Anda di halaman 1dari 28

HAM DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM

Wazin
Dosen Fak. FEBI UIN SMH Banten

ABSTRAK
Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) muncul dari
keyakinan manusia itu sendiri bahwa semua manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Kesadaran
akan hak-hak mendasar yang dimiliki oleh setiap manusia dipicu
oleh beberapa peristiwa. Deklarasi HAM yang tercatat dalam
sejarah merupakan reaksi dari realitas seperti peperangan,
revolusi sosial hingga kritik terhadap perspektif pembangunan
bangsa terjadi hingga menimbulkan kesadaran untuk
menciptakan konsep-konsep tentang hak asasi manusia.
Dalam Islam, konsep-konsep kemanusiaan bukanlah
merupakan reaksi yang timbul dari sebuah realitas. Konsep
Islam mengenai manusia didasarkan pada pendekatan teosentris
yang bersumber dari kitab Al Qur’an yang menjadi dasar pijakan
kehidupan masyrakat muslim. Penghargaan Islam terhadap
kemanusiaan telah ditetapkan sejak penciptaan manusia di muka
bumi serta kedudukan istimewa manusia sebagai khalifah fil ard.
Kemanusiaan dalam Islam tidak sebatas ranah konsep dalam Al
Qur’an. Konsep itu mampu diterjemahkan dalam masyarakat
heterogen yang terdiri dari banyak suku, ras dan agama. Nabi
Muhammad sebagai pembawa risalah Islam membuktikannya
dalam sejarah membuat perjanjian Piagam Madinah.
Penghargaan Islam terhadap kemanusiaan salah satunya
nampak pada doktrin ushul fiqh yang disebut dengan al kulliyatul
kahms (lima pokok pilar) atau dengan kata lain disebut dengan
maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan univesal syari’ah) yang
terdiri dari Hifdz al-dien (menjamin kebebasan beragama), Hifdz
al- nafs (memelihara kelangsungan hidup), Hifdz al-aql
(menjamin kreatifitas berfikir) Hifdz al-nasl (menjamin keturunan
dan kehormatan) Hifdz al-mal (menjamin kepemilikakn harta,
property dan kekayaan). Penetapan hukum ekonomi Islam selalu
terikat pada tujuan-tujuan universal (maqashid al-syari’ah) yang
pada dasarnya merupakan pemeliharaan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia. Ekonomi Islam dalam tataran
praktek, etika maupun hukum selalu dimaksudkan untuk memberi
al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 93
kemanfaatan (maslahah) masyarakat. Dalam ekonomi Islam,
unsur kemanusiaan sebagai mahluk material dan spiritual
mendapat perhatian agar semua kebutuhan manusia dapat
terpenuhi dengan cara yang baik dan tidak menimbulkan
kerusakan (mafsadat)

Kata Kunci: HAM, Hukum Ekonomi Islam

A. Pendahuluan
Suatu wacana yang selalu aktual dibicarakan dan selalu
menjadi pembahasan yang menarik adalah masalah manusia.
Walaupun manusia sudah berkembang demikian modern, tetapi ia
belum mampu mencapai kesimpulan lengkap mengenai dirinya
sendiri. Pertanyaan sentral tentang “apakah manusia itu” sangat
penting untuk dijawab karena apabila manusia tidak dimengerti
dan didefinisikan secara meyakinkan maka pendidikan,
bagaimanapun modernnya tidak akan menghasilkan kesuksesan
dan manfaat yang sesungguhnya. Berbagai konsep tentang
manusia telah dipaparkan demi untuk menemukan jati diri
manusia yang sesungguhnya. Mengutip pandangan Sartre tentang
manusia, ia berpendapat bahwa eksistensi manusia mendahului
esensinya1. Manusia tentu berbeda dengan mahluk lain yang
esensinya mendahului eksistensi. Sebuah benda jika akan dibuat
maka telah ditentukan dahulu fungsinya (esensi), baru kemudian
benda itu bereksistensi jika ia sudah ada dalam bentuk konkrit.
Tetapi manusia bereksistensi (ada) dahulu, kemudian ia
melakukan pencarian esensinya. Dari pendapat Sartre ini dapatlah
dimengerti mengapa manusia tidak pernah berhenti bertanya dan
mencari tentang dirinya sendiri. Melalui kemampuannya menalar
manusia akan mencari pemahaman tentang dirinya sendiri,
tentang unsur jasmani dan rohaninya, juga akan mencari
pemahaman tentang segala sesuatu di alam yang ditangkap oleh
panca inderanya. Jadi berkembangnya segala bentuk pengetahuan
dan tumbuhnya peradaban manusia diawali dari kegiatan berfikir
dan mempertanyakan segala sesuatu. Namun segala bentuk

1
Sartre adalah seorang tokoh eksistensialis ateis. Eksistensialis adalah
aliran ideologi yang berkembang di Eropa pada abad ke 18dan 19 (lihat Ali
Shariati, Tugas Cendekiawan Muslim, , terj. Amien Rais, (Jakarta: Rajawali
Press, 1987), hlm. 77

94 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


pemahaman tentang dirinya sendiri (manusia) tidak hanya
bersumber dari dorongan rasa ingin tahu tentang misteri diri
manusia, tetapi juga dipengaruhi oleh masalah kehidupan yang
dialami manusia dalam dunia realitas. Situasi tidak nyaman yang
dialami pada sebagian manusia karena ketidakadilan, penindasan
dan perbuatan sewenang-wenang memicu pemikiran tentang
martabat dan hak asasi (hak mendasar) yang dimiliki oleh semua
manusia, bukan hanya sebagian manusia saja.
Sebuah pernyataan yang diungkapkan oleh seorang
pemikir ataupun ilmuwan biasanya adalah merupakan hasil
sebuah proses penalaran dan pemahamannya terhadap realitas.
Thomas Hobbes pada tahun 945 M mengungkapkan istilah homo
homini lupus2 (Manusia adalah serigala bagi manusia yang lain).
Ungkapan homo homini lupus ini menggambarkan bahwa
manusia memiliki kecenderungan untuk saling mengintimidasi
satu sama lain dimana sangat dimungkinkan manusia yang kuat
dalam kekuasaan, akan melakukan tindak kesewenang-wenangan
terhadap manusia yang lainnya. Dalam sejarah manusia, karakter
homo homini lupus nampak jelas dalam bentuk sikap otoriter para
raja yang memiliki kekuasaan absolut, peperangan yang banyak
menelan korban dan kebijakan penguasa yang menghilangkan
hak-hak rakyat yang semuanya itu menimbulkan ketidakadilan di
bidang ekonomi, agama dan kebebasan sebagai mahluk sosial.
Seperti diceritakan dalam sejarah, penindasan manusia
atas manusia lainnya akan menimbulkan perlawanan demi
menciptakan kondisi yang lebih baik dalam hal keadilan dan
kebebasan. Dari perjuangan fisik dalam konflik terbuka, hingga

2
Homo Homini Lupus adalah sebuah kalimat bahasa latin yang
berarti manusia adalah serigala bagi sesama manusianya. Istilah tersebut
pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus
est homo homini). Istilah tersebut juga dapat diterjemahkan sebagai manusia
adalah serigalanya manusai yang diinterpretasi berarti manusia sering
menikam sesama manusia lainnya.[1][2] Istilah itu sering muncul dalam diskusi-
diskusi mengenai kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi
sesamanya.[2]Sebagai perlawanan dari istilah itu munculah istilah Homo
Homini Socius yang berarti manusia adalah teman bagi sesama manusianya,
atau manusia adalah sesuatu yang sakral bagi sesamanya yang dicetuskan
oleh Seneca. Kedua istilah Homo Homini Lupus dan Homo Homini Socius
tercantum oleh Thomas Hobbes dalam karyanya berjudul De Cive (1651)
dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Homo_Homini_Lupus diakses pada
tanggal 4 November 2015, 14.30WIB

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 95


dalam bentuk wacana yang banyak diperbincangkan dalam
berbagai konferensi, semuanya dilakukan demi menciptakan
situasi dunia yang adil.
Usaha manusia untuk mencapai sebuah situasi dunia yang
penuh keadilan dan kebebasan, telah sampai pada hal yang sangat
mendasar yaitu pemahaman tentang hak asasi manusia. Konsep
Hak Asasi Manusia (HAM) muncul dari keyakinan manusia itu
sendiri bahwasanya semua manusia sebagai makhluk ciptaan
tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia dilahirkan bebas dan
memiliki martabat serta hak-hak yang sama dan atas dasar itulah
manusia harus diperlakukan sama, adil dan beradab. Hak asasi
manusia bersifat universal, artinya berlaku untuk semua manusia
tanpa membeda-bedakannya berdasarkan ras, agama, suku bangsa
dan etnis. “Hak” bisa diartikan sebagai kekuasaan untuk
melakukan sesuatu atau kepunyaan (milik), sedangkan “Asasi”
diartikan sebagai hal yang utama, dasar atau pokok. Sehingga hak
asasi manusia bisa diartikan kepunyaan atau milik yang sifatnya
pokok dan melekat pada diri setiap insan sebagai anugerah yang
diberikan oleh Allah SWT
Dalam Mukadimah Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Right) dinyatakan bahwa hak
asasi manusia adalah pengakuan atas keseluruhan martabat alami
manusia dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dipindahkan
kepada orang lain dari semua anggota keluarga kemanusiaan dan
merupakan dasar kemerdekaan dan keadilan dunia.3 Dalam
Undang Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tertulis
bahwa HAM atau hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk dari
Tuhan. Hak itu merupakan anugerah Tuhan yang wajib di
hormati, di junjung tinggi dan di lindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia.

B. HAM Dari Realitas Kepada Konsep


Kesadaran masyarakat dunia mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM) telah ada sejak lama. Pada peradaban Eropa,
salah satunya ditandai dengan lahirnya sebuah piagam yang
memuat pembelaan-pembelaan terhadap HAM pada masa

3
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia Menurut Al Qur’an, (Jakarta: PT
Al Husna Zikra, 1995), hlm. 32.

96 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


pemerintahan Raja John di Inggris pada tahun 1215 yang
dinamakan Magna Carta. Magna Carta atauThe Great
Charter yang berarti Piagam Agung merupakan sebuah dokumen
yang sangat penting dari abad pertengahan karena merupakan
sebuah bentuk penolakan rakyat terhadap tindakan sewenang-
wenang raja yang berkuasa kala itu. Magna Carta merupakan
sekumpulan perjanjian tertulis antara Raja John dengan kaum
bangsawan yang menghendaki Raja untuk dapat memerintah
berdasarkan hukum feodal dan hukum lama yang ada di Inggris,
namun tidak menyalahgunakan kekuasaannya yang dapat
menyebabkan rakyat sengsara. Raja John dipaksa untuk
menandatangani piagam ini agar dapat mengurangi kekuasaannya
yang sangat besar dan membentuk parlemen yang kuat.4 Magna

4
Magna Charta memuat pandangan bahwa raja yang tadinya
memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri
tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya , menjadi dibatasi kekuasaannya
dan mulai dapat diminta pertanggungjawabannya di muka hukum. Isi Magna
Charta, yaitu :
1. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak,
dan kebebasan Gereja Inggr
2. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan
hak-hak sebagi berikut :
3. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk.
4. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi
yang sah.
5. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan
bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar
tindakannya.
6. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja
berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
7. Tidak boleh memungut pajak tanpa seizin dewan penasihat Raja Inggris.
8. Orang tidak boleh ditangkap, disiksa, atau dihukum tanpa alasan hukum.

Piagam ini lahir pada masa pemerintahan Raja John Lockland di


Inggris. Piagam ini merupakan piagam pertama yang mengakui hak
kemerdekaan diri. Magna Carta dibuat setelah terjadi revolusi dari para tuan
tanah di Inggris atas kekuasaan Raja John. Perjanjian itu merupakan
kesepakatan damai antara raja dengan para tuan tanah (baron). Dalam piagam
itu, raja akan menghormati hak-hak dan keistimewaan feodal para tuan tanah,
menjamin kebebasan bagi gereja untuk menyebarkan ajarannya, sekaligus
menegakkan hukum-hukum kerajaan. Perjanjian ini, bagi kaum sejarawan,
dipandang sebagai pijakan bagi pengembangan demokrasi di Inggris oleh
generasi-generasi berikut. Piagam itu terdiri dari Pendahuluan dan 63 klausul

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 97


Carta kemudian menjadi dasar dalam hak-hak sipil di Inggris.
Lahirnya Magna Carta dipicu dengan dikeluarkannya kebijakan
oleh Raja John untuk melakukan pungutan pajak dengan nilai

dan lebih banyak menyangkut urusan-urusan feodal yang berdampak kecil bagi
wilayah di luar Inggris di abad ke-13
Dokumen ini menandakan bahwa pada saat itu raja di Inggris juga sudah
berkewajiban mematuhi kesepakatan yang dibuat dengan orang-orang di
wilayah kekuasaannya. Ini pula yang membuat raja tidak bisa menerapkan
absolutisme, atau memerintah sesuai dengan kehendak sendiri.
Salah satu isi penting, yang akhirnya berlaku universal pada
perjanjian itu adalah klausul 39. Klausul itu berbunyi, "manusia bebas tidak
boleh ditahan atau dipenjara atau dihilangkan nyawanya, atau dicabut
perlindungannya, atau dikucilkan atau dikorbankan ...kecuali oleh keputusan
hukum dari sesamanya atau dari hukum di wilayahnya." Klausul itu menjadi
dasar bagi dibentuknya sidang pengadilan oleh juri dan diterapkan prinsip
habeas corpus, yang harus membebaskan seseorang dari penahanan bila tidak
didukung oleh bukti atau prosedur yang sah.
Selanjutnya beberapa pernyataan yang menyiratkan perjuangan untuk
pengakuan Hak Asasi Manusi di Inggris secara kronologis sebagai berikut:
a. Magna charta, tahun 1215 di Inggris. Magna Charta terlahir dengan
dipelopori kaum bangsawan yang memaksa raja mengeluarkan Magna Charta.
Magna Charta berisi petugas keamanan dan pemungut pajak akan
menghormati hak - hak penduduk, larangan penunttutan tanpa bukti - bukti
yang sah, larangan penahanan, penghukuman, dan perampasan benda dengan
sewenang - wenang. Apabila seseorang terlanjur ditahan, raja berjanji akan
mengoreksi kesalahannya.
b. Petition of Rights, tahun 1628 di Inggris, merupakan pernyataan -
pernyataan mengenai hak - hak rakyat besrta jaminannya. Petisi ini diajukan
oleh para bangsawan kepada raja dihadapan parlemen. Secara umum, isi petisi
ini menuntut hak - hak sebagai berikut :
- Pajak dan puungutan istimewa harus disertai persetujuan.
- Warga negra tidak boleh dipaksakan menerima tentara dirumahnya.
- Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
c. Habeas Corpus Act, tahun 1679 di Inggris, merupakan dokumen hukum
yang mengatur tentang penahanan seseorang. Isinya sebagai berikut :
- Menetapkan bahwa orang yang di tahan harus ditahapkan dalam tiga hari
setelah penahanan.
- alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
d. Bill of Rights, tahun 1689 di Inggris. Dokumen hukum yang
ditandatangani raja William III ini, berisikan bahwa Raja William harus
mengakui hak - hak parlemen. Hak tersebut adalah pembuatan undang -
undang harus dengan persetujuan parlemen. Pemungutan pajak harus
perserujuan parlemen dan parlemen berhak merubah keputusan raja. Hak
warga negara untuk memeluk agama menurut kepercayaannya masing -
masing.

