DISUSUN OLEH:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan Laporan Kesehatan Lingkungan sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian,jenis- jenis larva nyamuk.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Larva/Jentik Indeks .................................................................................. 7
Tabel 2. Hasil Pemantauan Jentik ........................................................................ 11
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
Lampiran 42. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 42 .................................... 34
Lampiran 43. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 43 .................................... 35
Lampiran 44. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 44 .................................... 35
Lampiran 45. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 45 .................................... 35
Lampiran 46. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 46 .................................... 36
Lampiran 47. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 47 .................................... 36
Lampiran 48. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 48 .................................... 36
Lampiran 49. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 49 .................................... 36
Lampiran 50. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 50 .................................... 37
Lampiran 51. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 51 .................................... 37
Lampiran 52. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 52 .................................... 37
Lampiran 53. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 53 .................................... 37
Lampiran 54. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 54 .................................... 37
Lampiran 55.Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 55 ..................................... 38
Lampiran 56. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 56 .................................... 38
Lampiran 57. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 57 .................................... 38
Lampiran 58. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 58 .................................... 38
Lampiran 59. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 59 .................................... 39
Lampiran 60. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 60 .................................... 39
Lampiran 61. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 61 .................................... 39
Lampiran 62. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 62 .................................... 40
Lampiran 63. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 63 .................................... 40
Lampiran 64. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 64 .................................... 40
Lampiran 65. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 65 .................................... 41
Lampiran 66. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 66 .................................... 41
Lampiran 67. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 67 .................................... 41
Lampiran 68. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 68 .................................... 42
Lampiran 69. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 69 .................................... 42
Lampiran 70. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 70 .................................... 42
Lampiran 71. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 71 .................................... 43
Lampiran 72. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 72 .................................... 43
Lampiran 73. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampe 73 ..................................... 43
Lampiran 74. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 74 .................................... 44
Lampiran 75. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 75 .................................... 44
Lampiran 76. Proses Pemantauan Jentik Pada Sampel 76 .................................... 44
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Jentik merupakan tahap larva pada nyamuk. Jentik juga merupakan
indikator adanya demam berdarah sehingga pemberantasan jentik terus
diupayakan guna meminalisir keberadaan jentik dan memutus mata rantai
perkembangan vektor Aedes sp. (Muda, 2019).
Jentik nyamuk dibedakan dengan serangga air lain dari morfologinya
yang tidak berkaki, dada/thorax berbentuk bulat dan lebih lebar dibandingkan
kepala dan abdomen. Jentik mempunyai 4 stadium atau lebih dikenal sebagai
instar. Perkembangan dari telur menetas, kemudian menjadi jentik instar I, II,
III, IV dan menjadi pupa membutuhkan waktu berbeda-beda, bisa sangat
singkat yaitu 5-7 hari dan beberapa spesies membutuhkan waktu 7-14 hari.
Pada daerah beriklim sedang, perkembangan bisa mencapai beberapa minggu
sampai bulan. Semua jentik nyamuk membutuhkan air untuk hidup dan
berkembang, meskipun kadangkala dalam waktu pendek dapat hidup pada
lumpur lembab, tidak ada jentik nyamuk yang dapat tahan terhadap
kekeringan (Ristiyanto, 2021).
Habitat jentik nyamuk mempunyai variasi sangat luas, dari mulai habitat
permanen sampai non-permanen seperti rawa, air tawar, lagun, sawah,
genangan air, kolam, mata air, saluran air, selokan, bekas tapak kaki hewan,
bekas tapak ban mobil, dan sebagainya. Beberapa kontainer alami juga telah
diidentifikasi sebagai habitat jentik nyamuk, seperti lubang pohon berisi air,
kolam batu, tungkul bambu berisi air, ketiak daun tanaman sejenis talas dan
nanas, kelapa yang telah berlubang dan terisi air, rumah siput dan sebagainya.
Jentik nyamuk juga mendiami berbagai tempat penampungan air buatan
manusia seperti pot tanah liat, tempayan, kaleng bekas, ban bekas, sumur, vas
bunga, dispenser dan sebagainya (Ristiyanto, 2021).
