Disusun oleh:
Kelompok 10
Erdina Melyani Aris (105461159922)
Nur Rezky Ramadani (105461159722)
Azwan Samad (105461160711)
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II Pembahasan
A. Definisi Istilah
B. Pendidikan Muhammadiyah
C. Hubungan Revitalisasi dengan Pendidikan Muhammadiyah
D. Problem Pendidikan Muhammadiyah
BAB III Penutup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari istilah Revitalisasi dan Pendidikan
2. Bagaimana Pendidikan Muhammadiyah?
3. Bagaimana Hubungan Revitalisasi dan Pendidikan Muhammadiyah?
4. Apa Problem Pendidikan Muhammadiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Istilah
1. Revitalisasi
Kata dasar dari revitalisasi yaitu “vital”, artinya penting. Kata “re”
sebelum kata “vital” bisa diartikan sebagai proses pengulangan, dan atau
sikap sadar untuk melakukan upaya atau usaha. Jadi kata “revitalisasi” itu
berarti upaya untuk melakukan perbaikan (pementingan) dari beberapa
kekurangan yang yang ada dan diketahui sebelumnya.
Perbaikan, maksud arti dari kata revitalisasi biasanya lebih sering
digunakan untuk hal-hal yang tidak nampak secara kasat mata. Seperti
paradigma, konsep dan yang lain-lain.
Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti
proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang
sebelumnya kurang terberdaya.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses yang secara sengaja direncanakan oleh
pendidik dan dialami oleh peserta didik dalam bentuk interaksi antara
pendidik dan peserta didik di lingkungan pendidikan dan menjadikan
materi pendidikan sebagai sarana pembelajaran menuju perbaikan
tingkah laku, sikap, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
seperti yang diinginkan pendidik.
Sedangkan Ahmad Marimba mendefinisikan pendidikan
sebagai suatu bimbingan atau pembinaan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasamani dan rohani peserta didik menuju
kepribadian yang utama.
Prinsip dari rencana pendidikan itu biasanya dilakukan dengan penuh
sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk terjun di
tengah-tengah masyarakat.
B. Pendidikan Muhammadiyah
Prof. M. Yunan Yusuf, Ketua Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen) Muhammadiyah Pusat periode 2000-2005, acapkali melontarkan
wacana “Robohnya Sekolah Muhammadiyah” untuk menggambarkan betapa
rendahnya rata-rata kualitas dan mutu sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah. Kritisi atas pendidikan Muhammadiyah juga muncul
berkenaan dengan belum tercerminnya nilai-nilai Islam dalam perilaku warga
sekolah, belum berhasil menekan ongkos pendidikan sampai ke batas
termurah, belum sanggup menciptakan kultur islami yang representatif, telah
kehilangan identitasnya, dan lebih kooperatif dengan kelompok penekan.
Berbagai kritik tersebut tidak cukup dijawab hanya dengan perombakan
kurikulum, peningkatan gaji guru, pembangunan gedung sekolah ataupun
pengucuran dana. Untuk menyahuti dan menuntaskan problem-problem itu
harus ada keberanian untuk membongkar akar permasalahan yang
sesungguhnya, yaitu karena belum tersedianya orientasi filosofi pendidikan
Muhammadiyah dan teori-teori pendidikan modern dan islami. Karena
adakalanya keterbelakangan sektor kependidikan suatu bangsa atau suatu
umat disebabkan tidak terutama oleh keterbelakangan infrastruktur yang
mendukungnya tetapi oleh perangkat konsep yang mendasarinya.
Dalam usia Muhammadiyah menjelang satu abad dengan jumlah
lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan
Perguruan Tinggi ribuan, adalah suatu yang aneh Muhammadiyah belum
mempunyai filsafat pendidikan. Bagaimana mungkin kerja hiruk-pikuk
pendidikan tanpa satu panduan cita-cita yang jelas? Apakah lagi bila dikaitkan
dengan upaya mendidik dalam rangka pembentukan generasi ke depan.
Ketiadaan penjabaran filsafat pendidikan ini, menurut Mahsun Suyuthi,
merupakan sumber utama masalah pendidikan di Muhammadiyah. Bahkan
Rusli Karim menengarai bahwa kekosongan orientasi filosofis ini ikut
bertanggung jawab atas penajaman dikotomi antara “ilmu-ilmu keagamaan”
dan “ilmu umum”, yang pada giliran berikutnya akan melahirkan generasi
yang berkepribadian ganda yang tidak menutup kemungkinan justru akan
melahirkan “musuh” dalam selimut. Dengan demikian, sudah tinggi waktunya
untuk bergegas mencoba menjajagi kemungkinan munculnya satu alternatif
rumusan pendidikan Muhammadiyah sebagai ikhtiar meniti jalan baru
pendidikan Muhammadiyah. Menyatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah
belum memiliki rumusan filosofis bukan berarti tidak ada sama sekali
perbincangan ke arah itu. Laporan seminar nasional filsafat pendidikan
Muhammadiyah Majlis Dikdasmen Muhammadiyah Pusat, telah mulai
menyinggung pembahasan tentang filsafat pendidikan Muhammadiyah,
terutama tulisan A. Syafii Maarif yang berjudul “Pendidikan Muhammadiyah,
aspek normatif dan filosofis”. Sesuai dengan temanya, Maarif hanya
menelusuri hasil-hasil keputusan resmi Muhammadiyah (aspek normatif) dan
orientasi filosofis konsep ulul albab. Demikian pula buku suntingan Yunahar
Ilyas dan Muhammad Azhar berjudul Pendidikan dalam Persepektif Al-
Qur’an yang ditulis oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, berusaha
mengelaborasi konsep-konsep pendidikan di dalam Al-Qur’an dan
mendialogkan wahyu dengan perkembangan teori-teori pendidikan mutakhir.
Karya terakhir yang patut dipertimbangkan adalah buku Paradigma Intelektual
Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah karya Abdul Munir
Mulkhan, seorang aktifis Muhammadiyah. Menurutnya, kemacetan
intelektualisme Islam serta kemandegan ilmu pengetahuan dan teknologi di
dunia Muslim akibat berkembangnya semacam “ideologi ilmiah” yang
menolak apapun yang bukan berasal dari Islam.
"Dan Allah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui dan
adalah karunia Allah yang besar kepadamu" (QS. An-Nisa': 113)
Dari ayat-ayat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan
dan pembelajaran adalah penting dalam Islam, dan manusia dianjurkan untuk
selalu belajar dan meningkatkan ilmu pengetahuannya. Muhammadiyah
sebagai organisasi Islam juga menekankan pentingnya pendidikan dalam
mewujudkan misi keislaman dan kemanusiaan.
PENUTUP