan
kehidupan masyrakat muslim. Penghargaan Islam terhadap
kemanusiaan telah ditetapkan sejak penciptaan manusia di muka
bumi serta kedudukan istimewa manusia sebagai khalifah fil ard.
Kemanusiaan dalam Islam tidak sebatas ranah konsep dalam Al
Qur’an. Konsep itu mampu diterjemahkan dalam masyarakat
heterogen yang terdiri dari banyak suku, ras dan agama. Nabi
Muhammad sebagai pembawa risalah Islam membuktikannya
dalam sejarah membuat perjanjian Piagam Madinah.
Penghargaan Islam terhadap kemanusiaan salah satunya
nampak pada doktrin ushul fiqh yang disebut dengan al kulliyatul
kahms (lima pokok pilar) atau dengan kata lain disebut dengan
maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan univesal syari’ah) yang
terdiri dari Hifdz al-dien (menjamin kebebasan beragama), Hifdz
al- nafs (memelihara kelangsungan hidup), Hifdz al-aql
(menjamin kreatifitas berfikir) Hifdz al-nasl (menjamin keturunan
dan kehormatan) Hifdz al-mal (menjamin kepemilikakn harta,
property dan kekayaan). Penetapan hukum ekonomi Islam selalu
terikat pada tujuan-tujuan universal (maqashid al-syari’ah) yang
pada dasarnya merupakan pemeliharaan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia. Ekonomi Islam dalam tataran
praktek, etika maupun hukum selalu dimaksudkan untuk memberi
al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 93
kemanfaatan (maslahah) masyarakat. Dalam ekonomi Islam,
unsur kemanusiaan sebagai mahluk material dan spiritual
mendapat perhatian agar semua kebutuhan manusia dapat
terpenuhi dengan cara yang baik dan tidak menimbulkan
kerusakan (mafsadat)
A. Pendahuluan
Suatu wacana yang selalu aktual dibicarakan dan selalu
menjadi pembahasan yang menarik adalah masalah manusia.
Walaupun manusia sudah berkembang demikian modern, tetapi ia
belum mampu mencapai kesimpulan lengkap mengenai dirinya
sendiri. Pertanyaan sentral tentang “apakah manusia itu” sangat
penting untuk dijawab karena apabila manusia tidak dimengerti
dan didefinisikan secara meyakinkan maka pendidikan,
bagaimanapun modernnya tidak akan menghasilkan kesuksesan
dan manfaat yang sesungguhnya. Berbagai konsep tentang
manusia telah dipaparkan demi untuk menemukan jati diri
manusia yang sesungguhnya. Mengutip pandangan Sartre tentang
manusia, ia berpendapat bahwa eksistensi manusia mendahului
esensinya1. Manusia tentu berbeda dengan mahluk lain yang
esensinya mendahului eksistensi. Sebuah benda jika akan dibuat
maka telah ditentukan dahulu fungsinya (esensi), baru kemudian
benda itu bereksistensi jika ia sudah ada dalam bentuk konkrit.
Tetapi manusia bereksistensi (ada) dahulu, kemudian ia
melakukan pencarian esensinya. Dari pendapat Sartre ini dapatlah
dimengerti mengapa manusia tidak pernah berhenti bertanya dan
mencari tentang dirinya sendiri. Melalui kemampuannya menalar
manusia akan mencari pemahaman tentang dirinya sendiri,
tentang unsur jasmani dan rohaninya, juga akan mencari
pemahaman tentang segala sesuatu di alam yang ditangkap oleh
panca inderanya. Jadi berkembangnya segala bentuk pengetahuan
dan tumbuhnya peradaban manusia diawali dari kegiatan berfikir
dan mempertanyakan segala sesuatu. Namun segala bentuk
1
Sartre adalah seorang tokoh eksistensialis ateis. Eksistensialis adalah
aliran ideologi yang berkembang di Eropa pada abad ke 18dan 19 (lihat Ali
Shariati, Tugas Cendekiawan Muslim, , terj. Amien Rais, (Jakarta: Rajawali
Press, 1987), hlm. 77
2
Homo Homini Lupus adalah sebuah kalimat bahasa latin yang
berarti manusia adalah serigala bagi sesama manusianya. Istilah tersebut
pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus
est homo homini). Istilah tersebut juga dapat diterjemahkan sebagai manusia
adalah serigalanya manusai yang diinterpretasi berarti manusia sering
menikam sesama manusia lainnya.[1][2] Istilah itu sering muncul dalam diskusi-
diskusi mengenai kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi
sesamanya.[2]Sebagai perlawanan dari istilah itu munculah istilah Homo
Homini Socius yang berarti manusia adalah teman bagi sesama manusianya,
atau manusia adalah sesuatu yang sakral bagi sesamanya yang dicetuskan
oleh Seneca. Kedua istilah Homo Homini Lupus dan Homo Homini Socius
tercantum oleh Thomas Hobbes dalam karyanya berjudul De Cive (1651)
dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Homo_Homini_Lupus diakses pada
tanggal 4 November 2015, 14.30WIB
3
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia Menurut Al Qur’an, (Jakarta: PT
Al Husna Zikra, 1995), hlm. 32.
