Konsultasi H Halil 18
Konsultasi H Halil 18
Pahari ini, Senin tanggal 14 November 2022 datang menghadap kami seorang laki-laki;
Pa Naib, Saya Ketua RT, ada warga saya konsul kepada saya. Orang tuanya meminta dia
menceraikan istrinya. Saya juga tidak tahu karena teman saya tidak menceritakan
alasannya. Bagaimana seharusnya sikap warga saya ini dalam menanggapi permintaan
orang tuanya?, saya butuh sharing jawaban dari pa Naib agar saya bisa memberikan
solusi terbaik, Terima kasih..
Penjelasan penghulu :
(Analisis berupa Aspek Hukum Positif dan Munakahat)
Perintah semacam ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Imam Abu Dawud dan
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan peristiwa yang melibatkan sahabat Ibnu Umar, sahabat
وروينا في سنن أبي داود والترمذي عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال كان تحتي
فأتى عمر رضي هللا عنه، فأبيت، فقال لي طلقها، وكان عمر يكرهها،امرأة وكنت أحبها
فقال النبي (صلى هللا عليه وسلم) طلقها قال،النبي (صلى هللا عليه وسلم) فذكر ذلك له
. الترمذي حديث حسن صحيح
Artinya, “Diriwayatkan kepada kami pada Sunan Abu Dawud dan Sunan At-Tirmidzi
dari sahabat Ibnu Umar RA yang mengatakan, ‘Aku beristri seorang perempuan yang
kucintai. Tetapi Umar ayahku tidak menyukainya. Ia berkata, ‘Ceraikanlah perempuan
itu!’ tetapi aku enggan melakukannya. Ayahku kemudian mendatangi Rasulullah SAW
dan menceritakan masalah kami. Rasulullah SAW kemudian berkata, ‘Ceraikanlah
istrimu wahai Ibnu Umar.’’ Imam At-Tirmidzi berkata, ‘Ini hadits hasan shahih.’” (Imam
An-Nawawi, Al-Adzkar).
Peristiwa serupa juga terjadi pada seseorang yang kemudian meminta nasihat
kepada sahabat AbuDarda. Seseorang itu diperintahkan oleh ibunya untuk menceraikan
istrinya. “Aku tidak memerintahkanmu menceraikan istrimu. Tetapi aku juga tidak
memerintahkanmu untuk mendurhakai ibumu,” kata Abu Darda RA. “Namun aku akan
menceritakan ucapan yang kudengar dari Rasulullah SAW, ‘Ayah pintu paling tengah
surga kelak. Penuhilah haknya, atau sia-siakan sama sekali.’” Orang itu kemudian
menjatuhkan talak tiga untuk istrinya. (HR Abu Ya’la, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, dan At-
Tirmidzi).
M Ibrahim Al-Hafnawi dalam fatwanya menyebutkan dua kondisi berbeda yang
umumnya dihadapi oleh masayarakat terkait hal ini. Pertama, ada alasan syar’i yang
dijadikan landasan tuntutan orang tua agar anaknya menceraikan istrinya. Misalnya,
kesulitan istiqamah seorang istri dalam menjaga kehormatan suaminya dan berbagai cara
telah gagal ditempuh untuk menuju ishlah. Kedua, ayah atau ibu tidak memiliki alas an
syar’i dalam menuntut anaknya dalam menalak istrinya. Misalnya, tuntuan itu didasarkan
lebih pada kecemburuan kedua orang tua terhadap anak menantunya. Sedangkan anak
menantunya terbilang perempuan salihah yang menjaga kewajiban terhadap Allah, dan
memenuhi kewajibannya terhadap suami dan anak-anaknya. Pada kondisi pertama, Al-
Hafnawi menyatakan bahwa anak itu boleh memenuhi permintaan kedua orang tuanya
karena memang perkawinannya tidak menemukan jalan pada kebaikan berumah tangga.
Adapun pada kondisi kedua, Al-Hafnawi menyarankan agar anak tersebut tidak
memenuhi tuntutan talak kedua orang tuanya dan menganjurkan anak tersebut untuk
memberikan pengertian secara perlahan dan kalimat yang santun kepada kedua orang
tuanya.
وفي هذه الحال ال يستجيب االبن لطلب التطليق وعليه أن يداريها ويتألفهما
ويحاول إقناعهما بكالم طيب لين حتى يكفا عن هذا الطلب
Artinya “Pada kondisi (kedua) ini anak tersebut tidak boleh memenuhi
permintaan talak dari kedua orang tuanya. Anak itu harus membujuk, bersikap ramah,
dan mencoba membuat kedua orang tuanya ridha dengan kalimat yang baik dan lembut
sehingga keduanya menghentikan tuntutan talak tersebut,” (M Ibrahim Al-Hafnawi,
Fatawa Syar’iyyah Mu’ashirah, [Kairo, Darul Hadits, 2012 M/1433 H], halaman 504).
Solusi sebagai berikut :
Untuk menjawab masalah yang ditanyakan di atas, kita tidak begitu saja
menggunakan kedua hadits tersebut. Kita perlu berhati-hati dalam menjawab masalah ini
karena ada kondisi-kondisi tertentu yang harus diperhatikan dalam menyikapinya. Al-
Hafnawi menceritakan kasus serupa pada masa Imam Ahmad bin Hanbal. Suatu hari
seorang pria datang untuk meminta fatwa kepada Imam Ahmad. Menurutnya, ayahnya
memintanya untuk menceraikan istrinya. Lalu Imam Ahmad melarangnya untuk menalak
istrinya ketika ayahnya Umar bin Khattab meminta Ibnu Umar demikian?” kata pria
Ahmad bin Hanbal. Sayyidina Umar bin Khattab dapat memandang kemaslahatan pada
Referensi: