Anda di halaman 1dari 26

TUGAS RINGKASAN

“DASAR-DASAR PENGINDERAAN JAUH”

OLEH
NAMA :
STAMBUK :

PROGRAM STUDI PERIKANAN TANGKAP


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022

1
DAFTRA ISI

A. SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGINYA

B. SISTEM / KOMPONEN PENGINDERAAAN JAUH


C. JENIS SATELIT DARI SISTEM AKTIF DAN PASIF
1. Satelit dengan sistem aktif
1) Citra Satelit Radar
2) Seasat
3) TerraSAR-x
4) Jers
5) Aster
6) Radarsat
2. Satelit dengan sistem pasif
1) CITRA NOAA-AVHRR
2) Terra MODIS dan Aqua MODIS
3) Satelit Landsat-7 ETM+
4) CBERS-2
5) Satelit IKONOS
6) Citra satelit GeoEye-1
7) Citra Satelit QuickBir
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SATELIT SISTEM AKTIF DAN SISTEM
PASIF
1) Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Aktif
2) Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Pasif
E. APLIKASI DALAM PENELITIAN OSEANOGRAFI DAN KELAUTAN

2
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGINYA

Danoedoro (2012) menjelaskan dalam perkembangannya teknologi penginderaan jauh

pada awalnya dikembangkan dari teknik interpretasi foto udara pada tahun 1919. Teknologi

ini baru berkembang untuk keperluan sipil setelah Perang Dunia II. Di Indonesia penggunaan

foto udara untuk pemetaan sumberdaya dimulai awal 1970-an. Tahun 1960 satelit cuaca

TIROS yang merupakan satelit non militer diluncurkan. Tahun 1972 Amerika Serikat

meluncurkan satelit sumberdaya ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite-1), yang

diberi nama baru Landsat-1. Sepuluh tahun kemudian Amerika Serikat meluncurkan satelit

sumberdaya Landsat-4 (landsat D) merupakan satelit sumberdaya generasi kedua, dengan

sensor TM (Thematic Mapper). Memasuki awal milinium banyak satelit sumberdaya yang

diluncurkan negara maju. Satelit sumberdaya yang diluncurkan menawarkan kemampuan

yang bergariasi, dari resolusi sekitar satu meter atau kurang (IKONOS, Orb View, QuickBird

dan GeoEye milik perusahaan swasta Amerika Serikat), 10 meter atau kurang (SPOT milik

Prancis,COSMOS milik Rusia, IRS milik India, dan ALOS milik Jepang), 15-30 meter

(ASTER kerja sama Jepang dan NASA, Landsat & ETM+ milik Amerika Serikat yang

mengalami kerusakan sejak 2003), 50 meter (MOS milik Jepang), 250 meter dan 500 meter

(MODIS milik Jepang) hingga 1,1 km (NOAAAVHRR milik Amerika Serikat).

Perkembangan kamera diperoleh dari percobaan yang dilakukan pada lebih dari 2.300

tahun yang lalu oleh Aristoteles dengan ditemukannya teknologi Camera Obscura yang

merupakan temuan suatu proyeksi bayangan melalui lubang kecil ke dalam ruang gelap.

Percobaan ini dilanjutkan dari abad ke 13 sampai 19 oleh ilmuwan seperti Leonardo da Vinci,

Levi ben Gerson, Roger Bacon, Daniel Barbara (penemuan lensa yang dapat dipakai untuk

pembesaran pandangan jarak jauh melalui penggunaan teleskop), Johan Zahr (penemuan

cermin), Athanins Kircher, Johannes Kepler, Robert Boyle, Robert Hooke, William

Wollaston dan George Airy.

3
Pada 1700 AD, mulai ditemukan proses fotografi, yang pada akhirnya dikembangkan

menjadi teknik fotografi (1822) oleh Daguerre dan Niepce yang dikenal dengan proses

Daguerrotype. Kemudian proses fotografi tersebut berkembang setelah diproduksi rol film

yang terbuat dari bahan gelatin dan silver bromide secara besar-besaran. Kegiatan seni

fotografi menggunakan balon udara yang digunakan untuk membuat fotografi udara sebuah

desa dekat kota Paris berkembang pada tahun 1859 oleh Gaspard Felix Tournachon, Pada

tahun 1895 berkembang teknik foto berwarna dan berkembang menjadi Kodachrome tahun

1935.

Pada 1903 di Jerman, kamera pertama yang diluncurkan melalui roket yang

dimaksudkan untuk melakukan pemotretan udara dari ketinggian 800 m dan kamera tersebut

kembali ke bumi dengan parasut. Foto udara pertama kali dibuat oleh Wilbur Wright pada

tahun 1909.Selama periode Perang Dunia I, terjadi lonjakan besar dalam penggunaan foto

udara untuk berbagai keperluan antara lain untuk pelacakan dari udara yang dilakukan

dengan pesawat kecil dilengkapi dengan kamera untuk mendapatkan informasi kawasan

militer strategis, juga dalam hal peralatan interpretasi foto udara, kamera dan film. Pada tahun

1922, Taylor dan rekan-rekannya di Naval Research Laboratory USA, berhasil mendeteksi

kapal dan pesawat udara. Pada masa ini inggris menggunakan foto udara untuk mendeteksi

kapal yang melintas kanal di inggris guna menghindari serangan Jerman yang direncanakan

pada musim panas tahun 1940. Angkatan Laut Amerika, pada tanggal 5 Januari 1942

mendirikan Sekolah Interpretasi Foto Udara (Naval Photographic Interpretation School),

bertepatan dengan sebulan penyerangan Pearl Harbor.

Sejak 1920 di Amerika, pemanfaatan foto udara telah berkembang pesat yang mana

banyak digunakan sebagai alat bantu dalam pengelolaan lahan, pertanian, kehutanan, dan

pemetaan penggunaan tanah. Dimulai dari pemanfaatan foto hitam putih yang pada gilirannya

memanfaatkan foto udara berwarna bahkan juga foto udara infra merah.Selama perang dunia

4
ke-II, pemanfaatan foto udara telah dikembangkan menjadi bagian integral aktifitas militer

yang digunakan untuk pemantauan ketahanan militer dan aktifitas daerah di pasca perang.