4
Magna Charta memuat pandangan bahwa raja yang tadinya
memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri
tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya , menjadi dibatasi kekuasaannya
dan mulai dapat diminta pertanggungjawabannya di muka hukum. Isi Magna
Charta, yaitu :
1. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak,
dan kebebasan Gereja Inggr
2. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan
hak-hak sebagi berikut :
3. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk.
4. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi
yang sah.
5. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan
bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar
tindakannya.
6. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja
berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
7. Tidak boleh memungut pajak tanpa seizin dewan penasihat Raja Inggris.
8. Orang tidak boleh ditangkap, disiksa, atau dihukum tanpa alasan hukum.
dan lebih banyak menyangkut urusan-urusan feodal yang berdampak kecil bagi
wilayah di luar Inggris di abad ke-13
Dokumen ini menandakan bahwa pada saat itu raja di Inggris juga sudah
berkewajiban mematuhi kesepakatan yang dibuat dengan orang-orang di
wilayah kekuasaannya. Ini pula yang membuat raja tidak bisa menerapkan
absolutisme, atau memerintah sesuai dengan kehendak sendiri.
Salah satu isi penting, yang akhirnya berlaku universal pada
perjanjian itu adalah klausul 39. Klausul itu berbunyi, "manusia bebas tidak
boleh ditahan atau dipenjara atau dihilangkan nyawanya, atau dicabut
perlindungannya, atau dikucilkan atau dikorbankan ...kecuali oleh keputusan
hukum dari sesamanya atau dari hukum di wilayahnya." Klausul itu menjadi
dasar bagi dibentuknya sidang pengadilan oleh juri dan diterapkan prinsip
habeas corpus, yang harus membebaskan seseorang dari penahanan bila tidak
didukung oleh bukti atau prosedur yang sah.
Selanjutnya beberapa pernyataan yang menyiratkan perjuangan untuk
pengakuan Hak Asasi Manusi di Inggris secara kronologis sebagai berikut:
a. Magna charta, tahun 1215 di Inggris. Magna Charta terlahir dengan
dipelopori kaum bangsawan yang memaksa raja mengeluarkan Magna Charta.
Magna Charta berisi petugas keamanan dan pemungut pajak akan
menghormati hak - hak penduduk, larangan penunttutan tanpa bukti - bukti
yang sah, larangan penahanan, penghukuman, dan perampasan benda dengan
sewenang - wenang. Apabila seseorang terlanjur ditahan, raja berjanji akan
mengoreksi kesalahannya.
b. Petition of Rights, tahun 1628 di Inggris, merupakan pernyataan -
pernyataan mengenai hak - hak rakyat besrta jaminannya. Petisi ini diajukan
oleh para bangsawan kepada raja dihadapan parlemen. Secara umum, isi petisi
ini menuntut hak - hak sebagai berikut :
- Pajak dan puungutan istimewa harus disertai persetujuan.
- Warga negra tidak boleh dipaksakan menerima tentara dirumahnya.
- Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
c. Habeas Corpus Act, tahun 1679 di Inggris, merupakan dokumen hukum
yang mengatur tentang penahanan seseorang. Isinya sebagai berikut :
- Menetapkan bahwa orang yang di tahan harus ditahapkan dalam tiga hari
setelah penahanan.
- alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
d. Bill of Rights, tahun 1689 di Inggris. Dokumen hukum yang
ditandatangani raja William III ini, berisikan bahwa Raja William harus
mengakui hak - hak parlemen. Hak tersebut adalah pembuatan undang -
undang harus dengan persetujuan parlemen. Pemungutan pajak harus
perserujuan parlemen dan parlemen berhak merubah keputusan raja. Hak
warga negara untuk memeluk agama menurut kepercayaannya masing -
masing.
6
Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan Civic Educatioan; Demokrasi
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah, 2003), hlm. 204.
7
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan,
bahwa setiap orang mempunyai hak antara lain :
1. Hak untuk hidup, hak mendapatkan kemerdekaan dan keamanan
badan, diakui kepribadiannya dan hak memperoleh pengakuan yang
sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan
hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum,
dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah serta hak untuk
masuk dan keluar wilayah suatu Negara
2. Hak untuk mendapatkan suatu kebangsaan dan asylum dan
mendapatkan hak milik atas benda
3. Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan, memeluk
agama, mengeluarkan pendapat ,berapat dan berkumpul
4. Hak mendapat jaminan sosial, pekerjaan dan pendidikan
5. Hak untuk turut serta dalam garakan kebudayaan dalam masyarakat
serta menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan ilmu
pengetahuan
8
Azyumardi Az.ra,. Pendidikan Kewargaan (Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani), (Bandung: Prenada Media, 2005), hlm.
200.
9
Ibid.
10
Ali Shariati, Op.Cit., hlm. 7.
11
Peristiwa tentang kehendak Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di
Bumi dan sujudnya malaikat kepada Adam tertulis dalam Q.S Al Baqaarah (2):
30-34.
al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 105
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. [Q.S. Al Hujarat (49): 13]
Ajaran tentang humanisme tergambar dengan jelas melalui pesan-
pesan Nabi s.a.w. di padang Arafah ketika beliaiu melaksanakan
ibadah haji terakhir sebelum beliau wafat. Rasul yang pesan-
pesan kemanusiaan
12
Secara sosiologis penduduk Madinah terbagi ke dalam 4 kelompok.
Yang pertama adalah umat Muslim Muhajirin yang berhijrah dari Makkah.
Kelompok kedua adalah Anshar yakni penduduk Muslim pribumi Madinah.
Kelompok ketiga adalah pemeluk Yahudi yang secara garis besar terdiri atas
beberapa suku; Qainuqa`, Nadhir, dan Quraizhah. Yang terakhir ialah
komunitas pemeluk tradisi nenek moyang atau penganut paganisme
(penyembah berhala).
13
Proses hijrah sendiri sudah terwacanakan dua tahun sebelumnya
ketika beberapa perwakilan penduduk Madinah (saat itu bernama Yatsrib) dari
suku Khazraj menemui dan dibaiat Nabi setelah menunaikan haji. Pasca-
pertemuan itu, secara terhormat Nabi telah dinobatkan menjadi pemimpin
Madinah dan diharapkan kepemimpinannya membawa kemajuan bagi
Madinah. Hubungan harmonis tersebut terus terbina dengan menyusulnya para
sahabat ke Madinah atas rekomendasi Nabi.
14
Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang,
1975). hlm. 55
15
Substansi ringkasan dari Piagam Madinah sebagai berikut:
1. Monotheisme, yaitu mengakui adanya satu Tuhan. Prinsip ini
terkandung dalam Mukadimah, Pasal 22, 23, 42
2. Persatuan dan Kesatuan (pasal 1, 15, 17, 25 dan 37). Dalam pasal-
pasal ini ditegaskan bahwa seluruh penduduk Madinah adalah satu
umat. Hanya ada satu perlindungan, bila orang Yahudi telah
mengikuti Piagam ini, berarti berhak atas perlindungan keamanan dan
kehormatan. Selain itu, kaum Yahudi dan orang-orang muslim secara
bersama-sama memikul biaya perang.
3. Persamaan dan keadilan (Pasal 1, 12, 15, 16, 19, 22, 23, 24, 37 dan
40). Pasal-pasal ini mengandung prinsip bahwa seluruh warga
Madinah berstatus sama di muka hukum dan harus mengakkan
hukum serta keadilan tanpa pandang bulu.
