Anda di halaman 1dari 35

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SURVIVAL DAN DIVESTASI

LEMBAGA PENDIDIKAN

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Penjaminan Mutu Pendidikan

Disusun Oleh:

Sri Wahyuningsih (82322223029)


Rika Maryati (82322223030)
Reti Saswanti (82322223031)
Ria Yuliawati (82322223032)
Ai Iyay Robiyah (82362223032)
Andi Mardiana (82362223033)
Hj.Tinda Yelianda (82362223034)

Dosen Pengampu :
Dr. Lilis Kholisoh Nuryani, S.Ag., M. Pd

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GALUH
2022
KATA PENGANTAR

Dengan kebesaran Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah "Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi”. Adapun
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Penjaminan Mutu
Pendidikan.
Adapun makalah ilmiah "Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi
Lembaga Pendidikan.” ini telah penulis usahakan dapat disusun dengan sebaik
mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan secara tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa
untuk menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penulisan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada Dr.Lilis Kholisoh N., S.Ag.,M.Pd.. yang telah
menjelaskan peta konsep dari mata kuliah ini untuk masing-masing topik
perkuliahan, sehingga kami mendapatkan gambaran yang relatif utuh dari topik
perkuliahan ini.
Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya, penulis tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari
segi penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis agar
penulis dapat memperbaiki kualitas dari makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah "Implementasi Kebijakan Survival dan
Divestasi Lembaga Pendidikan” ini bermanfaat, dan dapat diambil hikmah dan
manfaatnya oleh para pembaca.

Ciamis, 20 November 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Kebijakan ................................................................................................ 3
2.2 Survival (Bertahan Hidup) ..................................................................... 3
2.3 Divestasi (Ketidaksehatan-Kematian) .................................................. 5
2.4 Implementasi Kebijakan Survival di Lembaga Pendidikan .............. 8
2.5 Implementasi Kebijakan Divestasi di Lembaga Pendidikan ........... 14
BAB III ................................................................................................................. 29
PENUTUP ............................................................................................................ 29
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan sangat erat kaitannya dengan masaa depan bangsa. Kemajuan
suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dengan sistem pendidikannya. Jika sistem
pendidikannya berfungsi dengan baik hal ini akan berdampak baik bagi Negara
tersebut. Berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
tergantung pada mutu para anggota dan petugas yang melaksanakannya.
Pendidikan diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia yang hebat. Tidak
hanya hebat dalam keilmuan saja namun harus hebat juga dalam sikap peduli
terhadap sesama. Melalui pendidikan manusia dapat mengetahui dan mempelajari
berbagai cara untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi berupa intelektual,
mental, sosial, emosional dan kemandirian dalam kehidupan sehingga
menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan zaman.
Dunia pendidikan harus dikelola secara professional, karena semakin
ketatnya persaingan dalam lembaga pendidikan. Jika lembaga pendidikan dikelola
seadanya maka akan tertinggal. Keberhasilan kegiatan pendidikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, di antaranya seperti kurikulum, metode belajar mengajar, sumber
daya manusia, serta sarana dan prasarana pendidikan. Untuk mempelancar proses
pencapaiaan tujuan pendidikan perlu didukung oleh beberapa sumber daya yang
ada baik manusia maupun materil. Sementara itu, pendidikan dihadapkan pada
beberapa masalah, seperti peningkatan kualitas pendidikan, anggaran pendidikan
dan sumber daya manusia yang profesional.
Selain itu abad 21 merupakan era pengetahuan dan informasi, dimana pada
era ini terjadi perubahan yang sangat cepat dalam berbagai bidang kehidupan
umumnya, dan khususnya dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Untuk itu
maka dunia pendidikan perlu menyiapkan juga sumber daya manusia, yang
memiliki keahlian agar tetap survive di era ini, yaitu: (1) kemampuan berfikir kritis
dan kemauan bekerja keras, (2) kreativitas, (3) kalaborasi, (4) pemahaman antar
budaya, (5) komunikasi, (6) mengopersikan komputer, (7) kemampuan belajar
secara mandiri.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


2

Pendidikan yang baik haruslah memiliki manajemen yang baik pula, di


mana setiap unsur manajemen melekat pada setiap kegiatan, aktivitas kerja, apa
yang diharapkan agar tercapai dengan baik. Sehingga lembaga pendidikan mampu
menggerakkan sumber daya yang dimiliki, sehingga lembaga tersebut dapat
mewujudkan harapan dan cita-citanya. Proses pendidikan merupakan berubahnya
sesuatu menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses disebut input dan sesuatu dari hasil proses disebut ouput.
Lembaga pendidikan harus mempunyai kebijakan kebijakan untuk
menggerakan sumber daya yang sudah dimiliki untuk menghadapi beberapa
masalah, seperti peningkatan kualitas pendidikan, anggaran pendidikan dan sumber
daya manusia yang profesional. Salah satunya dengan implementasi kebijakan
survival dan devistasi lembaga pendidikan. Untuk mengatahui gambaran
implementasi dari kebijakan survival dan devistasi lembaga pendidikan maka kami
melakukan penyusunan makalah ini dengan judul “Implementasi Kebijakan
Survival dan Devistasi Lembaga Pendidikan”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirinci dalam rumusan
masalah yaitu :
1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Survival di Lembaga
Pendidikan?
2. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Divestasi di Lembaga
Pendidikan?
1.3 Tujuan
Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas,
hingga tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran dari implementasi kebijakan survival di
Lembaga Pendidikan.
2. Untuk mengetahui gambaran dari implementasi kebijakan Divestasi di
Lembaga Pendidikan.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan
Pengertian Kebijakan Menurut Monahan dan Hengst seperti yang dikutip
oleh (Syafaruddin, 2008: 75) Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata)
diturunkan dalam bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dapat
ditambahkan, kebijakan mengacu kepada cara-cara dari semua bagian
pemerintahan mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Dalam hal ini,
kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola
formal yang sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga dengan hal itu
mereka berusaha mengejar tujuannya. Berdasarkan penjelasan di atas bahwa
pengertian kebijakan merupakan petunjuk dan batasan secara umum yang menjadi
arah dari tindakan yang dilakukan dan aturan yang harus diikuti oleh para pelaku
dan pelaksana kebijakan karena sangat penting bagi pengolahan dalam mengambil
keputusan atas perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dengan
demikian kebijakan menjadi sarana pemecahan masalah atas tindakan yang terjadi.
2.2 Survival (Bertahan Hidup)
Diskusi teoritis untuk mengungkap kekuatan bertahan hidup dengan cara-
cara hidup sesuai kebudayaan pada komunitas untuk menghadapi dan mengatasi
persoalan hidup dengan caranya sendiri. Melalui strategi menjaga dan melindungi
hak milik untuk bertahan hidup (property protection for survival strategy) meliputi
manusia, tanah, hutan, adat, kebudayaan, identitas, dan sebagainya telah
memberikan penguatan untuk bertahan hidup (survive).
Kondisi yang dihadapi pada setiap lingkungan masyarakat berbeda-beda,
sehingga cara mengembangkan kekuatan untuk bertahan hidup (survive) dengan
cara-cara hidup sesuai kebudayaan pada setiap komunitas tidak sama. Perspektif
negatif dari menguatnya stigma pada suatu komunitas dapat menyebabkan
kehidupan manusia maupun komunitas yang terabaikan dalam memperoleh
pengakuan, pelayanan dari masyarakat maupun pemerintah (negara) maupun
masyarakat. Nilai positif untuk survive dalam mengelola wilayah melalui cara
menjaga, melindungi hak milik yang berharga (bernilai) untuk mewujudkan

