OLEH
NAMA :
STAMBUK :
1
DAFTRA ISI
2
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGINYA
pada awalnya dikembangkan dari teknik interpretasi foto udara pada tahun 1919. Teknologi
ini baru berkembang untuk keperluan sipil setelah Perang Dunia II. Di Indonesia penggunaan
foto udara untuk pemetaan sumberdaya dimulai awal 1970-an. Tahun 1960 satelit cuaca
TIROS yang merupakan satelit non militer diluncurkan. Tahun 1972 Amerika Serikat
diberi nama baru Landsat-1. Sepuluh tahun kemudian Amerika Serikat meluncurkan satelit
sensor TM (Thematic Mapper). Memasuki awal milinium banyak satelit sumberdaya yang
yang bergariasi, dari resolusi sekitar satu meter atau kurang (IKONOS, Orb View, QuickBird
dan GeoEye milik perusahaan swasta Amerika Serikat), 10 meter atau kurang (SPOT milik
Prancis,COSMOS milik Rusia, IRS milik India, dan ALOS milik Jepang), 15-30 meter
(ASTER kerja sama Jepang dan NASA, Landsat & ETM+ milik Amerika Serikat yang
mengalami kerusakan sejak 2003), 50 meter (MOS milik Jepang), 250 meter dan 500 meter
Perkembangan kamera diperoleh dari percobaan yang dilakukan pada lebih dari 2.300
tahun yang lalu oleh Aristoteles dengan ditemukannya teknologi Camera Obscura yang
merupakan temuan suatu proyeksi bayangan melalui lubang kecil ke dalam ruang gelap.
Percobaan ini dilanjutkan dari abad ke 13 sampai 19 oleh ilmuwan seperti Leonardo da Vinci,
Levi ben Gerson, Roger Bacon, Daniel Barbara (penemuan lensa yang dapat dipakai untuk
pembesaran pandangan jarak jauh melalui penggunaan teleskop), Johan Zahr (penemuan
cermin), Athanins Kircher, Johannes Kepler, Robert Boyle, Robert Hooke, William
3
Pada 1700 AD, mulai ditemukan proses fotografi, yang pada akhirnya dikembangkan
menjadi teknik fotografi (1822) oleh Daguerre dan Niepce yang dikenal dengan proses
Daguerrotype. Kemudian proses fotografi tersebut berkembang setelah diproduksi rol film
yang terbuat dari bahan gelatin dan silver bromide secara besar-besaran. Kegiatan seni
fotografi menggunakan balon udara yang digunakan untuk membuat fotografi udara sebuah
desa dekat kota Paris berkembang pada tahun 1859 oleh Gaspard Felix Tournachon, Pada
tahun 1895 berkembang teknik foto berwarna dan berkembang menjadi Kodachrome tahun
1935.
Pada 1903 di Jerman, kamera pertama yang diluncurkan melalui roket yang
dimaksudkan untuk melakukan pemotretan udara dari ketinggian 800 m dan kamera tersebut
kembali ke bumi dengan parasut. Foto udara pertama kali dibuat oleh Wilbur Wright pada
tahun 1909.Selama periode Perang Dunia I, terjadi lonjakan besar dalam penggunaan foto
udara untuk berbagai keperluan antara lain untuk pelacakan dari udara yang dilakukan
dengan pesawat kecil dilengkapi dengan kamera untuk mendapatkan informasi kawasan
militer strategis, juga dalam hal peralatan interpretasi foto udara, kamera dan film. Pada tahun
1922, Taylor dan rekan-rekannya di Naval Research Laboratory USA, berhasil mendeteksi
kapal dan pesawat udara. Pada masa ini inggris menggunakan foto udara untuk mendeteksi
kapal yang melintas kanal di inggris guna menghindari serangan Jerman yang direncanakan
pada musim panas tahun 1940. Angkatan Laut Amerika, pada tanggal 5 Januari 1942
Sejak 1920 di Amerika, pemanfaatan foto udara telah berkembang pesat yang mana
banyak digunakan sebagai alat bantu dalam pengelolaan lahan, pertanian, kehutanan, dan
pemetaan penggunaan tanah. Dimulai dari pemanfaatan foto hitam putih yang pada gilirannya
memanfaatkan foto udara berwarna bahkan juga foto udara infra merah.Selama perang dunia
4
ke-II, pemanfaatan foto udara telah dikembangkan menjadi bagian integral aktifitas militer
yang digunakan untuk pemantauan ketahanan militer dan aktifitas daerah di pasca perang.