Pada masa ini Amerika Serikat, Inggris dan Jerman mengembangkan penginderaan jauh

dengan gelombang infra merah. Sekitar tahun 1936, Sir Robert Watson-Watt dari Inggris juga

mengembangkan sistem radar untuk mendeteksi kapal dengan mengarahkan sensor radar

mendatar ke arah kapal dan untuk mendeteksi pesawat terbang sensor radar di arahkan ke

atas. Panjang gelombang tidak diukur dengan sentimeter melainkan dengan meter atau

desimeter. Pada tahun 1948 dilakukan percobaan sensor radar pada pesawat terbang yang

digunakan untuk mendeteksi pesawat lain. Radar pertama menghasilkan gambar dengan

menggunakan B-Scan, menghasilkan gambar dengan bentuk segi empat panjang, jarak obyek

dari pesawat digunakan sebagai satu kordinat, kordinat lainnya berupa sudut relatif terhadap

arah pesawat terbang. Gambar yang dihasilkan mengalami distorsi besar karena tidak adanya

hubungan linier antara jarak dengan sudut. Distorsi ini baru dapat dikoreksi pada radar Plan

Position Indicator (PPI). PPI ini masih juga terdapat distorsi, tetapi ketelitiannya dapat

disetarakan dengan peta terestrial yang teliti. Radar PPI masih digunakan sampai sekarang,

Radar PPI dan Radar B Scan antenanya selalu berputar. Pada sekitar tahun 1950

dikembangkan sistem radar baru yang antenanya tidak berputar yaitu dipasang tetap di bawah

pesawat, oleh karena itu antenanya dapat dibuat lebih panjang sehingga resolusi spatialnya

lebih baik.

Perkembangan satelit sumber daya alam tersebut diikuti oleh negara lain, dengan

meluncurkan satelit PJ operasional dengan berbagai misi, teknologi sensor, serta distribusi

data secara komersial, seperti satelit SPOT-1 (Systeme Probatoire d'Observation de la Terre)

oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.

Demikian juga dengan dipasangnya sensor radar pada satelit PJ sebagai

penggambaran sensor optik, merupakan peluang yang baik bagi negara Indonesia, yang

5
wilayahnya tertutup awan sepanjang tahun. Pada tahun 1986 Heinrich Hertz melakukan

percobaan yang menghasilkan bahwa berbagai obyek metalik dan non metalik memantulkan

tenaga elektromagnetik pada frekensi 200 MHz yang dekat dengan gelombang mikro.

Percobaan radar pertama kali dilakukan oleh Hulsmeyer pada tahun 1903 untuk mendeteksi

kapal.

Satelit PJ radar yang digunakan untuk mengindera sumber daya di bumi dimulai

dengan satelit eksperimen Amerika Serikat untuk mengindera sumber daya laut Seasat (Sea

Satellite) tanggal 27 November 1978, SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981,

SIR-B tahun 1984, SIR-C tahun 1987. Disusul satelit SAR milik Rusia Cosmos 1870 tahun

1987, dan beroperasi selama dua tahun, untuk pengumpulan data daratan dan lautan. Cosmos-

1870 ini hanya merupakan suatu prototipe, yang dirancang khusus untuk satelit sistem radar,

yang secara operasional akan dilakukan oleh Almaz-1. Satelit Almaz-1 diluncurkan 31 Maret

1991, yang awalnya untuk pantauan kondisi cuaca setiap hari, sedangkan secara operasional

mengindera bumi baru dimulai 17 Oktober 1992 dan beroperasi selama 18 bulan.

Konsorsium Eropa (ESA = European Space Agency) tidak mau ketinggalan meluncurkan

ERS-1 tahun 1991 dan ERS-2 tahun 1995. Disusul Jepang dengan JERS (Japan Earth

Resources Satellite), yaitu JERS-1 diluncurkan tanggal 11 Februari 1992, namun program ini

tidak diteruskan dan diganti dengan Adeos (Advanced Earth Observation Satellite) Agustus

1996, serta GMS (Geostationer Meteorogical Satellite), India dengan IRS (Indiana Resources

Satellite); dan Canada dengan Radarsat (Radar Satelitte).

Pada saat ini, satelit intelijen Amerika memiliki kemampuan menghasilkan citra

dengan resolusi yang sangat tinggi, mampu mencapai orde sepuluhan sentimeter. Pada

sebuah citra KH-12, mampu mengambil gambar pada malam hari dengan menggunakan

gelombang infra merah yang sangat berguna untuk mendeteksi sebuah kamuflase atau bahkan

dapat melihat jika seorang serdadu menggunakan topi/helmnya. Selain Amerika negara lain

6
yang memiliki satelit pengindera bumi dengan resolusi yang sangat tinggi adalah Rusia

dengan KVR 1000 (satelit Yantar Kometa), Perancis dengan Helios-2A dan Israel dengan

Offeq-2.

Penginderaan jauh (inderaja), khususnya inderaja dari satelit, berkembang sangat

pesat. Negara-negara yang terlibat dalam pengembangan satelit akan semakin banyak

termasuk dari Negara berkembang dan pihak swasta. Termasuk Indonesia masuk didalamnya,

dimana diketahui Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas yang terbesar

disekitar khatulistiwa dan diantara dua benua, yakni benua Asia dan benua Australia, dan

diapit dua samudra besar, yakni samudra Hindia dan samudra Pasifik, Selain itu,

Indonesiajuga merupakan Negara maritime atau disebut dengan Negara bahari yang

memegang peran penting dalam pembentukan iklim dan lingkungan global.