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


4

kelangsungan hidup (survival strategy) jangka panjang sehingga komunitas yang


berada tersebut tidak mengalami kepunahan.
Strategi bertahan hidup dalam menghadapi tekanan (presure) dari
lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan lainnya dapat melahirkan kearifan baru untuk
mewujudkan kelangsungan hidup (survival strategy) jangka panjang bertahan hidup
(survival strategy). Sebab strategi bertahan hidup (survival strategy) yang dilakukan
manusia untuk menguasai wilayah atau ruang hidup seperti ini dapat ditemui pada
manusia di seluruh dunia, dan terus mengalami perdebatan tanpa pernah berakhir
karena tanah, hutan, dan sumber daya lainnya yang terdapat dalam wilayah sebagai
ruang hidup sering menjadi rebutan manusia lain. Ruang hidup sebagai basis
survival strategy jangka panjang yang mampu dan wajib dijaga dan dilindungi
(protection) secara baik agar tidak mudah direbut orang luar.
Survive dalam stigma merupakan cara implementasi strategi bertahan hidup
(survive) di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan
lainnya untuk mempertahankan keunggulan. Nilai ketahanan (resilience) menjadi
hulu dan sekaligus muara di mana strategi bertahan hidup (survival strategy) pada
manusia secara individu, kelompok, maupun komunitas dapat tumbuh secara subur.
. Dunia pendidikan harus dikelola secara professional, karena semakin
ketatnya persaingan dalam lembaga pendidikan. Jika lembaga pendidikan dikelola
seadanya maka akan tertinggal. Lembaga pendidikan harus bisa survive dalam
menghadapi perkembangan zaman dimana pada era ini terjadi perubahan yang
sangat cepat dalam berbagai bidang kehidupan umumnya, dan khususnya dalam
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Untuk itu maka dunia pendidikan perlu
menyiapkan sumber daya manusia, yang memiliki keahlian agar tetap survive di
era ini, yaitu: (1) kemampuan berfikir kritis dan kemauan bekerja keras, (2)
kreativitas, (3) kalaborasi, (4) pemahaman antar budaya, (5) komunikasi, (6)
mengopersikan komputer, (7) kemampuan belajar secara mandiri.
Keberhasilan kegiatan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya seperti kurikulum, metode belajar mengajar, guru, serta sarana dan
prasarana pendidikan. Untuk mempelancar proses pencapaiaan tujuan pendidikan
perlu didukung oleh beberapa sumber daya yang ada baik manusia maupun materil.
Sementara itu, pendidikan dihadapkan pada beberapa masalah, seperti peningkatan

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


5

kualitas pendidikan, anggaran pendidikan dan sumber daya manusia yang


profesional.
Menurut teori survival strategy yang dikembangkan oleh Suckhurgbh
(2008: 9) tentang Survival of The Human Race yaitu sukses atau keberhasilan yang
dicapai kelompok karena mereka bisa mengorganisir diri (organisation),
berkomunikasi (communication), dan pembaharuan (innovation). Oleh karena itu
untuk keberhasilan sekolah supaya dapat bertahan hidup di tengah perubahan
zaman yaitu dengan mengorganisir diri (organisation), berkomunikasi
(communication), dan pembaharuan (innovation).
2.3 Divestasi (Ketidaksehatan-Kematian)
Divestasi (divestiture) merupakan suatu kegiatan dalam menjual maupun
melakukan pemisahan beberapa jenis aset dan unit bisnis yang dilakukan oleh
perusahaan (Moin, 55:2010). Divestasi dianggap menjadi strategi yang dapat
digunakan oleh lembaga pendidikan untuk mempertahankan lembaganya, yaitu
dengan cara pengurangan aset lembaga pendidikan untuk memenuhi kepentingan
maupun keuangan lembaga ini atau melakukan penyatuan antara satu lembaga
dengan lembaga pendidikan lain, yang manfaatnya untuk mendapatkan keuntungan
bagi kedua lembaga tersebut.
Beragam tujuan yang bisa dicapai ketika sebuah lembaga atau organisasi
melakukan divestasi, di antaranya:
1. Mengurangi beban dan menambah pendapatan. Beban aset yang dimaksud
seperti pajak, biaya perawatan, dan lainnya.
2. Fokus pada bisnis yang lebih memberi keuntungan.
3. Menghasilkan keuntungan besar di saat yang tepat, seperti menjual
kembali instrumen investasi saat harga naik.
4. Mengurangi potensi rugi yang lebih besar karena aset yang dijual tidak lagi
menguntungkan.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