98 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


yang sangat tinggi terhadap kaum bangsawan. Bila ada yang
menunggak, Raja John tidak segan-segan untuk memberi
hukuman dengan sangat kejam. Hal ini menjadikan kaum
bangsawan bergerak untuk menolak metode yang dijalankan Raja
John dalam memerintah Inggris dan juga sebagai awal dari
gerakan pembelaan terhadap HAM.
Magna Carta menjanjikan berdirinya hukum yang baik
dan adil. Magna Carta menyatakan bahwa tidak ada seorangpun
yang akan masuk penjara atau diberi hukuman tanpa melalui
sistem legal (persidangan) yang sesuai dengan hukum. Namun
pada masa awal lahirnya piagam ini, Raja John masih bertindak
sewenang-wenang dan berusaha menyingkirkan siapapun yang
mendukung piagam ini dan menghalangi jalannya untuk memiliki
kekuasaan absolut, sampai akhirnya bisa benar-benar dihentikan
pada tahun 1216. Magna Carta ini dianggap sebagai permulaan
pemerintahan yang berdasar atas konstitusi di Inggris. Piagam ini
merupakan dokumen yang sangat penting dalam sejarah
demokrasi dan penegakan HAM di seluruh dunia karena berbasis
pada asas kebebasan dan kesetaraan. Secara umum, Magna
Carta mengungkapkan betapa pentingnya penegakan keadilan,
kebebasan, dan hak asasi manusia. Piagam ini mengajarkan
bagaimana seharusnya menjalankan pemerintahan yang dapat
memajukan bangsa tanpa membuat rakyatnya menderita. Dengan
lahirnya piagam ini pula, keberadaan hak asasi manusia semakin
diperhitungkan dan diutamakan sebagai suatu anugerah dari Sang
Maha Pencipta.
Deklarasi Perancis atau yang dikenal dengan
Declarations des droit de I'hommes du citoyen, tahun 1789 di
Prancis merupakan suatu dokumen Hak Asas Mamnusia yang di
cetuskan oleh Jean Jacques Roussea dan Lafayette untuk
melawan kesewenang - wenangan raja di awal revolusi Perancis.
Dokumen ini berisi tentang pernyataan atas kebebasan (liberte),
kesamaan(egalite), dan persaudaraan atau
kesetiakawanan (franternite). Deklarasi Perancis ini memuat
aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam
proses hukum, seperti larangan penangkapan dan penahanan
tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang
berwenang. Dalam Deklarasi Perancis terdapat Prinsip
presumption of innocent yang menyatakan bahwa orang-orang
yang ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 99
bersalah.5 Prinsip ini kemudian dipertegas oleh prinsip-prinsip
HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan
beragama, perlindungan hak milik, dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya
wacana empat hak kebebasan manusia (The Four Freedoms) di
Amerika Serikat pada 6 Januari 1941, yang dibacakan oleh
Presiden Theodore Roosevelt di depan Dewan Perwakilan Rakyat
Amerika Serikat . The four freedom dikemukakan pada awal
perang dunia ke II dalam menghadapi Gerakan Nazi Jerman.
Keempat kebebasan itu adalah
1. Freedom of Speech (Kebebasan berbicara dan
mengemukakan pendapat).
2. Freedom of Religion (Kebebasan beragama).
3. Freedom from fear (Kebebasan dari ketakutan).
4. Freedom from want (Kebebasan dari kemiskinan).
Pada tahun 1944 telah diadakan Konfrensi Buruh
Internasional di Philadelphia yang kemudian menghasilkan
“Deklarasi Philadelphia”. Isi dari konfrensi tersebut tentang
kebutuhan penting untuk menciptakan perdamaian dunia
berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia
apapun ras, kepercayaan atau jenis kelaminnya, memiliki hak
untuk mengejar perkembangan material dan kesempatan yang
sama. Semua hak-hak tersebut setelah Perang Dunia ke-II
dijadikan dasar pemikiran untuk menjadi embrio rumusan Hak
Asasi Manusia (HAM) yang bersifat universal sebagaimana
5
Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2) Manusia mempunyai hak yang sama.
3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta
pekerjaan umum.
5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6) Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
8) Adanya kemerdekaan surat kabar.
9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11) Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.
13) Adanya kemerdekaan hak milik.
14) Adanya kemedekaan lalu lintas.
15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

100 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


dalam The Universal Declaration of Human Rights PBB tahun
1948.6
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah
rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja
sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi
manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada
bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt.
Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang
Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris
menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa
Universal Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia
tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal.7 Dari
58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara
menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara
lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember
diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia. Majelis umum
memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi
Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat
dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan semua bangsa
agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-
hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan

6
Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan Civic Educatioan; Demokrasi
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah, 2003), hlm. 204.
7
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan,
bahwa setiap orang mempunyai hak antara lain :
1. Hak untuk hidup, hak mendapatkan kemerdekaan dan keamanan
badan, diakui kepribadiannya dan hak memperoleh pengakuan yang
sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan
hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum,
dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah serta hak untuk
masuk dan keluar wilayah suatu Negara
2. Hak untuk mendapatkan suatu kebangsaan dan asylum dan
mendapatkan hak milik atas benda
3. Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan, memeluk
agama, mengeluarkan pendapat ,berapat dan berkumpul
4. Hak mendapat jaminan sosial, pekerjaan dan pendidikan
5. Hak untuk turut serta dalam garakan kebudayaan dalam masyarakat
serta menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan ilmu
pengetahuan

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 101


tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua
anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.
Secara garis besar, perkembangan pemikiran tentang
HAM pasca Perang Dunia II dibagi menjadi empat (4) kurun
generasi8: Generasi pertama berpendapat bahwa pengertian
HAM yang berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus
pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik
disebabkan oleh dampak dan situasi Perang Dunia II, totalisme
dan adanya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk
menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Generasi kedua
Pemikiran HAM tidak saja hanya menuntut hak yuridis
melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Jadi
pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan
pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Generasi
ketiga Generasi ini lahir sebagai reaksi pemikiran generasi kedua.
Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam suatu
keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan
pembangunan. Generasi keempat adalah generasi yang
mengkritik peranan Negara yang sangat dominan dalam proses
pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan
menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek
kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang
dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara
keseluruhan melaikan memenuhi kebutuhan sekelompok elit.
Pemikiran HAM generasi keempat ini dipelopori oleh Negara-
negara dikawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan
deklarasi hak asasi manusia yang disebut declaration of the basic
duties of asia people and government. Deklarasi ini lebih maju
dari rumusan generasi ketiga, karena tidak saja mencakup
tuntutan stuktural tetapi juga berpihak kepada terciptanya tatanan
sosial yang berkeadilan. Selain itu deklarasi HAM Asia telah
berbicara mengenai masalah “kewajiban asasi” bukan hanya “hak
asasi” . Deklarasi tersebut juga secara positif mengukuhkan
imperatif dari Negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya.9

8
Azyumardi Az.ra,. Pendidikan Kewargaan (Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani), (Bandung: Prenada Media, 2005), hlm.
200.
9
Ibid.

102 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


Dari beberapa deklarasi hak asasi manusia yang
dikemukakan dari Benua Eropa, Amerika hingga Asia,
nampaklah bahwa kesadaran akan hak-hak mendasar yang
dimiliki oleh setiap manusia dipicu oleh beberapa peristiwa
seperti peperangan, revolusi sosial hingga kritik terhadap
perspektif pembangunan bangsa. Dengan demikian, deklarasi
HAM ini merupakan reaksi dari realitas yan terjadi hingga
menimbulkan kesadaran untuk menciptakan konsep-konsep
tentang hak asasi manusia.

C. Konsep HAM Dalam Islam


Dalam Islam, konsep-konsep kemanusiaan bukanlah
merupakan reaksi yang timbul dari sebuah realitas. Konsep Islam
mengenai manusia didasarkan pada pendekatan teosentris yang
bersumber dari kitab Al Qur’an yang menjadi dasar pijakan
kehidupan masyrakat muslim.
Konsep Islam tentang kemanusiaan sangat erat
hubungannya dengan ketuhanan itu sendiri. Allah lah yang
memuliakan manusia dengan menjadikannya khalifah di muka
bumi. Dalam Islam, penciptaan Adam dimulai ketika Allah
menyatakan kepada para malaikat bahwa Dia berkehendak
menciptakan wakilNya di muka bumi. Dari pernyataan Tuhan
tentang misi manusia di muka bumi maka terlihatlah betapa mulia
nilai manusia dalam pandangan Islam. Setelah Allah emnciptakan
Adam, kemudian Allah mengajarkan nama-nama kepada Adam.
Apa yang dimaksud dengan pelajaran tentang nama-nama?
Apapun penafsiran tentang “nama-nama” tersebut, yang jelas
pengajaran tentang nama-nama menyiratkan gagasan tentang
pendidikan. Jadi guru pertama manusia adalah Tuhan dan
pendidikan manusia yang pertama bermula dengan menyebutkan
nama-nama10. Karena merasa terganggu dengan perlakuan
istimewa Tuhan terhadap manusia, maka para malaikat
memprotes bahwa mereka diciptakan dari cahaya. Tetapi Tuhan
mengatakan bahwa Ia lebih mengetahui, kemudia Tuhan
memerintahkan para malaikat bersujud kepada manusia. Islam
mengangkat derajat manusia dengan menempatkannya di atas
para malaikat, walaupun secara inheren sebenarnya malaikat
lebih unggul karena diciptakan dari cahaya. Inilah makna
sebenarnya dari humanisme dalam Islam.

