Anda di halaman 1dari 41

PATRIOT

Volume 11 Nomor 2 Desember 2018


P-ISSN: 1979-7052
Diterbitkan oleh: Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Bintuni

ANALISIS KASUS HOAX RATNA SARUMPAET DALAM


HUKUM PIDANA
Daniel Daud Balubun, Christina Samangun,
Kiky Marlina Wulan Sari Putri, Putu Dewi Sastrawan

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Bintuni


E-mail: danieldblubun@stihbintuni.ac.id

ABSTRAK

Hoax atau berita bohong adalah suatu berita atau pernyataan yang memiliki
informasi yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang
sengaja disebarluaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan
menimbulkan ketakutan. Hoax dikategorikan tindak pidana sehingga hoax yang
dilakukan Ratna Sarumpaet merupakan tindak pidana sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,
dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Kata kunci: Hoax, Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN

Bagi Anda yang suka mengirimkan kabar bohong (hoax), atau bahkan cuma
sekadar iseng mendistribusikan (forward), harap berhati-hati. Ancamannya tidak
main-main, bisa kena pidana penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar," kata
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia Komisaris. pelaku penyebar hoax bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam
pasal itu disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana
maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar."1
Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU 11/2008) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016) menyebutkan: (1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik (ayat (1) UU
1https://nasional.tempo.co/read/821644/mabes-polri-penyebar-hoax-diancam-hukuman-6-tahun-
penjara/full&view=ok, diakses 6-12-2018.

52
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

11/2008); dan (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA) (Ayat (2) UU 11/2008).
Berdasarkan Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Nomor SE/6/X/2015
Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) (“SE KAPOLRI
6/2015”) dijelaskan bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang
diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk:
(1) penghinaan; (2) pencemaran nama baik; (3) penistaan; (4) perbuatan tidak
menyenangkan; (5) memprovokasi; (6) menghasut; (7) penyebaran berita
bohong. Dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada
tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.2
Polisi menetapkan Ratna Sarumpaet tersangka menyebarkan berita bohong
alias hoaks soal penganiayaan. Ratna ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis
(4/10/2018) malam. Ratna ditangkap sebelum naik pesawat
meninggalkan Indonesia. Polisi menerapkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 jo Pasal 45 Undang-
Undang ITE terkait penyebaran hoaks penganiayaan. Atas kasus tersebut, Ratna
Sarumpaet terancam 10 tahun penjara. Ratna juga terancam pasal 14 UU nomor 1
tahun 1946. Pasal ini menyangkut kebohongan Ratna yang menciptakan keonaran.3
Berita yang sama juga diberitakan oleh Tempo Online dengan judul:
“Begini Kronologi Kasus Hoax Ratna Sarumpaet”. Dalam berita tersebut
diberitakan: Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap terhadap aktivis Ratna
Sarumpaet pada Kamis malam, 4 Oktober 2018 di Bandara Internasional Soekarno
Hatta. Ratna ditangkap sebelum terbang ke Santiago, Cile. Kepala Bidang Humas
Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan
penangkapan terhadap Ratna dilakukan karena kepolisian telah menetapkan Ratna
sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoax atau berita bohong. Kepolisian
akan menjerat Ratna dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana serta pasal 28 juncto pasal 45 Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Pidana

1. Pengertian Hukum
Setiap negara tentunya akan memiliki hukum yang berlaku untuk mengatur
warga negaranya, termasuk di Indonesia. Pengertian hukum secara umum adalah

2 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5b70642384e40/bentuk-penghinaan-yang-bisa-dijerat-pasal-
tentang-ihate-speech-i, diakses 6-12-2018.
3 http://www.tribunnews.com/nasional/2018/12/05/rocky-gerung-soal-kasus-ratna-sarumpaet-kejadiannya-1-

oktober-saya-baru-pulang-dari-rusia, diakses 6-12-2018.


4https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-hoax-ratna-sarumpaet, diakses 2-12-2018.

53
P-ISSN: 1979-7087

sistem atau aturan yang dibuat oleh manusia untuk mengatur atau mengontrol
semua tingkah lakunya di dalam negara yang ditempatinya. Yang berhak menaati
hukum adalah semua warga negaranya, sedangkan yang dapat menjalankan hukum
yang berlaku diserahkan pada pihak-pihak yang berwenang.5
Menurut Plato hukum adalah peraturan yang tersusun dengan baik dan
bersifat mengikat untuk mengatur masyarakat. Sedangkan menurut Aristoteles,
pengertian hukum yaitu tidak hanya kumpulan aturan yang dapat mengikat dan
berlaku pada masyarakat saja, tapi juga berlaku pada hakim.6
Menurut Wignjodipoero, Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang
diciptakan oleh manusia untuk menentukan tingkah laku manusia. Aturan ini
bersifat memaksa dan semua masyarakat dalam suatu warga negara harus
mematuhinya. Bila ada yang ketahuan melanggar, maka akan diberikan sangsi
berupa hukuman.7
Menurut Kusumaatmadja, pengertian hukum adalah semua kaidah dan asas
yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dimana tujuannya untuk
memelihara ketertiban yang dilaksanakan melalui berbagai lembaga dan proses
guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat.8
Setiap hukum yang ada di dunia memiliki beberapa unsur di dalamnya.
Adapun beberapa unsur hukum adalah sebagai berikut ini:9
a. Mengatur Tingkah Laku Masyarakat.
Tujuan utama dari hukum adalah untuk mengatur tingkat laku seseorang
dalam bermasyarakat. Artinya, setiap tingkah laku dalam interaksi manusia di
dalam masyarakat diatur dalam hukum.
b. Hukum Dibuat oleh Lembaga Khusus.
Hukum tidak dapat dibuat oleh semua pihak, tapi melalui suatu lembaga
atau badan resmi yang memiliki kewenangan untuk hal tersebut. Misalnya
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dibuat oleh negara, dalam
hal ini dilaksanakan oleh Badan Legislatif.
c. Peraturan Bersifat Memaksa.
Hukum adalah suatu peraturan yang sifatnya memaksa. Jadi, setiap
individu di dalam suatu masyarakat harus mematahui hukum yang berlaku dan
akan dikenakan sanksi bila melakukan pelanggaran.
Misalnya peraturan berlalu lintas yang mengharuskan setiap pengendara
untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sebelum berkendara di jalan raya.
Pengendara yang tidak memiliki SIM akan dikenakan sanksi dari pihak
berwajib.
d. Sanksi/Hukuman Bagi Pelanggar Hukum.
Dalam hukum telah dijelaskan mengenai aturan dan juga sanksi yang
akan dikenakan kepada pelanggarnya. Adapun sanksi atau hukuman yang
diberikan kepada setiap pelanggar hukum disesuaikan dengan aturan
perundang-undangan yang telah disepakati.

5 http://pengertianparaahli.com/pengertian-hukum/, diakses 6-12-2018.


6 Ibid.
7 Ibid.
8 https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-hukum.html, diakses 6-12-2018.
9 Ibid.

54
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

Sanksi tersebut dalam bentuk hukuman penjara, sanksi sosial, bahkan


hukuman mati. Misalnya, pelaku korupsi yang diberikan hukuman penjara
sesuai vonis pengadilan.
2. Pengertian Pidana
Menurut Moeljatno, pidana adalah suatu istilah yuridis yang mempunyai
arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda "straf" yang dapat
diartikan juga sebagai "hukuman". Jadi menurut Moeljatno bahwa istilah
hukuman yang berasal dari kata "straf" ini dan istilah "dihukum" yang berasal
dari perkataan "wordt gestraft", adalah merupakan istilah-istilah konvensional.
Moeljatno tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah-
istilah yang inkonvensional, yaitu "pidana" untuk menggantikan kata "straf"
dan “diancam dengan pidana" untuk menggantikan kata "wordt gestraft". Jika
"straf" diartikan "hukuman", maka strafrecht seharusnya diartikan dengan
hukuman-hukuman.10
Menurut Bassar, mempergunakan istilah “tindak pidana” sebagai istilah
yang paling tepat untuk menterjemahkan “strafbaar feit”, dengan
mengemukakan alasan “istilah tersebut selain mengandung pengertian yang
tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan. Di
samping itu pemerintah di dalam kebanyakan peraturan perundang-undangan
memakai istilah tindak pidana, umpamanya di dalam peraturan-peraturan
tindak pidana khusus.11
3. Pengertian Hukum Pidana
Menurut Moeljatno, (Hiariej), hukum pidana adalah: bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-
dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan,
dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan.12
C.S.T. Kansil memberikan definisi hukum pidana, yaitu: Hukum yang
mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap
kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan.13
Hukum Pidana menurut W.L.G. Lemaire, (dalam Lamintang) adalah
hukum yang terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan
larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan
dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat
khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu
merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-
tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di
mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-
keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang
bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.14

10 Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. PT.Bima Aksara. Jakarta. Hlm. 35.
11 Soedrajat Bassar, 1999, Tindak-tindak Pidana Tertentu, Ghalia Indonesia. Bandung. Hlm. 1
12 Eddy O.S. Hiariej. 2014. Prinsip-prinsip Hukum Pidana. Cahaya Atma Pustaka. Yogyakarta.
13 C.S.T. Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Hlm. 257.
14 P.A.F. Lamintang, 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 2.

55
P-ISSN: 1979-7087

Jadi hukum pidana merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa


yang tidak boleh dilakukan, dimana saat tindakan tersebut dilakukan terdapat
sanksi bagi orang yang melakukannya. Hukum pidana juga ditujukan untuk
kepentingan umum.15

B. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu


yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.16
Menurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatan atau
suatu melalaikan maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan oleh karena
perbuatan atau melalaikan itu) "peristiwa pidana" adalah suatu peristiwa hukum
(peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum.17
Moeljatno menggunakan istilah “perbuatan pidana” dengan pertimbangan
bahwa perbuatan itulah keadaan yang dimuat oleh seseorang atau barang sesuatu
yang dilakukan dan perbuatan itu menunjuk baik kepada akibatnya maupun yang
menimbulkan akibat. Moeljatno, memberikan pengertian tindak pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan
tersebut.18
Menurut Hamzah, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar
tertentu, sebagai berikut:19
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain
kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam
Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu
bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP Indonesia menjadi Buku
ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem
Hukum Pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.
2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak Pidana formil (formeel
Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak Pidana formil
adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu
adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang
pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan
akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang
itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.
3. Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten).

15 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt57f2f9bce942f/perbedaan-pokok-hukum-pidana-dan-hukum-
perdata, diakses 6-12-2018.
16 P.A.F. Lamintang.1999. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. Hlm.

16.
17 Utrecht. 1986. Hukum Pidana 1. Pustaka Tinta Mas. Surabaya. Hlm. 252.
18 Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. PT.Bima Aksara. Jakarta. Hlm. 38.
19 Andi Hamzah. 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm. 25-

27.

56
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara
lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan
sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat
dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan
matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan
Pasal 360 KUHP.
4. Menurut macam perbuatannya, Tindak Pidana aktif (positif), perbuatan aktif
juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya
diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya
Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana
pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana
murni, yaitu Tindak Pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana
yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur
dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.Tindak Pidana tidak murni adalah tindak
pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan
secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi
dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu
tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal.
Selanjutnya menurut Hamzah, Unsur-unsur tindak pidana memiliki 5 (lima)
macam sebagai berikut:20
1. Kelakuan dan akibat (perbuatan);
2. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan;
3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;
4. Unsur melawan hukum yang objektif;
5. Unsur melawan hukum yang subyektif.

C. Tujuan dan Teori Pemidanaan

Jika mengkaji tentang tujuan pemidanaan maka akan muncul pemahaman


tentang seberapa jauh sanksi pidana relevan dan karenanya patut dipertahankan
dalam sistem hukum pidana. Mengenai tujuan pemidanaan dapat digolongkan
dalam tiga jenis teori, yaitu teori pembalasan, teori tujuan dan teori gabungan.
Penjelasan ketiga teori tersebut sebagai berikut:21
1. Teori Pembalasan (teori absolute).
Dalam Teori Pembalasan membenarkan pemidanaan karena seseorang telah
melakukan suatu tindak pidana. Terhadap pelaku tindak pidana mutlak harus
diadakan pembalasan yang berupa pidana, tidak dipersoalkan akibat dari
pemidanaan bagi terpidana.22 Bahan pertimbangan untuk pemidanaan hanyalah

20 Ibid.
21 E.Y.Kanter. dan S.R. Sianturi. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya. Storia
Grafika. Jakarta. Hlm. 59.
22 Tri Andrisman. 2007. Buku Ajar Sistem Peradilan Indonesia. Fakultas hukum Universitas Lampung,

Bandar Lampung. Hlm. 30., http://digilib.unila.ac.id/8159/14/5.%20DFTR%20PSTKA% 20II.pdf, diakses 6-


12-2018.