Pada masa ini Amerika Serikat, Inggris dan Jerman mengembangkan penginderaan jauh
dengan gelombang infra merah. Sekitar tahun 1936, Sir Robert Watson-Watt dari Inggris juga
mengembangkan sistem radar untuk mendeteksi kapal dengan mengarahkan sensor radar
mendatar ke arah kapal dan untuk mendeteksi pesawat terbang sensor radar di arahkan ke
atas. Panjang gelombang tidak diukur dengan sentimeter melainkan dengan meter atau
desimeter. Pada tahun 1948 dilakukan percobaan sensor radar pada pesawat terbang yang
digunakan untuk mendeteksi pesawat lain. Radar pertama menghasilkan gambar dengan
menggunakan B-Scan, menghasilkan gambar dengan bentuk segi empat panjang, jarak obyek
dari pesawat digunakan sebagai satu kordinat, kordinat lainnya berupa sudut relatif terhadap
arah pesawat terbang. Gambar yang dihasilkan mengalami distorsi besar karena tidak adanya
hubungan linier antara jarak dengan sudut. Distorsi ini baru dapat dikoreksi pada radar Plan
Position Indicator (PPI). PPI ini masih juga terdapat distorsi, tetapi ketelitiannya dapat
disetarakan dengan peta terestrial yang teliti. Radar PPI masih digunakan sampai sekarang,
Radar PPI dan Radar B Scan antenanya selalu berputar. Pada sekitar tahun 1950
dikembangkan sistem radar baru yang antenanya tidak berputar yaitu dipasang tetap di bawah
pesawat, oleh karena itu antenanya dapat dibuat lebih panjang sehingga resolusi spatialnya
lebih baik.
Perkembangan satelit sumber daya alam tersebut diikuti oleh negara lain, dengan
meluncurkan satelit PJ operasional dengan berbagai misi, teknologi sensor, serta distribusi
data secara komersial, seperti satelit SPOT-1 (Systeme Probatoire d'Observation de la Terre)
oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.
penggambaran sensor optik, merupakan peluang yang baik bagi negara Indonesia, yang
5
wilayahnya tertutup awan sepanjang tahun. Pada tahun 1986 Heinrich Hertz melakukan
percobaan yang menghasilkan bahwa berbagai obyek metalik dan non metalik memantulkan
tenaga elektromagnetik pada frekensi 200 MHz yang dekat dengan gelombang mikro.
Percobaan radar pertama kali dilakukan oleh Hulsmeyer pada tahun 1903 untuk mendeteksi
kapal.
Satelit PJ radar yang digunakan untuk mengindera sumber daya di bumi dimulai
dengan satelit eksperimen Amerika Serikat untuk mengindera sumber daya laut Seasat (Sea
Satellite) tanggal 27 November 1978, SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981,
SIR-B tahun 1984, SIR-C tahun 1987. Disusul satelit SAR milik Rusia Cosmos 1870 tahun
1987, dan beroperasi selama dua tahun, untuk pengumpulan data daratan dan lautan. Cosmos-
1870 ini hanya merupakan suatu prototipe, yang dirancang khusus untuk satelit sistem radar,
yang secara operasional akan dilakukan oleh Almaz-1. Satelit Almaz-1 diluncurkan 31 Maret
1991, yang awalnya untuk pantauan kondisi cuaca setiap hari, sedangkan secara operasional
mengindera bumi baru dimulai 17 Oktober 1992 dan beroperasi selama 18 bulan.
Konsorsium Eropa (ESA = European Space Agency) tidak mau ketinggalan meluncurkan
ERS-1 tahun 1991 dan ERS-2 tahun 1995. Disusul Jepang dengan JERS (Japan Earth
Resources Satellite), yaitu JERS-1 diluncurkan tanggal 11 Februari 1992, namun program ini
tidak diteruskan dan diganti dengan Adeos (Advanced Earth Observation Satellite) Agustus
1996, serta GMS (Geostationer Meteorogical Satellite), India dengan IRS (Indiana Resources
Pada saat ini, satelit intelijen Amerika memiliki kemampuan menghasilkan citra
dengan resolusi yang sangat tinggi, mampu mencapai orde sepuluhan sentimeter. Pada
sebuah citra KH-12, mampu mengambil gambar pada malam hari dengan menggunakan
gelombang infra merah yang sangat berguna untuk mendeteksi sebuah kamuflase atau bahkan
dapat melihat jika seorang serdadu menggunakan topi/helmnya. Selain Amerika negara lain
6
yang memiliki satelit pengindera bumi dengan resolusi yang sangat tinggi adalah Rusia
dengan KVR 1000 (satelit Yantar Kometa), Perancis dengan Helios-2A dan Israel dengan
Offeq-2.
