LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT ST. ELISABETH LELA
NOMOR : 11A/KEP/DIR/RSL/VIII/2018
TENTANG PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI RADIOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat, sesuai dengan nilai yang tertuang dalam Undang-Undang no
23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pelayanan Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi merupakan
bagian integral dari pelayanan penunjang medik bersama dengan sarana penunjang
medik lainnya, dimana memerlukan perhatian khusus. Instalasi Radiologi sebagai
salah satu penunjang diagnostik memiliki peranan yang besar dalam menentukan
diagnosa suatu penyakit, disamping adanya resiko bahaya karena penggunaan sumber
radiasi pengion dan atau sumber radiasi aktif lainnya, baik terhadap pekerja pasien
maupun lingkungan.
Oleh karena itu pelayanan Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi
harus dikelola secara profesional oleh mereka yang benar-benar profesional
dibidangnya dengan keselamatan kerja.
Dalam upaya memperbaiki pelayanan Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging
terintegrasi, maka perlu disusun suatu Pedoman Pelayanan Radiologi sebagai
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum :
a. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan di Instalasi Radiologi Diagnostik
Imaging terintegrasi,
b. Untuk meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging
terintegrasi,
c. Untuk menerapkan konsep pelayanan Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging
terintegrasi,
d. Untuk memperluas fungsi dan peran staff Instalasi Radiologi Imaging
terintegrasi, dan
e. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2. Tujuan Khusus :
a. Melangsungkan pelayanan Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi yang
optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai
dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia,
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan Radiologi Diagnostik Imaging
terintegrasi yang profesional berdasarkan prosedur keamanan dan prinsip
proteksi radiasi,
c. Menyelenggarakan pelayanan Radiologi Diagnostik Imaging yang terintegrasi
dengan unit/bagian lain yang menggunakan modalitas imajing di RS
berdasarkan aspek teknis, meliputi: penyelenggaraan pemeriksaan
radiodiagnostik konvensional, USG, denah ruangan dan standar fasilitas,
d. Menyelenggarakan pelayanan Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi
berdasarkan aspek manajerial, meliputi : analisa dan distribusi tenaga kerja,
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3495).
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Nomor 4431).
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 4431).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi pengion
dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4730).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Sumber Radiasi
Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4839).
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 Tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;
8. Permenkes Nomor 357MENKES/PER/V/2006 Tentang Registrasi dan Izin Kerja
Radiografer.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin
Praktek dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Jumlah dan Kualifikasi Tenaga di Instalasi Radiologi Rumah Sakit St.Elisabeth Lela
JENIS TENAGA PERSYARATAN JUMLAH
Spesialis Radiologi Memiliki SIP 1 orang
Radiografer D III Teknik Radiologi 1 orang
Petugas Proteksi Radiasi D-111 ATEM, Memiliki 1 orang
(PPR) SIB
Tenaga Elektromedis D 111 ATEM 1 orang/sarana
yankes
Secara fungsional, pekerja instalasi radiologi dibagi dalam empat kelompok profesi
masing-masing tugas dan tanggung jawabnya:
4 Total 3
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan disesuaikan dengan kompetensi keahlian yang dimilikinya dan
dilakukan penjadwalan 3 shift pada bidangnya sesuai dengan kompetensinya.
C. Pengaturan Dinas
Pengaturan dinas di radiologi terdiri atas pekerja harian dan pekerja shift yang terdiri
dari :
Profesi Jenis Dinas Jumlah Pengaturan Dinas
Radiografer Harian Shift 1 Orang Dinas Shift
PPR Harian 1 Orang Dinas Pagi
Dinas Pagi : 07.00-14.00 WITA
ON Call : 14.00-21.00 WITA
Dengan alokasi penempatan tenaga :
1. Radiografi Konvensional : 1 radiografer
2. USG dan Adminsitrasi : 1 Petugas
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
B. Standar Fasilitas
C. Tujuannya adalah:
1. Untuk membedakan ruangan yang mempunyai paparan bahaya radiasi dengan
ruangan yang tidak mempunyai paparan bahaya radiasi.