57
P-ISSN: 1979-7087

masa lampau, maksudnya masa terjadinya tindak pidana itu. Teori pembalasan
ini terbagi lima lagi, yaitu:
a. Pembalasan berdasarkan tuntutan mutlak dari etika.
Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa
pemidanaan adalah merupakan tuntutan mutlak dari kesusilaan (etika)
terhadap seorang penjahat yang telah merugikan orang lain.
b. Pembalasan bersambut.
Teori ini dikemukakan oleh Hegel, yang menyatakan bahwa hukum
adalah perwujudan dari kemerdekaan, sedangkan kejahatan adalah
merupakan tantangan kepada hukum dan keadilan. Menurut Hegel untuk
mempertahankan hukum yang merupakan perwujudan dari kemerdekaan
dan keadilan, kejahatan-kejahatan secara mutlak harus dilenyapkan dengan
memberikan pidana kepada penjahat.
c. Pembalasan demi keindahan dan kepuasan.
Teori ini dikemukakan oleh Herbart, yang mengatakan bahwa
pembalasan merupakan tuntutan mutlak dari perasaan ketidakpuasan
masyarakat, sebagai akibat dari kejahatan, untuk memidana penjahat, agar
ketidakpuasan masyarakat terpulihkan kembali.
d. Pembalasan sesuai dengan ajaran Tuhan (agama).
Teori ini dikemukakan Sthal (termasuk juga Gewin dan Thomas
Aquino) yang mengemukakan bahwa kejahatan adalah merupakan
pelanggaran terhadap prikeadilan Tuhan dan harus ditiadakan. Karenanya
mutlak harus diberikan penderitaan kepada penjahat demi terpeliharanya pri
keadilan Tuhan. Cara mempertahankan prikeadilan Tuhan ialah melalui
kekuasaan yang diberikan Tuhan kepada penguasa Negara.
e. Pembalasan sebagai kehendak manusia
Teori ini dikemukakan oleh J.J. Rousseau, Grotius, yang mendasarkan
pemidanaan juga sebagai perwujudan dari kehendak manusia. Menurut
ajaran ini adalah merupakan tuntutan alam bahwa siapa saja yang
melakukan kejahatan, dia akan menerima sesuatu yang jahat.
2. Teori Tujuan (teori relative).
Berbeda dengan teori pembalasan, maka teori tujuan mempersoalkan
akibat-akibat dari pemidanaan kepada penjahat atau kepentingan masyarakat.
dipertimbangkan juga pencegahan untuk masa mendatang. Dipandang dari
tujuan pemidanaan teori ini dibagi sebagai berikut:23
a. Pencegahan terjadinya suatu kejahatan dengan mengadakan ancaman
pidana yang cukup berat untuk menakut-nakuti. Cara ini ditujukan secara
umum, artinya kepada siapa saja agar takut melakukan kejahatan, dengan
demikian disebut juga sebagai prevensi umum. Paul Anselm van Feuerbach
yang mengemukakan teori ini dengan nama paksaan psikologis (psychology
dwang), mengakui juga bahwa hanya dengan mengadakan ancaman pidana
saja tidak akan memadai, melainkan diperlukan penjatuhan pidana kepada
si penjahat.

23 Ibid. Hlm. 31.

58
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

b. Perbaikan atau pendidikan bagi penjahat (verbeterings theori). Kepada


penjahat diberikan pendidikan berupa pidana, agar ia kelak dapat kembali
ke lingkungan masyarakat dalam keadaan mental yang lebih baik dan
berguna. Cara perbaikan penjahat dikemukakan ada tiga macam yaitu:
perbaikan intelektual, perbaikan moral, dan perbaikan juridis. Contoh
penganut-penganut teori ini antara lain Grolman, Van Krause, Roder.
c. Menyingkirkan penjahat dari lingkungan pergaulan masyarakat
(onschadelijk maken). Caranya ialah, kepada penjahat yang sudah kebal
kepada ancaman pidana yang berupa usaha menakuti, supaya dijatuhi
perampasan kemerdekaan yang cukup lama, bahkan jika perlu dengan
pidana mati. Dengan demikian ia tersingkirkan dari pergaulan masyarakat.
Penganut teori ini antara lain adalah Ferri, dan Garofalo.
d. Menjamin ketertiban hukum (rechstorde). Caranya ialah mengadakan
norma-norma yang menjamin ketertiban hukum. Kepada pelanggar norma-
norma tersebut, negara menjatuhkan pidama. Ancaman pidana ini akan
bekerja sebagai peringatan. Jadi diletakkan pada bekerjanya pidana sebagai
pencegahan. Penganut teori ini antara lain Frans Vonlitz, Van Hamel,
Simons.
3. Teori Gabungan.
Kemudian timbul golongan ketiga yang mendasarkan pemidanaan
kepada perpaduan teori pembalasan dengan teori tujuan, yang disebut sebagai
teori gabungan. Dalam teori pembalasan dan teori tujuan masing-masing
mempunyai kelemahan-kelemahan, untuk mana dikemukakan keberatan-
keberatan sebagai berikut:24
1. Sukar menentukan berat/ringannya pidana, atau ukuran balasan
tidak jelas.
2. Diragukan adanya hak Negara untuk menjatuhkan pidana sebagai
alasan.
3. Hukuman (pidana) sebagai pembalasan tidak berguna bagi
masyarakat.
Terhadap teori tujuan:
1. Pidana hanya ditujukan untuk mencegah kejahatan, sehingga dijatuhkan
pidana yang berat baik oleh teori pencegahan umum maupun teori
pencegahan khusus.
2. Jika ternyata kejahatan itu ringan, maka penjatuhan pidana yang berat, tidak
memenuhi rasa keadilan.
3. Bukan hanya masyarakat yang harus diberi kepuasan tetapi juga kepada
penjahat itu sendiri.
Jadi, Pertimbangan tidak saja hanya mempertimbangkan masa lalu
(seperti yang terdapat dalam teori pembalasan), tetapi juga harus bersamaan
mempertimbangkan masa datang (seperti yang dimaksudkan pada teori tujuan).
Dengan demikian penjatuhan suatu pidana harus memberikan rasa kepuasaan,
baik bagi hakim maupun kepada penjahat itu juga sendiri di samping kepada

24 Ibid. Hlm. 33.

59
P-ISSN: 1979-7087

masyarakat. Jadi harus ada keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan
kejahatan yang telah dilakukan.

D. Pengertian Bohong dan Menyesatkan

Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi


dan Transaksi Elektronik (UU 11/2008) sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016)
menyebutkan: Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.
Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008 merupakan salah
satu perbuatan yang dilarang dalam UU 11/2008. UU UU 11/2008 tidak
menjelaskan apa yang dimaksud dengan “berita bohong dan menyesatkan”.
Terkait dengan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008 yang menggunakan
frasa “menyebarkan berita bohong”, sebenarnya dapat dibaca juga dalam Pasal
390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) walaupun dengan
menggunakan rumusan yang berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar
bohong”.
Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut: Barang siapa dengan maksud
hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak
menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga
uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua
tahun delapan bulan.
Menurut Soesilo, terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP,
apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang
dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang
kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.25
Menurut Hasanah, penjelasan ini berlaku juga bagi Pasal 28 ayat (1) UU
ITE. Suatu berita yang menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian
adalah termasuk juga berita bohong. kata “bohong” dan “menyesatkan” adalah dua
hal yang berbeda. Dalam frasa “menyebarkan berita bohong” yang diatur adalah
perbuatannya, sedangkan dalam kata “menyesatkan” yang diatur adalah akibat dari
perbuatan ini yang membuat orang berpandangan salah/keliru. Selain itu, untuk
membuktikan telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) UU ITE maka
semua unsur dari pasal tersebut haruslah terpenuhi. Unsur-unsur tersebut yaitu:26
1. Setiap orang.
2. Dengan sengaja dan tanpa hak.
Terkait unsur Dengan sengaja dan tanpa hak, Budhijanto dalam
menyatakan antara lain bahwa perlu dicermati “perbuatan dengan sengaja” itu,

25 R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor. Hlm. 269.
26 Sovia Hasannah, Arti Berita Bohong dan Menyesatkan dalam UU ITE
1.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eef8233871f5/arti-berita-bohong-dan-menyesatkan-
dalam-uu-ite, diakses 6-12-2018.

60
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

apakah memang terkandung niat jahat dalam perbuatan itu. Periksa juga apakah
perbuatan itu dilakukan tanpa hak? Menurutnya, kalau pers yang melakukannya
tentu pers punya hak. Namun, bila ada sengketa dengan pers, maka UU Pers
(Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers) yang dijadikan
acuannya.

3. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.


Karena rumusan unsur menggunakan kata “dan”, artinya kedua unsurnya
harus terpenuhi untuk pemidanaan, yaitu menyebarkan berita bohong (tidak
sesuai dengan hal/keadaan yang sebenarnya) dan menyesatkan (menyebabkan
seseorang berpandangan pemikiran salah/keliru).
Jika berita bohong tersebut tidak menyebabkan seseorang berpandangan
salah, maka tidak dapat dilakukan pemidanaan.
4. Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Unsur yang terakhir ini mensyaratkan berita bohong dan menyesatkan
tersebut harus mengakibatkan suatu kerugian konsumen. Artinya, tidak dapat
dilakukan pemidanaan, apabila tidak terjadi kerugian konsumen di dalam
transaksi elektronik.
Orang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dapat diancam
pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu: Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Berikut ini contoh kasus dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Nomor: 36/Pid.Sus/2018/PT.DKI, putusan tersebut menguatkan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1116/Pid.Sus/2017/PN.Jkt.Brt, dalam
putusan tingkat pertama tersebut terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan
meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan
penipuan dengan sarana Transaksi Elektronik dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Penipuan tersebut dilakukan dengan cara tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan mengenai investasi yang mengakibatkan kerugian konsumen.
Perbuatan terdakwa tersebut, diancam pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal
45A ayat (1) UU 19/2016 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Akhinya Terdakwa
dihukum dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan dijatuhkan pula
pidana denda sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan
kurungan.27

27 Ibid.

61
P-ISSN: 1979-7087

E. Pengertian Hoax.

Hoax dari bahasa Inggris yang artinya Berita Palsu atau Berita Bohong. Di
dalah hukum pidana tidak ditemukan isitlah Hoax tetapi kabar bohong. Hoax
sendiri memiliki definisi yaitu suatu berita atau pernyataan yang memiliki informasi
yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang sengaja
disebar luaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan
ketakutan. Akan tetapi, ada juga hoax yang sengaja dibuat untuk membuat cara
berpikir tentang suatu hal menjadi sesat karena tertipu berita atau opini hoax. Jika
sebelumnya hoax ini disebar luaskan lewat sms ataupun email dengan banyak,
maka hoax sekarang ini lebih banyak beredar di dalam sosial media seperti
Instagram, facebook, Twitter, Path, Whatsapp, serta blog-blog tertentu.28
Pasal 28 ayat (1) UU 11/ 2008 menyebutkan: Setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Ini artinya unsur-unsur yang
terdapat dalam pasal 28 ayat (1) UU 11/ 2008, yaitu:
1. Setiap orang disini adalah ditunjukan kepada pelaku penyebar berita bohong
atau Hoax.
2. Kesalahan: dengan sengaja, Dengan sengaja yang dapat diartikan bentuk
kesengajaan dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan,terbukti melakukan dalam hal melaksanakan delik yang
diancamkan dalam pasal tersebut.
3. Melawan hukum: tanpa hak disini tanpa hak diartikan sebagai melawan hukum
yaitu tanpa adanya hak sendiri (zonder eigen recht), bertentangan dengan
hukum pada umumnya (in strijd met het recht in het algemeen), bertentangan
dengan hak pribadi seseorang (in strijd met een anders subjectieve recht),
bertentangan dengan hukum objektif (tegen het objectieve recht), dalam
penyebaran berita bohong atau Hoax merupakan tindakan yang melawan
hukum dan bertentangan dengan hak pribadi.
4. Perbuatan: menyebarkan seseorang karena telah menyebarkan berita tidak
sesuai dengan fakta.
5. Objek: berita bohong sama artinya dengan bersifat palsu, artinya sesuatu yang
disiarkan itu mengandung hal yang tidak benar. Ada persamaan dengan bersifat
menyesatkan, ialah isi apa yang disiarkan mengandung hal yang tidak
sebenarnya dan meyesatkan memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan
tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Suatu berita
yang menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Karena rumusan
unsur menggunakan kata “dan”, artinya kedua unsurnya harus terpenuhi untuk
pemidanaan. yaitu menyebarkan berita bohong (tidak sesuai dengan
hal/keadaan yang sebenarnya) dan menyesatkan (menyebabkan seseorang
berpandangan pemikiran salah/keliru). Apabila berita bohong tersebut tidak
menyebabkan seseorang berpandangan salah, maka tidak dapat dilakukan
pemidanaan.

28 http://digilib.uinsby.ac.id/18774/8/Bab%204.pdf, diakses 6-12-2018.