pesat. Negara-negara yang terlibat dalam pengembangan satelit akan semakin banyak
termasuk dari Negara berkembang dan pihak swasta. Termasuk Indonesia masuk didalamnya,
dimana diketahui Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas yang terbesar
disekitar khatulistiwa dan diantara dua benua, yakni benua Asia dan benua Australia, dan
diapit dua samudra besar, yakni samudra Hindia dan samudra Pasifik, Selain itu,
Indonesiajuga merupakan Negara maritime atau disebut dengan Negara bahari yang
Era teknologi yang canggih sekelas inderaja sangat diperlukan di berbagai Negara,
apalagi Negara Indonesia yang mempunyai kompleksitas bentukan lahan, bentang alam,
maupun kekayaan alamnya dari mineral tambang sampai hasil laut. Indonesia saat ini
politik, ekonomi, jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 200 juta, maka pendayagunaan
sumberdaya alam yang lestari dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi,
ketahanan politik, ketahanan dan kelenturan budaya. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi
yang dapat dimanfaatkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Teknologi penginderaan jauh
dengan wahana satelit merupakan suatu alternative yang berdaya guna dan berhasil guna
7
Kepemilikan satelit yang saat ini umumnya dimiliki oleh pemerintah dan beroperasi
bukan untuk tujuan komersial akan berubah kepemilikan ke pihak swasta dengan basis
komersial. Tantangan tersebut bahkan lebih besar dengan adanya arus globalisasi
Lillesand dan Kiefer (2004) menjelaskan pengertian penginderaan jauh adalah ilmu
dan seni yang dipergunakan untuk memperoleh informasi tentang suatu objek atau fenomena
dengan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut. Alat yang
dimaksud adalah alat pengindera atau sensor yang dipasang pada wahana, biasanya berupa
balon udara, pesawat terbang, pesawat ulang alik, atau satelit (Sutanto, 1994). Sedangkan
Lindgren (1985) dalam Sutanto (1994) penginderan jauh didefinisikan sebagai suatu teknik
yang dikembangkan untuk memperoleh dan melakukan analisis tentang informasi bumi,
dipancarkan dari permukaan bumi. Informasi yang dapat diperoleh dengan teknik
penginderaan jauh tidaklah hanya pada bidang permukaan objek, daerah, atau fenomena yang
tampak langsung diatas permukaan bumi, tetapi sampai pada kedalaman tertentu juga dapat
dideteksi/diindera (Sutanto, 1994). Objek, daerah, atau fenomena tersebut termasuk yang
terdapat diluar bumi seperti bulan dan planet lain maupun yang diluar atmosfir.
Lillesand and Kieffer (2004) menjelaskan untuk mengkaji suatu obyek, daerah atau
fenomena yang diteliti melalui penginderaan jauh dapat dilakukan dari data digital maupun
gisual. Interpretasi gisual data dengan menggunakan kemampuan berpikir untuk melakukan
egaluasi spasial secara subjektif terhadap unsurunsur selektif daerah kajian. Tetapi analisis ini
sangat dipengaruhi keterbatasan kemampuan mata manusia untuk memisahkan nilai rona
pada citra. Sedangkan data digital merupakan hasil rekaman citra dalam bentuk numerik.
Dengan berkembangnya teknologi komputer yang semakin pesat, maka akses berbagai
kelompok atau akademisi ke otomatis pengolahan citra digital pun semakin besar.
8
B. SISTEM / KOMPONEN PENGINDERAAAN JAUH
Penginderaan jauh merupakan suatu sistem, artinya penginderaan jauh terbangun oleh
beberapa komponen yang saling mendukung. Komponen tersebut meliputi sumber tenaga,
atmosfir, interaksi tenaga dengan benda di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data,
dan berbagai pengguna data (Sutanto, 1994; Lilesand, Kiefer, dan Chipman, 2007). Menurut
Tindal (2006) komponen sistem penginderaan jauh terdiri atas sumber energi, radiasi (melalui
atmosfir), interaksi (tenaga dan objek), sensor perekam, transmisi, resepsi, dan pemrosesan,
interpretasi dan analisis (operator), dan aplikasi. Suatu sistem dapat bekerja secara optimal
jika masing-masing komponen penyusunnya bekerja sama secara serasi dan seimbang.
Komponen sistem penginderaan jauh secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 komponen,
yakni alami, teknologi, dan manusia. Sistem penginderaan jauh diilustrasikan oleh gambar 1
berikut ini.