5. Bela Negara (Pasal 24, 37, 38 dan 44). Setiap penduduk Madinah
yang mengakui Piagam Madinah, mempunyai kewajiban yang sama
untuk menjunjung tinggi dan membela Madinah dari serangan musuh,
baik serangan dari luar maupun serangan dari dalam.
16
Eggi Sudjana, HAM Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Nuansa
Madani, 2002), hlm. 89.
17
H. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad Saw, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1973), hlm., 62
18
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 498
19
Ann Elizabeth Mayer, Islam and Human Rights : Tradition and
Politics, (Colorado, USA: Westview Press, 1999), Edisi Ketiga, hlm. 22.
20
Ibid.
21
Wahbah Az-Zuhaili, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, (Damaskus: Dar al-
Fikr, 1999), hlm. 13.
22
Dalam kerangka filsafat ilmu, metode atau kaidah yang digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang obyek ilmu disebut dengan aspek
epistemologi dari sebuah ilmu. Maka ushul fiqh pada dasarnya merupakan
aspek epistemologi dari fiqh itu sendiri. Sedangkan ilmu fiqh adalah hukum-
hukum syar’i yang langsung berkaitan dengan amaliyah seorang hamba seperti
ibadah dan muamalah yang hukumnya ditetapkan sebagai wajib, sunnah,
makruh, haram atau mubah.
Usaha membangun ekonomi Islam diawali dengan penafsiran-
penafsiran ayat-ayat Al Qur’an (untuk memahami kemauan Sang Pencipta atas
manusia) kemudian melalui Sunnah yang ditunjukkan dalam kehidupan sosial
Nabi Muhammad (baik ketika hidup di Makkah maupun di Madinah) yang
merupakan implementasi dari Al Qur’an.
Adakalanya Al Qur’an langsung menetapkan hukum atas sebuah
perilaku ekonomi, misalnya mengharamkan riba. Pada ayat-ayat Al Qur’an
yang lain kadangkala hanya membimbing sikap manusia agar memiliki akhlak
(etika) dalam melakukan kegiatan ekonomi. Pada akhirnya penafsiran ayat-
ayat Al Qur’an yang menyangkut etika ekonomi kemudian diterjemahkan
dalam kaidah-kaidah hukum. Penerjemahan etika ekonomi Islam kepada
kaidah hukum ekonomi Islam menemukan keleluasaannya karena kerangka
hukum Islam memungkinkan kaum muslimin menerjemahkan dengan
memperhatikan konteks ruang (kondisi sosial) dan waktu (pada saat kapan
hukum diberlakukan). Maka penerjemahan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah
dilakukan melaui proses ijma dan ijtihad atau qiyas serta prinsip-prinsip
hukum lainnya.
23
Juhaya S. Praja, Teori Hukum Suatu Perbandingan, (Bandung:
Tanpa Penerbit, 2009), hlm 92.
24
Ibid.
25
Dalam M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqh (Jakarta: Firdaus,
1994), hlm. 220 dinyatakan bahwa Mukallaf adalah orang yang dibebani
melaksanakan ajaran Islam karena berakal, sehat dan telah sampai ajaran Islam
kepada mereka serta merdeka/ bukan budak.
26
Maslahat artinya sesuatu yg mendatangkan kebaikan (keselamatan
dsb); faedah; guna. Maslahat secara bahasa dapat dimaknai
sebagai manfaat, kebaikan danjauh dari kerusakan. Jadi, maslahat itu meliputi
salah satu dari dua sisi atau keduanya sekaligus: sisi mendatangkan manfaat
atau kebaikan serta sisi menghilangkan/mencegah kerusakan (mafsadat) dan
bahaya (madharat)—jalb al-manâfi’ aw al-khayr wa daf’u al-mafâsid aw al-
madharrah. Dalam Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonom Syari’ah,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 498, dinyatakah bahwa
maslahah merupakan segala bentuk kebaikan yang bersifat ukhrawi dan
duniawi, spiritual dan material serta individu dan kolektif serta memiliki 3
unsur yaitu kepatuhan syariah (halal), kebaikan dan membawa kebaikan
(thoyib) dalam semua aspek secara keseluruhan dan yang tidak menimbulkan
kemudharatan.
