Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Strategi Manajemen Konflik Intragroup


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Konflik
Dosen Pengampu: Ach. Barocky Zaimina, S.Pd.I., M.SI

Disusun Oleh:
Moch. Nafi’ MB (205101030002)
Meri Wahyuni (205101030009)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ
JEMBER
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami


kesehatan, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Strategi Manajemen Konflik Intragroup” dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas dari bapak Ach. Barocky Zaimina, S.Pd.I., M.SI pada
mata kuliah Manajemen Konflik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Layanan Asrama bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Ach. Barocky
Zaimina, S.Pd.I., M.SI selaku dosen pada mata kuliah Manajemen
Konflik yang telah membimbing kami dan kepada orang tua yang telah
mendo’akan, juga kepada teman-teman seperjuangan.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................2
C. Tujuan Masalah ...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Pengertiian Konflik Intragroup ...................................................................3
B. Dimensi-dimensi Konflik Intragroup ...........................................................3
C. Tipe-tipe Konflik Intragroup ........................................................................4
D. Pengambilan Keputusan Konflik Intragroup ...............................................6
E. Evaluasi Konflik Intragroup.........................................................................9
BAB III PENUTUP ...............................................................................................10
A. Kesimpulan ...............................................................................................10
B. Saran ..........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik dalam dunia pendidikan dipandang sebagai salah satu titik
lemah dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Perspektif ini muncul
dikarenakan pengelola lembaga pendidikan memandang konflik sebagai
sesuatu yang negatif dan kontraproduktif. Konflik yang terjadi dalam
organisasi berbanding lurus dengan usia organisasi, termasuk salah satunya
adalah lembaga pendidikan. Awal mula konflik bisa lahir dari persoalan
yang mungkin saja dipandang remeh atau sederhana. Namun, hal tersebut
tidak jarang menjadi penentu panjang pendeknya usia, atau masa
bertahannya sebuah organisasi untuk durasi waktu yang lebih lama lagi.
Dalam konteks pendidikan, konflik menjadi salah satu kajian
menarik dalam ilmu manajemen pendidikan. Kehadiran konflik dalam studi
manajemen pendidikan selalu melekat dalam persoalan keseharian yang
dialami pengelola lembaga pendidikan. Berdasarkan hal itu, pengelola
lembaga pendidikan membutuhkan perspektif dan tanggung jawab yang
lebih luas dalam penanganan konflik. Apalagi dalam penanganan konflik
dalam lembaga pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dihadapkan
kepada dinamisasi sejumlah personel (baik tenaga edukatif maupun non
edukatif) yang memiliki watak dan sifat yang berbeda-beda. Dalam
mengelola personel tersebut, frekuensi konflik antara individu dan
organisasi, memiliki potensi yang sama. Realitas yang tidak terelakkan
dalam dunia pendidikan ini, mengemuka karena pada dasarnya setiap
personel memiliki visi dan orientasi kegiatan yang berbeda. Untuk
mencapai tujuan organisasi, mereka saling mengadakan interaksi dan saling
mempengaruhi

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud konflik intragroup?
2. Apa saja dimensi-dimensi konflik intragroup?
3. Apa saja tipe konflik intragroup?
4. Seperti apa pengambilan keputusan konflik intragroup?
5. Bagaimana evaluasi konflik intragroup?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang konflik intragroup.
2. Untuk mengetahui dimensi-dimensi konflik intragroup.
3. Untuk mengetahui tipe-tipe konflik intragroup.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengambilan keputusan konflik
intragroup.
5. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi konflik intragroup.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Intragroup Conflict


Intragroup conflict merupakan sebuah konflik yang terjadi antara
dua orang atau lebih di dalam sebuah kelompok yang sama (Karatepe &
Tekinkus, 2006). Barki & Hartwick (2004) menjelaskan konflik sebagai
proses yang dinamis yang terjadi dalam sebuah kelompok yang memiliki
ketergantungan termasuk pengalaman emosi negatif sebagai reaksi dalam
ketidaksepakatan dan interference dalam mencapai apa yang diinginkan.
Sedangkan De Dreu & Gelfand (2007) mendefinisikan intragroup conflict
sebagai sebuah proses yang muncul dari ketidakcocokan atau perbedaan
persepsi dalam sebuah kelompok.