Era teknologi yang canggih sekelas inderaja sangat diperlukan di berbagai Negara,

apalagi Negara Indonesia yang mempunyai kompleksitas bentukan lahan, bentang alam,

maupun kekayaan alamnya dari mineral tambang sampai hasil laut. Indonesia saat ini

dihadapkan pada tantangan untuk memelihara kelestarian lingkungan. Tantangan sosial,

politik, ekonomi, jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 200 juta, maka pendayagunaan

sumbardaya alamnya harus dilakukan secara berkelanjutan (sustainable) sehingga dapat

memenuhi kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu pengolahan

sumberdaya alam yang lestari dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi,

ketahanan politik, ketahanan dan kelenturan budaya. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi

yang dapat dimanfaatkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Teknologi penginderaan jauh

dengan wahana satelit merupakan suatu alternative yang berdaya guna dan berhasil guna

untuk pemetaan, inventarisasi, pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan (Purwadhi,

1994 dalam Purwadhi dan sanjoto 2008: 39-40)

7
Kepemilikan satelit yang saat ini umumnya dimiliki oleh pemerintah dan beroperasi

bukan untuk tujuan komersial akan berubah kepemilikan ke pihak swasta dengan basis

komersial. Tantangan tersebut bahkan lebih besar dengan adanya arus globalisasi

perekonomian dan informasi melalui jaringan internet ( kertasasmita 2000:1).

Lillesand dan Kiefer (2004) menjelaskan pengertian penginderaan jauh adalah ilmu

dan seni yang dipergunakan untuk memperoleh informasi tentang suatu objek atau fenomena

dengan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut. Alat yang

dimaksud adalah alat pengindera atau sensor yang dipasang pada wahana, biasanya berupa

balon udara, pesawat terbang, pesawat ulang alik, atau satelit (Sutanto, 1994). Sedangkan

Lindgren (1985) dalam Sutanto (1994) penginderan jauh didefinisikan sebagai suatu teknik

yang dikembangkan untuk memperoleh dan melakukan analisis tentang informasi bumi,

informasi tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau

dipancarkan dari permukaan bumi. Informasi yang dapat diperoleh dengan teknik

penginderaan jauh tidaklah hanya pada bidang permukaan objek, daerah, atau fenomena yang

tampak langsung diatas permukaan bumi, tetapi sampai pada kedalaman tertentu juga dapat

dideteksi/diindera (Sutanto, 1994). Objek, daerah, atau fenomena tersebut termasuk yang

terdapat diluar bumi seperti bulan dan planet lain maupun yang diluar atmosfir.

Lillesand and Kieffer (2004) menjelaskan untuk mengkaji suatu obyek, daerah atau

fenomena yang diteliti melalui penginderaan jauh dapat dilakukan dari data digital maupun

gisual. Interpretasi gisual data dengan menggunakan kemampuan berpikir untuk melakukan

egaluasi spasial secara subjektif terhadap unsurunsur selektif daerah kajian. Tetapi analisis ini

sangat dipengaruhi keterbatasan kemampuan mata manusia untuk memisahkan nilai rona

pada citra. Sedangkan data digital merupakan hasil rekaman citra dalam bentuk numerik.

Dengan berkembangnya teknologi komputer yang semakin pesat, maka akses berbagai

kelompok atau akademisi ke otomatis pengolahan citra digital pun semakin besar.

8
B. SISTEM / KOMPONEN PENGINDERAAAN JAUH

Penginderaan jauh merupakan suatu sistem, artinya penginderaan jauh terbangun oleh

beberapa komponen yang saling mendukung. Komponen tersebut meliputi sumber tenaga,

atmosfir, interaksi tenaga dengan benda di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data,

dan berbagai pengguna data (Sutanto, 1994; Lilesand, Kiefer, dan Chipman, 2007). Menurut

Tindal (2006) komponen sistem penginderaan jauh terdiri atas sumber energi, radiasi (melalui

atmosfir), interaksi (tenaga dan objek), sensor perekam, transmisi, resepsi, dan pemrosesan,

interpretasi dan analisis (operator), dan aplikasi. Suatu sistem dapat bekerja secara optimal

jika masing-masing komponen penyusunnya bekerja sama secara serasi dan seimbang.

Komponen sistem penginderaan jauh secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 komponen,

yakni alami, teknologi, dan manusia. Sistem penginderaan jauh diilustrasikan oleh gambar 1

berikut ini.

Gambar 1. Komponen-komponen Sistem Penginderaan Jauh

9
Keterangan:

A = Sumber tenaga

B = Atmosfer

C = Interaksi tenaga dengan objek

D = Sensor (terpasang pada pesawat terbang atau satelit)

E = Perolehan data (dikirim melalui stasiun-stasiun penerima)

F = Pengguna (mengolah dan menganalisis citra)

G = Informasi (basis data, pemetaan dan rekomendasi kebijakan)

C . JENIS SATELIT DARI SISTEM AKTIF DAN PASIF

1. SATELIT DENGAN SISTEM AKTIF

Penginderaan jauh sistem aktif disebut demikian sebab sistem tidak mengandalkan energi

alamiah, tetapi menggunakan energy buatan. Penginderaaan jauh sistem aktif yang

menggunakan gelombang mikro disebut penginderaaan jauh sistem radar (Radio Detection

and Ranging). Radar pertama yang menghasilkan citra dikembangkan selama Perang Dunia

II, bernama B-Scan yang antenanya selalu berputar. Pada 1950 dikembangkan radar baru

yang antenanya tidak berputar, yang dapat dipasang di bawah pesawat. Radar menggunakan

tenaga elektromagnetik yang dibangkitkan sensor radar. Tenaga berupa pulsa bertenaga

tinggi dengan kecepatan pulsa 10-6 detik. Intensitas pulsa balik (backscatter) direkam oleh

sensor. Berdasarkan waktu dapat diperkirakan jarak dan berdasarkan intensitas tenaga balik

dapat diperkirakan jenis objek.

Bentuk data radar adalah citra dan non citra. Umumnya radar noncitra digunakan untuk

menghitung kecepatan kendaraan (sistem radar Doppler). Data radar berupa citra mempunyai

resolusi spasial relatif, ditentukan oleh panjang antena, semakin panjang semakin baik

10
resolusinya. Kesulitan pemasangan antena panjang yang berputar pada pesawat melahirkan

Radar SLAR (Side Looking Aperture Radar) yang dipasang pada bagian bawah pesawat dan

diarahkan menyamping. SLAR mempunyai dua jenis: SistemReal Aperture Radar (RAR) dan

Sistem Synthetic Aperture Radar (SAR). Perbedaannya adalah pada antenanya yang

membuahkan beda resolusi spasial, antena SAR lebih pendek tetapi menghasilkan citra

dengan resolusi spasial yang baik.