10
Ali Shariati, Op.Cit., hlm. 7.

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 103


Dalam Islam karunia intelektual manusia dibuktikan lebih
unggul dari malaikat dan terbukti bahwa manusia adalah mahluk
superior diantara mahluk Allah yang lain. Tuhan menguji
malaikat untuk menyebutkan nama-nama, tetapi mereka tidak
mengetahui, sedangkan Adam dapat mengingat semua nama-
nama. Dengan demikian malaikat dikalahkan dalam ujian
tersebut, dan Adam memperoleh kemenenangannya atas para
malaikat dalam ilmu pengetahuan. Jadi pengetahuan menjadi
sumber keunggulan manusia. Sujudnya malaikat dihadapan
Adam membuktikan bahwa dalam pandangan Islam keluhuran
esensial manusia dan keunggulannya atas para malaikat terletak
pada ilmu pengetahuannya, bukan pada pertimbangan rasial atau
apapun juga.11
Dengan semua kelebihan yang dianugrahkan Allah kepada
manusia, maka ditegaskan dalam Al Quran dalam Q.S. (95:4)
 
  
 
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.
Manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dari aspek
jasmaniyah maupun ruhaniyahnya. Dianugrahinya manusia
dengan fisik yang tegak dengan kedua kaki. Tetapi kelebihan
fisik saja tidak cukup untuk menempatkan manusia dalam
kedudukannya sebagai wakil Allah di muka bumi. Manusia juga
diberi instrumen akal yang dengannya manusia dapat mengelola
bumi.
Kemanusiaan dalam Islam nampak pula pada konsep-
konsep tentang persamaan dan persaudaraan yang tertulis dalam
Al Qur’an dan Sunnah (hadist). Seperti dalam beberapa ayat Al
Qur’an berikut ini:
 
 
  
 
 

11
Peristiwa tentang kehendak Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di
Bumi dan sujudnya malaikat kepada Adam tertulis dalam Q.S Al Baqaarah (2):
30-34.

104 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


 
  
   
  
  
  
   
  
 
 
  
 
   
  
  
Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan
yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik.
dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-
buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah
imandan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim. [Q.S. Al Hujarat (49): 10-11]

 
  
 
 

  
  
   
  
al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 105
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. [Q.S. Al Hujarat (49): 13]
Ajaran tentang humanisme tergambar dengan jelas melalui pesan-
pesan Nabi s.a.w. di padang Arafah ketika beliaiu melaksanakan
ibadah haji terakhir sebelum beliau wafat. Rasul yang pesan-
pesan kemanusiaan

‫ﻀ َﻞ‬ ْ َ‫اﺣ ٌﺪ أَﻻَ ﻻَ ﻓ‬ ِ ‫اﺣ ٌﺪ َو ِإ ﱠن أَ َﺑﺎ ُﻛ ْﻢ َو‬


ِ ‫ﺎس أَﻻَ ِإ ﱠن َرﺑﱠﻜُ ْﻢ َو‬ ُ ‫َﯾﺎ أَﯾﱡ َﮭﺎ اﻟﻨﱠ‬
‫ﺳ َﻮ َد‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ ﻋ ََﺮ ِﺑ ٍّﻲ َوﻻَ ِﻷَﺣْ َﻤ َﺮ‬
ْ َ ‫ﻋﻠَﻰ أ‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ أَ ْﻋ َﺠ ِﻤ ٍّﻲ َوﻻَ ِﻟﻌَ َﺠ ِﻤ ٍّﻲ‬
َ ‫ِﻟﻌَ َﺮ ِﺑ ٍّﻲ‬
‫ )رواه أﺣﻤﺪ واﻟﺒﯿﮭﻘﻲ‬.‫ﻋﻠَﻰ أَﺣْ َﻤ َﺮ إِﻻﱠ ﺑِﺎﻟﺘ ﱠ ْﻘ َﻮى‬ ْ َ ‫َوﻻَ أ‬
َ ‫ﺳ َﻮ َد‬
‫)واﻟﮭﯿﺜﻤﻲ‬
“Wahai manusia, ingatlah, sesungguhnya Tuhanmu adalah satu,
dan nenek moyangmu juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa
Arab terhadap bangsa lain. Tidak ada kelebihan bangsa lain
terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit
hitam terhadap orang yang berkulit merah, tidak ada kelebihan
orang yang berkulit merah terhadap yang berkulit merah, kecuali
dengan taqwanya..” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Haitsami)
Kemanusiaan dalam Islam tidak sebatas ranah konsep
dalam Al Qur’an. Konsep itu mampu diterjemahkan dalam
masyarakat heterogen yang terdiri dari banyak suku, ras dan
agama. Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah Islam
membuktikannya dalam sejarah masyarakat Madinah yang
dibangunnya. Salah satu usaha dalam menata masyarakat
Madinah yang heterogen12 tersebut maka ditulislah sebuah
perjanjian yang disebut dengan Piagam Madinah atau yang
dikenal juga dengan istilah Al-Sahifah Al-Madinah atau Mithaq

12
Secara sosiologis penduduk Madinah terbagi ke dalam 4 kelompok.
Yang pertama adalah umat Muslim Muhajirin yang berhijrah dari Makkah.
Kelompok kedua adalah Anshar yakni penduduk Muslim pribumi Madinah.
Kelompok ketiga adalah pemeluk Yahudi yang secara garis besar terdiri atas
beberapa suku; Qainuqa`, Nadhir, dan Quraizhah. Yang terakhir ialah
komunitas pemeluk tradisi nenek moyang atau penganut paganisme
(penyembah berhala).

106 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


Al-Madinah. Piagam Madinah merupakan karya monumental
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di Madinah, yang proses
kelahirannya cukup panjang dan berliku. Lahirnya piagam yang
populer di kalangan pakar sejarah dan politik sebagai konstitusi
Negara Madinah tersebut tidak lepas dari momentum hijrah Nabi
dan kaum Muhajirin dari Makkah ke Madinah pada tahun 622
M.13
Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai
berikut ; a) Bidang ekonomi dan sosial yang mengatur tentang
kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap
penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan
pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa
saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara siapapun di
depan pengadilan, b) bidang militer yang antara lain
menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap
penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin,
dan yang menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara
serta keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga14
Piagam Madinah berisi 47 pasal yang terdiri atas
mukadimah, pembahasan tentang pembentukan umat, persatuan
agama, persatuan suku dan warga, perlindungan kelompok
minoritas, tugas setiap warga, perlindungan wilayah, serta di
akhiri dengan penutup. Mengingat substansi Piagam Madinah
yang sarat akan kepentingan sosial dan politik bagi stabilitas
warga Madinah, maka tidak mengherankan jika dokumen ini
menjadi pondasi bagi keberlangsungan Negara Madinah.
Terdapat empat pokok pikiran dalam Piagam Madinah yang
memenuhi syarat menjadi pondasi atau konstitusi negara;
Pertama, Piagam Madinah mempersatukan umat Islam dalam
satu ikatan persaudaraan sesama Muslim. Kedua, dokumen
tersebut menghidupkan semangat kerjasama dan hidup rukun
dalam kemajemukan (peaceful co-existence), dan saling