Beberapa spesies jentik nyamuk lebih menyenangi habitat teduh,
sedangkan lainnya lebih menyukai habitat dengan sinar matahari langsung.
1
2
Banyak spesies tidak mampu bertahan di air tercemar sampah organik, namun
ada beberapa spesies jentik dapat berkembang biak subur dalam air
terkontaminasi limbah organik. Beberapa spesies nyamuk juga dilaporkan
dapat berkembang biak secara eksklusif di perairan payau atau asin, seperti
lagun dan rawa bakau (Ristiyanto, 2021).
Keberadaan jentik nyamuk menjadi sebuah indikator yang dapat
menjelaskan kepadatan populasi nyamuk di sebuah lingkungan. Keberadaan
jentik nyamuk dapat didefinisikan sebagai ada atau tidaknya jentik atau larva
nyamuk pada tempat penampungan air yang berada di lingkungan suatu
rumah. Keberadaan jentik nyamuk dapat diketahui dengan melakukan
observasi pada setiap tempat penampungan air yang berada di lingkungan
rumah tempat tinggal. Keberadaan jentik nyamuk, perilaku dan lingkungan
dapat menentukan besar kecilnya risiko penularan penyakit DBD (Demam
Berdarah Dengue) di suatu wilayah. Keberadaan jentik yang tinggi
menunjukkan risiko kepadatan populasi nyamuk yang tinggi, begitu juga akan
meningkatkan risiko terjadinya penularan penyakit DBD (Demam Berdarah
Dengue) di suatu wilayah. Sebaliknya, keberadaan jentik yang rendah
menunjukkan kepadatan populasi nyamuk yang rendah, begitu juga dengan
risiko terjadinya penularan DBD (Demam Berdarah Dengue) yang rendah pula
pada suatu wilayah. Indikator jentik nyamuk yang digunakan disebut dengan
ABJ (Angka Bebas Jentik) (Izhar & Syukri, 2022).
Hakikatnya keberadaan jentik nyamuk pada tempat penampungan air
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan fisik, karakteristik
wilayah, faktor demografi dan perilaku manusianya. Faktor lingkungan fisik
dan perilaku manusia menjadi faktor yang berisiko tinggi terhadap munculnya
keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air. Faktor lingkungan
fisik yang dapat mempengaruhi munculnya keberadaan jentik nyamuk pada
tempat penampungan air yaitu seperti, suhu udara, suhu air, pH, dan
kelembaban. Di samping faktor tersebut terdapat satu faktor yang perlu
diperhatikan yaitu jenis rumah, jenis hunian atau rumah dapat mempengaruhi
perilaku penghuninya seperti jumlah dan jenis penggunaan tempat
3
penampungan air. Rumah dengan bangunan dan halaman yang luas berbeda
dengan rumah rumah bangunan dan halamannya lebih kecil serta menyatu
dengan bangunan rumah lainnya. Perbedaan ini akan mempengaruhi
penghuninya dalam menggunakan tempat penampungan air dan melakukan
kontrol terhadap tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah
(Izhar & Syukri, 2022).
Hampir semua genangan air/kolam/kontainer baik permanen maupun
sementara dapat menjadi habitat jentik, namun demikian jentik biasanya tidak
ditemukan pada sungai besar dan danau yang luas yang di dalam ekosistem
tersebut banyak faktor pengganggu seperti arus air yang deras, terdapatnya
ikan dan predator jentik nyamuk. Di parit atau saluran air yang mengalir
perlahan, jentik masih bisa bertahan dan beradaptasi di bagian tepi dari saluran
air tersebut (Ristiyanto, 2021).
Nyamuk merupakan salah satu jenis ektoparasit yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Hal ini dikarenakan
sumber nutrisi nyamuk yang digunakan sebagai sumber energi yaitu gula dari
nektar untuk mempertahankan hidup nyamuk jantan, sedangkan sumber
nutrisi darah dibutuhkan oleh nyamuk betina untuk perkembangan telurnya.
