Anda di halaman 1dari 10

1

Selamat Hari Raya Idul Fitri


1432

CARA BERBAKTI PADA ORANG TUA


Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah
Bentuk-Bentuk Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua Adalah :
Pertama.
Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kepada seorang mumin termasuk
shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita.
Dalam nasihat perkawinan dikatakan agar suami senantiasa berbuat baik kepada istri, maka
kepada kedua orang tua harus lebih dari kepada istri. Karena dia yang melahirkan, mengasuh,
mendidik dan banyak jasa lainnya kepada kita.
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam
hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ain) dengan meninggalkan
orang tuanya dalam keadaan menangis, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
berkata, Kembali dan buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya
menangis [Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i] Dalam riwayat lain dikatakan :
Berbaktilah kepada kedua orang tuamu [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Kedua.
Yaitu berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan
berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain.
Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh mengucapkan
ah apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat keduanya karena ini merupakan
dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Jika hal ini sampai terjadi, wal iya
udzubillah.
Kita tidak boleh berkata kasar kepada orang tua kita, meskipun keduanya berbuat jahat
kepada kita. Atau ada hak kita yang ditahan oleh orang tua atau orang tua memukul kita atau
keduanya belum memenuhi apa yang kita minta (misalnya biaya sekolah) walaupun mereka
memiliki, kita tetap tidak boleh durhaka kepada keduanya.
Ketiga.
Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau
mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan

membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang menolong dengan memberi makan,
minum, pakaian dan semuanya.
Seandainya kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang kita anggap ringan dan
merendahkan kita yang mungkin tidak sesuai dengan kesuksesan atau jabatan kita dan bukan
sesuatu yang haram, wajib bagi kita untuk tetap taat kepada keduanya. Lakukan dengan
senang hati karena hal tersebut tidak akan menurunkan derajat kita, karena yang menyuruh
adalah orang tua kita sendiri. Hal itu merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat baik
selagi keduanya masih hidup.
Keempat.
Yaitu memberikan infak (shadaqah) kepada kedua orang tua. Semua harta kita adalah milik
orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Taala surat Al-Baqarah ayat 215.
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, Harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja
kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui
Jika seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkannya yang
pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian
kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan. Berbuat baik yang
pertama adalah kepada ibu kemudian bapak dan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam berikut.
Artinya : Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu
kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat [Hadits Riwayat
Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642
dan 4/150 dari Mu'awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, "Hadits Hasan"]
Sebagian orang yang telah menikah tidak menafkahkan hartanya lagi kepada orang tuanya
karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan. Yang mengatur harta adalah suami
sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Harus
dijelaskan kepada istri bahwa kewajiban yang utama bagi anak laki-laki adalah berbakti
kepada ibunya (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban
yang utama bagi wanita yang telah bersuami setelah kepada Allah dan Rasul-Nya adalah
kepada suaminya. Ketaatan kepada suami akan membawanya ke surga. Namun demikian
suami hendaknya tetap memberi kesempatan atau ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat
baik lainnya kepada kedua orang tuanya.
Kelima.
Mendoakan orang tua. Sebagaimana dalam ayat Robbirhamhuma kamaa rabbayaani
shagiiro (Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah

mendidik aku diwaktu kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan
masih berbuat syirik serta bidah, kita harus tetap berlaku lemah lembut kepada keduanya.
Dakwahkan kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil berdoa di malam
hari, ketika sedang shaum, di hari Jumat dan di tempat-tempat dikabulkannya doa agar
ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yang haq oleh Allah Subhanahu wa Taala.
Apabila kedua orang tua telah meninggal maka :
Yang pertama : Kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allah Taala dengan taubat yang
nasuh (benar) bila kita pernah berbuat durhaka kepada kedua orang tua sewaktu mereka
masih hidup.
Yang kedua : Adalah mendoakan kedua orang tua kita.
Dalam sebuah hadits dlaif (lemah) yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban,
seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Apakah ada suatu kebaikan yang harus aku perbuat kepada kedua orang tuaku sesudah wafat
keduanya ? Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Ya, kamu shalat atas keduanya,
kamu istighfar kepada keduanya, kamu memenuhi janji keduanya, kamu silaturahmi kepada
orang yang pernah dia pernah silaturahmi kepadanya dan memuliakan teman-temannya
[Hadits ini dilemahkan oleh beberapa imam ahli hadits karena di dalam sanadnya ada seorang
rawi yang lemah dan Syaikh Albani Rahimahullah melemahkan hadits ini dalam kitabnya
Misykatul Mashabiih dan juga dalam Tahqiq Riyadush Shalihin (Bahajtun Nazhirin Syarah
Riyadush Shalihin Juz I hal.413 hadits No. 343)]
Sedangkan menurut hadits-hadits yang shahih tentang amal-amal yang diperbuat untuk kedua
orang tua yang sudah wafat, adalah :
[1] Mendoakannya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syariat.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya
[Diringkas dari beberapa hadits yang shahih]
Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari sahabat Abdullah bin Umar
Radhiyallahu anhuma.
Artinya : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya
termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali silaturrahmi kepada teman-teman
bapaknya sesudah bapaknya meninggal [Hadits Riwayat Muslim No. 12, 13, 2552]