Berikut ini beberapa contoh citra yang diperoleh dari sensor sistem aktif.

a. Citra Satelit Radar

1) Seasat

Seasat adalah satelit pertama yang dirancang untuk mengindera lautan dengan

menggunakan sensor radar aperture sintetis (SAR). Misi ini dirancang untuk menunjukkan

kemampuan satelit dalam melakukan pemantauan fenomena oseanografi global dan untuk

membantu menentukan persyaratan untuk sistem laut operasional satelit penginderaan jauh.

Tujuan khusus adalah untuk mengumpulkan data tentang permukaan laut angin, suhu

permukaan laut, ketinggian gelombang, gelombang internal, air atmosfer, fitur es laut, dan

topografi laut. Misi ini berakhir pada 10 Oktober1978 karena kegagalan sistem tenaga listrik

wahana. Meskipun hanya sekitar 42 jam data real time diterima, misi ini menunjukkan

kemampuan menggunakan sensor microwave untuk memantau kondisi laut, dan meletakkan

dasar untuk misi SAR masa depan. Perbedaan utama antara satelit Bumi Seasat-A dan

pengamatan sebelumnya adalah penggunaan sensor gelombang mikro aktif dan pasif untuk

mencapai kemampuan semua cuaca.

Data laser yang diperoleh oleh stasiun pelacakan harian (sebelum pembentukan ILRS)

digunakan oleh NASA GSFC untuk pembangunan model gravitasi. Seasat disesuaikan PGS-

S1-S2 dan PGS (terdiri atas 16.500 pengamatan), memiliki instrumentasi: radar altimeter,

11
sistem scatterometer, synthetic aperture radar (SAR), radiometer visible dan inframerah,

scanning multi-channel microwave radiometer, dan retroreflector array.

Satelit milik AS mengorbit pada ketinggian 800 km dengan periode ulang selama 14

kali sehari dengan orbit hampir polar, dan kembali ke posisi semula pada setiap 152 hari.

Satelit ini dapat merekam 95% lautan (termasuk permukaan bumi terekam). Seasat dilengkapi

dengan lima sensor, yakni dua radiometer dan satu radar jenis SAR. Sistem pencitraan SAR

ini membantu dalam deteksi kenampakan es lautan, gunung es, batas air-lahan dan membantu

dalam penetrasi badai hujan leba

2) TerraSAR-x

Citra Radar pada awalnya memiliki banyak kelemahan dibandingkan dengan citra

spektral, tetapi kini telah memberikan sumbangan nyata bagi dunia survei dan pemetaan.

Salah satu citra satelit dengan sensor Radar, yang memiliki kemutakhiran teknologi adalah

Terra SAR-X, satelit yang dioperasikan oleh Infoterra. Kemampuan dan kelebihannya untuk

menembus awandapat menjadi solusi sulitnya pemetaan karena gangguan awan. Aplikasi

penggunaan data yang dihasilkan oleh Terra SAR-X di antaranya untuk pembuatan peta dasar

berbagai skala mulai dari 1:25.000 hingga lebih kecil, pembuatan peta tematik berbagai

bidang, pemutakhiran peta sampai dengan skala besar misalnya 1:10.000 hingga 1:2.500,

untuk mitigasi bencana dan lain-lain.

3) JERS

JERS (Japan Earth Resources Satellite) adalah satelit pengamatan Bumi milik Jepang yang

diluncurkan pada 11 Februari 1992 di Tanegashima oleh NASDA (National Space

Development Agency), yang juga dikenal dengan nama Fuyo membawa dua sensor optik dan

satu sensor radar. Sensor radar yang digunakan adalah SAR (Syntetic Aperture Radar). Satelit

ini diluncurkan setelah pada keberhasilan MOS, JERS menguji kinerja sensor optic dan radar

aperture sintetis, dan melakukan observasi untuk digunakan dalam survei tanah, pertanian,

12
kehutanan, perikanan, pelestarian lingkungan, pencegahan bencana, dan pengawasan pesisir.

Sensor SAR pada JERS-1 memiliki resolusi tinggi pada segala cuaca, pencitraan radar yang

dapat memetakan karakteristik topografi dan geologi permukaan bumi.

Ada dua macam sensor yang dibawa pada JERS, yakni:

a) Sensor Optik: Sensor optik adalah sensor resolusi tinggi yang mengukur radiasi

matahari yang dipantulkan dari permukaan bumi dalam terlihat, dekat inframerah, dan

pendek panjang gelombang inframerah. Dari data ini, gambar stereoskopik dapat

dibuat.

b) SAR dan OPS Recorder dan Transmitter yang memiliki perekam pita digital densitas

tinggi untuk data observasi bumi.

4) ASTER

Program ASTER di bawah naungan Earth Observing System (EOS) bertujuan untuk

melakukan observasi permukaan bumi untuk memantau kondisi lingkungan hidup secara

global dan sumber daya alam. Sensor ASTER yang dikembangkan oleh Kementerian

Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, merupakan salah satu sensor yang

terpasang dalam satelit Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999. Sensor ini terdiri

atas Visible and Near Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer

(SWIR), Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan Master

Power Unit. VNIR digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi

dengan range dari spektrum visible sampai inframerah (520–860 mikrometer) dengan 3

bands. SWIR digunakan untuk mendeteksi pantulan energi dari permukaan bumi dengan

spektrum inframerah pada julat 1.6–2.43 μm. Penggunaan radiometer ini memungkinkan

menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batuan dan mineral, serta untuk monitoring

bencana alam seperti monitoring gunung berapi yang masih aktif. TIR adalah untuk observasi

radiasi infra merah termal (800–1.200 μm) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5

13
bands. Band ini dapat digunakan untuk memantau jenis tanah dan batuan di permukaan bumi.