Blood feeding yang dilakukan oleh nyamuk betina pada manusia atau hewan
merupakan hubungan antara parasit dengan hospes, sehingga nyamuk
berperan sebagai vektor penularan penyakit pada manusia maupun hewan
(Ustiawaty et al., 2022).
Syarat nyamuk dapat berperan sebagai vektor penyakit apabila
berkontak langsung dengan manusia, populasi nyamuk tersebut lebih dominan
dibandingkan hewan lain dan memiliki umur panjang, serta telah dikonfirmasi
bahwa nyamuk jenis tersebut dinyatakan sebagai vektor di tempat lain.
Nyamuk yang berpotensi sebagai vektor penyakit termasuk dalam Filum
Arthropoda, Ordo Diptera, Famili Culicidae dengan 2 subfamili, yaitu
Culicinae dan Anophelinae (Ustiawaty et al., 2022).
Habitat yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk,
adanya tempat perindukan seperti tampungan-tampungan yang tidak pernah
4
dikuras, terdapat genangan air di sekitar rumah warga, kebersihan atau sanitasi
rumah warga dan pengelolaan yang kurang baik, serta tempat pembuangan air
yang tidak tertutupi dapat berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk.
Tempat perindukan (bioekologi) larva nyamuk adalah tempat-tempat yang
menampung air. Jenis wadah tempat penampungan air (TPA) yang banyak
digunakan oleh penduduk adalah bak mandi, ember, dan wadah alamiah yang
ditemukan Anopheles sp diketahui sebagai vektor untuk penyakit malaria yang
disebabkan oleh protozoa Plasmodium sp. Dari jenis jenis nyamuk tersebut
ternyata ada 20 jenis nyamuk Anopheles sp. yang dapat menularkan penyakit
malaria. Indonesia bagian timur termasuk kota Ambon merupakan daerah
penyebaran malaria terberat (Ustiawaty et al., 2022).
Jenis bahan kontainer dikatakan berisiko adanya jentik Aedes aegypti
yaitu kontainer yang berbahan semen, karena nyamuk betina lebih mudah
mengatur posisi tubuh pada waktu meletakkan telur, dimana telur secara
teratur diletakkan di atas permukaan air dibanding berbahan keramik dan
plastik yang cenderung licin. Bahan kontainer dari keramik dan plastik
memiliki angka positif jentik Aedes aegypti yang rendah karena bahan ini
tidak mudah berlumut, mempunyai permukaan yang halus dan licin serta tidak
berpori sehingga lebih mudah untuk dibersihkan dibandingkan bahan dari
semen dan tanah (Nurmalasari et al., 2021).
Kondisi kontainer atau tempat penampungan air dengan jentik paling
banyak adalah tempat penampungan air yang terbuka, dan tempat
penampungan air dengan kondisi tertutup rapat paling sedikit ditemukan
jentiknya. Dengan kondisi kontainer atau tempat penampungan air terbuka
atau tidak tertutup rapat maka memudahkan nyamuk untuk masuk dan keluar
tempat penampungan air dibandingkan tempat penampungan air yang tertutup
rapat. Kontainer yang tidak tertutup menjadi tempat yang paling banyak
ditemukan jentik karena nyamuk dengan mudah menemukan sumber air yang
akan dijadikan sebagai tempat untuk bertelur (Nurmalasari et al., 2021).
Culex quinquefasciatus adalah nyamuk yang tergolong ke dalam phylum
Arthopoda, yang merupakan faktor penting penyebab filariasis. Masih adanya
5
penyakit yang disebabkan oleh nyamuk sebagai vektor penyakit. Hal ini salah
satunya disebabkan karena kepadatan larva nyamuk pada tempat-tempat
perindukan yang potensial. Tempat perindukan nyamuk merupakan habitat
penting bagi nyamuk yang merupakan vektor utama penyebab penyakit bagi
manusia untuk berkembang biak. Tempat perindukan nyamuk bervariasi untuk
tiap jenis nyamuk (Kurniawati et al., 2020).