27
Abu Ishâq Ibrâhîm al-Syâtibi, al-Muwâfaqât fi Usul al-Syarî’ah,
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), Juz I, hlm. 5
28
Q.S. Al Maaidah (5): 87-88, Q.S. Al-Kahfi (18):19 Q.S, Al
Maaidah (5):88 Q.S. An-Nahl (16): 8 dan 80,
29
Q.S. Al A’raf (7): 31-32
30
Secara umum pembagian Hukum Islam dibagi menjadi 4 kitab
yaitu:
1) Kitab ‘Ibadat. Bagian ini membicarakan hukum-hukum bersuci,
shalat, zakat, puasa, haji dan segala yang berhubungan dengan
masing-masingnya rukun dan sayarat serta amal-amal lain seperti
azan, iqamat dan sebagainya.
34
Q.S. Al Mukmin (40): 8), Q.S. An-Nisa’(4): 58. Yusuf Qardhawi,
Norma dan Etika Ekonomi Islam (Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil
Islami), terj. Zainal Arifin, (Jakarta: Gema Isnai Press, 19970, hlm. 177.
Menuliskan bahwa dalam berdagang dikenal dengan ‘menjual dengan amanat’
seperti menjual murabahah simana penjual harus menjelaskan ciri-ciri dan
kualitas barang serta harga pokoknya dan amanah menjadi penting ketika
seseorang tergabung dalam satu serikat ketika melakukan mudharabah (bagi
hasil) dan wakalah (menitipkan barang atau menjalankan proyek bersama)
35
Q.S. Al Hud (11): 18 dan Q.S. Al Baqarah (2): 279).
36
Q.S. Al Anbiya (21): 107). Yusuf Qhardawi, Op.cit, hlm. 190
mengutip sebuah hadist: Nabi bersabda: barang siapa memonopoli makanan
selama 40 hari maka hatinya menjadi beku dan keras.
37
Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al-
Zuhaily meringkasnya sbb :
1. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan shahih apabila dilakukan
oleh orang yang baligh, berakal, dapat memilih dan mampu ber-tasharruf
secara bebas dan baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya adalah
diantaranya Jual beli orang gila, Jual beli anak kecil, Jual beli terpaksa, Jual
beli fudhul (Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin
pemiliknya), Jual beli orang yang terhalang (terhalang karena kebodohan,
bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang yang bodoh yang suka menghamburkan
hartanya), Jual beli malja’ (jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni
untuk menghindar dari perbuatan zalim).
2. Terlarang Sebab Shighat
Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada keridaan
di antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian di antara ijab dan qabul,
berada di satu tempat dan tidak terpisah oleh suatu pemisah. Jual beli yang
tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual beli
yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para ulama adalah
sbb
a). Jual beli mu’athah: jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad,
berkenaan dengan barang maupun harganya tetapi tidak memakai ijab qabul.
b). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul
E. Penutup
Penjelasan-penjelasan dari ayat-ayat Al Qur’an, dan
Sunnah yang berkaitan dengan hak asasi manusia cukup
menguatkan pemahaman bahwa Islam menjadikan kemanusiaan
itu sendiri sebagai titik sentral pembentukan peradaban manusia.
Bahkan seperti tertulis dalam Al Qur’an, kemanusiaan
(humanisme) mendapatkan penghargaan yang cukup tinggi sejak
awal penciptaan manusia. Ditambah lagi bahwa manusia diberi
kedudukan yang terhormat sebagai khalifah fil ard di muka bumi.
Sehingga mengangkat isu HAM dalam konteks Islam, bukanlah
hal yang rumit untuk digali karena sudah sedemikian jelas
tercantum dalam Al Qur’an dan dikuatkan dengan Sunnah.
Selanjutnya isu HAM dapat dikaitkan dengan berbagai bidang
kehidupan seperti sosial, politik, ekonomi dan hukum. Adapun
kaitan antara HAM dengan hukum ekonomi Islam secara
sistematis dapat dijabarkan dari nilai-nilai absolut yang terdapat
3. Terlarang Sebab Syara’ yaitu Jual beli riba, Jual beli dengan uang dari
barang yang diharamkan Jual beli barang dari hasil pencegatan barang, Jual
beli waktu adzan Jum’at, Jual beli anggur untuk dijadikan khamr, Jual beli
barang yang sedang dibeli oleh orang lain
DAFTAR PUSTAKA