Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rosma Wana

Kelas : Manajemen E
NIM : C0120533
Tugas : Perekonomian Nasional dan Internasional.

1. Apa yang dimaksud dengan sistem perekonomian islam?

Jawab : Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan atas
syariat atau norma-norma yang telah diajarkan di agama islam, sistem ekonomi islam
secara sederhana merupakan sebuah peraturan, dimana pelaksanaanya berlandaskan
dengan berbagai syariat. yaitu islam dan selalu berpedoman pada Al-Qur’an maupun al-
hadist. Hal ini meliputi kegiatan seperti simpan-pinjam, investasi, dan bermacam
kegiatan lainnya.

2. Apa yang dimaksud dengan sistem perekonomian kerakyatan?

Jawab : Ekonomi kerakyatan adalah sistem perekonomian yang di mana pelaksanaan


kegiatan, pengawasannya, dan hasil dari kegiatan ekonomi dapat dinikmati oleh
masyarakat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem yang bertujuan mendorong
pertumbuhan ekonomi, pertama-tama secara mikro (perkepala keluarga) hingga masuk ke
skala nasional.

3. Apa yang dimaksud dengan sistem perekonomian Pancasila?

Jawab : Pada prinsipnya, sistem ekonomi Pancasila sebagai sistem ekonomi khas
Indonesia adalah sistem perekonomian yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Sederhananya, ekonomi Pancasila bisa pula disebut sebagai sistem ekonomi pasar dengan
pengendalian pemerintah atau “ekonomi pasar terkendali”, artinya sistem perekonomian
ini tidak hanya mengutamakan kemajuan ekonomi suatu daerah melainkan
memperjuangkan kesejahtraan bersama seluruh bangsa Indonesia.

4. Bagaimana perkembangan perekonomian di masa pemerintahan Jokowi-ma’ruf amin?

Jawab :
7 Tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, Investasi dan Ekspor Industri Kian
Bergeliat.
Kamis, 28 Oktober 2021.
Pemerintah bertekad untuk terus meningkatkan kinerja sector industry manufaktur
sebagai salah satu penopang utama terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam hal
ini, kementrian perindustrian telah menjalankan berbagai program dan kebijakan strategis
guna memacu aktivitas produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar domestic dan
ekspor. “Meski dihadapkan pada sekian tantangan global, sector industry manufaktur
indonesia selama tujuh tahun pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo tetap
memainkan peranan pentingnya sebagai tulangpunggung perekonomian nasional”, kata
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (28/10)
Menperin menyebutkan, pada masa pemerintahan presiden Jokowi selama 7 tahun
ini diwarnai berbagai peristiwa penting global yang mengiringi perjalanan ekonomi
nasional, khususnya di sector industry manufaktur. Beberapa peristiwa dimaksud antara
lain penurunan harga beberapa komoditas yang berakibat pada adanya tekanan terhadap
ekspor indonesia. Berikutnya, pelambatan ekonomi Tiongkok sebagai entitas ekonomi
terbesar dunia yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara global, perang
dagang antara Amerika Serikat dengan tiongkok yang menciptakan Kembali high cost
ekonomi dan mengganggu sisi supply, serta dampak pandemic Covid-19 yang
memberikan tekanan hebat terhadap kinerja sector industry baik dari sisi supply maupun
demand. “Dengan latar belakang kondisi global yang penuh gejolak dan ketidakpastian
tersebut, perjangan bangsa indonesia dalam membangun sector industry manufaktur yang
berdaulat, mandiri, berdaya saing, dan inklusif menghadapi tantangan yang tidak mudah”
ungkap agus.
Namun demikian, melalui kerja keras dan ketangguhan para pelaku industry di
tanah air dalam upaya menghadapi berbagai tantangan global tersebut, sector industry
pengolahan nonmigas masih mampu mencatatkan kinerja yang cukup gemilang. “Hal ini
tidak terlepas dari semangat persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa untuk
mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional, seperti semangat yang tertuang pada isi
sumpah pemuda dalam membangun indonesia yang maju” tegas Agus. Adapun capaian
kinerja industry manufaktur yang membanggakan, di antaranya terlihat dari realisasi nilai
investasi sector sekunder ini pada periode pertama pemerintahan Jokowi (tahun 2015-
2019) yang secara total menembus Rp1.280 triliun dengan nilai rata-rata investasi
tahunan sebesar Rp250 triliun. “Total nilai investasi selama periode lima tahun pertama
ini bahkan lebih besar dari nilai investasi yang terakumulasi selama 10 tahun pada kurun
waktu 2005-2014” ungkap agus.

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Indonesia (FEB UI) Faisal Basri, menilai kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf
Amin gagal mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional, sebagaimana janjinya
kampanye yang menargetkan pertumbuhan 7 persen. Pertumbuhan ekonomi nasional
sejak awal era kepemimpinan Jokowi atau 2014 bahkan disebutnya konsisten menurun.
Dia menilai pertumbuhan ekonomi nasional pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono masih jauh lebih baik lantaran sempat berhasil mencapai angka 6 persen.
“Lima tahun [periode] kedua itu saya perkirakan [pertumbuhannya] cuma 4,5 persen.
Jadi, bakal turun terus sampai 2024, konsisten menurun. Jadi gagal mengangkat sesuai
dengan janji kampanye,” katanya dalam diskusi virtual, Rabu (20/10/2021)
Selain itu, Faisal beranggapan bahwa target pertumbuhan ekonomi pemerintah masih
mementingkan sisi kuantitas. Padahal, yang dibutuhkan kini adalah pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas. Seharusnya pemerintah lebih mementingkan sisi kualitas dari
pemulihan ekonomi ketimbang angka yang bersifat kuantitas. Faisal menyebut proses
pemulihan ekonomi nasional yang terjadi saat ini tidak merata. Sebabnya, sebagian
masyarakat ada yang mengalami perbaikan ekonomi yang cepat dan sebagian lagi makin
terpuruk. Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus
Rahadiansyah, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin perlu mengevaluasi sejumlah
kebijakan yang kontroversial atau menimbulkan polemik di masyarakat. Baca Juga : Dear
Pak Jokowi, Ini Empat Fokus Utama Kadin Jelang COP26 Selain itu, yang tak kalah
penting adalah mewujudkan sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. “Kebijakan [pemerintah] pusat dan daerah ini sering tidak sinkron satu sama lain.
Ini juga perlu diperhatikan untuk 3 tahun ke depan. Demikian halnya dengan kebijakan
antarlembaga, jangan sampai ada ego sektoral yang mana masing-masing lembaga mau
menang sendiri,” katanya kepada Bisnis, Jumat (22/10/2021).

Anda mungkin juga menyukai