Dalam upaya pengendalian vektor penyakit untuk meminimalkan
penularannya diperlukan strategi yaitu pengendalian terpadu antara lain
pengendalian secara rekayasa, biologis dan kimiawi. Pengendalian secara
rekayasa ditunjukkan untuk mengurangi habitat perkembangbiakan dengn
pengelolaan lingkungan seperti membuat pintu air untuk mengatur salinitas air
sehingga tidak sesuai dengan habitat vektor. Pengendalian secara biologis
dengan cara memelihara musuh alami berupa mikroba penyebab penyakit dan
pemangsanya seperti dengan menggunakan predator pemakan jentik.
Pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida dengan penyemprotan
dinding dan menggunakan insektisida dengan menyemprotran dinding dan
penggunaan kelambu berinsektisida (Kurniawati et al., 2020).
Untuk menghambat laju penularan penyakit, masyarakat perlu diproteksi
dari gigitan nyamuk. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui penggunaan
kelambu dan penggunaan pelindung perorangan berupa repellent. Penggunaan
repellent bagi masyarakat mungkin kurang diminati disebabkan oleh karena
faktor ekonomi, dimana masyarakat harus mengeluarkan uang tambahan untuk
membelinya. Kelambu dapat diperoleh dari dinas kesehatan kabupaten, namun
jumlah kelambu yang dibagikan ke masyarakat sangat terbatas dan tidak
semua kecamatan dan desa mendapatkannya. Pembagian kelambu juga hanya
kepada sasaran tertentu antara lain ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita
(Kurniawati et al., 2020).
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M Plus merupakan salah satu
upaya mencegah DBD (Demam Berdarah Dengue). Direktorat Jenderal PPM-
PLP Kementerian Kesehatan RI menyatakan cara paling efektif dan tepat
untuk mencegah dan memberantas DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah
6
c. Breteau Index (BI): jumlah kontainer dengan jentik dari 100 rumah.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐵𝐼 = 𝑥100%
100 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
d. Angka Bebas Jentik (ABJ): presentase rumah/bangunan/tempat umum
yang tidak ditemukan jentik pada pemeriksaan jentik. Jumlah
bangunan yang tidak ditemukan jentik
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
ABJ = 𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
House Index (HI) lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu
wilayah. Density Figure (DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang
merupakan gabungan dari HI, CI dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9
seperti tabel menurut WHO di bawah ini:
Tabel 1. Larva/Jentik Indeks
Density Figure House Index Container Index Breteau Index
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 >77 >41 >200
Sumber: Depkes, 2022
Keterangan tabel:
DF = 1 Kepadatan rendah
DF = 2-5 Kepadatan sedang
DF = 6-9 Kepadatan tinggi
B. Tujuan Praktikum
Tujuan Praktikum Pemantauan Kepadatan Jentik Nyamuk ini adalah
praktikan mampu menganalisis kepadatan jentik nyamuk dengan metode
visual.
BAB II
A. Alat
1. Senter
Senter merupakan alat bantu penerang yang digunakan pada saat
mengamati kepadatan jentik dalam sebuah konteiner.
Gambar 1. Senter
2. Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan pada pratikum ini adalah buku dan pulpen
yang digunakan untuk mencatat hasil pemeriksaan sampel kontainer.
8
9
3. Buku
Fungsi buku dalam pratikum ini yaitu alat yang digunakan sebagai
tempat untuk mencatat hasil pengamatan jentik nyamuk pada kontainer
yang telah diamati.
Gambar 3. Buku
B. Bahan
1. Aplikasi GPS Map Kamera
Aplikasi GPS Map Kamera berfungsi untuk menampilkan posisi dan
kapan pengambilan gambar dari kamera ponsel tersebut diambil.
C. Cara Kerja
1. Dipastikan semua alat dan bahan yang dibutuhkan sudah tersedia.
2. Diperiksa setiap kontainer yang dijadikan sebagai tempat pengamatan
yaitu tempar penampungan air yang terdapat pada 65 rumah.
3. Setiap kontainer diamati dengan alat bantu senter, apakah di dalam
kontainer tersebut terdapat jentik nyamuk.
4. Di hitung dan di catat hasil pengamatan jentik nyamuk yang ada di dalam
kontainer tersebut terdapat jentik nyamuk.