Sensor Infra merah multi-band pada satelit ini adalah pertama kali di dunia. Ukuran citra

yang diperoleh adalah 60 km dengan resolusi spatial 90 meter.

Pemanfaatan citra ASTER antara lain untuk analisis geologi foto, analisis spektral,

interpretasi sintetis, pembuatan peta dasar umum untuk pertambangan dan eksplorasi daerah

pesisir, studi pemanasan global (global warming), monitoring area hidrologi, investigasi

sumber daya alam, klasifikasi tumbuhan, monitoring bencana alam. Kesemua aplikasi

tersebut tidak memerlukan tingkat kedetailan informasi yang rinci, sehingga citra Aster

mampu memenuhinya.

5) Citra Satelit ALOS (Advanced Land Observing Satelite)

ALOS didesain untuk dapat beroperasi selama 3–5 tahun, dengan membawa tiga

sensor, yaitu Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) dengan

resolusi 2,5 m, Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) resolusi

10 m dan Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) resolusi 10 m dan

100 m. Periode kunjungan ulang (revisiting period) dari satelit ALOS adalah 46 hari, tetapi

untuk kepentingan pemantauan bencana alam atau kondisi darurat, satelit ALOS ini mampu

melakukan observasi dalam waktudua hari. Dari ketiga sensor tersebut, yang termasuk sensor

aktif adalah PALSAR.

Sensor PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar) merupakan

pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit JERS-1. Sensor ini merupakan

sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa

terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR,

sensor ini memungkinkan dapat melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan

area yang cukup luas, yaitu 250–350 km.

6). Radarsat

14
Radarsat merupakan satelit kepunyaan negara Kanada, yang dioperasikan oleh

Canadian Space Agency (Badan Antariksa Kanada). Program Satelit Radarsat sudah

memasuki generasi ketiga yakni Radarsat 1 (tahun 1995 – 20013), Radarsat 2 (tahun 2007 –

sekarang), dan Radarsat Constellation yang terdiri dari konstelasi 3 Satelit Radarsat terbaru

(tahun 2019 – sekarang).

Untuk Citra Satelit Radarsat-1 terdapat 7 mode yaitu Fine (resolusi spasial 8 meter),

Standard (resolusi spasial 25 meter), Wide (resolusi spasial 30 meter), ScanSAR Narrow

(resolusi spasial 50 meter), ScanSAR Wide (resolusi spasial 100 meter), Extended High

Incidence (resolusi spasial 25 meter), dan Extended Low Incidence (resolusi spasial 30

meter).

Untuk Citra Satelit Radarsat-2 terdapat 12 mode yaitu Fine (resolusi spasial 8 meter),

Standard (resolusi spasial 30 meter), Wide (resolusi spasial 30 meter), ScanSAR Narrow

(resolusi spasial 50 meter), ScanSAR Wide (resolusi spasial 100 meter), Extended High

Incidence (resolusi spasial 18-27 meter), Extended Low Incidence (resolusi spasial 30 meter),

Spotlight (resolusi spasial 3 meter), Ultra Fine (resolusi spasial 3 meter), Multi-Look Fine

(resolusi spasial 8 meter), Fine Quad-Polarisation (resolusi spasial 8 meter), dan Standard

Quad-Polarisation (resolusi spasial 30 meter).

2. SATELIT DENGAN SISTEM PASIF

1). CITRA NOAA-AVHRR

Satelit NOAA (National Ocean and Atmospheric Administration) adalah satelit cuaca

yang dioperasikan oleh National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika.

Menurut orbit satelit sateit NOAA bisa dibagi menjadi dua macam yaitu orbit geostasioner

dan orbit polar. Satelit NOAA dengan orbit geostasioner adalah satelit yang memonitor

belahan bumi bagian barat pada ketinggian 22.240 mil di atas permukaan bumi, sedangkan

15
satelit NOAA dengan orbit polar adalah satelit yang memonitor bumi pada ketinggian 540

mil di atas permukaan bumi (NOAA 2008). Satelit NOAA termasuk kedalam satelit sistem

pasif dimana sumber tenaga utama untuk mengirim gelombang elektromagnetik berasal dari

matahari. Pada umumnya satelit NOAA merekam suatu wilayah sebanyak 2 kali waktu siang

dan 2 kali pada malam hari. Saat ini di atmosfer Indonesia melintas setiap hari lima seri

NOAA yaitu NOAA 12, NOAA 14, NOAA 15, NOAA 16, NOAA 17. Stasiun bumi NOAA

yang berada di Indonesia terletak di LAPAN, Kantor BRKP, Bitung, dan SEACORM.

Aplikasi dari satelit NOAA adalah pemetaan distribusi hujan salju, pemantauan terhadap

banjir, pemetaan vegetasi, analisa kelembaban tanah secara regional, pemetaan distribusi

bahan bakar yang menyebabkan kebakaran liar (wildfire fuel mapping), pendeteksian

kebakaran, pemantauan badai gurun dan macammacam aplikasi yang berkenaan dengan

gejala geografis, misalnya gunung api meletus.

AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) adalah sensor radiasi yang

bisa digunakan untuk menentukan tutupan awan dan suhu permukaan. Sensor ini berupa

radiometer yang menggunakan 6 detector yang merekam rediasi pada panjang gelombang

yang berbeda-beda. Data AVHRR terutama digunakan untuk peramalan cuaca harian dan

dapat diterapkan secara luas pada banyak lahan dan perairan. Data AVHRR data digunakan

untuk membuat Peta Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature maps/SST Maps),

dimana dapat digunakan untuk prediksi daerah tangkapan ikan.

2). Terra MODIS dan Aqua MODIS

Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS), adalah 36-band

Spectroradiometer mengukur radiasi tampak dan inframerah dan memperoleh data yang

digunakan untuk memperoleh produk mulai dari vegetasi, tutupan permukaan tanah, dan laut

klorofil fluoresensi ke awan dan sifat aerosol, kejadian kebakaran , salju penutup di tanah,

dan lapisan es laut di lautan. Pertama MODIS instrumen diluncurkan pada papan satelit Terra

16
pada bulan Desember 1999, dan yang kedua diluncurkan pada Aqua pada Mei 2002.