Dalam riwayat yang lain, Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma menemui seorang badui
di perjalanan menuju Mekah, mereka orang-orang yang sederhana. Kemudian Abdullah bin
Umar mengucapkan salam kepada orang tersebut dan menaikkannya ke atas keledai,
kemudian sorbannya diberikan kepada orang badui tersebut, kemudian Abdullah bin Umar
berkata, Semoga Allah membereskan urusanmu. Kemudian Abdullah bin Umar
Radhiyallahu anhumua berkata, Sesungguhnya bapaknya orang ini adalah sahabat karib
dengan Umar sedangkan aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
Artinya : Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali silaturrahmi
kepada teman-teman ayahnya [Hadits Riwayat Muslim 2552 (13)]
Tidak dibenarkan mengqadha shalat atau puasa kecuali puasa nadzar [Tamamul Minnah
Takhrij Fiqih Sunnah hal. 427-428, cet. III Darul Rayah 1409H, lihat Ahkamul Janaiz oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal 213-216, cet. Darul Ma'arif 1424H]
[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta]
Sumber: almanhaj.or.id

( 23)
( 24)

(25)

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik,
maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat. (QS Al-Isra
[17]: 23-25)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan
larangan syirik. Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya
menakdirkan. Jadi, ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan
penegasan terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat
larangan yang disusul dengan pengecualian: Supaya kamu jangan menyembah selain Dia
Dari suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan pemantapan.

Jadi, setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan
tugas-tugas individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan
di dalam hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan tujuan dari
tugas dan perbuatan.
Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat
mengaitkan birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai
pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:
Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah AlQuran Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.
Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup;
mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada
generasi baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan perhatian mereka
ke arah belakang..ke arah orang tua..ke arah kehidupan masa silam..kepada generasi yang
telah pergi! Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya dengan kuat agar mereka menoleh
ke belakang, ke arah ayah dan ibu mereka.
Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya;
mengorbankan segala hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap
nutrisi dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi
yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak menghisap
seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua, hingga ia menjadi
orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski demikian, keduanya
tetap merasa bahagia!
Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran
mereka ke arah depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari
sini, orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah
emosinya dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap
generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga kering kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha
dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk
menyembah Allah.
Setelah itu konteks surat menuangi seluruh suasana dengan keteduhan; dan menggugan emosi
dengan kenangan-kenangan masa kecil, rasa cinta, belas kasih dan kelembutan.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu..
Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki
insprasinya sendiri. Kata yang artinya di sisimu menggambarkan makna mencari