62
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

6. Akibat konstitutif: mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi


elektronik. Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
adalah semua bentuk kerugian, tidak saja kerugian yang dapat dinilai uang,
tetapi segala bentuk kerugian. Misalnya, timbulnya perasaan cemas, malu,
kesusahan, hilangnya harapan mendapatkan kesenangan atau keuntungan
sebagianya.Unsur yang terakhir ini mensyaratkan berita bohong dan
menyesatkan tersebut harus mengakibatkan suatu kerugian konsumen. Artinya,
tidak dapat dilakukan pemidanaan, apabila tidak terjadi kerugian konsumen di
dalam transaksi elektronik.
Ratna Sarumpaet telah mengakui dirinya berbohong. Sebelumnya, Ratna
mengaku dipukuli sekelompok orang di Bandung. Kemudian Ratna mengadakan
jumpa pers dan menyatakan pernyataan itu tidak benar. Persoalan ini berbuntut
pada penangkapan Ratna oleh polisi saat berada di bandara Soekarno Hatta. Yesmi
Anwar, berpendapat harus ditelusuri lebih jauh lagi untuk menilai apakah suatu
perbuatan itu tergolong pidana atau tidak. Misalnya, apakah perbuatan yang
dilakukan itu memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang
(UU).
Menurut Yesmir, dalam kasus kebohongan publik, ini berlaku untuk orang
yang memiliki jabatan publik. Untuk pihak yang tidak menyandang jabatan publik,
harus diukur apakah kebohongan yang dilakukan itu sampai mengganggu
ketertiban umum? Ukurannya harus jelas untuk menentukan apakah seseorang
melakukan tindak pidana atau tidak29
Berbeda dengan Yesmir, menurut Ginting, pasal 28 ayat (2) UU ITE menyebut
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Dalam kasus ini, sebelum mengaku berbohong, Ratna telah konsisten
mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya baik kepada media dan pihak lain.
Konsistensi itu yang dalam pidana disebut ada intention atau niat untuk
menyebarkan informasi yang tidak benar. Perlu di lihat lagi apakah dalam informasi
itu adakah unsur menimbulkan kebencian atau permusuhan di kalangan
masyarakat. Selain itu Jamin menyoroti frasa ‘setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi.’ Menurutnya, frasa itu menyangkut eksistensi
apakah orang tersebut berwenang atau tidak menyebarkan informasi yang
bersangkutan. Frasa ini menurutnya ‘aneh’ karena sifatnya pribadi dan berpotensi
menyulitkan penyidik untuk menelusurinya.30

29 Pentingnya Pembuktian Unsur Pidana dalam Menjerat Penyebar Hoaks,


https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bb71d7e8de2f/pentingnya-pembuktian-unsur-pidana-dalam-
menjerat-penyebar-hoaks, diakses 6-12-2018.
30 Ibid.

63
P-ISSN: 1979-7087

III. HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kedudukan Kasus Hukum Ratna Sarumpaet


Penulis menguraikan hasil penelitian yang selama ini penulis lakukan,
sebagaimana yang penulis uraikan di Bab III. Metode Penelitian, bahwa untuk
memperoleh preskripsi dan jawaban terhadap rumusan masalah penelitian hukum
ini, yaitu: Apa itu Hoax dan apakah hoax dikategorikan sebagai tindak pidana?
Maka teknik analisa data yang dilakukan penulis, adalah: (1) Menganalisa data
yang dikumpulkan dengan mensistematisasi bahan hukum primer yang berkaitan
dengan masalah penelitian ini; (2) melakukan interpretasi gramatikal dengan
maksud mengartikan suatu terminologi hukum, atau kata-kata menurut bahasa
hukum atau bahasa sehari-hari. Interpretasi gramatikal juga dilakukan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah penelitian ini; (3)
melakukan interpretasi sistematis, yaitu menafsirkan peraturan perundang-
undangan dengan menghubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang
lain dalam kaitannya dengan masalah penelitian ini; dan yang terakhir (4) Menarik
kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir secara deduktif, yaitu proses
penarikan kesimpulan yang dimulai dari proporsi umum yang telah diketahui
kebenarannya kemudian berakhir pada suatu kesimpulan/pengetahuan baru yang
bersifat khusus.
Hasil penelitian ini, penulis awali dengan kedudukan kasus hukum Ratna
Sarumpaet.
Polisi menetapkan Ratna Sarumpaet tersangka menyebarkan berita bohong
alias hoaks soal penganiayaan. Ratna ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis
(4/10/2018) malam. Ratna ditangkap sebelum naik pesawat
meninggalkan Indonesia. Polisi menerapkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 jo Pasal 45 Undang-
Undang ITE terkait penyebaran hoaks penganiayaan. Atas kasus tersebut, Ratna
Sarumpaet terancam 10 tahun penjara. Ratna juga terancam pasal 14 UU nomor 1
tahun 1946. Pasal ini menyangkut kebohongan Ratna yang
menciptakan keonaran.31
Berita yang sama juga diberitakan oleh Tempo Online dengan judul:
“Begini Kronologi Kasus Hoax Ratna Sarumpaet”. Dalam berita tersebut
diberitakan: Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap terhadap aktivis Ratna
Sarumpaet pada Kamis malam, 4 Oktober 2018 di Bandara Internasional Soekarno
Hatta. Ratna ditangkap sebelum terbang ke Santiago, Cile. Kepala Bidang Humas
Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan
penangkapan terhadap Ratna dilakukan karena kepolisian telah menetapkan dia
sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoax atau berita bohong. Kepolisian
bakal menjerat Ratna dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

31http://www.tribunnews.com/nasional/2018/12/05/rocky-gerung-soal-kasus-ratna-sarumpaet-kejadiannya-1-
oktober-saya-baru-pulang-dari-rusia. Diakses 6-12-2018.

64
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta pasal 28 juncto pasal 45 Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).32
Kasus ini berawal pada saat Ratna Sarumpaet mengaku dianiaya orang di
Bandung, Jabar 21 September 2018. Peristiwa terjadi di sekitar Bandara Husein
Sastranegara, Bandung. Walaupun pada akhirnya Ratna mengaku bahwa dia
berbohong.33 Berikut kronologi singkat kasus hoax Ratna hingga ditangkap polisi:34
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Tempo, kabar Ratna Sarumpaet
dianiaya pertama kali beredar melalui Facebook (Diunggah pertama kali lewat di
media sosial). Akun yang mengunggah informasi tersebut adalah Swary Utami
Dewi. Unggahan ini disertai sebuah tangkapan layar yang berisi dari aplikasi pesan
WhatsApp pada 2 Oktober 2018 serta foto Ratna. Namun unggahan tersebut kini
telah dihapus. Kabar tersebut kemudian menyebar lewat Twitter melalui akun
sejumlah tokoh. Salah satunya adalah Rachel Maryam.
Penganiayaan yang diterima oleh Ratna Sarumpaet kemudian mendapat
respon. Salah satunya dari politikus Partai Gerindra (Dikonfirmasi oleh politikus),
Rachel Maryam melalui akun twitternya di @cumarachel. Dalam cuitannya, ia
membenarkan kabar penganiayaan yang diterima oleh aktivis dan seniman teater
itu. "Berita tidak keluar karena permintaan bunda @Ratnaspaet pribadi, beliau
ketakutan dan trauma. Mohon doa," tulis Rachel pada 2 Oktober 2018.
Tak hanya Rachel, kabar penganiayaan tersebut juga dibenarkan oleh Juru
Bicara Tim Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar Simanjuntak. Dalam pernyataannya,
Dahnil mengatakan Ratna dikeroyok oleh orang tak dikenal dan dimasukkan ke
dalam mobil. Pengacara Ratna, Samuel Lengkey juga mengatakan hal senada.
Lengkey mengatakan bahwa kabar penganiayaan itu benar tapi ia menolak
memberitahukan informasi lengkapnya. "Iya benar, itu confirmed dia," ucapnya.
Konfirmasi berikutnya juga datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra
Fadli Zon. Melalui cuitan di akunnya yakni @fadlizon, Fadli menegaskan Ratna
Sarumpaet mengalami penganiayaan dan dikeroyok dua sampai tiga orang. "Jahat
dan biadab sekali," kata dia melalui cuitanya. Fadli juga mengaku telah bertemu
dengan Ratna dua kali setelah mengalami penganiayaan.
Tak berhenti di situ, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus calon presiden
2019 Prabowo Subianto turut memberikan pernyataan mengenai kabar
dikeroyoknya Ratna Sarumpaet pada Rabu malam, 3 Oktober 2018. Saat itu,
Prabowo sempat mengatakan bahwa tindakan terhadap Ratna adalah tindakan
represif dan melanggar hak asai manusia. Prabowo bahkan ingin bertemu dengan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membicarakan mengenai dugaan
penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet di Bandung, Jawa Barat itu.
Setelah ramai pemberitaan tersebut, hoax tersebut kemudian ditanggapi
oleh pihak kepolisian (Disanggah pihak kepolisian). Kepolisian melakukan
penyelidikan setelah mendapatkan tiga laporan mengenai dugaan hoax itu.
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Ratna diketahui tidak dirawat di 23
rumah sakit dan tidak melapor ke 28 Polsek di Bandung dalam kurun waktu 28

32https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-hoax-ratna-sarumpaet, diakses 2-12-2018.


33 https://news.detik.com/indeksfokus/4115/kasus-hoax-ratna-sarumpaet/berita, diakses 6-12-2018.
34https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-hoax-ratna-sarumpaet/full&view=ok.,

diakses diakses 6-12-2018.

65
P-ISSN: 1979-7087

September sampai 2 Oktober 2018. Saat kejadian yang disebutkan pada 21


September, Ratna diketahui memang tak sedang di Bandung. Hasil penyelidikan
menemukan bahwa Ratna datang ke Rumah Sakit Bina Estetika di Menteng, Jakarta
Pusat, pada 21 September 2018 sekitar pukul 17.00.
Direktur Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta
mengatakan Ratna telah melakukan pemesanan pada 20 September 2018 dan
tinggal hingga 24 September. Polisi juga menemukan sejumlah bukti berupa
transaksi dari rekening Ratna ke klinik tersebut.
Setelah kepolisian mengelar konferensi pers menjelaskan persoalan itu,
beberapa jam kemudian Ratna Sarumpaet juga ikut mengelar konferensi pers. Di
sana Ratna mengaku bahwa kabar itu tak benar (Ratna Sarumpaet mengaku
berbohong).
Menurut Ratna, awal dari kabar pemukulan itu sebetulnya hanya untuk
berbohong kepada anaknya. Ratna yang pada 21 September 2018 mendatangi
rumah sakit bedah untuk menjalani operasi sedot lemak di pipi, pulang dalam
kondisi wajah yang lebam.
Narasi pengeroyokan itu mulanya Ratna sampaikan hanya kepada anak-
anaknya yang bertanya penyebab wajahnya lebam. Namun setelah lebamnya
sembuh, Ratna kembali menceritakan pemukulan itu kepada Fadli Zon saat
berkunjung beberapa hari lalu. Saat anaknya Iqbal datang ke rumah, cerita
pemukulan itu juga yang ia sampaikan. "Hari Selasa, foto saya tersebar di media
sosial, saya nggak sanggup baca itu," kata Ratna. Jadi Ratna menyatakan tak ada
penganiayaan yang dialaminya. "Itu cerita khayalan, entah diberikan oleh setan
mana kepada saya," kata dia.
Setelah pengakuan ini, sejumlah pihak juga melaporkan Ratna ke polisi atas
dugaan penyebaran hoax. Diantaranya adalah Farhat Abbas dan Muannas Alaidid.
Setelah pengakuan Ratna dalam jumpa pers kepada awak media, Prabowo
Subianto kembali menggelar jumpa pers. Dalam kegiatan itu, mantan Komandan
Jenderal Koppasus ini meminta maaf karena ikut menyebarkan berita bohong
mengenai penganiayaan Ratna Sarumpaet (Prabowo minta maaf dan meminta
Ratna mundur). "Saya atas nama pribadi dan pimpinan tim kami, saya minta maaf
kepada publik bahwa saya telah ikut meyuarakan sesuatu yang belum diyakini
kebenarannya," kata Prabowo yang didampingi calon Wakil Presiden Sandiaga Uno
di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Rabu malam, 3 Oktober 2018.
Prabowo juga meminta Ratna Sarumpaet mengundurkan diri dari Badan
Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno di pemilu 2019. “Saya telah meminta Ibu
Ratna Sarumpaet mengundurkan diri dari Badan Pemenangan. Beliau sudah
lakukan itu. Sudah ada suratnya,” kata Prabowo.
Sehari setelah itu, tepatnya pada Kamis malam, 4 Oktober 2018 sekitar
pukul 20.00 WIB, kepolisian melakukan penangkapan kepada Ratna Sarumpaet. Ia
ditangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta saat akan bertolak ke Santiago,
Cile. Ratna diketahui akan bertolak ke Cile untuk menghadiri acara Konferensi The
11th Women Playwrights International Conference 2018 (Ratna dicekal lalu
ditangkap Kepolisian). Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar
Polisi Argo Yuwono mengatakan penangkapan tersebut terkait dengan statusnya
sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoax atau berita bohong. Adapun

66
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

sebelum ditangkap, polisi telah mengirimkan surat pencegahan kepada pihak


Imigrasi.
Menurut Argo, Kepolisian menjerat Ratna dengan pasal 14 dan 15 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Selain itu, Ratna
juga bakal dikenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
pasal 28 juncto pasal 45. "Ancaman hukumanya maksimal 10 tahun penjara.”
Setelah melakukan penangkapan Ratna kemudian dibawa ke Markas Polda
Metro Jaya. Ratna kemudian menjalani serangkaian pemeriksaan dan kemudian
penggeledahan di kediamanan di Kawasan Kampung Melayu Kecil, Jakarta Selatan
pada Jumat dini hari, 5 Oktober 2018.