Karakteristik Instrumen

(1) Terpilih untuk penerbangan pada Terra (diluncurkan Desember 1999) dan Aqua.

(2) Resolusi menengah, mlti-spektral, cross-track scanning radiometer.

(3) Mengukur sifat fisik atmosfer, dan sifat biologis dan fisik dari lautan dan tanah.

(4) 36 spektral band-21 dalam 0,4-3,0 m, 15 m dalam waktu 3-14,5.

(5) Cakupan global terus menerus setiap 1 sampai 2 hari.

(6) Rasio signal-to-noise 900-1300 untuk 1 km band warna laut pada 70 ° sudut zenith

matahari.

(7) NEDT yang biasanya <0,05 K pada 300K.

(8) Akurasi radiasi mutlak dari 5% untuk <3 um dan 1% untuk> 3 m.

(9) Refleksi siang hari dan hari / malam emisi spektral pencitraan.

3). Satelit Landsat-7 ETM+

Program Landsat dimulai dengan diluncurkannya satelit Landsat-1.Landsat-1

merupakan satelit pengamatan bumi (EOS/Earth Observation Sattelite) yang pertama,

diluncurkan pada tahun 1972. Satelit ini terkenaln dengan kemampuannya merekam

permukaan bumi dari angkasa. Generasi penerus satelit Landsat-1 yaitu Landsat-2, 3, 4, 5,

dan 7. Pada saat ini Landsat-7 sebagai satelit pokok yang dioperasikan. Landsat-7

diluncurkan pada 15 April 1999. Landsat-7 ini dilengkapi dengan Enhanced Thematic

Mapper Plus (ETM+), yang merupakan kelanjutan dari program Thematic Mapper (TM)

yang diusung sejak Landsat-5. Saluran pada satelit ini pada dasarnya adalah sama dengan 7

saluran pada TM, namun diperluas dengan saluran 8 yaitu Pankromatik. Saluran 8 ini

17
merupakan saluran berresolusi tinggi yaitu seluas 15 meter.

Karaktreristik Satelit Landsat-7 ETM+

(1) Tanggal Peluncuran 15 April 1999 at Vandenberg Air Force Base, California, USA

(2) Orbit 705 +/- 5 km (at the equator) sun-synchronous

(3) Inklinasi Orbit 98.2 +/- 0.15

(4) Periode Orbit 98.9 minutes

(5) Ketinggian 681 kilometer

(6) Resolusi pada Nadir 30x30 meter (TM), 120 m x 120 m pixel (farinfrared band/band 7)

(7) Cakupan Citra 185 km (115 miles)

(8) Waktu Melintas Ekuator 10:30 AM solar time

(9) Waktu Lintas Ulang 16 days (233 orbits)

(10) Saluran Citra Panchromatic, blue, green, red, near IR, middle IR, far IR,Thermal IR

4). CBERS-2

CBERS-2 identik dengan CBERS-1 Program lahir dari hubungan antara Brasil dan

China dalam ruang segmen teknis ilmiah . CBERS-1 berhasil diluncurkan pada tanggal 21

Oktober 2003 dari Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan di Cina. Waktu peluncuran adalah 11:16

(Beijing waktu setempat), yang sesuai dengan 1:16 (Brasilia waktu setempat). Citra satelit

dari CBERS-2 digunakan dalam bidang-bidang penting, seperti penggundulan hutan dan

pengendalian kebakaran di Daerah Amazon, pemantauan sumber daya air, pertumbuhan kota,

pekerjaan tanah, pendidikan dan beberapa aplikasi lainnya. Salah satu aplikasi penting adalah

pemantauan cekungan hidrologi oleh ANA dan jaringan platform yang SIVAM, yang

menyediakan sungai Brasil dan data hujan.

Satelit CBERS terdiri dari dua modul. Modul payload sistem optic (CCD - Resolusi

Tinggi CCD Kamera, IRMSS - Infra-Red Multispektral Scanner e WFI - Wide Field Imager)

18
dan sistem elektronik yang digunakan untuk observasi Bumi dan pengumpulan data dengan

kemampuan resolusi mulai dari 20 meter sampai 260 meter. Modul layanan menggabungkan

peralatan yang menjamin pasokan listrik, kontrol, telekomunikasi dan semua fungsi lainnya

yang diperlukan untuk operasi satelit.

Spesifikasi Satelit CBERS-2

(1) Resolusi 20m - 260M

(2) Peluncuran Tanggal 21 Oktober 2001

(3) Lokasi Peluncuran Taiyuan Satellite Launch Center di Cina

(4) Jumlah massa 1450kg

(5) Pembangkitan Listrik 1100W

(6) Sun-Synchronous Orbit 778km, 14 putaran per hari

(7) Equator Crossing Waktu 10:30 AM

(8) Lifetime Orbit 2 tahun

CBERS-2 Spesifikasi OptikSensor CBERS-2 satelit dirancang untuk cakupan global

dan terukur yang meliputi kamera yang membuat pengamatan optik dan untuk

mengumpulkan data tentang lingkungan. Karakteristik unik CBERS-2 adalah muatan multi-

sensor dengan kemampuan resolusi spasial dan spektral yang berbeda dan frekuensi dari

setiap kamera yang memungkinkan untuk berbagai aplikasi pemetaan.

5). Satelit IKONOS

Satelit Ikonos adalah satelit resolusi sangat tinggi yang dioperasikan oleh GeoEye.

Kemampuan liputan dari satelit Ikonos adalah mencitrakan obyek di permukaanbumi dengan

resolusi spasial untuk multispektral adalah 3,2 meter dan inframerah dekat (0,82mm)

pankromatik. Data Citra Satelit Ikonos dapat digunakan untuk berbagai tujuan pemanfaatan,

antara lain untuk pemetaan sumber daya alam daerah pedalaman dan perkotaan, analisis

19
bencana alam, kehutanan, pertanian, pertambangan, teknik konstruksi, pemetaan perpajakan,

dan deteksi perubahan.