perlindungan dan pengayoman dalam kondisi lanjut usia dan lemah. Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah, dan janganlah kamu
membentak mereka Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan
pengayoman dan adab, yaitu seorang anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang
menunjukkan kekesahan dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan penghinaan dan
etika yang tidak baik. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Ini adalah
tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua dengan hormat dan
memuliakan.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan Di sini
ungkapan melembut dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah
kasih sayang yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak
mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap merendah itu
punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan kepasrahan. Dan
ucapkanlah, Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.
Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh
kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan
membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati
keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah
lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat
yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:
Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf.
Lalu ia bertanya kepada Nabi SAW, Apakah aku telah menunaikan haknya? Nabi SAW
menjawab, Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.
Oleh karena emosi dan gerak dalam konteks ini terhubung dengan akidah, maka Al-Quran
mengulangnya dengan mengembalikan semua urusan kepada Allah yang mengetahui niat,
dan mengetahui apa yang ada di balik ucapan dan perbuatan.
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik,
maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat. (25)
Nash ini hadir sebelum melanjutkan bahasan tentang taklif, kewajiban dan adab selanjutnya.
Ia hadir untuk mengambalikan setiap ucapan dan perbuatan kepada Allah; untuk membuka
pintu taubat dan rahmat bagi orang yang berbuat keliru atau teledor, kemudian kembali dan
mengoreksi kekeliruan dan keteledoran tersebut.
Selama hati baik, maka pintu ampunan tetap terbuka. Orang-orang awwab adalah mereka
yang setiap kali berbuat keliru maka mereka kembali kepada Tuhan mereka sambil meminta
ampun.

Saudaraku ... Sudahkah

kita berbakti kepada orang tua dengan benar? Mungkin kita katakan diri
kita telah berbakti. Ternyata masih amat jauh dari dikatakan berbakti. Risalah ini kami
sarikan dari pembahasan Syaikh Musthofa Al Adawihafizhohullah dalam kitab beliau yang
sangat bermanfaat "Fiqh At Taamul Maal Walidain". Semoga bermanfaat.
Pertama: Menghormati keduanya dengan tidak memandang keduanya dengan pandangan yang tajam dan tidak
meninggikan suara di hadapan mereka
Dalam Shohih Bukhari no. 2731, 2732, dari Miswar bin Makhromah dan Marwan , di dalamnya disebutkan bahwa jika
para shahabat berbicara kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sambil merendahkan suara dan mereka tidak
memandang tajam kepadanya.

Inilah yang dilakukan oleh para shahabat di hadapan Nabishallallahu alaihi wa sallam yang mereka
hormati seperti orang tua mereka. Sehingga beradab kepada kedua orang tua dimisalkan
dengan cara seperti ini pula.
Kedua: Tidak mendahulukan untuk berbicara kepada kedua orang tua
Adab ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma,
beliau berkata,

. - -

- -

Dulu kami berada di sisi Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kemudian didatangkanlah bagian dalam pohon kurma. Lalu
beliau mengatakan, Sesungguhnya di antara pohon adalah pohon yang menjadi permisalan bagi seorang muslim. Aku
(Ibnu Umar) sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu adalah pohon kurma. Namun, karena masih kecil, aku lantas diam.
Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallammengatakan, Itu adalah pohon kurma. (HR. Bukhari no. 72 dan Muslim no. 2811)
Inilah sikap shahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma. Di mana beliau tidak mau mendahulukan pembicaraan jika ada
yang lebih tua umurnya di hadapannya. Padahal sebenarnya Ibnu Umar mampu menjawab ketika itu. Dari sini, tidak ragu
lagi, demikian pula seharusnya beradab di hadapan orang tua.
Ketiga: Tidak duduk di hadapan kedua orang tua yang sedang berdiri
Larangan ini dapat dilihat dalam hadits dari Jabir. Beliau mengatakan,


- -






Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedang sakit. Lalu kami shalat di belakang beliau, sedang beliau shalat sambil
duduk dan Abu Bakar mengeraskan bacaan takbirnya. Lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam menoleh kepada kami.
Beliau melihat kami shalat sambil berdiri. Lalu beliau berisyarat, kemudian kami shalat sambil duduk. Tatkala salam,
beliau shallallahu alaihi wa sallammengatakan, Jika kalian baru saja bermaksud buruk, tentu kalian melakukan seperti
yang dilakukan oleh orang Persia dan Romawi. Mereka selalu berdiri untuk memuliakan raja-raja mereka, sedangkan
mereka dalam keadaan duduk. Ikutilah imam-iman kalian. Jika imam tersebut shalat sambil berdiri, maka shalatlah kalian
sambil berdiri. Dan jika imam tersebut shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian sambil duduk. (HR. Muslim no. 413)
Syaikh Mushtofa Al Adawy mengatakan, Dalam hadits ini disebutkan mengenai hukum shalat sambil berdiri sedangkan
imam shalat sambil duduk dan perinciannya bukan di sini tempatnya. Namun, dapat diambil pelajaran bahwa kita dilarang
duduk ketika orang tua kita berdiri di hadapan kita. Maka adab ini tetap bisa diambil sebagai pelajaran dari hadits ini.
Keempat: Tidak mendahulukan dirinya sendiri sebelum kedua orang tua
Hal ini dapat dilihat dalam kisah tiga orang yang tertutup dalam goa dan tidak bisa keluar. Salah seorang di antara mereka
bertawasul dengan amalan berbakti kepada kedua orang tuanya. Yaitu dia selalu memberikan susu kepada kedua orang
tuanya sebelum memberikan kepada anak-anaknya bahkan dia bersabar menunggu untuk memberikan susu tersebut kepada
orang tuanya sampai terbit fajar. (HR. Bukhari no. 5974 dan Muslim no. 2743)
Kelima: Meminta maaf kepada kedua orang tua