B. Dimensi Intragroup Conflict


Dalam menjelaskan sebuah koflik dalam kelompok, Barki &
Hartwick (2004) menjabarkan tiga dimensi terkait hal tersebut, yakni:

a. Disagreement (pertentangan)
Barki & Hartwick (2004) mengkategorikan dimensi ini
sebagai dimensi kognitif. Ia menjelaskan bahwa disagreement
merupakan suatu kondisi dimana terdapat perbedaaan atau
ketidaksepakatan dalam nilai-nilai yang dianut, pendapat,
tujuan, dan sasaran di dalam antar anggota kelompok itu sendiri.
Ketidaksepakatan ini termasuk ketidaksepakatan yang berkaitan
dengan tugas-tugas atau pekerjaan (task-releted) dengan anggota
kelompok mengenai bagaima tugas-tugas harusnya diselesaikan.

b. Interference (gangguan)

3
Dimensi kedua ini juga digolongkan sebagai dimensi
yang berkaitan dengan behavior (Barki & Hartwick, 2004).
Interference merupakan suatu kondisi dimana anggota kelompok
melakukan hal-hal yang dirasa mengganggu individu lain,
seperti agresi, permusuhan, tindakan merusak, adanya
perdebatan, dan fitnah (Barki & Hartwick, 2004). Selain itu,
Mack & Snyder (1957) juga menjelaskan bahwa interference
juga berkaitan dengan perilaku yang merusak, melukai, dan
keinginan untuk menguasai individu/kelompok, dan bentuk
perilaku berlawanan lainnya.

c. Negative Emotion (emosi negative)


Negative emotion juga dapat digolongkan sebagai
dimensi emosi dari sebuah konflik. Negative emotion
merupakan berbagai macam emosi-emosi negatif yang
berkembang atau muncul dari adanya sebuah konflik dalam
sebuah kelompok. Bentuk-bentuk dari negative emotion
menurut Barki & Hartwick (2004) antara lain, adanya perasaan
takut, marah, cemas, dan frustasi. Emosi negatif ini diitujukan
kepada orang lain tentang bagaimana seharusnya tugas atau
pekerjaan dilakukan atau diselesaikan.

C. Tipe Intragroup Conflict


Barki & Hartwick menggolongkan intragroup conflict ke dalam 3
tipologi, yaknni:
a. Interpersonal incompatability conflict (Konflik ketidakcocokan
antarpribadi)

Interpersonal conflict sering disebut sebagai relationship


conflict. Menurut Amason (dalam Omisore & Abiodun, 2014)
relationship conflict merupakan sebuah tipologi yang erat

4
kaitannya dengan affect. Relationship conflict terjadi karena
adanya perselisihan secara personal yang ditandai dengan
adanya emosi negative seperti tension, kecemasan, takut, tidak
percaya, dan frustasi (Jehn, 1994). De Dreu & Weingrat (2003)
menambahkan relationship conflict muncul karena adanya
ketidaksepakatan terkait, nilai, norma, pandangan dan perasaan
tidak suka antar anggota dalam suatu kelompok.

b. Task conflict (konflik tugas)


Pada tipologi ini, permasalahan yang ada berkaitan
dengan pekerjaan maupun penugasaan dalam sebuah kelompok.
Task conflict merujuk pada perbedaan pandangan, opini terkait
pekerjaan atau tugas-tugas di dalam suatu kelompok, dan
perbedaan pandangan mengenai apa yang sudah dikerjaan dan
sedang dikerjakan dalam sebuah kelompok. Task conflict juga
terjadi karena adanya ketidaksepakatan dalam penggunaan
metode yang seharusnya digunakan dan kebijakan yang
dilakukan dalam menjalankan tugastugas. Omisore & Abiodun
(2014) menyebutkan bahwa terkadang task conflict memiliki
beberapa manfaat seperti peningkatan inovasi dan ide-ide yang
bagus sebagai hasil dari perdebatan yang terjadi dalam sebuah
kelompok.

c. Process conflict (proses konflik)


Process conflict merupakan sebuah bentuk tipologi yang
berkaitan dengan ketidaksepakatan secara administratif.
Mengenai siapa yang seharusnya mengerjakan tugas,
bertanggung jawab, dan juga berkaitan dengan pembagian dalam
penugasan (Jehn & Bendersky, 2003). Process conflict dapat
meningkatkan produktifitas dan performa kelompok yang buruk
(Jehn, 1997).