2. Sebagai indikator peringatan bagi orang lain selain petugas medis untuk tidak
memasuki ruangan karena ada bahaya radiasi di dalam ruangan tersebut.
3. Sebagai indikator bahwa di dalam ruangan tersebut ada pesawat rontgen sedang
aktif.
4. Diharapkan ruangan pemeriksaan rontgen selalu tertutup rapat untuk mencegah
bahaya paparan radiasi terhadap orang lain di sekitar ruangan pemeriksaan rontgen.
5. Jendela di ruangan radiasi letaknya minimal 2 meter dari lantai luar. Bila ada
jendela yang letaknya kurang dari 2 meter harus diberi penahan radiasi yang setara
dengan 2 mm timbal dan jendela tersebut harus ditutup ketika penyinaran sedang
berlangsung.
6. Jendela pengamat di ruang operator diberi kaca penahan radiasi minimal setara
dengan 2 mm timbal.
1. Ruang Administrasi:
Luas : 6 x 2,85 m
Tinggi : 3,67 m
Dinding : Batu bata 15 cm, diplester
Lantai : Keramik
Eternit : Gypsum tahan api
Pintu : Kayu dilapisi Pb 2 mm
Fasilitas :
a. Meja tempat pendaftaran
b. Almari buku 1 buah
2. Pengamanan Peralatan
Untuk mengamankan peralatan radiologi dari arus bocor, sistem grounding
atau pembumian menggunakan kabel BC dengan diameter minimal 16 mm persegi
dan pada ujung kabel dipasang elektroda.
Kabel BC dan elektroda dimasukkan ke dalam pipa galvanis yang terlebih
dahulu disolder dan kemudian dicor untuk mencegah korosi.
Pastikan nilai tahanan sesuai dengan ketentuan, dengan mengukur besaran
nilai pembumian yang diijinkan.
Resistensi antara alat dan titik pembumian maksimum 0,15 Ohm.
Untuk menjamin nilai resistensi pembumian sesuai tabel/ketentuan, agar
pihak rumah sakit melaksanakan pengukuran nilai pembumian secara berkala
setiap setahun sekali.
Untuk mencapai nilai resistensi tersebut, dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa elektroda apabila 1 (satu) buah elektroda tidak dapat
mencapai nilai yang diinginkan.
BAB IV
KEBIJAKAN
11. Semua petugas di Instalasi Radiologi dan Diagnostik dan Imaging wajib
melengkapi dan mengisi cek list untuk pemantauan sasaran mutu/indikator mutu
Radiologi.
12. Semua petugas di Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging wajib melakukan
identifikasi pasien dengan tepat,teliti dan benar secara berjenjang untuk
menghindari kesalahan dalam tindakan pemeriksaan.
13. Setiap pasien yang dilakukan pelayanan tindakan pemeriksaan di Instalasi
Radiologi Diagnostik dan Imaging wajib memiliki catatan medis Rumah Sakit
St.Elisabeth Lela.
14. Sistem penomoran identitas pasien sesuai dengan nomor catatan medis Rumah
sakit St.Elisabeth Lela.
15. Semua pasien yang akan dilakukan pelayanan tindakan pemeriksaan di Instalasi
Radiologi Diagnostik dan Imaging harus tercatat di buku Registrasi dan memenuhi
persyaratan administrasi.
16. Hasil pelayanan tindakan pemeriksaan di Instalasi Radiologi Diagnostik dan
Imaging yang diserahkan kepada pasien harus lengkap (Film dan Expertisi).
17. Berkas hasil pelayanan tindakan pemeriksaan yang belum diambil oleh pasien
rawat jalan, rawat inap dan UGD disimpan ditempat khusus di Instalasi Radiologi
dan penyimpanan kantor Radiologi.