5. Seteleah semua kontainer sudah diamati dan dicatat, dilakukan
perhitungan House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI),
Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Density Figure (DF).
BAB III
A. Hasil
1. Hasil Pemantauan Jentik
Berdasarkan kegiatan praktikum lapangan Pemantauan Kepadatan
Jentik Nyamuk pada hari Sabtu, 3 Juni 2023, Minggu, 4 Juni 2023, Senin,
5 Juni 2023 dan Selasa, 6 Juni 2023 diperoleh hasil yaitu:
Tabel 2. Hasil Pemantauan Jentik
Hasil
Hari Jenis Jenis Karakteristik Jumlah
No Pengamatan
Tanggal Kontainer Larva Larva
P N
Bak Mandi - ✓ - - 1
1. Minggu,
4 Juni 2023 Ember - ✓ - - 2
2. Minggu, 2
Ember - ✓ - -
4 Juni 2023
3. Senin, 1
Ember - ✓ - -
5 Juni 2023
4. Senin, 2
Ember - ✓ - -
5 Juni 2023
Ember - ✓ - - 1
5. Senin,
5 Juni 2023 Bak Mandi - ✓ - - 1
6. Minggu, 1
Ember - ✓ - -
4 Juni 2023
7. Minggu, 1
Ember - ✓ - -
4 Juni 2023
Bak Mandi - ✓ - - 1
8. Minggu,
4 Juni 2023 Ember - ✓ - - 1
9. Minggu, 1
Drum - ✓ - -
4 Juni 2023
10. Minggu, 1
Ember - ✓ - -
4 Juni 2023
Ember - ✓ - - 1
11. Sabtu,
3 Juni 2023 ✓ 1
Bak Mandi - - -
11
12
2-5
buatan seperti ember. Ember menjadi salah satu tempat penampungan air yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes
aegypti adalah sebagai berikut:
a. House Index (HI): presentase jumlah rumah yang positif jentik dari seluruh
rumah yang diperiksa.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐻𝐼 = 𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
5
𝐻𝐼 = 𝑥 100%
65
𝐻𝐼 = 0,077 𝑥 100%
𝐻𝐼 = 7,7 %
b. Container Index (CI): presentase kontainer yang positif jentik dari seluruh
kontainer yang diperiksa.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐶𝐼 = 𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
5
𝐶𝐼 = 𝑥 100%
65
𝐶𝐼 = 0,077 𝑥 100%
𝐶𝐼 = 7,7 %
c. Breteau Index (BI): jumlah kontainer dengan jentik dari 70 rumah.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐵𝐼 = 𝑥100%
65 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
5
𝐵𝐼 = 𝑥 100%
65
𝐵𝐼 = 0,077 𝑥 100%
𝐵𝐼 = 7,7 %
16
B. Pembahasan
Berdasarkan tabel 2 Praktikum Lapangan Pemantauan Kepadatan Jentik
Nyamuk yang dilakukan di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara pada 65
rumah yang diperiksa terdapat 5 rumah positif jentik nyamuk dari beberapa
jenis kontainer yang diperiksa yaitu bak mandi, drum dan ember. Namun,
jenis kontainer yang paling banyak ditemukan yaitu tempat penampungan air
buatan seperti ember. Ember menjadi salah satu tempat penampungan air yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara.
1. House Indeks (HI)
Hasil praktikum lapangan yang dilakukan di setiap rumah
masyarakat di Kota Kendari, untuk mengetahui kepadatan jentik dengan
menggunakan rumus House Index (HI) dengan presentase yang didapatkan
yaitu 7,7% dimana hal ini menunjukkan bahwa rumah yang positif jentik
di rumah masyarakat Kota Kendari tidak berisiko untuk terjadinya kasus
penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk dikarenakan nilai House Indeks
tidak melebihi ambang batas dari nilai standar yang telah ditetapkan WHO
(House Indeks ≥10%) dan termasuk dalam kategori sedang, sehingga perlu
diperhatikan untuk mendapatkan tindakan pencegahan yang dapat
menurunkan nilai dari House Indeks.