9
Keterangan:
A = Sumber tenaga
B = Atmosfer
Penginderaan jauh sistem aktif disebut demikian sebab sistem tidak mengandalkan energi
alamiah, tetapi menggunakan energy buatan. Penginderaaan jauh sistem aktif yang
menggunakan gelombang mikro disebut penginderaaan jauh sistem radar (Radio Detection
and Ranging). Radar pertama yang menghasilkan citra dikembangkan selama Perang Dunia
II, bernama B-Scan yang antenanya selalu berputar. Pada 1950 dikembangkan radar baru
yang antenanya tidak berputar, yang dapat dipasang di bawah pesawat. Radar menggunakan
tenaga elektromagnetik yang dibangkitkan sensor radar. Tenaga berupa pulsa bertenaga
tinggi dengan kecepatan pulsa 10-6 detik. Intensitas pulsa balik (backscatter) direkam oleh
sensor. Berdasarkan waktu dapat diperkirakan jarak dan berdasarkan intensitas tenaga balik
Bentuk data radar adalah citra dan non citra. Umumnya radar noncitra digunakan untuk
menghitung kecepatan kendaraan (sistem radar Doppler). Data radar berupa citra mempunyai
resolusi spasial relatif, ditentukan oleh panjang antena, semakin panjang semakin baik
10
resolusinya. Kesulitan pemasangan antena panjang yang berputar pada pesawat melahirkan
Radar SLAR (Side Looking Aperture Radar) yang dipasang pada bagian bawah pesawat dan
diarahkan menyamping. SLAR mempunyai dua jenis: SistemReal Aperture Radar (RAR) dan
Sistem Synthetic Aperture Radar (SAR). Perbedaannya adalah pada antenanya yang
membuahkan beda resolusi spasial, antena SAR lebih pendek tetapi menghasilkan citra
Berikut ini beberapa contoh citra yang diperoleh dari sensor sistem aktif.
1) Seasat
Seasat adalah satelit pertama yang dirancang untuk mengindera lautan dengan
menggunakan sensor radar aperture sintetis (SAR). Misi ini dirancang untuk menunjukkan
kemampuan satelit dalam melakukan pemantauan fenomena oseanografi global dan untuk
membantu menentukan persyaratan untuk sistem laut operasional satelit penginderaan jauh.
Tujuan khusus adalah untuk mengumpulkan data tentang permukaan laut angin, suhu
permukaan laut, ketinggian gelombang, gelombang internal, air atmosfer, fitur es laut, dan
topografi laut. Misi ini berakhir pada 10 Oktober1978 karena kegagalan sistem tenaga listrik
wahana. Meskipun hanya sekitar 42 jam data real time diterima, misi ini menunjukkan
kemampuan menggunakan sensor microwave untuk memantau kondisi laut, dan meletakkan
dasar untuk misi SAR masa depan. Perbedaan utama antara satelit Bumi Seasat-A dan
pengamatan sebelumnya adalah penggunaan sensor gelombang mikro aktif dan pasif untuk
Data laser yang diperoleh oleh stasiun pelacakan harian (sebelum pembentukan ILRS)
digunakan oleh NASA GSFC untuk pembangunan model gravitasi. Seasat disesuaikan PGS-
S1-S2 dan PGS (terdiri atas 16.500 pengamatan), memiliki instrumentasi: radar altimeter,
11
sistem scatterometer, synthetic aperture radar (SAR), radiometer visible dan inframerah,
Satelit milik AS mengorbit pada ketinggian 800 km dengan periode ulang selama 14
kali sehari dengan orbit hampir polar, dan kembali ke posisi semula pada setiap 152 hari.
Satelit ini dapat merekam 95% lautan (termasuk permukaan bumi terekam). Seasat dilengkapi
dengan lima sensor, yakni dua radiometer dan satu radar jenis SAR. Sistem pencitraan SAR
ini membantu dalam deteksi kenampakan es lautan, gunung es, batas air-lahan dan membantu
2) TerraSAR-x
Citra Radar pada awalnya memiliki banyak kelemahan dibandingkan dengan citra
spektral, tetapi kini telah memberikan sumbangan nyata bagi dunia survei dan pemetaan.
Salah satu citra satelit dengan sensor Radar, yang memiliki kemutakhiran teknologi adalah
Terra SAR-X, satelit yang dioperasikan oleh Infoterra. Kemampuan dan kelebihannya untuk
menembus awandapat menjadi solusi sulitnya pemetaan karena gangguan awan. Aplikasi
penggunaan data yang dihasilkan oleh Terra SAR-X di antaranya untuk pembuatan peta dasar
berbagai skala mulai dari 1:25.000 hingga lebih kecil, pembuatan peta tematik berbagai
bidang, pemutakhiran peta sampai dengan skala besar misalnya 1:10.000 hingga 1:2.500,
3) JERS
JERS (Japan Earth Resources Satellite) adalah satelit pengamatan Bumi milik Jepang yang
Development Agency), yang juga dikenal dengan nama Fuyo membawa dua sensor optik dan
satu sensor radar. Sensor radar yang digunakan adalah SAR (Syntetic Aperture Radar). Satelit
ini diluncurkan setelah pada keberhasilan MOS, JERS menguji kinerja sensor optic dan radar
aperture sintetis, dan melakukan observasi untuk digunakan dalam survei tanah, pertanian,
12
kehutanan, perikanan, pelestarian lingkungan, pencegahan bencana, dan pengawasan pesisir.