2. Pendapat Pro dan Kontra Kasus Hukum Ratna Sarmpaet


Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Bagindo
Togar, menyayangkan tindakan Ratna Sarmpaet. Menurutnya tindakan tersebut
tindakan yang sangat berbahaya. Karena, dapat menimbulkan konflik sosial. Hal ini
dapat terlihat di media sosial betapa banyaknya pro dan kontra terhadap persoalan
tersebut.35
a. Pendapat Yang Pro Ratna Sarmpaet
Awal dugaan sebelum Ratna mengaku berbohong, seperti inilah
komentar beberapa orang.
Calon presiden Prabowo Subianto yakin ada motif politik di balik
dugaan penganiayaan yang dialami anggota Badan Pemenangan Nasional
pasangan Prabowo-Sandiaga Uno, Ratna Sarumpaet. Wakil Ketua Tim
Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Nanik S Deyang
menuturkan, Ratna dianiaya oleh tiga orang pada 21 September 2018 lalu di
sekitar Bandara Husein Saatranegara, Bandung, Jawa Barat. Sebelumnya,
dalam pertemuan dengan Prabowo pada Selasa (2/10/2018) sore, Ratna
sempat menceritakan kronologi penganiayaan yang dialaminya.36
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menganggap kontroversi yang
terjadi di media sosial adalah hal yang lumrah. Fahri kemudian menganggap
kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet yang menuai
pro-kontra sama seperti peristiwa lainnya yang ramai diperbincangkan di
media sosial. Ratna sudah mengakui itu kesalahan, itu kesatria. Tidak
banyak yang mengaku salah.37
Dalam perkara tersebut Hanum melalui sebuah rekaman video
dengan Ratna Sarumpaet pernah membuat pernyataan telah memeriksa luka
lebam di wajah Ratna dan membenarkan lebam tersebut disebabkan oleh
pemukulan seperti cerita yang dikarang Ratna. Hanum Rais juga sempat
menuliskan di akun Twitter-nya hasil pemeriksaan Ratna Sarumpaet

35 https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/03/10/2018/kasus-ratna-sarumpaet-bisa-timbulkan-
konflik-sosial/. Diakses 15 -6-2019.
36 https://nasional.kompas.com/read/2018/10/02/22483341/prabowo-yakin-ada-motif-politik-di-balik-dugaan-

penganiayaan-ratna-sarumpaet?page=all. Diakses 15-6-2019.


37 https://www.suara.com/news/2019/05/07/120027/fahri-hamzah-ratna-minta-maaf-dan-akui-bohong-saya-

rasa-sudah-selesai. Diakses 15-5-2019.

67
P-ISSN: 1979-7087

tersebut dan menyatakan bisa membedakan luka pascaoperasi atau pasca


dipukuli.38
Anggota Badan Komunikasi Gerindra Andre Rosiade mengatakan,
menurut informasi yang diterimanya, penganiayaan terhadap Ratna itu
terjadi pada 21 September 2018. Peristiwa tersebut terjadi di sekitar Bandara
Husein Sastranegara, Bandung. "Peristiwanya terjadi di Bandung. Untuk
kasusnya seperti apa, kami tidak tahu, lebih baik ditanyakan langsung ke
Mbak Ratna," kata Andre.39
Ratna merupakan jurkamnas Prabowo-Sandiaga. Koordinator Jubir
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar
Simanjuntak, mengaku sudah mengkonfirmasi hal itu ke Ratna.
Simanjuntak menyebut Ratna Sarumpaet mengalami trauma.40
b. Pendapat Yang Kontra Ratna Sarumpaet
Tompi menyebutkan, situasi wajah Ratna Bukan korban pemukulan.
Ia beralasan, wajah Ratna bengkak dan ada sayatan secara simetris.
Kemudian, ia melihat rambut Ratna diikat. Kemudian, ia semakin yakin
dengan latar belakang foto Ratna. Dari situasi tersebut, Tompi yakin Ratna
bukan dipukuli, tetapi menjalani operasi. "Gambaran wajah bengkak memar
dari Ratna ini menunjukkan ini tipikal bedah plastik. Yang kedua ada foto
Ratna mengikat rambut di atas. Itu gestur kebiasaan dokter plastik
menyarankan pasien mengikat rambut agar wajahnya tidak kotor. 41
Teuku Adifitrian alias Tompi bersaksi dalam persidangan kasus
penyebaran berita bohong alias hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet.
Dalam persidangan, Tompi menyayangkan sikap Hanum Rais yang seakan
mampu melakukan pemeriksaan terhadap Ratna dan membenarkan
kebohongannya.42
"Dalam video itu digambarkan bagaimana Hanum dan Ratna
berjalan berdua keluar dari salah satu pendopo di belakangnya, kemudian
Hanum Rais menceritakan sudah memeriksa yang bersangkutan dan yakin
betul bahwasanya ini adalah korban pemukulan, dan ini adalah contoh Cut
Nyak Dien buat Hanum. Di situ ya konyol saja buat saya, ujar Tompi di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2019).”43
3. Proses Persidangan Ratna Sarumpaet
a. Pendapat Saksi Ahli Tentang Kasus Ratna Sarumpaet
1. Pendapat Saksi Ahli Sosiologi
Ahli Sosiologi, Dr. Trubus memberikan pernyataan dalam sidang
kasus penyebaran hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet (Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Kamis 25 April 2019). Dalam kesaksiannya, Trubus
38 https://metro.tempo.co/read/1209911/diperiksa-di-kasus-ratna-sarumpaet-begini-keheranan-hanum-
rais/full&view=ok. Diakses 15-5-2019.
39 https://news.detik.com/berita/4239333/geger-cerita-ratna-sarumpaet-mengaku-dianiaya. Diakses 15-5-

2019.
40 Ibid.
41 https://tirto.id/dengar-kesaksian-tompi-ratna-dia-menyadarkan-saya-berhenti-bohong-dmVB. Diakses 15-5-

2019.
42 https://www.liputan6.com/news/read/3948410/hanum-rais-periksa-ratna-sarumpaet-tompi-antara-tidak-

mampu-atau-ikut-bohong. Diakses 15-5-2019.


43 Ibid.

68
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

menjelaskan mengenai status seseorang yang menjadi salah satu aspek


mempengaruhi orang lain. Sehingga, manakala seorang publik figur
berbohong otomatis akan berdampak pada lingkungan sekitar. Menurut
Trubus: “Dengan mempunyai status, peran “dia” punya pengaruh tinggi
terhadap kelompok atau lingkungan."44
Trubus menjelaskan, penyebaran berita bohong mengakibatkan
terjadinya keonaran atau kegaduhan di masyarakat. Apalagi, yang
menyebarkan mempunyai status yang tinggi. Trubus mencontohkan berita
bohong yang disebar oleh tokoh dengan tukang becak di media sosial.
Otomatis (tokohlah) yang akselarisnya cepat, karena banyak yang melihat
terjadilah pro dan kontra. Trubus menjelaskan, pro dan kontra bagian dari
keonaran.45
Dalam sosiologi keonaran setingkat di bawah anarki. Misalnya ada
dua tiga orang beda pendapat. Secara sosiologis yang terjadi di dunia maya
bisa terjadi di dunia nyata. Kalau sudah ada ajang separasi di dunia maya,
maka di dunia nyata akan terjadi itu.

2. Pendapat Saksi Ahli Filsafat Bahasa


Dalam persidangan Ratna Sarumpaet di PN Jakarta Selatan, Kamis
(25/04) ini, dihadirkan beberapa saksi ahli. Salah satunya adalah ahli filsafat
bahasa dari Universitas Nasional, Wahyu Wibowo. Saat ditanya oleh Jaksa
Penuntut Umum (JPU) mengenai maksud dari kata onar dan keonaran,
Wahyu menjelaskan bahwa kata tersebut memiliki makna yang berbeda:
“Onar itu gaduh, keonaran dari fakta kamus berarti keributan". Wahyu juga
menjelaskan bahwa tindak keonaran bukan hanya dalam bentuk fisik.
Namun, juga terjadi ketika ada perbedaan pendapat pro maupun kontra,
salah satunya adalah yang berada di media sosial.46
"Dalam konteks tersebut, keributan tidak harus keributan secara fisik
onar bisa membuat gaduh, orang yang heran bertanya tanya itu juga onar,
perbedaan pendapat itu bentuk keonaran di dalam sebuah media sosial,
karena tidak selalu berujung dan muncul lagi hal yang baru itu adalah ciri-
ciri dari media sosial, selalu begitu.” Keonaran yang terjadi di media sosial
seperti Facebook atau Instagram disebabkan karena tidak adanya peraturan
yang mengatur penyebarluasan informasi yang tidak valid. Maka dari itu,
hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran hoaks dan penyebarluasan
kebencian yang mampu menggiring opini masyarakat.47
Wahyu menyebutkan, keonaran tidak berarti ada keributan fisik.
Keonaran pun tidak harus melibatkan banyak orang. Wahyu menyatakan,
keonaran yang terjadi di media sosial bisa disebutkan kegaduhan. Menurut
Wahyu, media sosial itu mewakili lisan seseorang. "Jika terjadi pro dan

44 https://www.liputan6.com/news/read/3950611/imbas-hoaks-ratna-sarumpaet-menurut-sosiolog-dan-ahli-
hukum-pidana. Diakses 15-5-2019.
45 Ibid.
46 https://www.gatra.com/detail/news/412253/politic/saksi-ahli-bahasa-dalam-sidang-ratna-perbedaan-

pendapat-di-medsos-juga-keonaran. Diakses 14-62019.


47 Ibid.

69
P-ISSN: 1979-7087

kontra di media sosial. Orang saling mengungkapkan opini yang tidak jelas
dan bisa menimbulkan perpecahan. Itu juga termasuk onar.48
Pendapat Wahyu, dapat dilihat buktinya, di Jalan Gatot Subroto
samping Polda Metro Jaya Jakarta Selatan ada unjuk rasa yang
mengatasnamakan Lentera muda Nusantara. Pertama, menuntut dan
mendesak kepolisian untuk menangkap pelaku penganiayaan terhadap
saudara Ratna Sarumpaet. Kedua, kepolisian harus tegas tangkap dan adil.
di tempat lain masyarakat kota Bandung juga memberikan reaksi berupa
tuntutan kepada terdakwa untuk menyatakan permintaan maaf kepada
masyarakat Kota Bandung sebagaimana antara lain terdapat pada media
online, Tribunnews dengan judul berita Ridwan Kamil ingin Ratna
Sarumpaet minta maaf juga kepada masyarakat Bandung. Kemudian,
dengan judul berita Pemkot desak Ratna Sarumpaet minta maaf ke Warga
Bandung dengan judul mahasiswa demonstrasi tuntut Ratna Sarumpaet
minta maaf kepada warga Bandung.
Ahli bahasa lain yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum, adalah Dr
Wahyu Wibowo dicecar pertanyaan terkait makna dari frasa "penyiaran
berita bohong" dan "keonaran" oleh Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim,
dan Pengacara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis
(25/4/2019) saat sidang kasus dugaan penyebaran berita bohong dengan
terdakwa Ratna Sarumpaet. Wahyu menjelaskan, filsafat bahasa lebih
cenderung memeriksa makna bahasa sedangkan linguistik lebih cenderung
memeriksa bentuk bahasa. Filsafat bahasa lebih mengarah kepada makna
bahasa sehubungan dengan kehidupan. Linguistik berkaitan dengan bentuk-
bentuk bahasa. Filsafat bahasa terkait penggunaan bahasa pada
masayarakat.49
Wahyu menjelaskan, sejumlah hal yang perlu disoroti untuk mencari
makna dalam perspektif filsafat bahasa antara lain, penutur, tuturan
(bentuk), penerima tuturan (audien), reaksi dari penerima tuturan (kesan),
dan situasi saat proses komunikasi itu terjadi (konteks). Wahyu juga
mengatakan profil penutur dan konteks akan menentukan kesan atau reaksi.
Terkait hal tersebut, menurut Wahyu bahasa juga memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi penerima tuturan terlebih jika penutur adalah seorang tokoh
publik.
Terkait frasa "penyiaran berita bohong", Wahyu berpendapat
penyiaran informasi yang mengandung sesuatu yang tidak benar bisa
dilakukan oleh satu orang ke satu orang lain. Terkait dengan kata
"keonaran", Wahyu berpendapat keonaran tidak berarti harus
mengakibatkan keributan fisik. Menurut Wahyu, dalam filsafat bahasa onar
bermakna membuat orang bertanya-tanya, gaduh, heran, atau menimbulkan
pro kontra. pada awalnya dua orang saja sudah cukup untuk dikatakan

48 https://www.liputan6.com/news/read/3949907/ahli-bahasa-dalam-sidang-ratna-sarumpaet-pro-kontra-di-
medsos-termasuk-onar. Diakses 14-6-2019.
49 http://www.tribunnews.com/nasional/2019/04/25/hakim-tegur-ahli-bahasa-karena-dinilai-tidak-

fokus?page=2. Diakses 14-6-2019.

70
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

terlibat dalam keonaran meski dalam perkembangannya membutuhkan


lebih banyak orang.50
Menurut Wahyu: "Dalam konteks ini tidak berarti harus ada
keributan fisik. Onar bisa saja membuat bertanya-tanya, gaduh, heran,
dalam konteks filsafat bahasa seperti itu. Dalam konteks filsafat bahasa itu
(pro kontra adalah) onar. Awalnya dua (orang) saja cukup tapi dalam
perkembangannya harus melibatkan banyak orang,"51
Wahyu menolak manakala ditanya pengacara Ratna makna dua kata
tersebut dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang
Peraturan Hukum Pidana (UU 1/1946). Menurut Wahyu, sebagai ahli
bahasa saksi tidak berkapasitas menafsirkan makna Undang-Undang
mengingat bahasa dalam Undang-Undang memiliki norma yang mengikat
sendiri. "Saya tidak bisa memberikan pendapat saya soal Undang-Undang.
Itu ada normanya sendiri." Hakim Ketua, Joni pun setuju dengan Wahyu
dan meminta pengacara mengganti pertanyaannya.52
Pasal 14 UU 1/1946, menyebutkan:
a) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong,
dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum
dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun (Pasal 14
ayat (1) UU 1/1946).
b) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan
pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat,
sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan
itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga
tahun (Pasal 14 ayat (2) UU 1/1946).
JPU bertanya kepada Wahyu dengan pertanyaan terkait fakta
konferensi pers pengakuan Ratna, tetapi Hakim Ketua Joni harus berulang
kali menegur JPU untuk tidak mengaitkannya langsung ke fakta kasus.
"Coba kasih pertanyaan yang lebih bebas. Soal fakta biar kami (majelis
hakim) yang menilainya. Ahli ini dihadirkan untuk diminta pendapatnya,"
kata Hakim Ketua, Joni kepada JPU.53
Hakim Joni bertanya: "Ada sebuah berita atau keadaan atau
informasi pada saya, saya beritahukan ke orang lain sehingga orang lain
menerima informasi tentang keadaan saya. Dalam bahasa itu apa?" Menurut
Wahyu: "Kalau langsung itu menyiarkan atau memberitakan. Kalau tidak
langsung, misalnya sudah lama, itu bisa disebut menginformasikan”.54
Hakim Ketua Joni bertanya lagi kepada Wahyu: "Apa bedanya
pemberitahuan, menyiarkan, dan memberitakan? Kemudian ada informasi
dari atasan saya, hei Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kalian besok harus
ini, saya sebagai yang mendengar kemudian saya sampaikan ke orang lain
itu apa namanya?”