18. Instalasi Radiologi memberikan pelayanan emergency, rawat jalan,rawat inap dan
rujukan dari luar.
19. Pada kasus CITO dilakukan pinjaman basah hasil x-ray diserahkan kepada dokter
yang memberikan rujukan setelah itu hasil x-ray diserahkan kembali kepetugas
Radiologi.
20. Pasien diperbolehkan membawa pulang hasil pemeriksaan radiologi.
21. Penyimpanan APRON harus disimpan diatas meja mendatar dengan posisi tidak
terlipat dan tidak menggantung.
BAB V
TATALAKSANA PELAYANAN
8. Untuk pemeriksaan karena alasan dan pertimbangan tertentu belum atau tidak
dapat dilakukan di Rumah Sakit, maka akan di rujuk ke Rumah Sakit atau Institusi
lain yang berkompoten melakukan pemeriksaan tersebut.
9. Kerjasama Instalasi Radiologi dengan tempat rujukan direkomendasikan direktur
atau memiliki rekam jejak kinerja yang baik tentang rentang waktu dan memenuhi
undang-undang yang berlaku dan disahkan dalam ikatan kontrak kerjasama tertulis
yang ditanda tangani manajemen Rs dan pimpinan Institusi tempat rujukan.
10. Institusi tempat rujukan wajib memberikan bukti kontrol kualitas mutu sebagai
salah satu parameter evaluasi kesepakatan kerjasama.
11. Untuk menghindari benturan kepentingan (conflict of interest) dari semua pihak
yang terkait, maka pasien diberi tahu tentang hubungan dokter yang merujuk dan
pelayanan Radiologi dan Diagnosti Imaging.
12. Lamanya lasil pemeriksaan yang dirujuk pada jenis pemeriksaan dan kebijakan
Institusi tempat rujukan.
13. Atas permintaan khusus dari Dokter yang mempertimbangkan kondisi medis
tertentu dari pasien, pengerjaan pemeriksaan bisa disegerahkan atau diprioritaskan
tampa mengikuti urutan, kondisi tersebut disebut dengan “cito”.
14. Untuk permintaan radiologi dalam kategori “CITO”, ketepatan waktu pelaporan
hasil pemeriksaan kasus cito di ukur.
USG Rutin 180 Menit 180 Menit 180 Menit 180 Menit
*Jam kerja yang dimaksud untuk pemeriksaan penunjang USG adalah jam kerja fasilitas
kesehatan penerima USG yang memiliki perjanjian kerjasama dengan Rumah Sakit St.
Elisabeth Lela.
1. Pada pemeriksaan Konvensional Non Kontras tidak ada persiapan khusus yang
harus dilakukan, kecuali pemeriksaan USG harus ada persiapan khusus seperti
USG abdomen diperlukan persiapan pasien puasa 6 jam dan tahan kencing kurang
lebih 2 jam.
BAB VI
LOGISTIK
A. Pengaturan
1. Instalasi Radiologi menetapkan jumlah kebutuhan film x-ray dan perbekalan
penting untuk menunjang proses pemeriksaan radiologi.
2. Instalasi Radiologi menjamin ketersediaan X-ray film, dan perbekalan penting
lainnya.
3. Persediaan x-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya diminta berdasarkan
jumlah persediaan yang telah mencapai batas minimal.
4. Pemesanan X-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya tidak boleh lebih dari
batas maksimal
5. Pemesanan harus ditulis dengan lengkap nama barang, jumlah, satuan dan kode
barang
6. Pastikan pengukur suhu tempat penyimpanan terjaga dengan baik, melalui
pengecekan harian
7. Pastikan almari penyimpanan obat berfungsi dengan baik
8. Pastikan X-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya yang diterima dari
bagian farmasi sesuai dengan surat pemesanan dan pengeluaran barang (SPPB)
9. Penyimpanan harus sesuai FIFO (first in first out) atau FEFO (First Expired First
Out)
10. Setiap hari suhu dan kelembaban penyimpanan film x-ray dan kontras media
dicatat
11. Pemberian label untuk semua perbekalan dilakukan secara lengkap dan akurat
B. Pemesanan:
1. Tulis permintaan X-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya sesuai dengan
stok minimal dan maksimal barang
2. Permintaan X-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya dibuat oleh petugas
radiologi yang telah ditunjuk oleh penanggungjawab radiologi.