Sensor SAR pada JERS-1 memiliki resolusi tinggi pada segala cuaca, pencitraan radar yang
a) Sensor Optik: Sensor optik adalah sensor resolusi tinggi yang mengukur radiasi
matahari yang dipantulkan dari permukaan bumi dalam terlihat, dekat inframerah, dan
pendek panjang gelombang inframerah. Dari data ini, gambar stereoskopik dapat
dibuat.
b) SAR dan OPS Recorder dan Transmitter yang memiliki perekam pita digital densitas
4) ASTER
Program ASTER di bawah naungan Earth Observing System (EOS) bertujuan untuk
melakukan observasi permukaan bumi untuk memantau kondisi lingkungan hidup secara
global dan sumber daya alam. Sensor ASTER yang dikembangkan oleh Kementerian
Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, merupakan salah satu sensor yang
terpasang dalam satelit Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999. Sensor ini terdiri
atas Visible and Near Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer
(SWIR), Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan Master
Power Unit. VNIR digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi
dengan range dari spektrum visible sampai inframerah (520–860 mikrometer) dengan 3
bands. SWIR digunakan untuk mendeteksi pantulan energi dari permukaan bumi dengan
spektrum inframerah pada julat 1.6–2.43 μm. Penggunaan radiometer ini memungkinkan
menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batuan dan mineral, serta untuk monitoring
bencana alam seperti monitoring gunung berapi yang masih aktif. TIR adalah untuk observasi
radiasi infra merah termal (800–1.200 μm) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5
13
bands. Band ini dapat digunakan untuk memantau jenis tanah dan batuan di permukaan bumi.
Sensor Infra merah multi-band pada satelit ini adalah pertama kali di dunia. Ukuran citra
Pemanfaatan citra ASTER antara lain untuk analisis geologi foto, analisis spektral,
interpretasi sintetis, pembuatan peta dasar umum untuk pertambangan dan eksplorasi daerah
pesisir, studi pemanasan global (global warming), monitoring area hidrologi, investigasi
sumber daya alam, klasifikasi tumbuhan, monitoring bencana alam. Kesemua aplikasi
tersebut tidak memerlukan tingkat kedetailan informasi yang rinci, sehingga citra Aster
mampu memenuhinya.
ALOS didesain untuk dapat beroperasi selama 3–5 tahun, dengan membawa tiga
sensor, yaitu Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) dengan
resolusi 2,5 m, Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) resolusi
10 m dan Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) resolusi 10 m dan
100 m. Periode kunjungan ulang (revisiting period) dari satelit ALOS adalah 46 hari, tetapi
untuk kepentingan pemantauan bencana alam atau kondisi darurat, satelit ALOS ini mampu
melakukan observasi dalam waktudua hari. Dari ketiga sensor tersebut, yang termasuk sensor
Sensor PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar) merupakan
pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit JERS-1. Sensor ini merupakan
sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa
terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR,
sensor ini memungkinkan dapat melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan
6). Radarsat
14
Radarsat merupakan satelit kepunyaan negara Kanada, yang dioperasikan oleh
Canadian Space Agency (Badan Antariksa Kanada). Program Satelit Radarsat sudah
memasuki generasi ketiga yakni Radarsat 1 (tahun 1995 – 20013), Radarsat 2 (tahun 2007 –
sekarang), dan Radarsat Constellation yang terdiri dari konstelasi 3 Satelit Radarsat terbaru
Untuk Citra Satelit Radarsat-1 terdapat 7 mode yaitu Fine (resolusi spasial 8 meter),
Standard (resolusi spasial 25 meter), Wide (resolusi spasial 30 meter), ScanSAR Narrow
(resolusi spasial 50 meter), ScanSAR Wide (resolusi spasial 100 meter), Extended High
Incidence (resolusi spasial 25 meter), dan Extended Low Incidence (resolusi spasial 30
meter).
Untuk Citra Satelit Radarsat-2 terdapat 12 mode yaitu Fine (resolusi spasial 8 meter),
Standard (resolusi spasial 30 meter), Wide (resolusi spasial 30 meter), ScanSAR Narrow
(resolusi spasial 50 meter), ScanSAR Wide (resolusi spasial 100 meter), Extended High
Incidence (resolusi spasial 18-27 meter), Extended Low Incidence (resolusi spasial 30 meter),
Spotlight (resolusi spasial 3 meter), Ultra Fine (resolusi spasial 3 meter), Multi-Look Fine
(resolusi spasial 8 meter), Fine Quad-Polarisation (resolusi spasial 8 meter), dan Standard
Satelit NOAA (National Ocean and Atmospheric Administration) adalah satelit cuaca
yang dioperasikan oleh National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika.