6

Selain beragam tujuan, divestasi juga dapat dilakukan dengan berbagai


metode, diantaranya:
1. Metode Penjualan
Merupakan metode paling umum yang dijalankan dari kegiatan divestasi.
Penjualan biasanya dilakukan oleh lembaga dalam bentuk unit bisnis,
segmen, divisi atau sekelompok aset kepada lembaga lain,
2. Metode Spin-Off
Melalui metode spin-off biasanya lembaga pendidikan induk mengubah
sebuah divisi menjadi entitas (unit lembaga lain yang masih satu buku
akuntansi dengan lembaga induk) yang terpisah. Lewat metode ini,
saham entitas akan dibagi kepada pemegang saham lembaga induk.
3. Metode Tracking Stock
Merupakan cara yang dilakukan lembaga pendidikan untuk menelusuri
kinerja divisi tertentu dalam lembaga. Metode ini dilakukan untuk
melacak dalam pembagian dividen yang jumlahnya tergantung pada
kinerja divisi bersangkutan.
4. Metode Carve Out
Divestasi dengan metode carve out terjadi ketika lembaga pendidikan
induk mengubah divisi menjadi entitas yang terpisah. Berbeda
dengan spin-off dimana entitas masih berada dalam satu buku akuntansi
dengan lembaga pendidikan induk. Dalam metode carve-out saham
entitas dijual kepada masyarakat. Jadi pemegang saham bukan hanya
pemilik saham lembaga pendidikan induk tetapi sebagian dimiliki juga
oleh lembaga luar.
Menurut Flickinger terdapat dua alasan dilakukannya divestasi oleh
lembaga pendidikan yaitu Meningkatkan efisiensi; dan Peningkatan pengelolaan
investasi.
Fokus divestasi adalah mengarah pada peningkatan efisiensi investasi
dengan mengurangi kemungkinan untuk menyimpang alokasi investasi dalam
lembaga pendidikan. Sementara Abdul Moin, menyajikan secara sistematis tentang
alasan-alasan dilakukannya divestasi, yakni: Divestasi secara sukarela, merupakan
pengalihan saham atau aset yang dilakukan atas kehendak atau kemauan sendiri

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


7

dari lembaga yang bersangkutan. Alasan-alasan divestasi yang dilakukan secara


sukarela meliputi:
1. kembali ke kompetensi inti (core competence);
2. menghindari sinergi yang negatif;
3. tidak menguntungkan secara ekonomis;
4. kesulitan keuangan;
5. perubahan strategi lembaga;
6. memperoleh tambahan dana;
7. mendapatkan uang kas dengan segera; dan
8. alasan individu pemegang saham.
9. Terpaksa
Divestasi sering dipakai untuk mendapatkan modal guna akuisisi atau
investasi strategis lebih jauh. Divestasi dapat menjadi bagian dari keseluruhan
strategi penciutan untuk membebaskan lembaga dari situasi yang tidak
menguntungkan, yang membutuhkan terlalu banyak modal, atau yang tidak begitu
sesuai dengan aktivitas-aktivitas lembaga yang lain. Divestasi juga telah menjadi
strategi yang populer bagi lembaga untuk berfokus pada kondisi lembaga
pendidikan itu sendiri dan tidak terlalu terdiversifikasi.
Enam pedoman tentang kapan divestasi dapat menjadi sebuah strategi yang
sangat efektif adalah saat:

1. Sebuah lembaga pendidikan menjalankan strategi penciutan dan gagal untuk


mencapai perbaikan yang diperlukan.
2. Suatu divisi membutuhkan lebih banyak sumber daya agar lebih kompetitif
dari yang dapat disediakan oleh lembaga pendidikan.
3. Suatu divisi bertanggung jawab terhadap buruknya kinerja keseluruhan
lembaga.
4. Suatu lembaga pendidikan tidak mampu menyesuaikan diri dengan bagian
lembaga pendidikan lain.
5. Sejumlah besar dana dibutuhkan dalam waktu dekat dan tidak dapat
diperoleh dengan cara lain.
6. Tindakan antitrust pemerintah mengancam sebuah lembaga.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


8

2.4 Implementasi Kebijakan Survival di Lembaga Pendidikan


Globalisasi mempunyai dampak yang luas, tidak hanya pada sektor
ekonomi tetapi juga mempengaruhi sektor pendidikan. Memasuki abad 21 tingkat
persaingan bisnis khususnya dalam dunia pendidikan antar sekolah-sekolah
semakin ketat baik di dalam skala regional maupun nasional. Pendidikan dianggap
semakin penting, karena bukan hanya sekedar bertujuan untuk menambah ilmu
pengetahuan tetapi juga dianggap sebagai investasi masa depan untuk bekal
mendapatkan pekerjaan yang baik terutama di tengah persaingan yang ketat di era
globalisasi ini. Setiap orang berlomba untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik
sebagai modal menata masa depan yang lebih baik. Mereka berusaha mencari
institusi-institusi pendidikan yang dapat memberikan pelayanan pendidikan yang
berkualitas baik sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dari sisi pelaku dunia pendidikan, sekarang ini dituntut untuk lebih
meningkatkan kualitas pendidikan dari segala sisi. Karena sekarang ini persaingan
menjadi semakin ketat dengan tumbuh suburnya lembaga pendidikan di lingkungan
sekitar. Pendidikan saat ini sudah mengarah pada proses industrialisasi. Dunia
pendidikan tidak bisa lagi dianggap sebagai lembaga sosial, tetapi harus
diperlakukan sebagai industri yang harus dikelola secara profesional. Karena
dengan semakin ketatnya persaingan, lembaga pendidikan akan ditinggalkan
konsumen jika dikelola seadanya. Hal tersebut menyebabkan persaingan di dalam
bisnis pendidikan akan semakin ketat, dimana masingmasing instansi pendidikan
baik swasta maupun negeri, instansi pendidikan formal maupun informal berlomba
memberikan produk-produk terbaik mereka. Semakin tingginya tingkat persaingan
dan semakin banyaknya instansi pendidikan yang ada, maka pelanggan memiliki
semakin banyak pilihan untuk menentukan instansi pendidikan yang terbaik bagi
mereka
Persaingan antar lembaga pendidikan yang sedemikian ketat secara nyata
memunculkan minat pemilik modal untuk berinvestasi pada sektor ini.
Komersialisasi pendidikan memang tidak tepat, namun pengelolaan secara
professional semakin mendesak untuk dilakukan, kecuali lembaga tersebut hanya
ingin bertahan hidup saja tanpa motivasi untuk berkembang, sehingga mereka