50 Ibid.
51 Ibid.
52 Ibid.
53 Ibid.
54 Ibid.

71
P-ISSN: 1979-7087

3. Pendapat Saksi Ahli Hukum Pidana


Dalam sidang kasus Ratna di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
Kamis 25 April 2019, Ahli Hukum Pidana, Mety Rachmawati Argo
mengatakan, publik figur yang menyebarkan berita bohong berpotensi
menimbulkan keonaran. Keonaran adalah kerusakan atau keadaan yang
membuat situasi kondisi di suatu tempat sehingga seseorang tidak bisa
melakukan pekerjaan dengan tenang. Keadaan timbul karena ada pro dan
kontra, ada orang yang menyayangkan sesuatu, ada orang yang setuju tidak
setuju, ada dua kelompok masyarakat golongan yang mereka tidak
menemukan titik temu. Akhirnya terjadi pro dan kontra yang menjalar dan
menyebabkan suasana tidak kondusif.55
Menurut Mety, suatu keonaran ada penyebab. Maka dari situ, hukum
pidana akan mencari orang yang harus mempertanggungjawabkan. "Dari
manakah sumbernya terjadinya keonaran ini?”.
Jaksa Penuntut Umum, Daroe Trisadono, bertanya kepada saksi ahli
dengan membandingkan manakala tukang becak dan tokoh publik
menyebarkan berita bohong: “Kedua-duanya mengucapkan berita yang
sama-sama bohong yang disampaikan di dunia maya. Apakah kemudian
dampaknya bisa berbeda atau sama saja?”.56
Mety berpendapat, dampaknya akan berbeda, manakala seseorang
memiliki pengikut mengucapkan sesuatu pasti akan memberikan pengaruh,
tetapi kalau tidak punya jabatan tidak berpengaruh sama sekali, apapun yang
dilakukan, diucapkan asal tidak melanggar norma-norma atau hak orang lain
maka orang tidak begitu memperhatikan. Mety menjelaskan lebih jauh
pengaruhnya, terlebih saat ini sedang dalam masa masa politik. Misalnya,
di masyarakat orang tersebut dikenal, karena sudah memiliki pengaruh dan
ada hubungan dengan golongan tertentu, maka ada kemungkinan orang
tidak melihat orang tersebut berbicara tidak benar. Masyarakat melihat
orang ini bagian golongan tertentu. Sehingga timbul rasa simpatik
berlebihan tanpa memperhatikan benar tidaknya yang disampaikan.57
Saksi ahli hukum pidana, Muzakir hadir memberikan keterangan
sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara penyebaran hoaks dengan
terdakwa Ratna Sarumpaet. Muzakir menjelaskan perbedaan makna antara
menyiarkan dan menyebarluaskan dalam konteks hukum pidana. Muzakir
saat menjawab pertanyaan kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Insank
Nasruddin dalam sidang lanjutan perkara penyebaran berita bohong atau
hoaks di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).58
Adapun pertanyaan dari Nasruddin (pengacara Ratna): "Sebut saja
si A membuat berita kebohongan. Kemudian si A menyampaikan ke B, C,
dan D dan seterusnya tidak dalam waktu bersamaan. Kemudian B, C, D itu

55 Ibid.
56 Ibid.
57 Ibid.
58 https://nasional.sindonews.com/read/1402807/13/kasus-hoaks-ini-keterangan-ahli-pidana-di-sidang-ratna-

sarumpaet-1557391565. Diakses 15 Juni 2019.

72
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

sebarkan ke publik. Siapa yang harus bertanggung jawab secara hukum?


Apakah si A?"59
Mudzakir kemudian menjelaskan Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Menurut Mudzakir: Berbeda
menyiarkan dengan menyebarluaskan. Kalau menyebarluaskan ada di
tindak pidana terkait penghinaan, dicontohkannya menghina presiden
dengan gambar dan tulisan yang disebarkan. Menyiarkan harus
menggunakan alat untuk menyiarkan. Materi yang akan disiarkan layaknya
menggunakan media elektronik, sedangkan menyiarkan itu membuatkan
siar berarti menggunakan alat siar. Jadi, ada alat siar di situ, ada yang disebut
sebagai seleksi materi disiarkan. Jadi saya tegaskan menyebarluaskan tidak
termasuk menyiarkan.
4. Pendapat Saksi Ahli Digital Forensik
Ahli digital forensik, Saji Purwanto, dihadirkan sebagai saksi atas
perkara penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna
Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (pada hari Kamis,
25/4/2019).
Ahli Digital Forensik, Purwanto menunjukkan kronologi ketika
Ratna Sarumpaet mengirimkan bukti foto dirinya mengalami penganiayaan
ke beberapa tokoh. Ia menunjukkan foto ke Said Iqbal serta Fadli Zon.
Purwanto menampilkan screenshot percakapan Ratna dengan Fadli dan Said
ketika dimintai pendapat sebagai ahli. “Isinya apa itu?” tanya hakim ketua.
Ratna mengirimkan gambar, kemudian selanjutnya dikasih keterangan. 60
Tayangan percakapan tersebut ditampilkan di sebuah layar di dalam
ruangan sidang dengan folder bernama 'folder Whatsapps net Fadli Zon' dan
menyebutkan percakapan tersebut secara rinci. "Ada kirim gambar. Dikasih
keterangan off the record 21 September malam bandara Bandung. 08 harus
tahu siapa yang mengancam saya itu.”)8 adalah inisial Prabowo Subiyanto.
Selanjutnya, Purwanto menampilkan percakapan dengan Said Iqbal di mana
terlihat Ratna mengirimkan foto wajahnya yang lebam. “Kalau Nanik
Sudaryati ada?” tanya hakim. Saji pun kemudian menampilkan dan
menjelaskan isi percakapan Ratna Sarumpaet dengan Nanik Sudaryati. Di
antara percakapan tersebut Nanik kirim pesan ‘Mba sebaiknya bertemu di
luar saja," lalu Ratna share lokasi. Setelah lokasi itu dilakukan penelusuran,
lokasinya di Jalan Kampung Melayu Kecil, Tebet Jakarta Selatan.” (Nanik
Sudaryati Deyang adalah Ketua Yayasan Jaringan Merah Putih sekaligus
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-
Sandiaga Uno).61
5. Pendapat Saksi Fakta
Saksi fakta Rocky Gerung menyebutkan bahwa berita hoaks yang
disebarkan Ratna menimbulkan pro dan kontra, khususnya di media sosial.

59 Ibid.
60 https://www.gatra.com/detail/news/412266/politic/ahli-digital-forensik-tunjukkan-bukti-chat-ratna-dengan-
said-iqbal-dan-fadli-zon. Diakses 15-6-2019.
61 Ibid.

73
P-ISSN: 1979-7087

Bahkan, Rocky menyebut tindakan tersebut merupakan bentuk


kegaduhan.62
Saksi fakta memberikan keterangan sesuai fakta-fakta yang dilihat,
didengar, dialami, ataupun diketahuinya, sedangkan saksi verbal
memberikan keterangan atas hasil pemeriksaan verbal yang dilakukan. Hal
tersebut berimplikasi pada kekuatan hukum pembuktian.
Mantan dosen Universitas Indonesia (UI) Rocky Gerung
memandang pro-kontra yang terjadi di dunia maya akibat kasus hoaks Ratna
Sarumpaet. Rocky menilai aksi pro-kontra di dunia maya akibat kasus Ratna
merupakan bentuk keonaran di media sosial. Hal itu dipertegas saat
pengacara Ratna, Insank Nasruddin mengonfirmasi tentang pro-kontra
dunia maya dengan dunia nyata adalah sama. "Saksi bilang pro dan kontra.
Pertanyaan saya pro dan kontra ini apakah terjadi di dunia maya atau dunia
nyata?" tanya Insank kepada Rocky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
Jakarta, Selasa (23/4/2019).63
Menurut Rocky, representasi dunia nyata memang dunia maya.
Manakala Daroe Tri Sadono, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya:
Apakah saudara menangkap makna bahwa ketegangan atau pro kontra
apakah juga merupakan representasi dari situasi rill di lapangan masyarakat
sosial? Rocky berpendapat: "Ya, karena seluruh aktivitas berpikir, aktivitas
empati, aktivitas simpati atau antipati itu lebih banyak beroperasi di dunia
maya daripada di dunia rill karena orang hanya akses keadaan melalui dunia
maya, termasuk dunia maya adalah dunia imajiner.”
6. Pendapat Saksi Meringankan (a de charge) Yang Dihadirkan Pengacara
Ratna
Salah satu saksi meringankan yang dihadirkan Pengacara Ratna
adalah Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR RI), pada hari Selasa (7/5/2019)
di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain Fahri ada juga
saksi meringankan lainnya yaitu ahli bahasa dan seorang yang bekerja untuk
Ratna Sarumpaet.64
Fahri Hamzah mengaku tidak ingin menanggapi lagi setelah Ratna
Sarumpaet mengaku berbohong dan meminta maaf ke publik. “Begitu
beliau (Ratna) mengaku bohong, kemudian minta maaf kepada publik, buat
saya sudah selesai. Saya tidak mau menanggapi lagi.” Menurut Fahri: "Saya
tidak tertarik, saya tidak mau cari tahu. Menurut saya itu sudah masuk ranah
privat, kecuali kalau dia anak saya, pasti saya tanya sangat detail”
Keterangan saksi lain yaitu Staf pribadi Ratna, Nur Cahaya
Nainggolan dinilai berusaha mempengaruhi persidangan. Nur Cahaya
dianggap menyatakan, berita bohong Ratna itu karena selama ini Nur
Cahaya melihat terdakwa tengah mengidap depresi dan selalu
mengkonsumsi obat depresi.65
62 Ibid.
63 https://tirto.id/rocky-gerung-bersaksi-akibat-kasus-ratna-bikin-gaduh-di-medsos-dmWg. Diakses 15 Juni
2019.
64 http://www.tribunnews.com/nasional/2019/05/07/jadi-saksi-meringankan-fahri-hamzah-puji-keberanian-

ratna-sarumpaet. Diakses 15-6-2019.


65 Ibid.

74
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

Nur Cahaya mengatakan, kondisi Ratna terlihat tidak stabil atau


kerap emosional beberap hari sebelum menggelar konferensi persnya.
Konferensi pers itu terkait pengakuan jujurnya soal penganiayaan.66 Nur
Cahaya mengaku, sempat menanyakan kenapa Ratna berbohong, namun
hanya dijawab dengan tangisan? "Beliau setelah konferensi pers itu nggak
mau keluar kamar. Sampai saya semangati. Kemarin mau ke Cile sudah
nggak mau jalan, tapi saya semangati. Kakak memang sudah melakukan
kebohongan, tapi kakak sudah mengakuinya. Tidak semua bisa seperti
kakak. Jadi kakak harus bangkit. Saya tanya, tapi dia sudah nangis jadi saya
nggak tega.67
Penulis perlu menjelaskan juga apa itu saksi memberatkan, meringankan,
mahkota dan alibi? Menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP: Saksi adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan
ia alami sendiri.
Pengertian tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
65/PUU-VIII/2010 berkaitan dengan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana diperluas menjadi termasuk pula “orang yang
dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan
suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri”.68
Pasal 1 angka 27 KUHAP menyebutkan: Keterangan saksi adalah salah satu
alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan pengetahuannya itu.
Pasal 65 KUHAP menyebutkan: Tersangka atau terdakwa berhak untuk
mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian
khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Dasar hukum saksi a de charge juga diatur dalam Pasal 116 ayat (3)
KUHAP, yang menyebutkan: Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia
menghendaki saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal
itu dicatat dalam berita acara.
Jadi saksi yang meringankan atau A de Charge merupakan saksi yang
diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang
ditujukan pada dirinya.
Saksi yang memberatkan atau a charge adalah saksi yang keterangannya
memberatkan terdakwa. Jenis saksi ini biasanya diajukan oleh penuntut umum.
Saksi korban juga termasuk dalam kategori saksi yang memberatkan.
Saksi yang memberatkan diatur dalam Pasal 160 ayat (1) KUHAP, yang
menyebutkan:

66 https://www.inews.id/news/nasional/staf-ratna-pernah-cerita-ke-saya-kadang-stres-mau-bunuh-diri/537593.
Diakses 15-6-2019.
67 https://www.beritasatu.com/nasional/552817/asisten-sebut-ratna-kerap-marah-sebelum-berbohong. Diakses

15-6-2019.
68 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4ca459db4ecc2/pemeriksaan-saksi-di-tingkat-

penyidikan-dan-di-pengadilan/. Diakses 16-6-2019.