3. Permintaan yang telah disetujui diserahkan ke bagian logistic alkes. Jika barangnya
berupa ATK (Alat Tulis Kantor) surat permintaan pengadaan barang ditunjukan ke
bagian Logistik sentral non medis.
C. Penyimpanan :
1. Proses penyimpanan semua perbekalan instalasi radiologi disesuaikan dengan
peraturan yang ditetapkan oleh Manufaktur,
2. X-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya yang diterima dari bagian logistic
alkes atau logistic non medis harus diperiksa fisik, jumlah dan kemasannya,
3. Setelah dihitung X-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya disimpan dalam
almari yang telah tersedia,
4. Penyimpanan harus sesuai FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First
Out),
5. Setiap hari suhu dan kelembaban penyimpanan film x-ray dan kontras media
dicatat,
6. Suhu untuk menyimpan film x-ray dan kontras media diatur dan dikontrol setiap
hari sesuai dengan prosedur, dan
7. Setiap kali pengambilan X-ray film, kontras media dan kebutuhan lainnya harus
dicatat di kartu stok.
D. Distribusi :
1. Proses distribusi perbekalan instalasi radiologi sesuai dengan ketentuan dari rumah
sakit untuk mendukung proses pelayanan radiologi
2. Setiap dinas pagi perawat menghitung kebutuhan alkes dan obat-obatan untuk
standar minimal dan maksimal trolley
3. Perawat mengambil obat dan alkes sesuai kebutuhan
4. Pastikan obat-obatan yang didistribusikan diperiksa expired date nya dan kondisi
fisiknya
5. Jika rusak atau sudah expired maka dilaporkan ke kepala instalasi pelaksana
radiologi untuk ditindaklanjuti
6. Perawat mendistribusikan obat-obatan tersebut di trolley setiap ruangan sesuai
standar minimal dan maksimal.
F. Evaluasi Logistik
Evaluasi dilakukan setiap bulan terhadap ketersediaan barang dan obat sesuai, jumlah
barang dan obat yang terpakai harus disesuaikan dengan jumlah pasien yang
menggunakan barang dan obat tersebut. Fisik dari barang dan obat harus diperiksa
apakah ada yang rusak baik label merk dan isinya. Tanggal kadaluarsa di data dan
diperiksa apakah ada barang dan obat yang mendekati tanggal kadaluarsa. Jika barang
atau obat tersebut mendekati kadaluarsa minimal 3 bulan harus segera diserahkan ke
bagian farmasi untuk dikembalikan agar segera ditindaklanjuti.
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan
pasien lebih aman untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
menjalankan suatu tindakan atau tidak menjalankan suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan.
B. Tujuan
Bertujuan untuk mencegah jangan sampai terjadi dampak negatif/ merugikan bagi
pasien, baik fisik atau psikis akibat dari ketidak-siapan secara teknis di lingkungan
kerja Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi ataupun kecerobohan
petugas saat memberikan pelayanan.
C. Identifikasi Resiko
Resiko adalah potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul dari proses kegiatan
saat sekarang atau kejadian di masa datang.
Resiko Keselamatan Pasien (Patient Safety)
1. Pasien jatuh
2. Terpapar Radiasi
3. Tindakan yang salah / dilakukan pada pasien yang salah
4. Penanganan terlambat
D. Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan memprioritaskan resiko untuk mengurangi resiko cedera dan
kerugian pada pasien karyawan rumah sakit, pengunjung, dan organisasi sendiri.