13
Proses hijrah sendiri sudah terwacanakan dua tahun sebelumnya
ketika beberapa perwakilan penduduk Madinah (saat itu bernama Yatsrib) dari
suku Khazraj menemui dan dibaiat Nabi setelah menunaikan haji. Pasca-
pertemuan itu, secara terhormat Nabi telah dinobatkan menjadi pemimpin
Madinah dan diharapkan kepemimpinannya membawa kemajuan bagi
Madinah. Hubungan harmonis tersebut terus terbina dengan menyusulnya para
sahabat ke Madinah atas rekomendasi Nabi.
14
Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang,
1975). hlm. 55

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 107


menjamin hak sesama warga Madinah. Ketiga, kesepakatan
bersama itu mewajibkan setiap penduduk Madinah untuk
mempertahankan dan melindungi Madinah dari serangan pihak
luar. Keempat, Piagam Madinah menjamin hak persamaan dan
kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk agama lain dalam
mengurus kepentingan mereka.
Salah satu yang menonjol dari inklusivitas pemikiran
Rasulullah dalam Piagam Madinah15 adalah dengan mengikat
seluruh penduduk sebagai satu ummah yang saling menghargai
kebebasan beragama. Hal itu sebagaimana yang tertuang dalam
Pasal 25 Piagam Madinah yang berbunyi: “Kaum Yahudi Bani
Auf bersama dengan warga yang beriman adalah satu ummah.
Kedua belah pihak, kaum Yahudi dan kaum Muslimin, bebas
memeluk agama masing-masing. Demikin pula halnya dengan
sekutu dan diri mereka sendiri. Bila di antara mereka ada yang

15
Substansi ringkasan dari Piagam Madinah sebagai berikut:
1. Monotheisme, yaitu mengakui adanya satu Tuhan. Prinsip ini
terkandung dalam Mukadimah, Pasal 22, 23, 42

2. Persatuan dan Kesatuan (pasal 1, 15, 17, 25 dan 37). Dalam pasal-
pasal ini ditegaskan bahwa seluruh penduduk Madinah adalah satu
umat. Hanya ada satu perlindungan, bila orang Yahudi telah
mengikuti Piagam ini, berarti berhak atas perlindungan keamanan dan
kehormatan. Selain itu, kaum Yahudi dan orang-orang muslim secara
bersama-sama memikul biaya perang.

3. Persamaan dan keadilan (Pasal 1, 12, 15, 16, 19, 22, 23, 24, 37 dan
40). Pasal-pasal ini mengandung prinsip bahwa seluruh warga
Madinah berstatus sama di muka hukum dan harus mengakkan
hukum serta keadilan tanpa pandang bulu.

4. Kebebasan beragama (Pasal 25). Kaum Yahudi bebas menjalankan


ajaran agama mereka sebagaimana juga ummat Islam bebas
menunaikan syari’at Islam.

5. Bela Negara (Pasal 24, 37, 38 dan 44). Setiap penduduk Madinah
yang mengakui Piagam Madinah, mempunyai kewajiban yang sama
untuk menjunjung tinggi dan membela Madinah dari serangan musuh,
baik serangan dari luar maupun serangan dari dalam.

6. Pengakuan dan pelessterian adat kebiasaam (Pasal 2- 10). Dalam


pasal-pasal ini disebutkan secara berulang-ulang bahwa seluruh adat
kebiasaan yang baik di kalangan Yahudi harus diakui dan
dilestarikan.

108 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


melakukan aniaya dan dosa dalam hal ini maka akibatnya akan
ditanggung oleh diri dan warganya”. Inti dari Piagam Madinah
ini meliputi prinsip-prinsip persamaan, persaudaraan, persatuan,
kebebasan, toleransi beragama, perdamaian, tolong menolong
dan membela yang teraniaya serta mempertahankan Madinah dari
serangan musuh.16 Dr. Khalifa Abdul Hakim dalam bukunya
“Islamic Ideology” menegaskan bahwa piagam ini jauh lebih
tinggi tujuannya dari pada Magna Charta Inggris pada abad ke 13
dahulu, dan lebih baik daripada Athlantic Charter (The Four
Freedoms) pada abad ke 20.17
Pada tahun 1981 disusun Deklarasi Islam Universal
tentang Hak Asasi Manusia, yang selenggarakan pada Konferensi
Islam di Mekkah. Dalam pendahuluan deklarasi ini dikemukakan
bahwa hak asasi manusia dalam Islam bersumber dari
kepercayaan bahwa Allah sebagai sumber hukum dam sumber
dari segala Hak Asasi Manusia. Salah satu kelebihan dari
deklarasi ini adalah bahwa teksnya memuat acuan-acuan yang
gamblang dari peraturan-peraturan yang berasal dari Al Qur’an
dan Sunnah serta hukum-hukum lainnya yang diterik dari kedua
sumber tersebut dengan metode-metode yang dianggap sah
menurut hukum Islam.18 Dalam deklarasi ini dijelaskan bahwa:
1. Penguasa dan rakyat adalah subyek yang sama di
depan hukum (Pasal Iva).
2. Setiap individu dan setiap orang wajib berjuang
dengan segala cara yang tersedia untuk melawan
pelanggaran dan pencabutan hak ini (Pasal IV c dan d)
3. Setiap orang tidak hanya memiliki hak, tetapi juga
memiliki kewajiban memprotes ketidakadilan (pasal
IV b).
4. Setiap Muslim berhak dan berkewajiban
menolakuntuk menaati setiap perintah yang
bertentangan dengan hukum, siapaun yang
memerintahkannya (Pasal Ivc).

16
Eggi Sudjana, HAM Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Nuansa
Madani, 2002), hlm. 89.
17
H. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad Saw, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1973), hlm., 62
18
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 498

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 109


Pada tahun 1993 dicetuskanlah Deklarasi Kairo yang
dihadiri oleh menteri-menteri luar negeri peserta Organisasi
Konferensi Islam. Pasal-pasal yang terdapat dalam Deklarasi
Kairo mencakup beberapa persoalan pokok, antara lain:
1. Hak Persamaan dan kebebasan (Pasal 19 a,b, c, d dan
e) yang merujuk pada Q.S An-Nissa’ ayat 58, 105,
107, 135)
2. Hak hidup (Pasal 2 ayat a, b, c, dan d) merujuk pada
Q.S. Al Maidah ayat 45.
3. Hak memperoleh Perlindungan (Pasal 3) yang
merujuk pada Q.S. Al Balad ayat 12-17
4. Hak Kehormatan Pribadi (Pasal 4) yang merujuk pada
Q.S at Taubah ayat 6.
5. Hak menikah dan Berkeluarga (Pasal 5 ayat a dan b)
merujuk pada Q.S. Al Baqarah ayat 221.
6. Hak wanita sederajat dengan Pria (Pasal 65) padal ini
berdasarkan Q.S Al Baqarah ayat 228
7. Hak anak-anak dari orang tua. Pasal ini berdasarkan
Q.S. Al Baqarah ayat 223.
8. Hak memperoleh pendidikan dan berperan serta dalam
pengembangan ilmu pengetahuan (Pasal 9 ayat a dan
b). Pasal ini berdasarkan pada Q.S. Al-Alaq ayat 1-5
9. Hak kebebasan memilih agama (Pasal 10). Pasal ini
berasarkan Q.S. Al Baqarah ayat 256.
10. Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka (Pasal
12) Pasal ini berdasarkan pada Q.S. An-Nisaa ayat 97
11. Hak-hak untuk bekerja (Pasal 13) pasal ini
berdasarkan Q.S.Al Baqarah ayat 286.
12. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama (Pasal
14). Pasal ini berdasarkan Q.S. Al Baqarah 275-278
dan Q.S. An Nissa ayat 161 dan
13. Hak milik pribadi (Pasal 15 ayat a dan b). Pasal ini
berdasarkan pada Q.S. Al Baqarah 29, Q.S An Nisaa
ayat 29 dan Q.S Al Imran ayat 130.
Peran sentral syari’at sebagai kerangka acuan dan juga
pedoman Deklarasi Kairo nampak jelas dari beberapa ayat Al
Qur’an sebagai rujukan dari setiap pasalnya. Semua hak asasi dan
kemerdekaan yang dinyatakan dalam Deklarasi Kairo merupakan
bagian dari syari’ah Islam yang merupakan satu-satunya sumber
acuan untuk penjernihan dan penjelasan dari tiap-tiap pasalnya
seperti yang dijelaskan pada Deklarasi Kairo Pasal 23 dan 24).