75
P-ISSN: 1979-7087

a) Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan
yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar
pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b) Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi
saksi;
c) Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang
diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selamã
berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán, hakim ketua
sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
Jadi perbedaan mendasar antara saksi meringankan (a de charge) dengan
saksi memberatkan (a charge) adalah pada substansi keterangan yang diberikan
apakah mendukung pembelaan terdakwa atau justru memberatkan atau melawan
pembelaan terdakwa, serta pihak yang mengajukan saksi tersebut.
Ada istilah, saksi mahkota adalah istilah untuk tersangka/terdakwa yang
dijadikan saksi untuk tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu
perbuatan pidana. Definisi saksi mahkota dijelaskan Ilman Hadi, dalam artikelnya
yang berjudul Definisi Saksi Mahkota. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa
saksi mahkota bukanlah istilah yang dikenal dalam KUHAP. Namun istilah ini
dapat ditemui dalam alasan yang tertuang pada memori kasasi yang diajukan oleh
kejaksaan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2437 K/Pid.Sus/2011 yang
menyebutkan bahwa: Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam
KUHAP mengenai Saksi mahkota (kroongetuide), namun berdasarkan perspektif
empirik maka Saksi mahkota didefinisikan sebagai Saksi yang berasal atau diambil
dari salah seorang tersangka atau Terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan
perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada Saksi tersebut diberikan mahkota.
Adapun mahkota yang diberikan kepada Saksi yang berstatus Terdakwa tersebut
adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya
suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan
atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Menurut Prof. Dr. Loebby
Loqman, S.H., M.H., dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan saksi mahkota
adalah kesaksian sesama Terdakwa, yang biasanya terjadi dalam peristiwa
penyertaan. Pengertian saksi alibi juga tidak diatur dalam KUHAP, namun pada
prakteknya saksi alibi disamakan dengan pengertian saksi meringankan (a de
charge).69
Jadi kesimpulannya ada 3 jenis Saksi, yaitu: (1) saksi yang diajukan oleh
tersangka atau seorang terdakwa, yang diharapkan dapat memberikan keterangan
yang menguntungkan bagi dirinya itu di dalam bahasa Perancis juga disebut Saksi
a de charge; (2) saksi yang diajukan oleh penuntut umum disebut Saksi a charge
yaitu Saksi yang keterangannya memberatkan terdakwa; dan (3) saksi de Auditu
yaitu saksi yang bukan menyaksikan dan mengalami sendiri tapi hanya mendengar
dari orang lain.

69 http://www.pn-sabang.go.id/?p=1656. Diakses 16-6-2019.

76
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

Tuntutan Pidana Jaksa Terhadap Ratna Sarumpaet


Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita
bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet enam tahun pidana penjara. Tuntutan tersebut
dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa
(28/5/2019).70
Dalam pertimbangan yang memberatkan, JPU menyatakan Ratna
Sarumpaet dianggap sebagai intelektual dan punya kemampuan berbicara yang
baik. "Terdakwa dinilai sebagai orang yang berintelektual, berusia lanjut, dan
punya kemampuan public speaking, tetapi tidak berbuat baik," kata JPU Daroe Tri
Sadono saat membacakan surat tuntutan terhadap Ratna. Dengan posisi Ratna yang
dianggap sebagai intelektual dan tokoh, kebohongan Ratna dinilai jaksa dapat
mempengaruhi masyarakat. Ratna Sarumpaet dinilai bersalah oleh jaksa penuntut
karena menyebarkan berita bohong terkait dirinya menjadi korban penganiaan. 71
Jaksa menganggap Ratna telah melanggar pasal pidana yang diatur dalam
Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana soal penyebaran berita bohong.72
Pertimbangan yang meringankan yakni Ratna mau mengakui perbuatannya
dan meminta maaf.73
Hakim memberikan kesempatan bagi pihak kuasa hukum Ratna untuk
mengajukan pembelaan atau pledoi pada Selasa (18/6/2019).74

B. Pembahasan

Rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah itu Hoax dan apakah hoax
dikategorikan sebagai tindak pidana? Ini artinya ada dua sumber informasi yang
harus dikaji sebelum sampai pada kesimpulan apakah hoax dikategorikan sebagai
tindak pidana, maka penulis menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan “Hoax” dan “Tindak Pidana”.
1. Apa itu Hoax
Penulis menelusuri kata Hoax (baca: howks) dalam kamus bahasa
Inggris-Indonesia, ternyata artinya adalah olok-olokan, cerita bohong,
memperdayakan.75
Dalam Oxford English Dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai
‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat’.76
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring oleh
kemdikbud.go.id, pengertian hoaks: (n) berita bohong. Namun dalam bahasa
Inggris dikenal juga dengan istilah fake news (berita bohong) yaitu berita buatan

70 http://www.tribunnews.com/nasional/2019/05/28/alasan-jpu-tuntut-ratna-sarumpaet-6-tahun-pidana-
penjara. Diakses 16-6-2019.
71 Ibid.
72 Ibid.
73 Ibid.
74 http://www.tribunnews.com/nasional/2019/05/28/tanggapan-ratna-sarumpaet-soal-tuntutan-6-tahun-

penjara-berlebihan-dan-dibuat-stres-seumur-hidup. Diakses 16-6-2019.


75 John M. Echols dan Hasan Shadily. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Cetakan XX. PT. Gramedia. Jakarta.

Hlm. 300.
76 https://www.rappler.com/indonesia/ayo-indonesia/181912-sketsatorial-apa-itu-hoax. diakses 31-5-2019.

77
P-ISSN: 1979-7087

atau berita palsu yang tidak berdasarkan kenyataan. Lantas, apa perbedaan
antara fake news dan hoax?77
Secara istilah fake news adalah berita bohong, berita buatan atau berita
palsu yang sama sekali tidak dilandaskan dengan fakta, kenyataan atau
kebenaran. Misalkan: Sebuah pabrik tekstil di Jakarta terbakar pada hari
Minggu kemarin. Kenyataan: pabrik tersebut tidak terjadi kebakaran.
Sedangkan istilah hoax merupakan informasi palsu dengan mengubah fakta atau
kenyataan yang sebenarnya. Misalkan: Ratna Sarumpaet dikabarkan dianiaya
orang tak dikenal di Bandung hingga luka-luka. Fakta sebenarnya adalah Ratna
Sarumpaet mengalami luka akibat operasi plastik di Jakarta. Berita bahwa Ratna
Sarumpaet mengalami luka akibat operasi adalah benar sesuai fakta, namun
dipelintir menjadi luka akibat dianiaya.78
‘Hoax’ atau ‘fake news’ bukan sesuatu yang baru, dan sudah banyak
beredar sejak Johannes Gutenberg menciptakan mesin cetak pada tahun 1439.
Sebelum zaman internet, ‘hoax’ bahkan lebih berbahaya dari sekarang karena
sulit untuk diverifikasi. Berikut beberapa jenis hoax, yaitu:79
a. Hoax proper
Hoax dalam definisi termurninya adalah berita bohong yang dibuat
secara sengaja. Pembuatnya tahu bahwa berita itu bohong dan bermaksud
untuk menipu orang dengan beritanya.

b. Judul heboh tapi berbeda dengan isi berita


Kebiasaan buruk banyak netizen adalah hanya membaca headline
berita tanpa membaca isinya. Banyak beredar artikel yang isinya benar tapi
diberi judul yang heboh dan provokatif yang sebenarnya tidak sama dengan
isi artikelnya.
c. Berita benar dalam konteks menyesatkan
Kadang-kadang berita benar yang sudah lama diterbitkan bisa
beredar lagi di sosial media. Ini membuat kesan bahwa berita itu baru terjadi
dan dapat menyesatkan orang yang tidak mengecek kembali tanggalnya.
Menurut Lynda Walsh dalam buku berjudul Sins Against Science,
istilah hoax atau kabar bohong, merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang
masuk sejak era industri. Diperkirakan pertama kali muncul pada 1808. Seperti
dilansir Antara, Jumat 6 Januari 2016, asal kata 'hoax' diyakini ada sejak ratusan
tahun sebelumnya, yakni 'hocus' dari mantra 'hocus pocus'. Frasa yang kerap
disebut oleh pesulap, serupa 'sim salabim' 80
Alexander Boese dalam bukunya, Museum of Hoaxes, mencatat hoax
pertama yang dipublikasikan adalah almanak atau penanggalan palsu yang
dibuat Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709. Saat itu, ia meramalkan
kematian astrolog John Partridge. Agar meyakinkan publik, ia bahkan membuat
obituari palsu tentang Partridge pada hari yang diramal sebagai hari
kematiannya. Swift mengarang informasi tersebut untuk mempermalukan

77 https://lenterakecil.com/pengertian-dan-asal-kata-hoax/. Diakses 2-6-2019.


78 Ibid.
79 https://www.rappler.com/indonesia/ayo-indonesia/181912-sketsatorial-apa-itu-hoax. Diakses 31-5-2019.
80 https://www.liputan6.com/news/read/2820443/darimana-asal-usul-hoax. DIakses 2-6-2019.

78
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

Partridge di mata publik. Partridge pun berhenti membuat almanak astrologi


hingga enam tahun setelah hoax beredar.81
Penyair aliran romantik Amerika Serikat, Edgar Allan Poe, pun diduga
pernah membuat enam hoax sepanjang hidupnya, seperti informasi dari
hoaxes.org yang dikelola Boese. Poe, sekitar 1829-1831, menulis di koran
lokal, Baltimore, akan ada orang yang meloncat dari Phoenix Shot Tower pada
pagi hari 1 April. Orang itu ingin mencoba mesin terbang buatannya, dan akan
melayang ke Lazaretto Point Lighthouse yang berjarak 2,5 mil. Saat itu,
Phoenix Shot Tower yang baru dibangun, merupakan bangunan tertinggi di AS.
Berita orang terbang di gedung tertinggi itu menarik banyak peminat, hingga
orang-orang berkumpul di bawah gedung untuk menyaksikannya. Tapi, yang
ditunggu-tunggu tak kunjung hadir. Kerumunan orang kesal dan bubar begitu
menyadari hari itu 1 April. Poe lalu meminta maaf di koran sore, menyatakan
orang itu tak bisa hadir karena salah satu sayapnya basah.82
Hoax bukanlah singkatan, melainkan kata dalam bahasa Inggris yang
berarti: tipuan, menipu, berita bohong, berita palsu atau kabar burung.
Sederhananya dapat dikatakan bahwa hoax merupakan kata yang berarti
ketidakbenaran suatu informasi. Manakala dilakukan penelusuran dalam
perundang-undangan, satupun tidak akan menemukan kata “hoax” yang
selanjutnya dikualifikasi sebagai perbuatan pidana. Hanya saja, dengan
mencermati secara jernih dari makna yang terdapat dalam peristilahan tersebut,
sebagai suatu tindak perbuatan maka potensial mengakibatkan pelanggaran
terhadap kepentingan hukum berupa: kepentingan hukum perseorangan, dan
kepentingan hukum kolektif (masyarakat atau negara).83
Dalam debat antara Rhenald Kasali vs Rocky Gerung di ILC 26 Maret
2019 Soal Sejarah dan Definisi Hoax, dijelaskan Gerung bahwa: asal-
usul hoax muncul pertama kali dalam sejarah ilmu pengetahuan manakala
seorang Professor Fisika Alan Sokal menulis sebuah artikel untuk
majalah Social Text dengan nama samaran. "Lalu dipuji-puji oleh redakturnya
tanpa tahu itu adalah bohong, sedangkan Rhenald menjelaskan asal
kata hoax adalah hocus yang artinya mengelabui. Itu diambil dari kejadian para
tukang sulap yang kemudian mengelabui mata orang lain.84
Perkembangan kata hoax dari bentuk-bentuk sebelumnya dapat
ditelusuri dalam buku “A Glossary: Or, Collection of Words, Phrases, Names
dan Allusions to Customs”, karangan Robert Nares yang terbit 1822 di London
yang mana kata hoax mulai dipakai di Inggris pada abad ke-18. Robert Nares
menulis bahwa hoax berasal dari hocus, sebuah kata Latin yang merujuk pada
hocus pocus. Pada lema (kata atau frasa yang masukan dalam kamus berikut
keterangan ringkas) kata hocus, Nares menambahkan arti “to cheat” atau
“menipu”. Hocus pocus menurut Robert Nares mengacu pada mantra para
penyihir yang kemudian dipakai para pesulap ketika memulai trik. Hocus pocus

81 Ibid.
82 Ibid.
83 http://www.negarahukum.com/hukum/pidana-bagi-penyebar-hoax.html. diakses 31-5-2019.
84 http://batam.tribunnews.com/2019/03/28/debat-panas-rhenald-kasali-vs-rocky-gerung-di-ilc-26-maret-

2019-soal-sejarah-dan-definisi-hoax?page=2;. Diakses 1-6-2019.