F. Infection Control
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di
Rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi setiap saat dan di setiap tempat di
rumah sakit. Untuk mencegah dan mengurangi kejadian infeksi nosokomial serta
menekan angka infeksi ke tingkat serendah-rendahnya perlu adanya upaya
pengendalian infeksi nosokomial. Pengendalian infeksi nosokomial bukan hanya
tanggung jawab pimpinan rumah sakit atau dokter/ perawat saja tetapi tanggung jawab
bersama dan melibatkan semua unsur/ profesi yang ada di rumah sakit.
Instalasi Radiologi menerapkan kebijakan dan prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi sesuai dengan kebijakan rumah sakit, dengan selalu
berkoordinasi dengan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS.
1. Sumber Infeksi
a. Bersumber dari petugas
1) Petugas rumah sakit (perilaku)
2) Kurang atau tidak memahami cara-cara penularan penyakit
3) Kurang atau tidak memperhatikan kebersihan
4) Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptik dan antiaseptik
5) Menderita suatu penyakit
6) Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Bersumber alat-alat yang dipakai
1) Kotor atau kurang bersih/tidak steril
2) Rusak atau tidak layak pakai
3) Penyimpanan yang kurang baik
4) Dipakai berulang-ulang
5) Lewat batas pemakaian
6) Pasien menderita penyakit tertentu
c. Bersumber dari lingkungan
1) Tidak ada sinar matahari yang masuk
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Instalasi Radiologi Diagnostik
Imaging terintegrasi adalah upaya-upaya untuk mencegah terjadinya dampak negatif
dan merugikan bagi kesehatan pekerja, baik fisik atau psikis akibat dari lingkungan
kerja. Pedoman kesehatan dan keselamatan kerja, antara lain meliputi: K3 (Kesehatan
Keselamatan Kerja) Nosokomial dan K3 Penanggulangan Kebakaran.
B. Tujuan
Bertujuan untuk mencegah jangan sampai terjadi dampak negatif dan
merugikan bagi kesehatan pekerja di Unit, baik fisik atau psikis akibat dari lingkungan
kerja.
C. Tata Laksana
Tata laksana keselamatan kerja adalah proses teknis mengenai tata cara dan
upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan
dampak negatif dan merugikan bagi kesehatan pekerja, baik fisik atau psikis.
Sehingga diharapkan tidak terjadinya kecelakaan kerja yang merugikan petugas
selama memberikan pelayanan di Instalasi Radiologi.
Resiko Keselamatan Staff (Staff Safety); Karyawan jatuh, Tertusuk jarum
suntik atau benda tajam lain, terpapar radiasi, terpapar infeksi, Low Back Pain (LBP)
karena proses mengangkat yang tidak tepat dan akibat pemakaian apron.
1. Prosedur Keselamatan Kerja Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi
a. Penyediaan dan pemakaian alat pelindung diri termasuk apron
b. Pengkajian 4 Tepat (tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat rute) dalam
pemberian obat
c. Pelatihan teknik safety lifting
4) Ember linen kotor dalam keadaan kosong dan siap untuk dipakai kembali
4. Penanganan Instrumen Steril
a. Tujuan:
Untuk menjaga tingkat sterilitas instrumen sebelum digunakan dan sebelum
masa kadaluarsa
b. Tata cara:
1) Instrumen diambil dan dibawa dari bagian CSSD, hindari kontaminasi dan
hitung jumlahnya dengan teliti
2) Pisahkan kom, tromol, selanjutnya dikelompokkan
3) Susun pada almari yang tertutup rapi sesuai dengan kelompoknya secara
rapi
4) Hindari pengecekan dengan cara berulang-ulang
5. Kebersihan Ruangan
a. Tujuan :
Untuk menjaga agar ruangan selalu dalam keadaan bersih dan terjaga
sanitasinya sehingga memberi kenyamanan dan keamanan bagi pasien yang
lainnya
b. Tata cara:
1) Kebersihan ruangan adalah tanggung jawab masing-masing radiografer
yang dinas di ruangan tersebut
2) Ruangan yang kotor akibat adanya pemeriksaan pasien yang tingkat
kekotorannya masih dapat diatasi oleh radiografer, terutama berkaitan
dengan tempat/ meja pemeriksaan dan juga penunjang lainnya dapat
dikerjakan sendiri
3) Untuk tingkat kekotoran yang jauh diluar jangkauan kemampuan dan bukan
wewenang radiografer harus segera menghubungi petugas cleaning service
untuk segera dibersihkan.