110 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


The Cairo Declaration on Human Rights in
Islam (Deklarasi Kairo tentang HAM Menurut Islam) kemudian
disampaikan dalam suatu Konferensi Internasional HAM di
Wina, Austria, tahun 1993, oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi
yang menegaskan bahwa Piagam itu merupakan konsensus dunia
Islam tentang HAM.19 Konferensi Dunia tentang HAM di Wina,
Austria tahun 1993 merupakan moment penting bagi negara-
negara muslim untuk menentukan sikap pendirian mereka tentang
HAM di dunia internasional. Dalam kesempatan pertemuan OKI
di Teheran pada Desember 1997, Iran dan sejumlah negara OKI
lainnya tetap terus menyampaikan gagasan bahwa sistem HAM
PBB yang ada pada saati itu sangat diwarnai oleh nilai-nilai Barat
dan perlu diadakan penyesuaian sehingga mampu mengakomodir
budaya dan nilai-nilai religius negara-negara muslim.20 Deklarasi
Kairo merupakan prestasi penting umat Islam sedunia dalam
menggalang kesepakatan pemikiran mengenai hak-hak asasi
manusia

D. Penjabaran HAM Dalam Perspektif Hukum Ekonomi


Islam
Dari penjelasan tentang kemanusiaan Islam, terdapat 4
konsep dasar kemanusiaan dalam Islam yaitu: Pertama, tugas
kekhalifahan yang merupakan tujuan Tuhan penciptaan manusia,
menempatkan manusia di atas mahluk lainnya di muka bumi.
Kedua kemampuan akal dan nalar manusia sehingga menguasai
ilmu pengetahuan merupakan keunggulan yang tidak dimiliki
oleh mahluk lain. Sujudnya malaikat kepada Adam, karena
Adam mampu menyebutkan nama-nama, merupakan simbol
bahwa instrumen akal yang dimiliki manusia telah
menempatkannya pada posisi yang lebih unggul. Ketiga, manusia
dianugrahi fitrah yang merupakan karunia bawaan yang dari
Allah. Dengan fitrah, manusia dapat membedakan apa yang
bermanfaat dan merugikannaya dan cenderung mencari keEsaan
Tuhan. Keempat, pengakuan persamaan derajat dan persaudaraan
dalam kehidupan yang beraneka ragam dalam ras dan bangsa
serta pemberitahuan dari Allah bahwa manusia yang paling mulia
di sisi Allah adalah manusia yang bertakwa. Empat konsep dasar

19
Ann Elizabeth Mayer, Islam and Human Rights : Tradition and
Politics, (Colorado, USA: Westview Press, 1999), Edisi Ketiga, hlm. 22.
20
Ibid.

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 111


kemanusiaan dalam Islam ini, menjadi tolok ukur bagi semua
wacana dan praktek keilmuan dalam Islam, seperti politik,
ekonomi dan hukum.
Al Qur’an yang merupakan sumber hukum pertama dari
agama Islam banyak menyampaikan pesan-pesan yang
menyangkut kegiatan ekonomi dan bisnis. Pesan-pesan Allah
yang ini tertuang dalam ayat-ayat Al Qur’an ini ada yang bersifat
muhkamat (jelas) dan detail sehingga tidak memerlukan
penafsiran lebih lanjut dan ada pula yang bersifat mutasyabihat
(samar) dan hanya menjelaskan suatu hal secara umum. Nash-
nash Al Qur’an ini dijelaskan lebih lanjut oleh Sunnah Rasul.
Setelah Rasulallah wafat, maka penafsiran nash-nash Al Qur’an
dan Sunnah dilanjutkan oleh para fuqaaha dengan metode
penafisran tertentu. Metode menafsirkan Al Qur’an dan Sunnah
ini menumbuhkan ilmu baru yang disebut dengan ushul fiqh.
Ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang dipakai mujtahid untuk
mengistimbath (menggali) hukum syara’ yang amaliyah dari
dalil-dalil yang rinci.21 Jadi ushul fiqh adalah pengetahuan
tentang kaidah-kaidah atau dalil umum untuk melakukan
istimbath hukum (penggalian hukum).22

21
Wahbah Az-Zuhaili, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, (Damaskus: Dar al-
Fikr, 1999), hlm. 13.
22
Dalam kerangka filsafat ilmu, metode atau kaidah yang digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang obyek ilmu disebut dengan aspek
epistemologi dari sebuah ilmu. Maka ushul fiqh pada dasarnya merupakan
aspek epistemologi dari fiqh itu sendiri. Sedangkan ilmu fiqh adalah hukum-
hukum syar’i yang langsung berkaitan dengan amaliyah seorang hamba seperti
ibadah dan muamalah yang hukumnya ditetapkan sebagai wajib, sunnah,
makruh, haram atau mubah.
Usaha membangun ekonomi Islam diawali dengan penafsiran-
penafsiran ayat-ayat Al Qur’an (untuk memahami kemauan Sang Pencipta atas
manusia) kemudian melalui Sunnah yang ditunjukkan dalam kehidupan sosial
Nabi Muhammad (baik ketika hidup di Makkah maupun di Madinah) yang
merupakan implementasi dari Al Qur’an.
Adakalanya Al Qur’an langsung menetapkan hukum atas sebuah
perilaku ekonomi, misalnya mengharamkan riba. Pada ayat-ayat Al Qur’an
yang lain kadangkala hanya membimbing sikap manusia agar memiliki akhlak
(etika) dalam melakukan kegiatan ekonomi. Pada akhirnya penafsiran ayat-
ayat Al Qur’an yang menyangkut etika ekonomi kemudian diterjemahkan
dalam kaidah-kaidah hukum. Penerjemahan etika ekonomi Islam kepada
kaidah hukum ekonomi Islam menemukan keleluasaannya karena kerangka
hukum Islam memungkinkan kaum muslimin menerjemahkan dengan

112 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


Penghargaan Islam terhadap kemanusiaan salah satunya
nampak pada doktrin ushul fiqh yang disebut dengan al kulliyatul
kahms (lima pokok pilar) atau dengan kata lain disebut dengan
maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan univesal syari’ah) yang
terdiri dari23:
1. Hifdz al-dien (menjamin kebebasan beragama).
2. Hifdz al- nafs (memelihara kelangsungan hidup)
3. Hifdz al-aql (menjamin kreatifitas berfikir)
4. Hifdz al-nasl (menjamin keturunan dan kehormatan)
5. Hifdz al-mal (menjamin kepemilikakn harta, property dan
kekayaan).
Jika ummat Islam mengabaikan hal-hal ini maka runtuhlah nilai-
nilai Islam yang substansial.24 Seorang mukallaf25 akan
memperoleh kemaslahatan26, manakala ia dapat memelihara
kelima aspek pokok tersebut (terpeliharanya agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta), sebaliknya ia akan merasakan mafsadat jika
ia tidak dapat memelihara kelima unsur itu dengan baik.
Al-Syâtibi mencatat bahwa tujuan Allah swt.
mensyariatkan hukum-Nya adalah untuk

memperhatikan konteks ruang (kondisi sosial) dan waktu (pada saat kapan
hukum diberlakukan). Maka penerjemahan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah
dilakukan melaui proses ijma dan ijtihad atau qiyas serta prinsip-prinsip
hukum lainnya.
23
Juhaya S. Praja, Teori Hukum Suatu Perbandingan, (Bandung:
Tanpa Penerbit, 2009), hlm 92.
24
Ibid.
25
Dalam M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqh (Jakarta: Firdaus,
1994), hlm. 220 dinyatakan bahwa Mukallaf adalah orang yang dibebani
melaksanakan ajaran Islam karena berakal, sehat dan telah sampai ajaran Islam
kepada mereka serta merdeka/ bukan budak.
26
Maslahat artinya sesuatu yg mendatangkan kebaikan (keselamatan
dsb); faedah; guna. Maslahat secara bahasa dapat dimaknai
sebagai manfaat, kebaikan danjauh dari kerusakan. Jadi, maslahat itu meliputi
salah satu dari dua sisi atau keduanya sekaligus: sisi mendatangkan manfaat
atau kebaikan serta sisi menghilangkan/mencegah kerusakan (mafsadat) dan
bahaya (madharat)—jalb al-manâfi’ aw al-khayr wa daf’u al-mafâsid aw al-
madharrah. Dalam Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonom Syari’ah,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 498, dinyatakah bahwa
maslahah merupakan segala bentuk kebaikan yang bersifat ukhrawi dan
duniawi, spiritual dan material serta individu dan kolektif serta memiliki 3
unsur yaitu kepatuhan syariah (halal), kebaikan dan membawa kebaikan
(thoyib) dalam semua aspek secara keseluruhan dan yang tidak menimbulkan
kemudharatan.