79
P-ISSN: 1979-7087

diambil dari nama penyihir Italia yang terkenal, yakni Ochus Bochus.
Pengertian “menipu” di sini ditujukan untuk mengacaukan orang lain demi
hiburan. Dengan artian orang yang ditipu tak merasa dirugikan dan paham ia
sedang dikacaukan. Dalam buku itu, Nares menyebut mantra tersebut sebagai
konfirmasi kuat asal kata hoax. Pengertian hoax sejak awal mula menurut
Robert Nares adalah “kabar bohong yang dibuat untuk melucu” atau sengaja
membingungkan penerima informasi dengan maksud bercanda. Hoax bisa
disejajarkan dengan lelucon April Mop atau legenda-legenda perkotaan yang
tak bisa dibuktikan dimana kita tahu bahwa cerita-cerita tersebut bohong dan
menerimanya sebagai hiburan.85
Seiring waktu, istilah hoax berkembang menjadi canda yang agak serius.
Terlebih pada musim panas tahun 1996, Alan Sokal seorang profesor fisika di
New York University menggunakan hoax untuk menguji standar intelektual
akademisi humaniora di Amerika Serikat. Alan Sokal mengirimkan paper
“Transgressing the Boundaries: Towards a Transformative Hermeneutics of
Quantum Gravity” yang berisi argumen dan fakta palsu ke jurnal Social Text.
Beberapa minggu setelah paper Sokal terbit, Alan Sokal menulis esai berjudul
“Physicist Experiments with Cultural Studies” yang terbit di jurnal Lingua
Franca pada 15 April 1996. Dalam esainya, Sokal membeberkan bahwa
papernya yang terbit di Social Text itu hanyalah parodi untuk mengejek para
pemikir posmodern. Di kemudian hari insiden ini masyhur dikalangan publik
akademisi dengan nama hoax Sokal.86
Menurut Prof. Syaiful Bakhri (Rektor Universitas Muhamadiyah
Jakarta), bahwa Hoax adalah suatu berita atau pernyataan yang memiliki
informasi yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang
sengaja disebarluaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan
menimbulkan ketakutan. Akan tetapi, ada juga hoax yang sengaja dibuat untuk
membuat cara berpikir tentang suatu hal menjadi sesat karena tertipu berita atau
opini hoax. Jika sebelumnya hoax ini disebar luaskan lewat sms ataupun email
dengan banyak, maka hoax sekarang ini lebih banyak beredar di dalam sosial
media seperti Instagram, facebook, Twitter, Path, Whatsapp, serta blog-blog
tertentu.87
Menurut Dewan Pers, di Indonesia ramainya hoax juga karena adanya
krisis kepercayaan terhadap media mainstream88 sehingga publik menjatuhkan
ke media abal-abal. Menurut Yosep Adi Prasetyo selaku Ketua Dewan Pers
hoax merupakakan dampak berubahnya fungsi media sosial dari media
pertemanan dan berbagi sarana menyampaikan pendapat politik dan
mengomentari pendirian orang lain.89
Adapun ciri-ciri berita bohong (Hoax) adalah:90

85 https://lenterakecil.com/pengertian-dan-asal-kata-hoax/. Diakses 2-6-2019.


86 Ibid.
87 https://telusur.co.id/2018/10/hukum-pidana-mengenai-berita-palsu-hoax/. Diakses 1-6-2019.
88 Istilah mainstream semakin mencuat setelah banyaknya masyarakat yang sudah tidak percaya lagi kepada

media tersebut. Namun secara bahasa mainstream adalah sesuai dengan koridor pemberitaan namun
berpihak sehingga media tersebut tidak objektif dalam pemberitaan.
89 http://eprints.umm.ac.id/37725/3/jiptummpp-gdl-shellylaud-47786-3-babii.pdf. Diakses 1-6-2019.
90 Ibid.

80
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

a. Didistribusikan via email atau media sosial karena efeknya lebih besar.
b. Berisi pesan yang membuat cemas, panik para pembacanya.
c. Diakhiri dengan himbauan agar si pembaca segera memforwardkan warning
tersebut ke forum yang lebih luas. Hoax memanfaatkan itikad baik
pembaca, sehingga pembaca email ini tanpa meneliti terlebih dahulu
kebenaran beritanya, langsung segera menyebarkannya ke forum yang lebih
luas. Akibarnya lalu lintas peredaran data di internet makin padat dengan
berita yang tidak benar.
d. Biasanya pengirim awal hoax ini tidak diketahui identitasnya.
Ciri-ciri informasi Hoax yang dikemukakan Harley seorang penulis dan
konsultan di Inggris, yang dikenal karena buku-bukunya dan penelitian tentang
malware, keamanan Mac, penguji produk anti-malware, dan manajemen
penyalahgunaan email, yaitu memuat kalimat yang mengajak untuk
menyebarkan informasi seluas-luasnya, tidak mencantumkan tanggal dan
deadline, tidak mencantumkan sumber yang valid dan memakai nama dua
perusahaan besar.91
Situs Hoaxbusters menyebutkan beberapa jenis Hoax, antara lain Hoax
hadiah (menyebutkan bahwa anda memenangkan sejumlah hadiah), Hoax
simpati (menyebarkan informasi tentang orang yang sakit, butuh bantuan atau
penculikan) dan urband legend (menyebarkan tentang parfum merek tertentu
tidak tahan lama baunya). Harley mengatakan bahwa informasi Hoax masih
akan terus berkembang seiring dengan perkembangan kemajuan jaman. Ada
juga informasi yang pada esensinya benar tetapi kegunaan dan nilainya
dipertanyakan, disebut Harley dengan semi-Hoax.92
Adapun tips membedakan berita asli atau hoax menurut Dimas Fathroen
(Praktisi Anti Hoax dan Alumnus TI ITB) pada Liputan 6 tentang cek keaslian
berita dengan 4 cara ini, yaitu:93
b. Elemen Berita Hoax: Pastikan berita yang kamu baca tidak memiliki
kalimat-kalimat yang janggal, seolah persuasive dan memaksa seperti:
“SEBARKANLAH!”, “VIRALKANLAH!”, dan sejenisnya. Artikel penuh
huruf besar dan tanda seru pun disinyalir mengandung informasi hoax.
Biasanya juga merujuk pada kejadian yang tidak ada tanggal dan harinya,
dan tak jarang juga mengklaim sumbernya berasal dari sumber yang tidak
terpercaya.
c. Verifikasi Sumber: Pastikan diverifikasi sumber dan konten berita dengan
mencarinya di Google. Cari tema berita secara spesifik dengan kata hoax di
belakangnya. Biasanya, kalau memang benar itu hoax, akan muncul artikel
pembahasan terkait.
d. Cek Gambar dan Cek dengan Aplikasi: Dapat memastikan sumber dari foto
yang diunggah diartikel berita terkait. Jadi, bisa mengecek kembali apakah
foto tersebut asli atau tidak. Caranya cukup mudah, hanya perlu
memanfaatkan tool milik google, yaitu Google Images. Dari sini bisa

91 http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43106/1/HUSNUL%20HOTIMAH-FSH.pdf.
Diakses 1-6-2019.
92 Ibid.
93 Ibid.

81
P-ISSN: 1979-7087

mengetahui siapa yang menyebarkan gambar tersebut pertama kali. Cari


tahu apakah situs web yang menyebarkan gambar itu kredibel atau tidak.
e. Cek dengan Aplikasi: bisa mengecek artikel hoax dengan aplikasi khusus
bernama Hoax Analyzer.
2. Apa itu Tindak Pidana
Strafbaarfeit adalah istilah dalam Bahasa Belanda yang yang
maksudkan untuk perbuatan yang dapat dipidana. Istilah ini berasal dari 3 (tiga)
kata, straf, baar, dan feit. Straf artinya hukuman atau pidana. Baar artinya dapat
(Bahasa Inggrisnya “able), sedangkan Feit artinya fakta atau perbuatan. Jadi
Strafbaarfeit berarti perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat
dihukum.94
Dalam bahasa Indonesia, ada beberapa istilah yang digunakan sebagai
terjemahan Strafbaarfeit, seperti:95
a. Peristiwa pidana.
Istilah ini dapat dijumpai dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Semestara Tahun 1950.
b. Pelanggaran pidana.
Istilah ini digunakan oleh Mr. Dos. E Utrecht dalam bukunya
Hukum Pdana Jilid I dan Jilid II. Prof. Mr. H. Tirtaamidjaja juga
mempergunakan istilah pelanggaran pidana sebagai terjemahan
Strafbaarfeit. Hal ini dapat diketahui dalam bukunya terbitan tahun 1955
yang berjudul: “Pokok-Pokok Hukum Pidana”.
c. Perbuatan pidana.
Penggunaan istilah perbuatan pidana sebagai terjemahan
Strafbaarfeit tercantum dalam Pasal 5 ayat (3b) Undang-Undang Tahun
1951 tentang Tindakan Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan
Kesatuan Susunan Kekuasaan Dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil. Prof
Muljatno juga mempergunakan istilah perbuatan pidana, dengan alasan: (1)
perbuatan itu adalah suatu keadaan yang dibuat oleh seseorang atau barang
sesuatu yang dilakukannnya; (2) perbuaan itu menunjukkan baik pada
akibat maupun yang menimbulkan akibat.
d. Delik.
Istilah delik sering pula digunakan untuk terjemahan Strafbaarfeit.
e. Perbuatan yang dapat dihukum.
Istilah ini digunakan oleh Karni dalam bukunya yang berjudul
“Ringkasan Tentang Hukum Pidana”, terbitan tahun 1950. Selain itu
terdapat dalam Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951.
f. Hal yang diancam dengan hukum dan perbuatan-perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman.
Penggunaan istilah ini sebagai terjemahan Strafbaarfeit ditemukan
dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1951 Tentang Perburuhan.
g. Tindak pidana.

94 Masruchhin Ruba’i, dkk. 2014. Buku Ajar Hukum Pidana. Cetakan Pertama. Bayumedia Publishing.
Malang. Hlm. 78.
95 Ibid.

82
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

Penggunaan istilah tindak pidana sebagai terjemahan Strafbaarfeit


merupakan penggunaan istilah yang paling sering dilakukan. Penggunaan
istilah tindak pidana telah dilakukan di berbagai undang-undang, dan istilah
tindak pidana sangat populer diterima di masyarakat. Contoh penggunaan
istilah tindak pidana, yaitu: Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Suap,
Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana Pembunuhan.
Istilah tindak pidana yang merupakan terjemahan dari “strafbaarfeit”
yang artinya perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan
dengan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Kitab Undang-undang
Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang
dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Tindak pidana biasanya
disamakan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum.
Delik tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.96
3. Apakah Hoax dikategorikan tindak pidana
Peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak mengenal istilah hoax
namun mengenal istilah berita bohong.
Ada beberapa aturan yang mengatur mengenai hal ini yaitu:
f. Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) juga mengatur
hal yang serupa walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu
digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”. Pasal 390 KUHP berbunyi
sebagai berikut: Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan
harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan
menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan.
g. Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana (UU 1/1946) juga mengatur mengenai berita
bohong yakni:
1) Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong,
dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum
dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan
pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat,
sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan
itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga
tahun.
h. Pasal 15 UU 1/1946: Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau
kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti
setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau
sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan
hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun.

96 http://digilib.unila.ac.id/5377/8/BAB%20II.pdf. Diakses 31-5-2019.

83
P-ISSN: 1979-7087

i. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016), Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Sehingga keberadaan berita bohong
(hoax) dapat dikatakan sebagai tindak pidana.
i. Pertama, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 11/2018) sebagaimana
yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016) mengatur mengenai
penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk sosial media)
menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Dalam pasal 28 ayat (1) memenuhi unsur:
1. Setiap orang disini adalah ditujukan kepada pelaku penyebar berita
bohong (Hoax).
2. Kesalahan: dengan sengaja. Dengan sengaja yang dapat diartikan
bentuk kesengajaan dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan,terbukti melakukan dalam hal melaksanakan delik
yang diancamkan dalam pasal tersebut.
3. Melawan hukum: tanpa hak disini tanpa hak diartikan sebagai
melawan hukum yaitu tanpa adanya hak sendiri, bertentangan
dengan hukum pada umumnya, bertentangan dengan hak pribadi
seseorang, bertentangan dengan hukum objektif, dalam penyebaran
berita bohong (Hoax) merupakan tindakan yang melawan hukum
dan bertentangan dengan hak pribadi.
4. Perbuatan: menyebarkan seseorang karena telah menyebarkan berita
tidak sesuai dengan fakta.
5. Objek: berita bohong sama dengan bersifat palsu, artinya sesuatu
yang disiarkan itu mengandung hal yang tidak benar. Ada
persamaan dengan bersifat menyesatkan, ialah isi apa yang disiarkan
mengandung hal yang tidak sebenarnya dan meyesatkan
memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga
menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Suatu berita
yang menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Karena
rumusan unsur menggunakan kata “dan”, artinya kedua unsurnya
harus terpenuhi untuk pemidanaan. yaitu menyebarkan berita
bohong (tidak sesuai dengan hal/keadaan yang sebenarnya) dan
menyesatkan (menyebabkan seseorang berpandangan pemikiran
salah/keliru). Apabila berita bohong tersebut tidak menyebabkan
seseorang berpandangan salah, maka tidak dapat dilakukan
pemidanaan.