Menurut orbit satelit sateit NOAA bisa dibagi menjadi dua macam yaitu orbit geostasioner
dan orbit polar. Satelit NOAA dengan orbit geostasioner adalah satelit yang memonitor
belahan bumi bagian barat pada ketinggian 22.240 mil di atas permukaan bumi, sedangkan
15
satelit NOAA dengan orbit polar adalah satelit yang memonitor bumi pada ketinggian 540
mil di atas permukaan bumi (NOAA 2008). Satelit NOAA termasuk kedalam satelit sistem
pasif dimana sumber tenaga utama untuk mengirim gelombang elektromagnetik berasal dari
matahari. Pada umumnya satelit NOAA merekam suatu wilayah sebanyak 2 kali waktu siang
dan 2 kali pada malam hari. Saat ini di atmosfer Indonesia melintas setiap hari lima seri
NOAA yaitu NOAA 12, NOAA 14, NOAA 15, NOAA 16, NOAA 17. Stasiun bumi NOAA
yang berada di Indonesia terletak di LAPAN, Kantor BRKP, Bitung, dan SEACORM.
Aplikasi dari satelit NOAA adalah pemetaan distribusi hujan salju, pemantauan terhadap
banjir, pemetaan vegetasi, analisa kelembaban tanah secara regional, pemetaan distribusi
bahan bakar yang menyebabkan kebakaran liar (wildfire fuel mapping), pendeteksian
kebakaran, pemantauan badai gurun dan macammacam aplikasi yang berkenaan dengan
AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) adalah sensor radiasi yang
bisa digunakan untuk menentukan tutupan awan dan suhu permukaan. Sensor ini berupa
radiometer yang menggunakan 6 detector yang merekam rediasi pada panjang gelombang
yang berbeda-beda. Data AVHRR terutama digunakan untuk peramalan cuaca harian dan
dapat diterapkan secara luas pada banyak lahan dan perairan. Data AVHRR data digunakan
untuk membuat Peta Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature maps/SST Maps),
Spectroradiometer mengukur radiasi tampak dan inframerah dan memperoleh data yang
digunakan untuk memperoleh produk mulai dari vegetasi, tutupan permukaan tanah, dan laut
klorofil fluoresensi ke awan dan sifat aerosol, kejadian kebakaran , salju penutup di tanah,
dan lapisan es laut di lautan. Pertama MODIS instrumen diluncurkan pada papan satelit Terra
16
pada bulan Desember 1999, dan yang kedua diluncurkan pada Aqua pada Mei 2002.
Karakteristik Instrumen
(1) Terpilih untuk penerbangan pada Terra (diluncurkan Desember 1999) dan Aqua.
(3) Mengukur sifat fisik atmosfer, dan sifat biologis dan fisik dari lautan dan tanah.
(6) Rasio signal-to-noise 900-1300 untuk 1 km band warna laut pada 70 ° sudut zenith
matahari.
(9) Refleksi siang hari dan hari / malam emisi spektral pencitraan.
diluncurkan pada tahun 1972. Satelit ini terkenaln dengan kemampuannya merekam
permukaan bumi dari angkasa. Generasi penerus satelit Landsat-1 yaitu Landsat-2, 3, 4, 5,
dan 7. Pada saat ini Landsat-7 sebagai satelit pokok yang dioperasikan. Landsat-7
diluncurkan pada 15 April 1999. Landsat-7 ini dilengkapi dengan Enhanced Thematic
Mapper Plus (ETM+), yang merupakan kelanjutan dari program Thematic Mapper (TM)
yang diusung sejak Landsat-5. Saluran pada satelit ini pada dasarnya adalah sama dengan 7
saluran pada TM, namun diperluas dengan saluran 8 yaitu Pankromatik. Saluran 8 ini
17
merupakan saluran berresolusi tinggi yaitu seluas 15 meter.
(1) Tanggal Peluncuran 15 April 1999 at Vandenberg Air Force Base, California, USA
(6) Resolusi pada Nadir 30x30 meter (TM), 120 m x 120 m pixel (farinfrared band/band 7)
(10) Saluran Citra Panchromatic, blue, green, red, near IR, middle IR, far IR,Thermal IR
4). CBERS-2
CBERS-2 identik dengan CBERS-1 Program lahir dari hubungan antara Brasil dan
China dalam ruang segmen teknis ilmiah . CBERS-1 berhasil diluncurkan pada tanggal 21
Oktober 2003 dari Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan di Cina. Waktu peluncuran adalah 11:16
(Beijing waktu setempat), yang sesuai dengan 1:16 (Brasilia waktu setempat). Citra satelit
dari CBERS-2 digunakan dalam bidang-bidang penting, seperti penggundulan hutan dan
pengendalian kebakaran di Daerah Amazon, pemantauan sumber daya air, pertumbuhan kota,
pekerjaan tanah, pendidikan dan beberapa aplikasi lainnya. Salah satu aplikasi penting adalah
pemantauan cekungan hidrologi oleh ANA dan jaringan platform yang SIVAM, yang
Satelit CBERS terdiri dari dua modul. Modul payload sistem optic (CCD - Resolusi
Tinggi CCD Kamera, IRMSS - Infra-Red Multispektral Scanner e WFI - Wide Field Imager)
18
dan sistem elektronik yang digunakan untuk observasi Bumi dan pengumpulan data dengan
kemampuan resolusi mulai dari 20 meter sampai 260 meter. Modul layanan menggabungkan
peralatan yang menjamin pasokan listrik, kontrol, telekomunikasi dan semua fungsi lainnya
dan terukur yang meliputi kamera yang membuat pengamatan optik dan untuk
mengumpulkan data tentang lingkungan. Karakteristik unik CBERS-2 adalah muatan multi-
sensor dengan kemampuan resolusi spasial dan spektral yang berbeda dan frekuensi dari
Satelit Ikonos adalah satelit resolusi sangat tinggi yang dioperasikan oleh GeoEye.