BAB VIII
PROTEKSI RADIASI
A. Pedoman Proteksi Radiasi Instalasi Radiologi adalah suatu prosedur dan upaya-upaya
untuk mencegah terjadinya efek stokastik dan non stokastik akibat paparan radiasi
berlebih yang merugikan bagi kesehatan pekerja, pasien dan lingkungan
B. Pedoman proteksi radiasi Instalasi Radiologi bertujuan untuk mencegah jangan sampai
terjadi efek stokastik dan non stokastik akibat paparan radiasi yang dapat
mengakibatkan efek negatif dan merugikan bagi kesehatan pekerja, pasien dan
lingkungan.
C. Tata laksana Keselamatan dan Proteksi Radiasi adalah proses teknis mengenai tata
cara dan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya efek stokastik dan efek non stokastik
akibat paparan radiasi yang dapat mengakibatkan efek negatif dan merugikan bagi
kesehatan pekerja, pasien, dan lingkungan.
Keselamatan kerja terhadap akibat paparan radiasi, antara lain meliputi:
1. Persiapan petugas sebelum melakukan pemeriksaan
2. Baca dengan teliti surat permintaan pemeriksaan radiologi, cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan pemeriksaan, identifikasi positif, selanjutnya pastikan
peralatan radiologi, ruangan pemeriksaan, imaging plate dan APD sesuai
kebutuhan, siap pakai.
3. Prosedur melakukan pemeriksaan X-ray di ruangan
4. Konfirmasi ke ruang perawatan tentang permintaan foto di tempat. Baca dengan
teliti surat permintaan pemeriksaan radiologi, cuci tangan, sebelum dan sesudah
melakukan pemeriksaan, identifikasi positif, selanjutnya pastikan peralatan mobil
X-ray siap pakai, siapkan imaging plate dan APD sesuai kebutuhan, siap pakai.
5. Prosedur kalibrasi
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU
A. Pengertian
Pengendalian mutu di Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi
merupakan suatu upaya untuk mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan serta
mengukur kepuasan pelanggan berdasarkan masukan melalui kuesioner, evaluasi dan
analisis langsung secara teknis maupun administrasi.
B. Tujuan
Bertujuan untuk mempertahankan, meningkatkan dan bahkan mengevaluasi
kelemahan-kelemahan mutu pelayanan yang ada sehingga peningkatan mutu di
Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging terintegrasi senantiasa dinamis mengikuti
tuntutan, kemauan dan kebutuhan konsumen yang senantiasa berkembang dan
berkembang.
C. Tata laksana
Pelaksanaan Pengendalian Mutu.
Pelaksanaan pengendalian mutu di Instalasi Radiologi Diagnostik Imaging
terintegrasi di aplikasikan dalam wujud pelaksanaan program-program sebagai
berikut:
1. Program Pengontrolan Mutu, di luar Instalasi radiologi RS
a) RS menentukan frekuensi dan jenis data kontrol mutu dari unit kerja radiologi
diluar rumah sakit
b) Ada penanggung jawab atas kontrol mutu dan kompeten untuk menilai hasil
kontrol mutu unit radiologi diluar RS
c) Ada penanggung jawab yang kompeten dan ditunjuk melakukan tindakan
berdasarkan hasil kontrol mutu
d) Laporan tahunan data kontrol mutu dari unit radiologi di luar RS digunakan
untuk membuat perjanjian kerjasama atau pembaharuan
BAB X
PENUTUP