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


9

cenderung pasrah. Kondisi demikian banyak ditemui terutama di pedesaan yang


relatif jauh dari informasi dan terbatas aksesnya.
Persaingan antar lembaga pendidikan semakin ketat sehingga
membutuhkan perhatian serius jika mereka ingin bertahan, bersaing, dan unggul.
Keunggulan tiap lembaga relatif spesifik sehingga mereka mampu berkembang
dengan baik. Jika mereka tidak mampu mengikuti dan bersaing dalam
perkembangan lembaga pendidikan secara kompleks maka akan kalah bersaing dan
gulung tikar. Selanjutnya karena sebagian besar lembaga pendidikan dikelola oleh
masyarakat, maka membutuhkan inovasi sehingga membutuhkan kreatifitas dan
kepekaan membaca kebutuhan masyarakat di tengah harapan dan kemampuan
lembaga pendidikan di dalam melayani. Kebutuhan masyarakat yang semakin
berkembang mau tidak mau harus disikapi sebagai tantangan, bukan hambatan.
Marak tumbuhnya lembaga pendidikan harus disikapi sebagai upaya peningkatan
kualitas melalui persaingan profesional.
Menurut teori survival strategy yang dikembangkan oleh Suckhurgbh
(2008: 9) tentang Survival of The Human Race yaitu sukses atau keberhasilan yang
dicapai kelompok karena mereka bisa mengorganisir diri (organisation),
berkomunikasi (communication), dan pembaharuan (innovation). Oleh karena itu
untuk keberhasilan sekolah supaya dapat bertahan hidup di tengah perubahan
zaman yaitu dengan mengorganisir diri (organisation), berkomunikasi
(communication), dan pembaharuan (innovation).
Porter (2007) mengungkapkan bahwa salah satu strategi yang dapat
dirancang oleh sekolah untuk menjaga dan meningkatkan daya saing sekolah adalah
melalui strategi bersaing. Strategi bersaing merupakan upaya mencari posisi
bersaing yang menguntungkan dalam suatu arena fundamental dimana persaingan
berlangsung. Hal ini berarti setiap organisasi atau perusahaan perlu merumuskan
strategi dan posisi yang tepat agar dapat memenangkan persaingan. Lebih lanjut
Porter menjelaskan bahwa tujuan dari strategi bersaing adalah untuk membina
posisi dimana suatu lembaga dapat melindungi diri sendiri dengan sebaik-baiknya
terhadap kekuatan tekanan persaingan atau dapat mempengaruhi tekanan tersebut
secara positif. Sehingga untuk menciptakan posisi bertahan yang aman (defendable
position) diperlukan adanya strategi bersaing yang efektif yang mencakup tindakan-

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


10

tindakan menyerang (ofensif) ataupun bertahan (defensive). Oleh karena itu


penyelidikan dan analisis sumber masing-masing kekuatan adalah kunci untuk
mengembangkan sebuah strategi.
Strategi bersaing di dalam kompetisi pendidikan harus dilakukan secara
sistematis dan terencana. Langkah langkah strategi bersaing yang dapat dilakukan
lembaga pendidikan antara lain:
1. Lembaga pendidikan harus mengetahui pangsa pasarnya.
Masyarakat secara umum terbagi menjadi tiga kelompok utama secara
ekonomi, yaitu:
1. Kelompok masyarat tidak mampu
2. Kelompok masyarakat menengah
3. Kelompok masyarakat mampu
Kelompok masyarakat tidak mampu, sangat peka terhadap biaya
pendidikan, sehingga golongan ini memilih lembaga pendidikan mendasarkan pada
kemampuan ekonomi keluarga. Mereka cenderung berpikir rasional mendasarkan
pada kemampuan ekonomi, sehingga faktor kualitas adalah alas an berikutnya.
Kelompok masyarakat menengah, cenderung bersifat situasional dan mereka
berasumsi jika pendidikan berkualitas sangat penting, namun mereka relative masih
rasional di dalam melihat besaran biaya pendidikan yang harus dibayar sehingga
cenderung berhati-hati di dalam memilih lembaga pendidikan yang menurut mereka
cukup baik. Kelompok terakhir adalah kelompok masyarakat mampu, mereka
cenderung menutup mata terhadap biaya pendidikan yang harus ditanggung dengan
alasan kualitas. Kelompok ini tidak peka terhadap masalah biaya pendidikan dan
cenderung memilih lembaga yang telah teruji, terkenal, dan faktor unggul lainnya.
Lembaga pendidikan perlu melihat pagsa pasarnya sehingga mereka perlu
tahu komsumsi lembaganya termasuk sumber dana pendidikan yang diperlukan.
Lembaga yang memiliki pangsa pasar golongan tidak mampu, tentu perlu mencari
sumber dana alternatif guna mencukupi operasional lembaganya. Sumber dana
alternatif dapat diperoleh dari donator, layanan, atau sumber lainnya. Jika lembaga
dengan pangsa pasar demikian tidak mampu menggali sumber dana alternatif dapat
dipastikan mereka akan mengalami kesulitan untuk berkembang. Lembaga
pendidikan dengan pangsa pasar golongan menengah, relative memiliki sedikit

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


11

keleluasaan di dalam memperoleh sumber pendanaan. Alternatif yang dapat


dilakukan adalah melalui subsidi silang dan penggalian dana dari sumber lainnya.
Lembaga pendidikan dengan pengsa pasar golongan mampu tidak mengalami
masalah pendanaan, mereka memiliki keleluasaan sehingga dapat berkembang
secara maksimal karena dukungan kepercayaan yang tinggi.
2. Strategi differensiasi
Langkah ini dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan potensi lembaga
pendidikan. Lembaga pendidikan yang berhasil karena mereka memiliki
keunggulan dibandingkan dengan lembaga lainnya, keunggulan tersebut antara lain
dalam hal:
1. Kurikulum dan program pendidikan
2. Fasilitas
3. Kemudahan akses
4. Proses pendidikan
5. layanan
6. Paska layanan pendidikan
Lembaga pendidikan yang berhasil berkembang dengan baik, antara lain
disebabkan oleh faktor faktor tersebut. Semakin banyak aspek yang dimiliki tentu
akan memperkuat struktur lembaga pendidikan secara maksimal. Pada sisi lain
pemerintah sebaiknya memberikan regulasi terkait pengelolaan pendidikan
sehingga tidak menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Jika dibiarkan maka
posisi masyarakat tidak memiliki bargaining power sehingga mereka akan dijajah
oleh lembaga pendidikan dan terpaksa mengikutinya secara emosional.
3. Diversifikasi
Langkah ini merupakan tindakan untuk mengembangkan lembaga
pendidikan dengan cara perluasan layanan dan upaya peningkatan secara
berkelanjutan. Diversifikasi yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan,
meliputi:
1. Menambah jenis layanan yang diberikan kepada masyarakat
2. Perluasan pangsa pasar, misalnya dengan membuka lembaga pendidikan
ditempat lainnya tetapi melalui upaya peningkatan jenis layanan dan
penyesuaian dengan kultur setempat.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