Kemampuan liputan dari satelit Ikonos adalah mencitrakan obyek di permukaanbumi dengan
resolusi spasial untuk multispektral adalah 3,2 meter dan inframerah dekat (0,82mm)
pankromatik. Data Citra Satelit Ikonos dapat digunakan untuk berbagai tujuan pemanfaatan,
antara lain untuk pemetaan sumber daya alam daerah pedalaman dan perkotaan, analisis
19
bencana alam, kehutanan, pertanian, pertambangan, teknik konstruksi, pemetaan perpajakan,
(1) Tanggal peluncuran 24 September 1999 di Vandenberg Air Force Base, California, USA.
(7) Resolusi 26o Off-Nadir 1,0 meter (panchromatic) ; 4,0 meter (multispektral)
Kelebihan: IKONOS menyediakan data citra yang akurat, dimana menjadi standar
citra 1-meter hitam dan putih (pankromatik) dan citra 4-meter multispektral (red, blue, green
untukmengakomodasikan secara luas aplikasi citra beresolusi tinggi (Space Imaging, 2004)
Data IKONOS dapat digunakan untuk pemetaan topografi dari skala kecil hingga menengah,
tidak hanya menghasilkan peta baru, tetapi juga memperbaharui peta topografi yang sudah
ada. Penggunaan potensial lain IKONOS adalah .precision agriculture.; hal ini digambarkan
pada pengaturan band multispektra, dimana mencakup band infra merah dekat (near-
infrared). Pembaharuan dari situasi lapangan dapat membantu petani untuk mengoptimalkan
20
Citra satelit GeoEye-1 adalah citra resolusi tinggi yang dimiliki oleh perusahaan
GeoEye yang diluncurkan oleh Vandenburg Air Force California pada tanggal 6 September
2008. Citra satelit ini menawarkan citra permukaan bumi dengan ketelitian uar biasa dan
akurasi yang tinggi dibanding dengan citra satelit resolusi tinggi lainnya. GeoEye-1 secara
stimulan melakukan perekaman saluran pankromtik dengan resolusi spasial 0,41 meter dan
saluran multispektral dengan resolusi spasial 1,65 meter. Akan tetapi berdasarkan kebijakan
QuickBird merupakan citra satelit dengan resolusi yang tinggi, yang dimiliki
perusahaan penyedia citra satelit dari Amerika Serikat yaitu Digital Globe. Quickbird ini
menggunakan Ball Aerospace’s Global Imaging System 2000 (BGIS 2000), dan merupakan
pengumpul citra satelit resolusi tinggi untuk tujuan komersial urutan ke -4 setelah
WorldView-1. . Citra satelit ini merupakan sumber yang sangat baik dalam pemanfaatannya
untuk studi lingkungan dan analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan kehutanan.
Dalam bidang perindustrian, citra satelit ini dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi dan
21
(8) Ketinggian 450 kilometer
(12) 12 Waktu Lintas Ulang 1-3.5 days, tergantung latitude (30° off-nadir)
Kekurangan : Satelit quickbird jangkauan liputan satelit resolusi tinggi, (kurang dari
20 km) karena beresolusi tinggi dan posisi orbitatnya rendah, 400-600 km di atas Bumi.
menghasilkan pan- sharped image yang mampu menonjolkan variasi obyek hingga marka
jalan dan tembok penjara. Citra ini mudah diintrepretasi secara visual.
PASIF
Terdapat kelemahan dari penggunaan sumber energi di luar satelit itu sendiri (sensor
pasif) yaitu citra satelit yang dihasilkan akan ikut menampilkan keberadaan awan (jika
terdapat awan pada area perekaman ketika satelit melakukan pengambilan data), yang
membuat seorang intrepreter akan kesulitan melakukan interpretasi objek pada citra satelit
yang terhalang oleh awan. Selain itu satelit dengan sensor pasif tidak dapat melakukan
perekaman di malam hari, karena sumber energinya terutama mengandalkan sinar matahari.