Berikut ini karakteristik satelit IKONOS :

(1) Tanggal peluncuran 24 September 1999 di Vandenberg Air Force Base, California, USA.

(2) Masa operasi 7 tahun lebih.

(3) Orbid 7,5 km/detik

(4) Kecepatan diatas bumi 6,8 km/detik

(5) Kecepatan mengelilingi bumi 14,7 kali tiap 24 jam

(6) Ketinngian 681 kilometer (Low Earth Orbit)

(7) Resolusi 26o Off-Nadir 1,0 meter (panchromatic) ; 4,0 meter (multispektral)

(8) Waktu lintas ulang 3 hari pada 40o latitude

(9) Sauran citra Panchromatic, biru, merah, hijau dan IR2

Kelebihan: IKONOS menyediakan data citra yang akurat, dimana menjadi standar

untuk produk-produk data satelit komersoal yang beresolusitinggi. IKONOS memproduksi

citra 1-meter hitam dan putih (pankromatik) dan citra 4-meter multispektral (red, blue, green

dan near-infrared) yang dapat dikombinasikan dengan berbagai cara

untukmengakomodasikan secara luas aplikasi citra beresolusi tinggi (Space Imaging, 2004)

Data IKONOS dapat digunakan untuk pemetaan topografi dari skala kecil hingga menengah,

tidak hanya menghasilkan peta baru, tetapi juga memperbaharui peta topografi yang sudah

ada. Penggunaan potensial lain IKONOS adalah .precision agriculture.; hal ini digambarkan

pada pengaturan band multispektra, dimana mencakup band infra merah dekat (near-

infrared). Pembaharuan dari situasi lapangan dapat membantu petani untuk mengoptimalkan

penggunaan pupuk dan herbisida.

6). Citra satelit GeoEye-1

20
Citra satelit GeoEye-1 adalah citra resolusi tinggi yang dimiliki oleh perusahaan

GeoEye yang diluncurkan oleh Vandenburg Air Force California pada tanggal 6 September

2008. Citra satelit ini menawarkan citra permukaan bumi dengan ketelitian uar biasa dan

akurasi yang tinggi dibanding dengan citra satelit resolusi tinggi lainnya. GeoEye-1 secara

stimulan melakukan perekaman saluran pankromtik dengan resolusi spasial 0,41 meter dan

saluran multispektral dengan resolusi spasial 1,65 meter. Akan tetapi berdasarkan kebijakan

pemerintah AS resolusi spasial yang diperkenankan untuk kepentingan komersial adalah

resolusi 0,5 meter dan 2 meter.

7). Citra Satelit QuickBir

QuickBird merupakan citra satelit dengan resolusi yang tinggi, yang dimiliki

perusahaan penyedia citra satelit dari Amerika Serikat yaitu Digital Globe. Quickbird ini

menggunakan Ball Aerospace’s Global Imaging System 2000 (BGIS 2000), dan merupakan

pengumpul citra satelit resolusi tinggi untuk tujuan komersial urutan ke -4 setelah

WorldView-1. . Citra satelit ini merupakan sumber yang sangat baik dalam pemanfaatannya

untuk studi lingkungan dan analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan kehutanan.

Dalam bidang perindustrian, citra satelit ini dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi dan

produksi minyak/gas, teknik konstruksi, dan studi lingkungan.

Karaktreristik Satelit QuickBird

(1) Tanggal Peluncuran 24 September 1999 at Vandenberg AirForce Base, California,USA

(2) Pesawat Peluncur Boeing Delta II

(3) Masa Operasi 7 tahun lebih

(4) Orbit 97.2°, sun synchronous

(5) Kecepatan pada Orbit 7.1 Km/detik (25,560 Km/jam)

(6) Kecepatan diatas bumi 6.8 km/detik

(7) Akurasi 23 meter horizontal (CE90%)

21
(8) Ketinggian 450 kilometer

(9) Resolusi Pankromatik : 61 cm (nadir) to 72 cm (25° off-nadir) Multi Spektral: 2.44 m

(nadir) to 2.88 m (25° off-nadir))

(10) Cakupan Citra 16.5 Km x 16.5 Km at nadir

(11) Waktu Melintas Ekuator 10:30 AM (descending node) solar time

(12) 12 Waktu Lintas Ulang 1-3.5 days, tergantung latitude (30° off-nadir)

(13) 13 Saluran Citra Pan : 450-900 nm Blue :450-520 nm Green : 520-600 nm

Red : 630-690 nm Near IR : 760-900 nm

Kekurangan : Satelit quickbird jangkauan liputan satelit resolusi tinggi, (kurang dari

20 km) karena beresolusi tinggi dan posisi orbitatnya rendah, 400-600 km di atas Bumi.

Kelebihan : Resolusi 60 cm bila dipadukan dengan saluranmultispektralnya akan

menghasilkan pan- sharped image yang mampu menonjolkan variasi obyek hingga marka

jalan dan tembok penjara. Citra ini mudah diintrepretasi secara visual.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SATELIT SISTEM AKTIF DAN SISTEM

PASIF

1). Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Aktif

Terdapat kelemahan dari penggunaan sumber energi di luar satelit itu sendiri (sensor

pasif) yaitu citra satelit yang dihasilkan akan ikut menampilkan keberadaan awan (jika

terdapat awan pada area perekaman ketika satelit melakukan pengambilan data), yang

membuat seorang intrepreter akan kesulitan melakukan interpretasi objek pada citra satelit

yang terhalang oleh awan. Selain itu satelit dengan sensor pasif tidak dapat melakukan

perekaman di malam hari, karena sumber energinya terutama mengandalkan sinar matahari.

Untuk mengatasi kelemahan yang terdapat satelit dengan sensor pasif, maka

dikembangkan juga satelit dengan sensor aktif. Pengertian satelit dengan sensor aktif sendiri

yakni sumber energi satelit berasal dari sensor yang tersemat pada satelit tersebut, dan tidak

22
mengandalkan sumber energi di luar satelit seperti sinar matahari yang biasa digunakan oleh

satelit dengan sensor pasif.