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 113


memelihara maslahah bagi manusia sekaligus untuk
menghindari mafsadat, baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan
tersebut hendak dicapai melalui taklif( pembebanan), yang
pelaksanaannya sangat tergantung pada pemahaman sumber
hukum yang utama, Alquran dan Hadis. Dalam rangka
mewujudkan maslahah di dunia dan di akhirat inilah maka lima
unsur pokok (al-kulliyyât al-khams) yang terdiri dari agama, jiwa
akal, keturunan dan harta harus dipelihara dan diwujudkan.
Seseorang akan memperoleh maslahah manakala ia dapat
memelihara kelima unsur pokok itu. Sebaliknya, ia akan
merasakan adanya mafsadah manakala ia tidak dapat memelihara
kelima unsur pokok itu dengan baik27.
Penghargaan Islam terhadap hak-hak asasi manusia telah
tercatat dalam Al Qur’an dan diteguhkan dengan perkataan dan
perbuatan Rasulallah (Sunnah). Dengan demikian adalah sebuah
keniscayaan bahwa usaha penafsiran ayat-ayat Al Qur’an dan
Sunnah dalam rangka penetapan hukum Islam pun akan
mengadung nilai-nilai hak asasi manusia. Hal ini terlihat dalam
doktrin ushul fiqh yang disebut dengan al kulliyatul kahms (lima
pokok pilar) atau maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan univesal
syari’ah). Dari tujuan-tujuan universal syari’ah ini, penetapan
hukum dalam fiqh terikat pada sebuah kaidah bahwa penetapan
hukum yang diberlakukan pada masyarakat haruslah bertujuan
untuk mencapai maslahah atau kemanfaatan bagi masyarakat,
dimana kemanfaatan itu nampak dari terpenuhinya kebutuhan dan
kepentingan setiap individu dalam memelihara agama, jiwa akal,
keturunan dan harta yang kesemuanya itu merupakan hak asasi
setiap manusia.
Ekonomi dan bisnis Islam dalam tataran etika maupun
hukum selalu dimaksudkan untuk memberi kemaslahatan ummat
Islam, khususnya untuk menjamin kepemilikan harta, property
dan kekayaan ( Hifdz al-mal). Dalam etika ekonomi dan bisnis
Islam, unsur kemanusiaan sebagai mahluk material dan spiritual
mendapat perhatian agar semua kebutuhan manusia dapat
terpenuhi dengan cara yang baik dan tidak menimbulkan
kerusakan.
Allah menciptakan manusia dalam wujud materi dan
cenderung pada materi. Karena itu manusia dalam pandangan

27
Abu Ishâq Ibrâhîm al-Syâtibi, al-Muwâfaqât fi Usul al-Syarî’ah,
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), Juz I, hlm. 5

114 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


Islam tidak saja diarahkan pada dorongan duniawi saja atau
semata-mata memntingkan spiritualisme saja. Allah sekali-sekali
tidak emnciptakan keindahan dan rezeki di bumi lalu
mengharamkannya bagi hambaNya. Islam membolehkan manusia
memanfaatkan nikmat dunia dalam batas-batas yang dihalalkan
oleh Allah dan menjauhi wilayah yang haram.
Beberapa ayat Al Qur’an di atas menguraikan tentang
kebutuhan-kebutuhan manusia. Islam memahami bahwa manusia
sebagai mahluk materi memerlukan pemenuhan kebutuhan
primer dan sekundernya.28 Pemikiran tentang keharusan
pemenuhan kebutuhan inilah yang menjadi dasar pemikiran ushul
fiqh tentang al kulliyatul kahms (lima pokok pilar) atau dengan
kata lain disebut dengan maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan
univesal syari’ah) yang menyatakan bahwa tujuan pemberlakuan
hukum adalah untuk melindungi dan mengatur pemenuhan 5
kebutuhan manusia yaitu menjamin kebebasan memelihara
beragama, menjamin kelangsungan hidup, menjamin kreatifitas
berfikir, menjamin keturunan dan kehormatan dan menjamin
kepemilikan harta, property dan kekayaan.
Allah menganjurkan anak Adam untuk berhias,
sebagaimana Allah menganjurkan mereka untuk makan dan
minum agar dalam kehidupan ini terwujud keindahan (dengan
perhiasan) dan unsur kelangsungan hidup (dengan pemenuhan
kebutuhan makan dan minum).Dengan demikian Islam tidak
membatasi diri pada pemenuhan kebutuhan pokok saja. Islam
memahami kemanusaan sehingga menganjurkan manusaia untuk
menggunakan sarana pokok dan sarana pendukung.29
Semua pembahasan ekonomi bisnis Islam, dari tataran
etika, hukum maupun praktek transaksi ekonomi pada dasarnya
bertujuan untuk mendapatkan kemanfaatan dan kebaikan pada
kehidupan manusia. Pengakuan Al Qur’an tentang segala
kebutuhan manusia yang harus dipenuhi dan anjuran untuk
menikmati kehidupan dunia merupakan dasar etika ekonomi dan
bisnis Islam.
Dalam khasanah keilmuan Islam klasik, ekonomi Islam
dan hukum ekonomi Islam termasuk dalam kitab fiqh

28
Q.S. Al Maaidah (5): 87-88, Q.S. Al-Kahfi (18):19 Q.S, Al
Maaidah (5):88 Q.S. An-Nahl (16): 8 dan 80,
29
Q.S. Al A’raf (7): 31-32

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 115


muamalah.30 Fiqh muamalah adalah hukum-hukum syara’ yang
bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang
terperinci yang mengatur hubungan keperdataan seseorang
dengan orang lain dalam hal persoalan ekonomi, diantaranya:
dagang, pinjam meminjam, sewa-menyewa, kerjasama dagang,
simpanan barang atau uang, penemuan, pengupahan, rampasan
perang, utang-piutang, pengupahan, pungutan, warisan, wasiat,
nafkah, barang titipan, pesanan dan lain-lain.31 Tentu saja
penetapan hukum ekonomi dalam Islam harus didasarkan pada
landasan Al Qur’an dan ushul fiqh sehingga penetapan hukum
dalam fiqh pun didasarkan pada konsep kemanusiaan dan
keadilan dalam Islam yaitu bahwa setiap manusia berhak untuk
dapat memenuhi semua kebutuhan sehingga tercipta
kemaslahatan (kemanfaatan) bagi setiap individu dalam
masyarakat. Penetapan hukum ekonomi Islam yang didasarkan
pada asas kemanusiaan, keadilan dan kemanfaatan ini tertuang
dalam beberapa ayat Al Qur’an diantaranya adalah:
1. Larangan memperdagangkan barang-barang haram.32
2. Larangan mengurangi takaran atau timbangan.33

30
Secara umum pembagian Hukum Islam dibagi menjadi 4 kitab
yaitu:
1) Kitab ‘Ibadat. Bagian ini membicarakan hukum-hukum bersuci,
shalat, zakat, puasa, haji dan segala yang berhubungan dengan
masing-masingnya rukun dan sayarat serta amal-amal lain seperti
azan, iqamat dan sebagainya.

2) Kitab Munakahat. Bagian ini mebicarakan hukum perkawinan,


perceraian, ruju’, nafkah isteri dan anak, perwalian dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan akibat perkawinan, juga pembagian harta
warisan.

3) Kitab Mu’amalat. Bagian ini mengatur hukum perjanjian, jual belil,


gadai dan lain-lain yang menyangkut dengan sosial ekonomi.