5
D. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dapat dilakukan atas dasar perorangan atau
kelompok. Kelompok adalah himpunan, kumpulan, atau jumlah orang yang
dianggap ada hubungannya satu sama lain atau disatukan oleh ikatan atau
kepentingan bersama. Pengambilan Keputusan Kelompok adalah
pengambilan keputusan yang mengikutsertakan kelompok didalamnya,
dimana para kelompok diberikan kebebasan untuk membagikan
pengetahuannya atau analisanya terhadap suatu alternative.
Untuk membuat keputusan yang efektif, para manejer sangat
membutuhkan masukan atau ide-ide maupun gagasan-gagasan lain untuk
mengembangkan alternative yang ada dan memilihnya sebagai suatu
keputusan. Tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, manejer akan merasa
kesulitan untuk membuat keputusan yang sesuai. Melibatkan pihak lain
dalam pembuatan keputusan sangat dibutuhkan, hal ini dapat berupa formal
seperti penggunaan kelompok atau informal seperti permintaan gagasan-
gagasan (.
Banyak para manejer yang beranggapan bahwa keputusan yang
dibuat kelompok seperti panitia lebih efektif karena mereka
memaksimumkan pengetahuan yang lain. Namun, ada juga manejer yang
sangat anti dengan pengambilan keputusan yang melibatkan kelompok,
mereka beranggapan bahwa melibatkan kelompok akan memperlambat
jalannya proses pengambilan keputusan, dan menjadikan keputusan yang
tidak berbobot (Chaniago & Aspizain, 2017).
Manajemen kadang-kadang mencoba menghindari keterlibatan
kelompok dengan menekankan organisasi sebagai keseluruhan, bahkan
sampai mencoba membubarkan kelompok-kelompok yang merusak.
Namun, kesetiaan pada kelompok, teman sekerja, jauh lebih kuat daripada
kesetiaan pada organisasi yang lebih besar. Karena, satusatunya cara
mengembangkan kesetiaan menyeluruh adalah dengan membangun

6
kerjasama kelompok, dimana kelompok dapat melaksanakn control lebih
kuat terhadap anggotanya daripada manajemen sendiri.
Untuk melibatkan kelompok harus memperhatikan karakteristik-
karakteristik situasi dan gaya pembuatan keputusannya, karena hal ini dapat
mempengaruhi apakah melibatkan kelompok lebih baik dilakukan atau
tidak, karakteristik-karakteristik itu adalah:
1. Adakah persyaratan kualitas dimana suatu penyelesaian lebih
rasional dibanding yang lain?
2. Apakah menejer mempunyai informasi yang cukup untuk
membuat keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah situasi keputusan terstruktur?
4. Apakah penerimaan keputusan oleh para bawahan menejer
merupakan faktor kritis implementasi efektif keputusan?
5. Adakah kepastian yang layak bahwa keputusan yang diterima
para bawahan bila manejer membuat keputusan sendiri?
6. Apakah para bawahan manejer menyebarkan tujuan organisasi
untuk dicapai bila masalah dibicarakan?
7. Apakah penyelesaian yang disukai akan menyebabkan konflik
diantara para bawahan?
Variabel-variabel kunci diatas akan menentukan apakah sebaiknya
manejer melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan atau
mengambil keputusan sendiri tanpa memerlukan masukan-masukan dari
para bawahan.
Untuk mendapatkan pengambilan keputusan yang efektif maka
diperlukan juga kelompok yang baik, kelompok yang baik adalah kelompok
yang telah dewasa atau terus menerus menjadi lebih dewasa. Maksudnya
disini adalah Kemampuan membina kerjasama yang intim dan harmonis
dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab bersama, Kesediaan
untuk membawahkan urusan pribadi dan kelompok kepada kepentingan
yang lebih luas yakni kepentingan organisasi. Kesediaan untuk
menyerahkan sebahagian daripada hak kepada organisasi yang dibarengi