Keuntungan penggunaan satelit dengan sensor aktif yaitu kemampuannya

“menembus” awan, perekaman dapat dilangsungkan pada malam hari, dan beberapa

keunggulan lainnya.

2). Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Pasif

Tenaga pasif menggunakan cahaya radiasi matahari kelemahannya remote sensing

tidak dapat dilakukan saat malam hari. Selain itu hasil citra yang dihasilkan lebih jernih

karena menggunakan pencahayaan langsung dari matahari dan bila kondisi cuaca kurang

bagus hasil citra yang dihasilkan sedikit buram apalagi kalau terhalang awan, maka objek

yang terekam tidak bisa ditembus oleh sensor.

E. APLIKASI DALAM PENELITIAN OSEANOGRAFI DAN KELAUTAN

Pendekatan penginderaan jauh kelautan dengan parameter oseanografi sangat sering

dilakukan di Indonesia, yakni dengan melihat pengaruh gelombang laut. Pengembangan

kawasan pantai yang tidak dilandasi oleh prinsip perlindungan dan pelestarian lingkungan,

dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada fungsi ekologis yang berakibat terjadinya

kerusakan kawasan pantai (Angkotasan, 2012). Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam

mengkaji kondisi suatu kawasan pantai adalah melalui studi mengenai perubahan garis pantai

(Sakka et al., 2011). Sebagai contoh adalah untuk menganalisis perubahan garis

pantai,melalui tumpang susun (overlay) citra satelit. Beberapa penelitian sebelumnya yang

mengkaji tentang perubahan garis pantai di berbagai kawasan pantai menggunakan citra

satelit dilakukan oleh Yulius & Ramdhan (2013). Kemudian Purba & Jaya (2004) melakukan

penelitian mengenai perubahan garis pantai yang dilakukan di lokasi pesisir Kabupaten

Lampung Timur, dengan menggunakan citra satelit Landsat, dengan menyebutkan faktor

23
morfologi pantai, variasi arah angin dan karakteristik gelombang laut, yang ditelaah sebagai

faktor yang berperan terhadap perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Lampung Timur.

Kemajuan teknologi di bidang penginderaan jauh kelautan juga dirasakan dalam bidang

pemetaan di Indonesia.

Penerapan teknologi penginderaan jauh di bidang kelautan Indonesia saat ini sangat

banyak dilakukan, salah satunya adalah metode pendeteksian karakteristik atau habitat dasar

perairan dangkal. Penggunaan dengan metode konvensional menyebabkan pemetaan dasar

perairan dangkal memerlukan waktu yang lama, dan biaya yang relatif mahal. Contoh

penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang pernah menggunakan penginderaan jauh dalam

pemetaannya adalah Siregar (2010) menggunakan citra QuickBird adalah untuk memetakan

dasar perairan dangkal di Kepulauan Seribu; Restuning & Handayani (2007) dengan

menggunakan data citra dari USGS tahun 1973-2006 dalam hasil pemetaan pola gempa bumi

di Indonesia; Usman et al., (2005) dengan menggunakan citra Lansat TM dalam penelitian

sedimentasi perairan lagoon Segara Anakan; dan Simbolon (2010) menggunakan data citra

modis dalam menentukan daerah penangkapan ikan cakalang melalui analisis Suhu

Permukaan Laut (SPL) di Teluk Pelabuhan Ratu. Penelitian tentang Pemanfaatan Citra

Landsat 8 pernah dilakukan untuk memetakan persebaran lamun di wilayah pesisir Pulau

Batam oleh Sari & Lubis (2017). Pemetaan parameter oseanografi fisik menggunakan citra

landsat 8 di wilayah perairan Nongsa Pulau Batam oleh Lubis & Daya (2017), dan Pemetaan

potensi kekeringan lahan seluruh Pulau Batam, dengan menggunakan teknik Sistem

Informasi Geografis dan penginderaan jauh oleh Aprilliyanti & Zainuddin (2017).

24
DAFTAR PUSTAKA

Angkotasan, A.M., I.W. Nurjaya dan N.M.N. Natih. 2012. Analisis perubahan garis pantai di

pantai barat daya Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Kelautan Tropis. 3 (1): 11-22.

Aprilliyanti, T. dan M. Zainuddin . 2017. Pemetaan Potensi Kekeringan Lahan se-pulau

Batam menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan

Jauh. Majalah Geografi Indonesia, 31(1), 91-94.

Danoedoro, P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Andi. Yogyakarta.

Farid. F. (2015) Penginderaan Jauh (Remote Sensing). Utm Press, Bangkalan Madura

Isnawati, A. F., Nuryaningsih, R. E., Wahab, I. H., & Hidayat, R. (2009). Penyusunan Peta

Rentan Bencana Alam Longsor dengan Teknologi Penginderaan Jauh Melalui

Interpretasi Citra Satelit Di Provinsi DIY. Institut Teknologi Telkom Purwokerto.

Lilesand T.M Dan Keifer. (2004) Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra. Yogyakarta

Gadjah Mada University Press.

Lubis, M.Z.Z. dan A.P. Daya. 2017. Pemetaan Parameter Oseanografi Fisik Menggunakan

Citra Landsat 8 di Wilayah Perairan Nongsa Pulau Batam. Jurnal Integrasi, 9(1), 9-

15.

Usman. E. dan L. Sarmili. 2005. Rekontruksi Proses Sedimentasi Perairan Lagoon Segara

Anakan. Jurnal G.

Restuning, D.G dan L. Handayani. 2007. Pemetaan Pola Terjadinya Gempa Bumi di

Indonesia Dengan Metode Fraktual. Jurnal Riset Geologi Dan Pertambangan. 17(2):

51-56.

Purba M dan I. Jaya. 2004. Analisis perubahan garis pantai dan penutupan lahan antara Way

Penet dan Way Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan

dan Perikanan Indonesia. 11 (2): 109-121.

25
26

Anda mungkin juga menyukai