12

Upaya diversifikasi yang paling kentara terletak pada perluasan pangsa


pasar dengan mengedepankan pada jenis layanan yang memuaskan masyarakat dan
berkesinambungan.
4. Mengelola Inovasi
Langkah ini dilakukan untuk menjaga persaingan secara maksimal. Inovasi
harus dilakukan secara terus menerus, inovasi di dalam lembaga pendidikan antara
lain dalam hal:
1. Program pendidikan
2. Media pembelajaran
3. Metode pembelajaran
4. Sumber belajar
5. Pengelolaan lembaga
Inovasi saat ini merupakan sebuah keharusan, lembaga pendidikan yang
tidak mampu melakukannya akan semakin tertinggal. Masalahnya tidak semua
lembaga pendidikan di semua jenjang pendidikan mampu melakukannya. Lembaga
pendidikan yang sehat persentasenya tidaklah terlalu banyak sehingga persaingan
yang terjadi akan membentuk tiga kluster utama, yaitu:
1. Lembaga pendidikan besar
2. Lembaga pendidikan menengah, dan
3. Lembaga pendidikan kecil
Lembaga pendidikan besar bukan semata dilihat dari ukurannya, namun
antara lain dari kerjasama antar lembaga dan subsidi silang antar cabang yang
disinyalir memperkuat struktur lembaga tersebut. Pada lembaga pendidikan
menengah dan kecil cenderung memiliki keterbatasan, sehingga mereka tidak selalu
siap mengantisipasi perkembangan dan persaingan yang semakin terbuka
5. Mengelola Kultur Organisasi
organisasi lembaga pendidikan sangat menentukan kemajuan sebuah lembaga,
termasuk dalm hal ini adalah lembaga pendidikan. Organisasi lembaga pendidikan
yang sehat terlihat dari dinamis dan utuhnya sebuah lembaga sehingga mereka
memiliki kesatuan langkah untuk menuju kemajuan dan mampu bersaing dengan
kompetitor lainnya. Organisasi yang sehat pada sebuah lembaga antara lain
ditentukan oleh kepemimpinan yang baik. Salah satu bentuk kepemimpinan yang

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


13

tepat untuk sebuah organisasi pendidikan untuk menghadapi persaingan adalah


kepemimpinan strategis. Hitt,dkk (2002: 193) menyarankan bentuk kepemimpinan
strategis yang efektif sebagai berikut:

Selanjutnya Hitt,dkk (2002: 238) menekankan tiga pendekatan untuk


memproduksi dan mengelola inovasi yaitu:
1. Usaha internal lembaga(internal corporate venturing)
2. Aliansi strategis
3. Akuisisi, baik secara langsung maupun investasi tidak langsung.
Perilaku strategis yang dimotivasi merupakan dua proses dari usaha
internal lembaga. Perilaku strategis otonom merupakan proses bawah-atas yang
digunakan untuk memfasilitasi jasa inovatif. Perilaku strategis yang dimotivasi
merupakan perilaku atas-bawah yang melaluinya, strategi dan struktur lembaga
memfasilitasi proses atau inovasi yang berkaitan dengan mereka.
Kepemimpinan lembaga pendidikan memerlukan sebuah pendekatan yang
berbeda dibandingkan dengan dunia industri. Warna kepemimpinan tercermin dari
organisasi pendidikan dan kinerjanya termasuk prestasi dan tingkat eksis sebuah
lembaga pendidikan, sehingga pemimpin yang professional akan semakin
menentukan. Kultur organisasi lembaga pendidikan yang baik akan membawa
kemajuan pada dimensi yang lebih luas sehingga mampu bersaing secara nyata.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


14

6. Mengelola Perubahan
Terdapat beberapa hal yang perlu dikelola menyangkut perubahan ini
supaya organisasi dapat berkembang dengan baik, yaitu:
1. Perubahan pangsa pasar lembaga pendidikan
2. Perubahan budaya organisasi pendidikan
3. Perubahan tantangan dengan lembaga lainnya
Berbagai perubahan harus disikapi secara professional sehingga sebuah
lembaga dapat eksis, terlebih persaingan semakin ketat dan membutuhkan inovasi
dalam berbagai hal. Lembaga pendidikan memiliki kekhususan dalam hal input dan
prosesnya karena produknya pun berbeda dengan produksi pabrik sehingga sangat
spesifik dan unik. Mengelola perubahan harus dimulai dari dalam organisasi
lembaga pendidikan sehingga mampu bersaing ke luar dengan baik. Ketika di
dalam organisasi tidak sehat, maka organisasi lembaga pendidikan hampir dapat
dipastikan akan semakin tertinggal dan tidak mampu bersaing. Perubahan yang
paling sulit diantisipasi menyangkut internal movement yang kadang tidak solid
sehingga kebersamaan di dalam kemajuan organisasi.

2.5 Implementasi Kebijakan Divestasi di Lembaga Pendidikan


Keberhasilan kegiatan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya seperti kurikulum, metode belajar mengajar, guru, serta sarana dan
prasarana pendidikan. Untuk mempelancar proses pencapaiaan tujuan pendidikan
perlu didukung oleh beberapa sumber daya yang ada baik manusia maupun materil.
Sementara itu, pendidikan dihadapkan pada beberapa maslah, seperti peningkatan
kualitas pendidikan, anggaran pendidikan dan sumber daya manusia yang
profesional.
Tenaga kependidikan dituntut mampu menjalankan fungsi pendidikan
dengan baik. Pemimpin atau manajer harus mampu mempengaruhi, mengarahkan,
membimbing dan mengendalikan perilaku para tenaga pendidikan yang terlibat
dalam penyelenggaraan pendidikan agar mau dan mampu menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya secara profesional sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Pemimpin dalam sebuh pendidikan sangat penting,
menjadi seorang pemimpin harus memiliki wawasan keilmuan dan memiliki