Untuk mengatasi kelemahan yang terdapat satelit dengan sensor pasif, maka
dikembangkan juga satelit dengan sensor aktif. Pengertian satelit dengan sensor aktif sendiri
yakni sumber energi satelit berasal dari sensor yang tersemat pada satelit tersebut, dan tidak
22
mengandalkan sumber energi di luar satelit seperti sinar matahari yang biasa digunakan oleh
“menembus” awan, perekaman dapat dilangsungkan pada malam hari, dan beberapa
keunggulan lainnya.
tidak dapat dilakukan saat malam hari. Selain itu hasil citra yang dihasilkan lebih jernih
karena menggunakan pencahayaan langsung dari matahari dan bila kondisi cuaca kurang
bagus hasil citra yang dihasilkan sedikit buram apalagi kalau terhalang awan, maka objek
kawasan pantai yang tidak dilandasi oleh prinsip perlindungan dan pelestarian lingkungan,
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada fungsi ekologis yang berakibat terjadinya
kerusakan kawasan pantai (Angkotasan, 2012). Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam
mengkaji kondisi suatu kawasan pantai adalah melalui studi mengenai perubahan garis pantai
(Sakka et al., 2011). Sebagai contoh adalah untuk menganalisis perubahan garis
pantai,melalui tumpang susun (overlay) citra satelit. Beberapa penelitian sebelumnya yang
mengkaji tentang perubahan garis pantai di berbagai kawasan pantai menggunakan citra
satelit dilakukan oleh Yulius & Ramdhan (2013). Kemudian Purba & Jaya (2004) melakukan
penelitian mengenai perubahan garis pantai yang dilakukan di lokasi pesisir Kabupaten
Lampung Timur, dengan menggunakan citra satelit Landsat, dengan menyebutkan faktor
23
morfologi pantai, variasi arah angin dan karakteristik gelombang laut, yang ditelaah sebagai
faktor yang berperan terhadap perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Lampung Timur.
Kemajuan teknologi di bidang penginderaan jauh kelautan juga dirasakan dalam bidang
pemetaan di Indonesia.
Penerapan teknologi penginderaan jauh di bidang kelautan Indonesia saat ini sangat
banyak dilakukan, salah satunya adalah metode pendeteksian karakteristik atau habitat dasar
perairan dangkal memerlukan waktu yang lama, dan biaya yang relatif mahal. Contoh
penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang pernah menggunakan penginderaan jauh dalam
pemetaannya adalah Siregar (2010) menggunakan citra QuickBird adalah untuk memetakan
dasar perairan dangkal di Kepulauan Seribu; Restuning & Handayani (2007) dengan
menggunakan data citra dari USGS tahun 1973-2006 dalam hasil pemetaan pola gempa bumi
di Indonesia; Usman et al., (2005) dengan menggunakan citra Lansat TM dalam penelitian
sedimentasi perairan lagoon Segara Anakan; dan Simbolon (2010) menggunakan data citra
modis dalam menentukan daerah penangkapan ikan cakalang melalui analisis Suhu
Permukaan Laut (SPL) di Teluk Pelabuhan Ratu. Penelitian tentang Pemanfaatan Citra
Landsat 8 pernah dilakukan untuk memetakan persebaran lamun di wilayah pesisir Pulau
Batam oleh Sari & Lubis (2017). Pemetaan parameter oseanografi fisik menggunakan citra
landsat 8 di wilayah perairan Nongsa Pulau Batam oleh Lubis & Daya (2017), dan Pemetaan
potensi kekeringan lahan seluruh Pulau Batam, dengan menggunakan teknik Sistem
Informasi Geografis dan penginderaan jauh oleh Aprilliyanti & Zainuddin (2017).
24
DAFTAR PUSTAKA
Angkotasan, A.M., I.W. Nurjaya dan N.M.N. Natih. 2012. Analisis perubahan garis pantai di
pantai barat daya Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Farid. F. (2015) Penginderaan Jauh (Remote Sensing). Utm Press, Bangkalan Madura
Isnawati, A. F., Nuryaningsih, R. E., Wahab, I. H., & Hidayat, R. (2009). Penyusunan Peta
Lilesand T.M Dan Keifer. (2004) Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra. Yogyakarta
Lubis, M.Z.Z. dan A.P. Daya. 2017. Pemetaan Parameter Oseanografi Fisik Menggunakan
Citra Landsat 8 di Wilayah Perairan Nongsa Pulau Batam. Jurnal Integrasi, 9(1), 9-
15.
Usman. E. dan L. Sarmili. 2005. Rekontruksi Proses Sedimentasi Perairan Lagoon Segara
Anakan. Jurnal G.
Restuning, D.G dan L. Handayani. 2007. Pemetaan Pola Terjadinya Gempa Bumi di
Indonesia Dengan Metode Fraktual. Jurnal Riset Geologi Dan Pertambangan. 17(2):
51-56.
Purba M dan I. Jaya. 2004. Analisis perubahan garis pantai dan penutupan lahan antara Way
Penet dan Way Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan
25
26