7
kesanggupan untuk menerima kewajiban yang lebih besar. Kemampuan
untuk memikirkan cara baru, prosedur baru, system baru demi untuk
peningkatan kemampuan kerja yang lebih besar. Serta kemampuan untuk
menerima dan mempergunakan perubahan.
Kelompok sangatlah diperlukan dalam suatu organisasi, hal ini
dikarenakan Setiap individu, yaitu anggota dari suatu organisasi akan lebih
mudah diidentifikasikan dengan tujuan organisasi dan diharapkan akan aktif
mebantu keberhasilan apabila mereka dilibatksn dalam pengambilan
keputusan tentang tujuan organisasi dan bagaimana mencapainya Selain itu
dengan menjadi anggota team manajemen, para anggota kelompok akan
merasa ikut serta mengontrol diri sendiri. Peran serta setiap anggota
kelompok dalam manajemen akan membuka kesempataan kepada mereka
untuk memuaskan kepada kebutuhan tingkat tingginya karena Sewaktu para
anggota berperan serta memecahkan masalah kelompok, mereka akan
belajar betapa kompleksnya tugas kelompok. Suatu kelompok manajemen
akan meluluhkan perbedaan diatas status antara staf dan pimpinan, Tim
manajemen menjadi sarana prinsip bagi pemimpin agar dapat menunjukkan
dirinya sebagai contoh tentang tingkah laku kepemimpinan yang diharapkan
dapat ditiru oleh para anggota (Fahmi & Irham, 2013).
Pengambilan keputusan berkelompok pada hakeketnya tidak jauh
berbeda dengan pengambilan keputusan yang dilakukan individu, hal ini
dikarenakan hakeket dari keputusan adalah jelas. Jelas yaitu penentuan satu
langkah strategis guna menghadapi ketidakpastian, untuk menyelesaikan
masalah. Namun banyak pandangan pengambilan keputusan kelompok jauh
lebih baik dibanding pengambilan keputusan secara individu. Hal ini
disebabkan pengambilan keputusan kelompok akan lebih mudah disetujui
untuk dilaksanakan, dan setiap orang akan berusaha untuk mewujudkan
keputusan tersebut. Dengan kata lain, pengambilan keputusan kelompok
cenderung lebih meningkatkan peluang keberhasilan penerapan solusi
terpilih, artinya keputusan yang diambil secara bersama telah menyiratkan

8
adanya kesepakatan untuk saling bekerja sama melaksanakan dan
mewujudkan keputusan (Dermawan & Rizky, 2016).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan strategi terakhir yang merupakan upaya sadar
untuk menilai hasil kinerja dari strategi-strategi sebelumnya. Evaluasi
bertujuan untuk pengembangan individua.
Evaluasi ini adalah tahapan penting ketika kita menghadapi kondisi
yang sama atau kondisi yang terulang, kita akan langsung mampu merespon
dengan cepat dikarenakan kita sebelumnya telah mengalami. Catatan
catatan yang sebelumnya bersifat evaluatif ini akan menuntun kelompok
untuk bekerja efektif.
Tahapan yang umumnya digunakan
a. Menentukan apa yang akan dievaluasi
b. Merancang kegiatan evaluasi
c. Pengumpulan data
d. Pengolahan dan analisis data
e. Pelaporan hasil evaluasi

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Intragroup conflict merupakan sebuah kondisi yang terjadi dalam
keanggotaan suatu kelompok karena adanya beberapa perbedaan dan
ketidakcocokan satu sama lain yang dapat ditunjukkan dengan
ketidaksepakatan, perilaku, maupun emosi-emosi negatif.

B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami makalah ini dan
dapat mengembangkan lebih sempurna lagi, kritik dan saran sangat saya
harapkan, untuk memotivasi penulis, agar dalam penyelesaian makalah ini
bisa memperbaiki diri dari kesalahan, atas partisipasinya saya ucapkan
terima kasih.

10
DAFTAR PUSTAKA

Chaniago, Aspizain., 2017, Teknik Pengambilan Keputusan, Lentera Ilmu


Cendekia, Jakarta
Fahmi, Irham., 2013, Manajemen Pengambilan Keputusan, Alfabeta,
Bandung
Dermawan, Rizky., 2016, Pengambilan Keputusan, Alfabeta, Bandung

11

Anda mungkin juga menyukai