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


15

jaringan yang luas. Hal itu sebagai modal dalam mengembangkan pendidikan agar
lebih maju.
Divestasi dianggap menjadi strategi yang dapat digunakan oleh lembaga
pendidikan untuk mempertahankan lembaganya, yaitu dengan cara pengurangan
aset lembaga pendidikan untuk memenuhi kepentingan maupun keuangan lembaga
ini dan melakukan penyatuan antara satu lembaga dengan lembaga pendidikan lain,
yang manfaatnya untuk mendapatkan keuntungan bagi kedua lembaga tersebut.
Menurut Flickinger terdapat dua alasan dilakukannya divestasi oleh sebuah
organisasi yaitu Meningkatkan efisiensi; dan Peningkatan pengelolaan Investasi.
Fokus divestasi adalah mengarah pada peningkatan efisiensi investasi dengan
mengurangi kemungkinan untuk menyimpan alokasi investasi dalam sebuah
organisasi.
1. Manajemen Aset Sekolah
Manajemen aset didefinisikan sebagai sebuah proses pengelolaan
aset (kekayaan) lembaga pendidikan baik berwujud dan tidak berwujud
yang memiliki nilai ekonomis, nilai komersial, dan nilai tukar, serta mampu
mendorong tercapainya tujuan. Secara umum, siklus pengelolaan aset
adalah tahapan yang harus dilalui dalam manajemen aset.
Pengelolaan aset kekayaan pada lembaga pendidikan sangat
dibutuhkan, karena setiap lembaga pasti memiliki kekayaan dan
menginginkan pemeliharaan, penjagaan dan pengembangan nilai
kekayaannya untuk memenuhi kebutuhannya. Masih banyak lembaga
pendidikan yang belum menyadari pentingnya pengelolaan aset atau
kekayaan lembaga, bahkan ada beberapa yang belum mengetahui kekayaan
lembaganya. Hal tersebut menyebabkan lembaga tidak mampu secara
maksimal mendayagunakan sumber dananya untuk membiayai kebutuhan
lembaganya.
Aset sekolah terdiri dari dua macam yaitu aset tidak bergerak
(prasarana) dan aset bergerak (sarana). Aset tidak bergerak (prasarana)
meliputi lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instansi daya dan jasa yang
wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah. Aset bergerak (sarana)
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


16

belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan


lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
Menurut Barnawi dan M. Arifi (2014: 48-49) Kegiatan manajemen
sarana dan prasarana di awali dengan perencanaan, dengan tujuan untuk
mengetahui apa saja yang dibutuhkan di sekolah nantinya. Selanjutnya
adalah pengadaan merupakan serangkaian kegiatan menyediakan macam-
macam jenis sarana dan prasarana sesuai dengan apa yang direncanakan dari
awal. Ketiga ialah pengaturan, meliputi kegiatan inventarisasi,
penyimpanan, dan pemeliharaan. Selanjutnya penggunaan, merupakan
pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses
pendidikan. Proses ini tidak luput dari perhatian prinsip efektif dan
efesiennya, terakhir yakni proses Penghapusan yakni penghapusan sarana
dan prasarana dari daftar inventaris.
Ketika melakukan inventaris perlengkapan, kemungkinan juga
ditemukan beberapa perlengkapan pendidikan yang jumlahnya berlebihan
sehingga tidak digunakan lagi, dan barang-barang yang kuno yang tidak
sesuai dengan situasi. Apabila semua perlengkapan tersebut tetap dibiarkan
atau disimpan, antara biaya pemeliharaan dan kegunaannya secara teknis
dan ekonomis tidak seimbang. Oleh karena itu semua barang atau
perlengkapan perlu dilakukan divestasi. Divestasi/penghapusan sarana
prasarana merupakan proses yang terakhir dalam manajemen sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah, oleh karena itu harus mempertimbangkan
alasan-alasan normatif tertentu dalam pelaksanaannya.
Menurut Matin dan Nurhattati Fuad (2016:55) menyatakan bahwa
Divestasi sarana dan prasarana pendidikan adalah merupakan proses
kegiatan yang bertujuan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sarana
dan prasarana pendidikan dari daftar inventaris barang, karena sarana dan
prasarana tersebut sudah dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang
diharapkan terutama untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran di
sekolah.
Menurut Ibrahim Bafadal (2008:62) bahwa pengahapusan secara
definitif adalah kegiatan meniadakan barang-barang milik lembaga (bisa

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


17

juga sebagai milik Negara) dari daftar inventaris dengan cara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya dikemukakan, Divestasi sebagai salah satu aktivitas
pengelolaan sarana pendidikan mempunyai tujuan untuk:
1) Mencegah atau membatasi kerugian yang lebih besar sebagai
akibat pengeluaran dana untuk pemeliharaan atau perbaikan
sarana yang rusak.
2) Mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan
perlengkapan yang tidak berguna lagi.
3) Membebaskan lembaga dari tanggung jawab pemeliharaan dan
pengamanan.
4) Meringankan beban inventarisasi.
Kepala sekolah memiliki wewenang untuk melakukan Divestasi,
Namun sarana yang akan dihapus harus memenuhi syarat- syarat Divestasi.
Kemudian Ibrahim Bafadal menyatakan mengenai syarat-syarat Divestasi
sarana di sekolah adalah barang- barang:
1) Dalam keadaan rusak berat sehingga tidak dimanfaatkan lagi,
2) Tidak sesuai dengan kebutuhan,
3) Kuno, yang penggunaannya tidak sesuai lagi,
4) Terkena larangan,
5) Mengalami penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang,
6) biaya pemeliharaannya tidak seimbang dengan kegunaannya,
7) Berlebihan, tidak digunakan lagi,
8) Dicuri,
9) Diselewengkan, dan
10) Terbakar atau musnah akibat adanya bencana alam.
Dijelaskan juga prosedur penghapusan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di indonesia, langkah penghapusan
perlengkapan pendidikan sekolah seperti, SLTP dan SMU yaitu:
a. Kepala sekolah bisa dengan menunjuk seseorang untuk
mengelompokkan perlengkapan yang akan dihapus dan

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


18

meletakkannya ditempat yang aman dan tetap berada didalam


lingkungan sekolah.
b. Menginventarisasi perlengkapan yang akan dihapus tersebut
dengan cara mencatat jenis barang, jumlah dan tahun pembuatan
perlengkapan tersebut.
c. Kepala sekolah mengajukan usulan penghapusan barang dan
pembentukan panitia penghapusan, yang dilampiri dengan adanya
data barang yang rusak ke Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota
atau Kabupaten.
d. Setelah SK penghapusan dari Kantor Dinas Pendidikan Nasional
Kota atau Kabupaten terbit selanjutnya panitia penghapusan segera
bertugas, memeriksa kembali barang yang rusak berat, dan
biasanya dengan membuat berita acara pemeriksaan.
e. Begitu selesai melakukan pemeriksaan, panitia mengusulkan
penghapusan barang-barang yang sudah terdaftar di dalam berita
acara. Biasanya juga perlu adanya pengantar dari dari kepala
sekolahnya. Usulan itu lalu diteruskan ke kantor pusat Jakarta.
f. Setelah surat keputusan penghapusan dari Jakarta datang, bisa
segera dilakukan penghapusan terhadap barang tersebut. Dan ada
dua kemungkinan dalam penghapusan , yaitu dimusnahkan atau
dilelang. Apabila melalui lelang yang berhak melelang adalah
kantor lelang setempat, sedangkan hasilmya menjadi milik negara.
Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Kependidikan
Nasional menguraikan cara-cara dan proses penghapusan sarana dan
prasarana pendidikan, sebagai berikut:
a. Penghapusan barang inventarisasi dengan lelang, Yaitu dengan
menghapus dengan menjual barang-barang sekolah melalui Kantor Lelang
Negara. Dengan proses:
1) Pembentukan panitia penjualan oleh Kepala Dinas Pendidikan.
2) Melaksanakan sesuai prosedur lelang.
3) Megikuti acara pelelangan.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


