Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN KEGIATAN

ANALISIS LAYANAN KONSULTASI KEPENGHULUAN

Pahari ini, Senin tanggal 14 November 2022 datang menghadap kami seorang laki-laki;

Nama : Hasan Basri


Tempat tanggal lahir : Palembang, 13-03-1951
No. KTP : 3672081303510001
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tempat Tinggal : Link. Ramanuju Baru Rt. 001/009
Kel. Citangkil Kec. Citangkil Kota Cilegon

Menyampaikan permasalan sebagai berikut:

Pa Naib, Saya Ketua RT, ada warga saya konsul kepada saya. Orang tuanya meminta dia
menceraikan istrinya. Saya juga tidak tahu karena teman saya tidak menceritakan
alasannya. Bagaimana seharusnya sikap warga saya ini dalam menanggapi permintaan
orang tuanya?, saya butuh sharing jawaban dari pa Naib agar saya bisa memberikan
solusi terbaik, Terima kasih..
Penjelasan penghulu :
(Analisis berupa Aspek Hukum Positif dan Munakahat)

Perintah semacam ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Imam Abu Dawud dan

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan peristiwa yang melibatkan sahabat Ibnu Umar, sahabat

Umar, dan Rasulullah SAW.

‫وروينا في سنن أبي داود والترمذي عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال كان تحتي‬
‫ فأتى عمر رضي هللا عنه‬،‫ فأبيت‬،‫ فقال لي طلقها‬،‫ وكان عمر يكرهها‬،‫امرأة وكنت أحبها‬
‫ فقال النبي (صلى هللا عليه وسلم) طلقها قال‬،‫النبي (صلى هللا عليه وسلم) فذكر ذلك له‬
. ‫الترمذي حديث حسن صحيح‬

Artinya, “Diriwayatkan kepada kami pada Sunan Abu Dawud dan Sunan At-Tirmidzi
dari sahabat Ibnu Umar RA yang mengatakan, ‘Aku beristri seorang perempuan yang
kucintai. Tetapi Umar ayahku tidak menyukainya. Ia berkata, ‘Ceraikanlah perempuan
itu!’ tetapi aku enggan melakukannya. Ayahku kemudian mendatangi Rasulullah SAW
dan menceritakan masalah kami. Rasulullah SAW kemudian berkata, ‘Ceraikanlah
istrimu wahai Ibnu Umar.’’ Imam At-Tirmidzi berkata, ‘Ini hadits hasan shahih.’” (Imam
An-Nawawi, Al-Adzkar).
Peristiwa serupa juga terjadi pada seseorang yang kemudian meminta nasihat

kepada sahabat AbuDarda. Seseorang itu diperintahkan oleh ibunya untuk menceraikan

istrinya. “Aku tidak memerintahkanmu menceraikan istrimu. Tetapi aku juga tidak

memerintahkanmu untuk mendurhakai ibumu,” kata Abu Darda RA. “Namun aku akan

menceritakan ucapan yang kudengar dari Rasulullah SAW, ‘Ayah pintu paling tengah

surga kelak. Penuhilah haknya, atau sia-siakan sama sekali.’” Orang itu kemudian

menjatuhkan talak tiga untuk istrinya. (HR Abu Ya’la, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, dan At-

Tirmidzi).
M Ibrahim Al-Hafnawi dalam fatwanya menyebutkan dua kondisi berbeda yang

umumnya dihadapi oleh masayarakat terkait hal ini. Pertama, ada alasan syar’i yang

dijadikan landasan tuntutan orang tua agar anaknya menceraikan istrinya. Misalnya,

kesulitan istiqamah seorang istri dalam menjaga kehormatan suaminya dan berbagai cara

telah gagal ditempuh untuk menuju ishlah. Kedua, ayah atau ibu tidak memiliki alas an

syar’i dalam menuntut anaknya dalam menalak istrinya. Misalnya, tuntuan itu didasarkan

lebih pada kecemburuan kedua orang tua terhadap anak menantunya. Sedangkan anak

menantunya terbilang perempuan salihah yang menjaga kewajiban terhadap Allah, dan

memenuhi kewajibannya terhadap suami dan anak-anaknya. Pada kondisi pertama, Al-

Hafnawi menyatakan bahwa anak itu boleh memenuhi permintaan kedua orang tuanya

karena memang perkawinannya tidak menemukan jalan pada kebaikan berumah tangga.

Adapun pada kondisi kedua, Al-Hafnawi menyarankan agar anak tersebut tidak

memenuhi tuntutan talak kedua orang tuanya dan menganjurkan anak tersebut untuk

memberikan pengertian secara perlahan dan kalimat yang santun kepada kedua orang

tuanya.

‫وفي هذه الحال ال يستجيب االبن لطلب التطليق وعليه أن يداريها ويتألفهما‬
‫ويحاول إقناعهما بكالم طيب لين حتى يكفا عن هذا الطلب‬

Artinya “Pada kondisi (kedua) ini anak tersebut tidak boleh memenuhi
permintaan talak dari kedua orang tuanya. Anak itu harus membujuk, bersikap ramah,
dan mencoba membuat kedua orang tuanya ridha dengan kalimat yang baik dan lembut
sehingga keduanya menghentikan tuntutan talak tersebut,” (M Ibrahim Al-Hafnawi,
Fatawa Syar’iyyah Mu’ashirah, [Kairo, Darul Hadits, 2012 M/1433 H], halaman 504).
Solusi sebagai berikut :

Untuk menjawab masalah yang ditanyakan di atas, kita tidak begitu saja

menggunakan kedua hadits tersebut. Kita perlu berhati-hati dalam menjawab masalah ini

karena ada kondisi-kondisi tertentu yang harus diperhatikan dalam menyikapinya. Al-

Hafnawi menceritakan kasus serupa pada masa Imam Ahmad bin Hanbal. Suatu hari

seorang pria datang untuk meminta fatwa kepada Imam Ahmad. Menurutnya, ayahnya

memintanya untuk menceraikan istrinya. Lalu Imam Ahmad melarangnya untuk menalak

istrinya. “Bukankah Rasulullah SAW memerintahkan Ibnu Umar untuk menceraikan

istrinya ketika ayahnya Umar bin Khattab meminta Ibnu Umar demikian?” kata pria

tersebut menyangkal. “Memangnya (kecerdasan) ayahmu seperti Umar?” jawab Imam

Ahmad bin Hanbal. Sayyidina Umar bin Khattab dapat memandang kemaslahatan pada

kasus anaknya. Dari pandangan tersebut, Rasulullah SAW memperkuat tuntutannya

terhadap putranya sahabat Ibnu Umar RA. (Al-Hafnawi, 2012 M: 504).

Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik.

Mengetahui Atasan langsung, Cilegon, 14 November 2022


A.n Kepala Kemenag Cilegon Penghulu Yang bersangkutan.
Kepala KUA Kecamatan Citangkil

H.A.Halilurrohman, S.Th.I.,MM H.A.Halilurrohman, S.Th.I.,MM

Referensi:

 Fatawa Syar’iyyah Mu’ashirah, M Ibrahim Al-Hafnawi


 Al-Azkar, Imam An-Nawawi

Anda mungkin juga menyukai