4) Kitab ‘Uqubat. Bagian yang mengatur hukum pidana, peradilan,


urusan pemerintahan, hubungan dengan luar negeri, perang dan
damai, pemberontakan, pindah agama, kewarganegaraan dasn
sebagainya.
31
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), hlm, 119.
32
Q.S. al-Baqarah (2) : 173, Surat al-Maidah (5) :4 dan Surah al-
An’am (6): 145
33
Q. S Al Muthaffifin (83): 2-3).

116 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


3. Benar, menepati amanat dan jujur atau setia.34
4. Bersikap adil dan tidak melakukan riba. 35(Q.S. Al Hud
(11): 18 dan Q.S. Al Baqarah (2): 279).
5. Kasih sayang dan larangan terhadap monopoli36
6. Beberapa transaksi jual beli yang dilarang dalam hukum
Islam karena mengandung ketidakadilan dan
37
kecurangan.

34
Q.S. Al Mukmin (40): 8), Q.S. An-Nisa’(4): 58. Yusuf Qardhawi,
Norma dan Etika Ekonomi Islam (Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil
Islami), terj. Zainal Arifin, (Jakarta: Gema Isnai Press, 19970, hlm. 177.
Menuliskan bahwa dalam berdagang dikenal dengan ‘menjual dengan amanat’
seperti menjual murabahah simana penjual harus menjelaskan ciri-ciri dan
kualitas barang serta harga pokoknya dan amanah menjadi penting ketika
seseorang tergabung dalam satu serikat ketika melakukan mudharabah (bagi
hasil) dan wakalah (menitipkan barang atau menjalankan proyek bersama)
35
Q.S. Al Hud (11): 18 dan Q.S. Al Baqarah (2): 279).
36
Q.S. Al Anbiya (21): 107). Yusuf Qhardawi, Op.cit, hlm. 190
mengutip sebuah hadist: Nabi bersabda: barang siapa memonopoli makanan
selama 40 hari maka hatinya menjadi beku dan keras.
37
Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al-
Zuhaily meringkasnya sbb :
1. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan shahih apabila dilakukan
oleh orang yang baligh, berakal, dapat memilih dan mampu ber-tasharruf
secara bebas dan baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya adalah
diantaranya Jual beli orang gila, Jual beli anak kecil, Jual beli terpaksa, Jual
beli fudhul (Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin
pemiliknya), Jual beli orang yang terhalang (terhalang karena kebodohan,
bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang yang bodoh yang suka menghamburkan
hartanya), Jual beli malja’ (jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni
untuk menghindar dari perbuatan zalim).
2. Terlarang Sebab Shighat
Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada keridaan
di antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian di antara ijab dan qabul,
berada di satu tempat dan tidak terpisah oleh suatu pemisah. Jual beli yang
tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual beli
yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para ulama adalah
sbb
a). Jual beli mu’athah: jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad,
berkenaan dengan barang maupun harganya tetapi tidak memakai ijab qabul.
b). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul

al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 117


Para fuqaha banyak mengeluarkan penetapan hukum yang
berkaitan dengan transaksi ekonomi, diantaranya banyak pula
yang berbeda pendapat dalam satu perkara dengan
argumentasinya masing-masing. Semua pendapat para fuqaha ini
sungguh menjadi kekayaan khasanah keilmuan ekonomi Islam,
yang dapat dijadikan referensi bagi penetapan hukum dalam
praktek ekonomi kontemporer sekarang ini. Seperti diketahui
telah banyak bentuk baru transaksi ekonomi yang dipraktekan
masyarakat, dan hal ini memerlukan antisipasi dan reaksi dari
para fuqaha masa kini agar semua praktek ekonomi tetap dalam
koridor hukum sesuai Al Qur’an dan Sunnah. Satu hal yang perlu
dipahami oleh semua masyarakat muslim adalah bahwa
penetepan hukum ekonomi Islam selalu terikat pada tujuan-tujuan
universal ditetapkannya hukum yaitu untuk memelihara agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima komponen yang terdapat
dalam dengan maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan univesal
syari’ah) ini merupakan pemeliharaan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia.

E. Penutup
Penjelasan-penjelasan dari ayat-ayat Al Qur’an, dan
Sunnah yang berkaitan dengan hak asasi manusia cukup
menguatkan pemahaman bahwa Islam menjadikan kemanusiaan
itu sendiri sebagai titik sentral pembentukan peradaban manusia.
Bahkan seperti tertulis dalam Al Qur’an, kemanusiaan
(humanisme) mendapatkan penghargaan yang cukup tinggi sejak
awal penciptaan manusia. Ditambah lagi bahwa manusia diberi
kedudukan yang terhormat sebagai khalifah fil ard di muka bumi.
Sehingga mengangkat isu HAM dalam konteks Islam, bukanlah
hal yang rumit untuk digali karena sudah sedemikian jelas
tercantum dalam Al Qur’an dan dikuatkan dengan Sunnah.
Selanjutnya isu HAM dapat dikaitkan dengan berbagai bidang
kehidupan seperti sosial, politik, ekonomi dan hukum. Adapun
kaitan antara HAM dengan hukum ekonomi Islam secara
sistematis dapat dijabarkan dari nilai-nilai absolut yang terdapat

3. Terlarang Sebab Syara’ yaitu Jual beli riba, Jual beli dengan uang dari
barang yang diharamkan Jual beli barang dari hasil pencegatan barang, Jual
beli waktu adzan Jum’at, Jual beli anggur untuk dijadikan khamr, Jual beli
barang yang sedang dibeli oleh orang lain

118 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020


dalam Al Qur’an dan Sunnah. Namun penjabaran lebih jelas ada
pada momentum tentang tujuan universal syari’’at (maqashid al-
syari’ah) dimana tujuan dari dibentuknya hukum adalah untuk
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dari kaidah
inilah maka dibentuklah banyak penafsiran tentang praktek
ekonomi Islam yang tidak terlepas dari tujuan universal syari’ah
sehingga terciptalah kemanfaatan (kesejahteraan) bagi
masyarakat. Dengan demikian asumsi dasar dari kesejahteraan
manusia adalah pemeliharaan dan pemenuhak hak-hak manusia
untuk dipenuhi kebutuhannya akan agama, jiwa, akal, harta dan
keluarga, yang merupakan hak asasi manusia. Pembentukan
hukum ekonomi Islam itu sendiri pemberlakuannya adalah untuk
tujuan pemenuhan hak hak-hak asasi manusia tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Shariati, 1987, Tugas Cendekiawan Muslim, , terj. Amien


Rais, Jakarta: Rajawali Press.

diakses pada tanggal


https://id.wikipedia.org/wiki/Homo_Homini_Lupus
4 November 2015, pukul 14.30WIB

Dalizar Putra, 1995, Hak Asasi Manusia Menurut Al Qur’an,


Jakarta: PT Al Husna Zikra.

Abdul Rozak, 2003. Pendidikan Kewargaan Civic Educatioan;


Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,

Azyumardi Azra, 2005, Pendidikan Kewargaan (Demokrasi, Hak


Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani), Bandung:
Prenada Media.

Hasymy, 1975, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Bulan


Bintang.

Eggi Sudjana, HAM Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Nuansa


Madani, 2002
al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik 119
H. Zainal Abidin Ahmad, 1973, Piagam Nabi Muhammad Saw,
Jakarta : Bulan Bintang.

Abdul Azis Dahlan, 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta:


Ichtiar Baru Van Hoeve

Ann Elizabeth Mayer, 1999, Islam and Human Rights : Tradition


and Politics, Edisi Ketiga, Colorado, USA: Westview
Press.
Wahbah Az-Zuhaili, 1999, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, (Damaskus:
Dar al-Fikr.

Juhaya S. Praja, Teori Hukum Suatu Perbandingan, Bandung:


Tanpa Penerbit, 2009.

M. Abdul Mujieb, 1994, Kamus Istilah Fiqh Jakarta: Firdaus.


Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonom Syari’ah,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Abu Ishâq Ibrâhîm al-Syâtibi, tt, al-Muwâfaqât fi Usul al-


Syarî’ah, Juz I Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Zainuddin Ali, 2008, Hukum Ekonomi Syari’ah, Jakarta: Sinar


Grafika.

Yusuf Qardhawi, 1997, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Daurul


Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami), terj. Zainal
Arifin, Jakarta: Gema Insani Press.

120 Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2020

Anda mungkin juga menyukai