19

4) Pembuatan Risalah Lelang oleh Kantor Lelang dengan


menyebutkan banyaknya nama barang, keadaan barang yang
dilelang.
5) Pembayaran uang lelang yang disetorkan ke Kas Negara
selambat-lambatnya 3 hari.
6) Biaya lelang dan lainnya dibebankan kepada pembeli.
7) Dengan perantara panitia lelang melaksanakan penjualan
melalui kantor lelang negara dan menyetorkan hasilnya ke Kas
Negara setempat.
b. Penghapusan barang inventaris dengan pemusnahan
Penghapusan jenis ini adalah penghapusan barang inventaris yang
dilakukan dengan memperhitungkan faktor-faktor pemusnahan ditinjau dari
segi uang. Oleh karena itu penghapusan dibuat dengan perencanaan yang
matang dan dibuat surat pemberitahuan kepada atasan dengan menyebutkan
barang-barang yang akan disingkirkan. Prosesnya yaitu:
1) Pembentukan panitia penghapusan oleh Kepala Dinas Pendidikan.
2) Sebelum barang dihapuskan perlu dilakukan pemilihan barang yang
dilakukan tiap tahun bersama dengan waktu memperkirakan
kebutuhan.
3) Panitia melakukan penelitian barang yang akan dihapus.
4) Panitia membuat berita acara.
5) Setelah mengadakan penelitian secukupnya barang yang akan
diusulkan untuk dihapuskan sesuai Surat Keputusan dan disaksikan
oleh pejabat pemerintah setempat dan kepolisian, pemusnahannya
dilakukan oleh unit kerja yang bersangkutan dengan cara dibakar,
dikubur, dan sebagainya.
6) Menyampaikan berita acara kepada atasan (menteri) sehingga
dikeluarkan keputusan penghapusan.
7) Kepala sekolah selanjutnya menghapuskan barang tersebut dari
buku induk dan buku golongan inventaris dengan menyebut No dan
tanggal SK penghapusan.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


20

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa


penghapusan sarana dan prasarana adalah proses kegiatan yang bertujuan
untuk meniadakan (menghilangkan) barang atau sarana dari daftar
inventaris karena sarana dan prasarana tersebut sudah dianggap tidak
berfungsi sebagaimana yang diharapkan terutama dalam kepentingan
pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, penghapusan dibuat dengan
perencanaan yang matang dan dibuat surat pemberitahuan kepada atasan
dengan menyebutkan barang-barang apa yang akan di hapus dari daftar
inventarisasi, dan dengan syarat-syarat dan prosedur yang mengikuti
perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Keberhasilan kegiatan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya seperti kurikulum, metode belajar mengajar, sumber daya
manusia, serta sarana dan prasarana pendidikan. Untuk mempelancar proses
pencapaiaan tujuan pendidikan perlu didukung oleh beberapa sumber daya
yang ada baik manusia maupun materil. Sementara itu, pendidikan
dihadapkan pada beberapa masalah, seperti peningkatan kualitas
pendidikan, anggaran pendidikan dan sumber daya manusia yang
profesional.
Pengelolaan sumber daya manusia yang berada pada suatu lembaga
pendidikan sangat penting untuk memperbaiki mutu pendidikan. Pandemi
Covid-19 menyebabkan peserta didik mengalami learning loss. Oleh karena
itu kurikulum merdeka merupakan salah satu kurikulum yang disarankan
oleh menteri pendidikan saat ini untuk mengatasi learning loss yang terjadi
saat ini. Kurikulum merdeka fokus pada materi essensial dan juga
penggabungan mata pelajaran atau bahkan penghapusan jurusan tertentu.
peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
Pengelolaan pendidik dan tenaga pendidikan dengan lebih
memanfaatkan dan memberdayakan keahlian sumber daya pendidik dan
tenaga kependidikan yang sudah ada di sekolah tersebut. Sehingga dapat
menghemat anggaran daripada untuk membayar pihak lain. Dan juga

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


21

mendukung guru di sekolah Negeri untuk menjadi ASN sehinga lembaga


pendidikan akan lebih menghemat anggaran pembayararan honorium.
Selain itu, Lembaga pendidikan dapat melakukan devistasi pada
program program yang ada di sekolah dengan cara mengelola program
program yang ada di sekolah yang dirasa sudah tidak efektif dan
memberikan manfaat bagi sekolah.
3. Merger/Regrouping Sekolah
Peningkatan sumber daya manusia searah dengan upaya yang telah
dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah yaitu dengan
menerapkan kebijakan merger atau penggabungan sekolah. Masyarakat
umum bisa mengenal dengan istilah merger. Selain dikenal dengan istilah
merger. Regrouping merupakan suatu penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan. Budiono (2011:2) menjelaskan bahwa, sebenarnya isu
kebijakan regrouping sekolah sudah lama diarahkan oleh pemerintah
melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan surat No.
421.2/2501/Bangda/1998 yaitu mengenai Pedoman Penggabungan
(Regrouping) Sekolah Dasar. Tujuan regrouping tersebut adalah untuk
mengatasi permasalahan kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu,
efisiensi biaya bagi perawatan sekolah. Seiring perkembangan waktu tidak
hanya sekolah dasar saja yang menerapkan regrouping, namun sekolah
menengah juga turut serta mengikuti kebijakan tersebut.
Pembiayaan pendidikan, terutama anggaran untuk pendidikan dasar
negeri, sebagian besar masih bergantung pada pemerintah pusat. Sementara
itu, masalah utama dalam pembiayaan pendidikan di Indonesia terletak pada
keterbatasan anggaran. Jumlah sekolah yang melebihi kapasitas, terutama
sekolah-sekolah tidak produktif dapat menyita anggaran untuk
operasionalnya terutama untuk pemeliharaan gedung sekolah. Seharusnya,
anggaran untuk sekolah yang tidak produktif dapat dialihkan untuk usaha
peningkatan kualitas pendidikan. Hal tersebut, mengindikasikan bahwa
dalam pengelolaan dana pendidikan tidak efisien.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