84
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

6. Akibat konstitutif: mengakibatkan kerugian konsumen dalam


transaksi elektronik. Yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam transaksi elektronik adalah semua bentuk kerugian, tidak saja
kerugian yang dapat dinilai uang, tetapi segala bentuk kerugian.
Misalnya, timbulnya perasaan cemas, malu, kesusahan, hilangnya
harapan mendapatkan kesenangan atau keuntungan
sebagianya.Unsur yang terakhir ini mensyaratkan berita bohong dan
menyesatkan tersebut harus mengakibatkan suatu kerugian
konsumen. Artinya, tidak dapat dilakukan pemidanaan, apabila tidak
terjadi kerugian konsumen di dalam transaksi elektronik.
ii. Jika melanggar ketentuan Pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu: Setiap
Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1 miliar.
Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008
merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam UU 11/2008. UU
11/2008 tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “berita bohong
dan menyesatkan”. Tetapi, jika dicermati lagi UU 11/2008 dan
perubahannya khusus mengatur mengenai hoax (berita bohong) yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Lalu apa dasar hukum yang digunakan bagi penyebar berita
bohong yang tidak mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik? Berita bohong yang disebarkan melalui media elektronik
(sosial media) yang bukan bertujuan untuk menyesatkan konsumen,
dapat dipidana menurut UU 11/2008 tergantung dari muatan konten
yang disebarkan seperti:
a) Jika berita bohong bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana
berdasarkan pasal 27 ayat (1) UU 11/2008 (atau yang dikenal dengan
UU ITE) yang menyebutkan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
b) Jika bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan pasal 27
ayat (2) UU 11/2008, yang menyebutkan: Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
c) Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU 11/2008 yang
menyebutkan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

85
P-ISSN: 1979-7087

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran


nama baik.
d) Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana
berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU 11/2008, yang menyebutkan:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
e) Jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA
dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU 11/2008, yang
menyebutkan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
f) Jika bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi dipidana berdasarkan Pasal 29 UU 11/2008,
yang menyebutkan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.
Jadi dapat disimpulkan: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebarkan
berita hoax merupakan suatu kejahatan dengan ancaman pidana penjara
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
j. Angka 2 huruf f Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/06/X/2015 Tentang
Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang menyebutkan bahwa
ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di
luar KUHP, yang berbentuk antara lain:
1) penghinaan;
2) pencemaran nama baik;
3) penistaan;
4) perbuatan tidak menyenangkan;
5) memprovokasi;
6) menghasut;
7) penyebaran berita bohong.
Selanjutnya dalam Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/06/X/2015
Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) (khususnya
penyebaran berita bohong) disebutkan bahwa penegakan hukum atas
dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian dengan mengacu pada
ketentuan: Pasal 28 jis97 Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi:
97Jis, merupakan kependekan dari kata “junctis”. Menurut buku “Kamus Hukum” yang diterbitkan oleh
Indonesia Legal Center Publishing, “jis” ini merupakan bentuk jamak dari “jo”, sehingga memiliki arti yang

86
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

Pasal 28:
a. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.
b. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Pasal 45 ayat (2): Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Surat Edaran Kapolri
Nomor: SE/06/X/2015 Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate
Speech) (khususnya penyebaran berita bohong) adalah tindak pidana.
Terkait dengan keberlakuan Surat Edaran (SE), dalam artikel Surat
Edaran, ‘Kerikil’ dalam Perundang-Undangan, menurut pendapat Bayu
Dwi Anggono (Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember) bahwa SE
memang bukan peraturan perundang-undangan (regeling), bukan pula
keputusan tata usaha negara (beschikking), melainkan sebuah peraturan
kebijakan. SE masuk peraturan kebijakan (beleidsregel) atau peraturan
perundang-undangan semu (pseudo wetgeving).98
Pandangan Anggono ini sejalan dengan sejumlah doktrin yang
dikemukakan Jimly Asshiddiqie, HAS Natabaya, HM Laica Marzuki, dan
Philipus M. Hadjon, bahwa Surat Edaran dimasukkan sebagai contoh
peraturan kebijakan. Bayu menjelaskan bahwa beleidsregel dan pseudo
wetgeving adalah produk hukum yang isinya secara materil mengikat umum
namun bukanlah peraturan perundang-undangan karena ketiadaan
wewenang pembentuknya untuk membentuknya sebagai peraturan
perundang-undangan. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
juga punya pandangan serupa. PSHK berpendapat bahwa Surat Edaran
bukan produk perundang-undangan, melainkan sebagai instrumen
administratif yang bersifat internal. Surat Edaran ditujukan untuk
memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai suatu norma peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum. 99
4. Hoax Ratna Sarumpaet Adalah Tindak Pidana
Setelah penulis uraikan di atas, maka penulis simpulkan Hoax adalah
tindak pidana. Karena Hoax adalah tindak pidana, maka Ratna Sarumpaet
melakukan tindak pidana, sebagaimana yang diatur dalam:

sama dengan juncto namun sedikit berbeda dalam penggunaannya. “juncto, bertalian dengan, berhubungan
dengan”
(https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl988/istilah. Diakses 1-6-2019).
98 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt563accb796101/keberlakuan-se-kapolri-hate-speech-
dan-dampak-hukumnya. Diakses 1-6-2019.
99 Ibid.

87
P-ISSN: 1979-7087

a. Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan


Hukum Pidana (UU 1/1946) yang menyebutkan: Barangsiapa, dengan
menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman
penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Adapun unsur-unsur yang telah dipenuhi dalam kasus Ratna
Sarumpaet terkait Pasal 14 ayat (1) UU 1/1946 adalah:
1) Barangsiapa.
Barangsiapa di sini adalah ditujukan kepada pelaku penyebar
berita bohong (Hoax), yaitu Ratna Sarumpaet.
2) Perbuatan: Menyiarkan berita atau pemberitaan bohong.
Menyiarkan berita atau pemberitaan bohong tidak sesuai
dengan fakta.
3) Kesalahan: Dengan sengaja.
Dengan sengaja yang dapat diartikan bentuk kesengajaan dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, terbukti
melakukan dalam hal melaksanakan delik yang diancamkan dalam pasal
tersebut.
4) Objek: Menyiarkan berita atau pemberitaan bohong.
Menyiarkan berita atau pemberitaan bohong sama dengan
bersifat palsu, artinya sesuatu yang disiarkan itu mengandung hal yang
tidak benar. Ada persamaan dengan bersifat menyesatkan, ialah isi apa
yang disiarkan mengandung hal yang tidak sebenarnya dan
menyesatkan memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi
juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Suatu berita
yang menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.
Menyebarkan berita bohong (tidak sesuai dengan hal/keadaan yang
sebenarnya) dan menyesatkan sehingga menyebabkan seseorang
berpandangan pemikiran salah/keliru. Apabila berita bohong tersebut
tidak menyebabkan seseorang berpandangan salah, maka tidak dapat
dilakukan pemidanaan.
5) Akibat konstitutif: Keonaran, menerbitkan keonaran di kalangan rakyat
Unsur yang terakhir ini mensyaratkan menyiarkan berita atau
pemberitaan bohong tersebut harus mengakibatkan keonaran. Artinya,
tidak dapat dilakukan pemidanaan, apabila tidak terjadi keonaran di
kalangan rakyat.
Unsur keonaran adalah unsur paling krusial untuk dibuktikan.
Keonaran yang dimaksudkan memiliki ukuran terjadi pergolakan dan
kepanikan di masyarakat. Sementara dalam kurun waktu unggahan yang
beredar di media sosial, tidak ada ‘keonaran’ atau ‘keributan’ apapun
yang terjadi yang menimbulkan pergolakan di dalam masyarakat. Hal
ini dapat dibenarkan. Tetapi bagaimana jika Polisi tidak bertindak cepat
dengan membuktikan bahwa pernyataan Ratna adalah Hoax?
Unsur keonaran berhubungan dengan niat jahat pelaku tindak
pidana (mens rea), apakah benar niat jahat tersebut ada di dalam

88
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

perbuatannya. Jika niat jahatnya tidak dapat diketemukan dalam dirinya,


maka perbuatan tersebut tidak dapat disebut sebagai tindak pidana.
Penulis sependapat dengan Miko Ginting (Staf Pengajar STHI
Jentera), bahwa untuk unsur “Keonaran”, biarlah yang menentukan
terjadi keonaran atau tidak itu penuntut umum di persidangan dan
diputus hakim.100
Dalam teori pidana, sebuah tindak pidana dibangun atas dua
unsur penting yaitu unsur objektif/physical yaitu actus reus (perbuatan
yang melanggar undang-undang pidana) dan unsur subjektif/mental
yaitu mens rea (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana).
Dalam hukum acara pidana, terdapat dua pendapat mengenai
mana yang harus terlihat lebih dahulu, actus reus atau mens rea? Secara
umum, dalam penyelidikan, otomatis penyelidik akan melihat dari actus
reus, karena ini pasti lebih dahulu terlihat dan dijadikan dasar untuk
pemeriksaan lanjutan, dari pada mens rea (sikap batin) yang karena
bukan hal yang bersifat fisik, tidak selalu terlihat di tahap penyelidikan.
Dalam hal tertangkap tangan pun, mens rea masih penting untuk
dibuktikan di tahap berikutnya. Mens rea ini menjadi unsur penting
untuk menentukan pertanggungjawaban dari pelaku pidana. Tindak
pidana boleh jadi menitikberatkan pada actus reus, dari pada mens rea,
misalnya dalam kasus pembunuhan yang dilakukan dengan niat
menghilangkan nyawa, maka jelas mens rea-nya adalah bersalah.
Namun, dalam pembunuhan akibat dari kelalaian (misalnya, pengemudi
kendaraan menabrak orang hingga mati), maka pelaku tetap dapat
didakwa menghilangkan nyawa orang lain, hanya saja pasalnya akan
berbeda karena mens rea-nya berbeda.
Jadi menurut penulis dalam kasus Ratna Sarumpaet, maka
penempatan mens rea adalah fleksibel dan kasuistis di mana mens rea
akan menemui tempat akhirnya, yaitu di ruang pengadilan di mana mens
rea akan dibuktikan, sebagaimana actus reus pun akan diperiksa apakah
benar melawan peraturan perundang-undangan pidana atau tidak,
tempatnya adalah di pengadilan.
b. Pasal 28 Ayat (2) juncto 45A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 11/2008) menyebutkan: Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar
golongan (SARA).
Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik menyebutkan: Setiap Orang yang dengan sengaja
100https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bbb49e5b0cab/mempersoalkan-jerat-hukum-penyebaran-
hoaks-di-kasus-ratna-sarumpaet. Diakses 16-6-2019.

89
P-ISSN: 1979-7087

dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan


rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Adapun unsur-unsur yang telah dipenuhi dalam kasus Ratna
Sarumpaet terkait Pasal 28 Ayat (2) UU 11/2008 adalah:
1. Setiap orang disini adalah ditujukan kepada pelaku penyebar berita
bohong (Hoax), yaitu Ratna Sarumpaet.
2. Kesalahan: dengan sengaja. Dengan sengaja yang dapat diartikan bentuk
kesengajaan dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan, terbukti melakukan dalam hal melaksanakan delik yang
diancamkan dalam pasal tersebut.
3. Melawan hukum: tanpa hak disini tanpa hak diartikan sebagai melawan
hukum yaitu tanpa adanya hak sendiri, bertentangan dengan hukum
pada umumnya, bertentangan dengan hak pribadi seseorang,
bertentangan dengan hukum objektif, dalam penyebaran berita bohong
(Hoax) merupakan tindakan yang melawan hukum dan bertentangan
dengan hak pribadi.
4. Perbuatan: menyebarkan karena telah menyebarkan berita tidak sesuai
dengan fakta.
5. Objek: berita bohong sama dengan bersifat palsu, artinya sesuatu yang
disiarkan itu mengandung hal yang tidak benar. Ada persamaan dengan
bersifat menyesatkan, ialah isi apa yang disiarkan mengandung hal yang
tidak sebenarnya dan meyesatkan memberitahukan suatu kabar yang
kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu
kejadian. Suatu berita yang menceritakan secara tidak betul tentang
suatu kejadian.
6. Akibat konstitutif: menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Penulis sependapat dengan pendapat Jamin Ginting (Dosen Fakultas
Hukum Universitas Pelita Harapan) yang mengatakan: Dalam kasus Ratna,
sebelum mengaku berbohong, Ratna telah konsisten mengungkapkan
penganiayaan yang dialaminya baik kepada media dan pihak lain.
Konsistensi itu yang dalam pidana disebut ada intention atau niat untuk
menyebarkan informasi yang tidak benar. Perlu dilihat lagi apakah dalam
informasi itu adakah unsur menimbulkan kebencian atau permusuhan di
kalangan masyarakat.101

101
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bb71d7e8de2f/pentingnya-pembuktian-unsur-pidana-dalam-
menjerat-penyebar-hoaks/, Diakses 16-6-2019.

90
PATRIOT Volume 11 Nomor 2 Desember 2018

IV. PENUTUP

Hoax atau berita bohong adalah suatu berita atau pernyataan yang memiliki
informasi yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang
sengaja disebarluaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan
ketakutan. Hoax dikategorikan tindak pidana sehingga hoax yang dilakukan Ratna
Sarumpaet merupakan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Andi Hamzah. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia
Indonesia.
Eddy O.S. Hiariej. 2014. Prinsip-prinsip Hukum Pidana. Cahaya Atma Pustaka.
Yogyakarta.
John M. Echols dan Hasan Shadily. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Cetakan XX.
PT. Gramedia. Jakarta.
Kansil., C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai
Pustaka. Jakarta.
Kanter., E.Y dan S.R. Sianturi. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan
Penerapannya. Storia Grafika. Jakarta.
Lamintang,P.A.F. 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya
Bakti. Bandung.
Masruchhin Ruba’i, dkk. 2014. Buku Ajar Hukum Pidana. Cetakan Pertama.
Bayumedia Publishing. Malang.
Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana. PT.Bima Aksara. Jakarta.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Soesilo, R. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor.
Soedrajat Bassar, 1999, Tindak-tindak Pidana Tertentu, Ghalia Indonesia.
Bandung.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan
Hukum Pidana.

91
P-ISSN: 1979-7087

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik.

92

Anda mungkin juga menyukai