rumaysho.com/5469-peringatan-hari-ibu-bagi-muslim.html
Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam
keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.
ََ َ ُﱡ َ َ َِ َ َ ِ ْ ُ ِ َ ْ َ َ ﱡ
َ َُ ُ َ َ ْ َ ُ َ َ َ ُﱡ ََ
ﱠ ﱠ
“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata,
‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari no. 5971 dan
Muslim no. 2548).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk
berbuat baik kepada kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu
adalah ayah, kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama
mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan
perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika dia hamil,
melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala mendidik anak-anaknya
sampai dewasa” (Syarh Muslim, 8: 331).
1/3
Sebab Larangan Memperingati Hari Ibu bagi Muslim
Peringatan hari ibu bukanlah perayaan umat Islam. Islam tidak pernah mengajarkannya
sama sekali. Yang ada, perayaan tersebut diperingati hanya meniru-niru orang kafir. Islam
hanya memiliki dua hari besar. Anas bin Malik mengatakan,
ُ َ
ﺻﻠﱠﻰ اﱠﷲ َﻋﻠَْﯿِﻪ َوَﺳﻠﱠََﻢ اْﻟَﻤِﺪﯾَﻨَﺔ َﻗﺎَل َﻛﺎَن ﻟَُﻜْﻢ َﯾْﻮَﻣﺎِن
َ َﻛﺎَن ِﻷْﻫِﻞ اْﻟَﺠﺎِﻫِﻠﱠﯿِﺔ َﯾْﻮَﻣﺎِن ِﻓﻲ ُﻛﱢﻞ َﺳَﻨٍﺔ َﯾْﻠَﻌُﺒﻮَن ِﻓﯿُِﻬَﻤﺎ َﻓﻠَﱠﻤﺎ َﻗِﺪَم اﻟﱠﻨِﺒﱡﻲ
َﺗْﻠَﻌُﺒﻮَن ِﻓﯿِﻬَﻤﺎ َوَﻗْﺪ أَْﺑَﺪﻟَُﻜْﻢ اﱠﷲ ِﺑِﻬَﻤﺎ َﺧْﯿًﺮا ِﻣْﻨُﻬَﻤﺎ َﯾْﻮَم اْﻟِﻔْﻄِﺮ َوَﯾْﻮَم اْﻷْﺿَﺤﻰ
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun
yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di
Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di
dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu
hari Idul Fithri dan Idul Adha.’” (HR. An Nasa’i no. 1557. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
ْ َ ٍ َ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.“(HR.
Abu Daud no. 4031. Hadits ini hasan shahih kata Syaikh Al Albani).
َ َ ِ ْ َُ ِ َ َ ِ ﱠ َُ َ ﱠَ ِ َ ْ ِ َ َ َ َ ﱠ
“Bukan termasuk golongan kami yaitu siapa saja yang menyerupai (meniru-niru) kelakukan
selain kami. Janganlah kalian meniru-niru Yahudi, begitu pula Nashrani.” (HR. Tirmidzi no.
2695, hasan menurut Syaikh Al Albani).
Perayaan tersebut adalah perayaan yang mengada-ngada, tidak pernah dituntunkan oleh
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Mereka adalah orang-orang
terbaik di masa salaf, namun tidak pernah memperingati hari tersebut. Jadi, peringatan
tersebut bukan ajaran Islam.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, ulama besar dari Mesir pernah ditanya mengenai hukum
perayaan hari Ibu. Beliau hafizhohullah menjawab, “Tidak ada dalam syari’at kita
peringatan hari Ibu. Namun kita memang diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang
tua kita. Dan ibu lebih utama untuk kita berbakti. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditanya siapakah yang lebih utama bagi kita untuk berbuat baik. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, ibumu sebanyak tiga kali, lalu bapakmu.” (Youtube: Hukmul
Ihtifal bi ‘Iedil Umm)
Guru kami, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Thorifi hafizhohullah berkata, “Perayaan hari Ibu adalah
perayaan dari barat. Mereka orang-orang kafir di sana punya perayaan hari ibu, juga ada
peringatan hari anak. Kita -selaku umat Islam- tidak butuh pada peringatan hari Ibu karena
2/3
Allah Ta’ala sudah memerintahkan kita untuk berbakti pada ibu kita dengan perintah yang
mulia. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, siapakah yang lebih
berhak bagi kita untuk berbakti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ibumu, ibumu,
ibumu lalu bapakmu. … Intinya, kita selaku umat Islam tidaklah butuh pada peringatan hari
ibu. Karena kita diperintahkan berbakti pada ibu setiap saat, tidak perlu bakti tersebut
ditunjukkan dengan peringatan dan semisal itu. Intinya, peringatan tersebut tidaklah
dituntunkan dalam Islam dan seorang muslim sudah sepantasnya tidak memperingatinya.”
(Youtube: Al Ihtifal bi ‘Iedil Umm)
Jika yang diperingati pada peringatan hari ibu adalah membebastugaskankan ibu dari
tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak,
merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya, maka ini pun keliru. Karena berbaktinya
istri pada suami dalam mengurus rumah tangga adalah suatu kewajiban. Bagaimana
kewajiban ini dilalaikan hanya karena ada peringatan hari ibu? Padahal istri yang taat
suami adalah wanita yang paling baik.
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal
Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom
Segera pesan Buku Mengenal Bid’ah Lebih Dekat (harga: Rp.13.000,-), buku terbaru karya
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal. Kirimkan format pemesanan via sms ke no 0852 0017
1222 atau via PIN BB 2AF1727A: Buku Bid’ah#Nama#Alamat#no HP. Nanti akan
diingatkan ketika buku sudah siap untuk dikirim dan akan diperintah untuk ditransfer.
3/3