8
Seyogyanya seorang anak meminta maaf atas kesalahan dirinya kepada kedua orang tuanya karena setiap orang yang
berbakti kepada kedua orang tua belum tentu bisa menunaikan seluruh hak mereka.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak. (QS. An-Nisa`: 36)

Manusia yang paling berjasa terhadap seseorang adalah kedua orang tua. Melalui keduanya
Allah mentakdirkan keberadaannya. Ibunya yang telah mengandungnya selama sembilan
bulan dengan penuh susah payah. Ibunya yang telah menyusuinya selama masa yang telah
dikehendaki oleh Allah. Ibunya yang mengasuhnya, merawatnya dan menyayanginya semasa
kecilnya. Demikian juga ayahnya yang membanting tulang untuk memenuhi segenap
kebutuhannya, dan mendidiknya hingga dewasa. Ayahnya yang melindunginya dari berbagai
mara bahaya.
Berbagai jasa orang tua diberikan kepada anak sejak di dalam kandungan hingga ia lahir, dan
berkembang menjadi dewasa. Semua itu diberikan oleh orang tua tanpa mengharapkan
balasan apa-apa dari si anak. Bahkan ketika dewasa pun orang tua tidak serta merta
melepasnya, tetapi tetap membantu menyelesaikan segala persoalan hidupnya.
Banyaknya jasa orang tua itulah maka Islam menempatkan sikap hormat kepada orang tua sebagai kedudukan kedua setelah
Allah. Banyak ayat dan hadis yang menjelaskan bahwa hormat dan berbakti kepada orang tua memiliki kedudukan yang
tinggi.
Sungguh Allah Taala telah berfirman,



Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. (QS. Abasa [80] : 23).
Maksudnya adalah manusia tidaklah dapat melaksanakan seluruh perintah Rabbnya.
Lihatlah saudara-saudara Yusuf, mereka meminta maaf untuk diri mereka kepada orang tuanya karena kesalahan yang telah
mereka perbuat. Mereka berkata,


"Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
bersalah (berdosa)". (QS. Yusuf [12] : 97)
Keenam: Janganlah seorang anak membalas orang tua yang mencelanya
Karena Allah Taala berfirman,


Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah". (QS. Al Isro [17] : 23)
Ibnu Katsir mengatakan, Janganlah engkau memperdengarkan pada keduanya kata-kata yang buruk. Bahkan jangan pula
mendengarkan kepada mereka kata uf (menggerutu) padahal kata tersebut adalah sepaling rendah dari kata-kata yang
jelek.
Lihatlah kisah Bilal bin Abdullah bin Umar dengan ayahnya berikut.
Dalam Shohih Muslim no. 442 dari jalan Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin Umar berkata, Aku
mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian, maka izinkanlah
mereka.
Kemudian Bilal bin Abdullah bin Umar mengatakan,