2. Container Indeks (CI)
17
yaitu 6 dengan kepadatan jentik tinggi dengan nilai 21-27, hasil yang
didapatkan Desinty Figure (DF) berdasarkan Breteau Index yaitu 4 dengan
kepadatan jentik tinggi dengan nilai 20-34.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk nilai House
Indeks (HI) didapatkan yaitu 7,7% dimana hal ini menunjukkan bahwa rumah
yang positif jentik di rumah masyarakat Kota Kendari tidak berisiko untuk
terjadinya kasus penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk dikarenakan nilai
House Indeks tidak melebihi ambang batas dari nilai standar yang telah ditetapkan
WHO (House Indeks ≥10%) dan termasuk dalam kategori sedang, sehingga perlu
diperhatikan untuk mendapatkan tindakan pencegahan yang dapat menurunkan
nilai dari House Indeks.
Nilai Container Index didapatkan yaitu 7,7% Kota Kendari menunjukkan
masih berada di kisaran standar WHO (Container Indeks ≥5%). Dan nilai tersebut
termasuk dalam kategori tinggi, dimana perlu diwaspadai untuk terjadinya kasus
penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk dan untuk hasil survei yang dilakukan
di setiap rumah untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk dengan menggunakan
rumus Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan presentase 92% pada rumah/ bangunan /
tempat umum yang tidak ditemukan jentik pada pemeriksaan jentik.
Hasil survei yang dilakukan di setiap rumah untuk mengetahui kepadatan
jentik nyamuk dengan menggunakan rumus Breteau Index (BI) degan presentase
7,7% pada jumlah kontainer dengan jentik dari 65 rumah maka, didapatkan
Desinty Figure (DF) 5 dengan kepadatan sedang Breteau Index senilai 35-49. Dari
ketiga indeks (HI, CI, dan BI) menunjukan bahwa House Index dan Breteau Index
tidak berisiko untuk terjadinya wabah penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk.
Sedangkan Container Index berisiko untuk terjadinya wabah penyakit yang
ditransmisikan oleh nyamuk.
19
DAFTAR PUSTAKA
Izhar, M. D., & Syukri, M. (2022). Jenis Rumah dan Suhu Udara Berhubungan
dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Kota Jambi. Jurnal
Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati, 7(2), 183.
https://doi.org/10.35842/formil.v7i2.438
Kurniawati, R. D., Sutriyawan, A., & Rahmawati, S. R. (2020). Analisis
Pengetahuan dan Motivasi Pemakaian Ovitrap Sebagai Upaya Pengendalian
Jentik Nyamuk Aedes Aegepty. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(04),
248–253. https://doi.org/10.33221/jikm.v9i04.813
Muda, A. S. (2019). Determinan Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik
Di Kelurahan Rangkah Buntu, Surabaya. Jurnal Promkes, 7(1), 22.
https://doi.org/10.20473/jpk.v7.i1.2019.22-33
Nurmaladewi. (2023). Panduan Praktikum Kesehatan Lingkungan. Kendari.
Nurmalasari, Pertiwi, W. E., & Bustomi, S. (2021). Karakteristik Tempat
Penampungan Air Bersih dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes
Aegypti. Journal Of Health Science Community, 2(2), 9–17.
Ristiyanto. (2021). Artropoda Penular Penyakit (Nyamuk Sebagai Vektor
Penyakit) (Ristiyanto (ed.); p. 172 hal). Gadjah Mada University Press.
https://books.google.co.id/books?id=rvAUEAAAQBAJ&pg=PA125&dq=jen
tik+nyamuk&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_searc
h&ov2=1&sa=X&ved=2ahUKEwiZg5i7tav_AhXma2wGHX8UCmsQ6wF6
BAgHEAU#v=onepage&q=jentik nyamuk&f=false
Ustiawaty, J., Idham, H., Kurniawan, E., & Annisa, M. (2022). Identifikasi Jenis
Larva Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Dan Karakteristik Habitatnya Di
Desa Penimbung Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat. Media of Medical
Laboratory Science, 6(1), 23–30.
20
LAMPIRAN