Demi Allah, sungguh kami akan menghalangi mereka.
Lalu Abdullah bin Umar mencaci Bilal dengan cacian yang jelek yang aku belum pernah mendengar sama sekali cacian
seperti itu dari beliau. Kemudian Ibnu Umar mengatakan, Aku mengabarkan padamu hadits Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam, lalu engkau katakan Demi Allah, kami akan mengahalangi mereka!!
Lihatlah bagaimana Bilal sama sekali tidak membalas cacian ayahnya. Semoga kita bisa meneladani hal ini.
Ketujuh: Seorang anak harus betul-betul menginginkan kebaikan pada orang tuanya
Anak yang sholih haruslah selalu mengharapkan kebaikan kepada kedua orang tuanya. Walaupun kedua orang tuanya
tersebut adalah kafir, anak sholih hendaklah selalu berharap orang tuanya mendapatkan hidayah dan terlepas dari adzab.
Hendaklah dia selalu menasehati dan memberi peringatan kepada orang tuanya sampai dia meninggal dunia.
Lihatlah kekasih Allah yaitu Nabi Ibrahim alaihis salam. Beliau tidak henti-hentinya menasehati orang tuanya dengan
perkataan yang lembut. Dia mencoba menasehati ayahnya dengan panggilan lembut yang dikenal oleh orang Arab yaitu Yaa
Abati. Perhatikanlah kisah beliau dalam ayat berikut ini,

( 41)
)

( 43)
( 42
( 44)
(45)

Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quraan) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu
menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku,
sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku,
niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa
kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan". (QS. Maryam [19] :
41-45)
Nabi Ibrahim alaihis salam juga meminta ampunan Allah kepada orang tuanya setelah kematiannya. Namun, hal ini telah
dilarang oleh Allah Taala sebagaimana firman-Nya,




Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah
diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka
Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
(QS. At Taubah [9] : 114)

CIRI ANAK SHOLEH DAN SHOLEHAH

Adik-adik mau tahu cirri anak yang sholeh & sholehah? Kalau mau,
mari simak 10 nashihat berikut ini semoga kalian semua menjadi orang-orang yang
beruntung.

10

Ciri-ciri anak yang sholeh & sholehah:


1. Cinta kepada Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun dan tidak
beribadah kepada selainNya seperti beribadah kepada, Sapi, Kerbau, Matahari, Nyi Roro
Kidul, Dewa-Dewi, Batu, Pohon-pohon besar, Kuburan orang sholeh, patung dan lain
sebagainya.
2. Cinta kepada Muhammad SAW sebagai Nabi utusan Allah dengan mematuhi perintahnya
dan menjauhi apa yang dilarangnya, serta percaya dengan risalah yang dibawanya yaitu
hadits atau As-Sunnah.
3. Cinta kepada Al-Quran, dengan selalu membacanya, kemudian senantiasa murojaah
berusaha menghafalnya karena orang yang menjaganya akan mendapatkan syafaat atau
pertolongan kelak di hari kiamat atau hari pembalasan.
4. Cinta kepada shahabat-shahabat Muhammad SAW yang turut membela dan
memperjuangkan Islam disisi Rasulullah SAW dengan tidak membenci mereka ataupun
mencaci mereka.
5. Cinta kepada Keluarga Rasulullah yang turut berjuang bersama Rasulullah menyebarkan
Islam ke seluruh negeri dan cinta kepada orang-orang yang selalu mengikuti jalannya
Rasulullah SAW.
6. Cinta Sholat lima waktu dengan tidak sekalipun meninggalkannya serta mengerjakan
sholat-sholat sunnah, bagi anak laki-laki berjamaah di Masjid dan anak perempuan sholat di
rumah mereka tepat pada waktunya.
7. Cinta masjid, karena masjid adalah rumah Allah dengan tidak membuat keributan di
dalamnya serta tidak bercanda atau tertawa ketika sholat karena cinta mereka kepada Allah
dan menghargai rumah Allah.
8. Cinta kepada kedua orang tua, dengan mematuhi perintahnya, tidak menyakiti hati mereka,
selalu berbuat baik kepada mereka, berusaha menyenangkan hati orang tua dan tidak
menyusahkan atau membandel terhadap keduanya.
9. Cinta kepada saudara, adik-kakak, kakek-nenek, paman-bibi, tetangga dan seluruh kaum
muslimin di seluruh dunia.
10. Cinta dan sayang kepada fakir miskin, anak terlantar, anak yatim, dengan memberikan
bantuan sesuai dengan keperluan mereka dan perduli serta tidak mencemooh atau mengolokolok
mereka
sebab
mereka
adalah
juga
hamba
Allah.
Semoga adik-adik bisa mengambil pelajaran dari 10 ciri anak sholeh dan sholehah ini. Amin
Rasulullah SAW = Muhammad SAW

Anda mungkin juga menyukai