22

Prioritas pada mutu memberikan konsekuensi kepada pemerintah


untuk melakukan usaha yang terus menerus yang membutuhkan anggaran
yang tidak sedikit. Dalam kondisi seperti ini diperlukan perinsip ekonomi
di mana untuk memperoleh hasil yang maksimal diperlukan pengorbanan
tertentu, karena pada hakikatnya, Goertz (Tilaar, 2008: 268)
mengemukakan bahwa “kebijakan pendidikan berkaitan dengan efisiensi
dan efektivitas anggaran pendidikan”.
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang berlandaskan pada
efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan, pemerintah mencanangkan
kebijakan regrouping terutama untuk sekolah dasar. Kata regrouping
merupakan kata lain dari merger/penggabungan. Kata merger lebih dikenal
di dalam dunia bisnis. Merger sangat lekat dengan badan usaha terutama
badan usaha profit. Merger pada awalnya merupakan salah satu usaha
pengembangan dan pertumbuhan perusahaan yang dapat dilakukan dengan
cepat. Selain itu, merger merupakan salah satu alternatif untuk investasi
modal dan pertumbuhan modal secara internal atau organisasi. Merger
dilakukan dengan menggabungkan dan membagi sumber daya yang dimiliki
perusahaan untuk mencapai tujuan bersama.
Merger/penggabungan badan usaha dapat diterapkan di dalam dunia
pendidikan. Merger/penggabungan dalam dunia pendidikan lebih berkaitan
dengan perampingan jumlah sekolah. Jumlah sekolah yang cukup banyak
dengan jumlah siswa yang kurang memadai berdasarkan standar nasional
mengakibatkan pemborosan pembiayaan pendidikan. Untuk itu, pemerintah
mengupayakan alternatif perampingan sekolah dengan regrouping.
Konsep dasar penggabungan sekolah (merger sekolah) yang
dilandasi payung hukum yaitu Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
No.060/U/2002 tentang pedoman pendirian sekolah yang menjelaskan
mengenai pengintergrasian sekolah dilakukan dengan persyaratan berikut :
(a) penyelenggara sekolah tidak mampu menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran;
(b) jumlah peserta didik tidak memenuhi persyaratan;
(c) sekolah yang diintegrasikan harus sesuai jenjang dan jenisnya;

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


23

(d) jarak antar sekolah yang diintegrasikan saling berdekatan atau


berada dalam satu wilayah.
Pasal 24 dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
060/U/2002 menyebutkan indikator sebuah sekolah yang dinilai layak untuk
digabungkan. Jika sebuah sekolah memenuhi keempat syarat tersebut, maka
sekolah tersebut layak untuk digabungkan atau di lebur kedalam satu
sekolah. Meskipun terdapat kriteria yang harus dipenuhi, dalam
pelaksanaan regrouping masih dapat mempertimbangkan pertimbangan
khusus pejabat yang berwenang.
Implementasi kebijakan regrouping di lembaga pendidikan :
1. Penentuan Sekolah Sasaran Regrouping
Penentuan sekolah sasaran regrouping dapat dipandang melalui dua
sudut, pertama kebijakan ini secara birokrasi bersifat botoom up di mana
sekolah yang mengusulkan untuk diregroup. Kebijakan yang dilaksanakan
dengan pendekatan botoom up akan memberikan keuntungan bagi Dinas
terkait karena dapat meminimalisir konflik yang timbul dari penolakan oleh
kelompok sasaran karena usulan diberikan langsung oleh sekolah.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah kendala waktu, di dalam
implementasinya membutuhkan waktu dan proses yang panjang agar
kelompok sasaran mau untuk melaksanakan kebijakan.
Penilaian dari sisi kebijakannya dapat dikatakan kebijakan ini bersifat
top down di mana Dikbudpora telah memiliki sekolah sasaran untuk
program regroup, kemudian sekolah yang bersangkutan mendapatkan
sosialisasi untuk mau diregroup. Komunikasi dan pendekatan yang baik
dilakukan oleh tim guna memberikan pemahaman yang lebih bagi
kelompok sasaran sehingga pemahaman kelompok sasaran menjadi terbuka.
Upaya mengimplementasikan kebijakan regrouping, terlebih dahulu
melakukan kegiatan pendataan sekolah-sekolah, kemudian dilakukan
pemetaan sekolah-sekolah yang tidak layak untuk beridir sendiri sesuai
kriteria, yaitu: jumlah siswa kesseluruhan kurang dari 120; tidak memenuhi
kuota 1: 20; jarak antar sekolah tidak lebih dari 3 km, jalan menuju sekolah
dari masyarakat mudah dilalui.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


24

Pemetaan ini dilakukan oleh tim penggabungan kecamatan dan tim


penggabungan kabupaten. Hasil dari pemetaan ini merupakan sekolah yang
menjdi sasaran untuk program regrouping. Setelah mengantongi nama-
nama sekolah yang masuk dalam sasaran program regrouping, langkah
selanjutnya yang ditempuh adalah sosialisasi kebijakan.
Sosialisasi yang dilakukan ditujukan untuk mendapatkan dukungan dari
masyarakat atas kebijakan regrouping yang akan diimlementasikan. Pihak-
pihak yang terlibat dalam sosialisasi kebijakan ini adalah kepal sekolah,
guru, komite sekolah, orang tua wali, kepala desa beserta jajarannya, tokoh
masyarakat, tidak lupa pula unsur utama pelaksana sosialisasi yaitu Dinas
Terkait .
Kegiatan sosialisasi ini dilakukan dengan memberikan penjelasan bagi
kelompok sasaran tentang landasan diberlakukannya kebijakan regrouping
dan alasan-alasan logis sekolah sasaran masuk ke dalam kebijakan
regrouping sekolah oleh tim penggabungan sekolah baik kabupaten maupun
kecamatan. Selanjutnya, tim penggabungan sekolah mendengarkan
keinginan dan pendapat dari kelompok sasaran sehingga keputusan yang
diambil merupakan keputusan yang terbaik.
Dengan penggunaan dua jenis metode komunikasi tersebut,
memberikan hasil positif bagi kebijakan regrouping yang akan
diimplementasikan, yakni pencapaian kesepakatan. Komunikasi yang
dilakukan oleh tim penggabungan sekolah baik kabupaten maupun
kecamatan, akan menimbulkan reaksi di kalangan kelompok sasaran dan
masyarakat yang berkepentingan. Reaksi yang timbul kebanyakan
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri
Masyarakat kelompok sasaran yang kebanyakan berprofesi sebagai
petani terkadang belum begitu memahami akan tuntutan mutu pendidikan.
Bagi mereka sekolah hanyalah pemenuhan kebutuhan semata, sehingga
terkadang penolakan-penolakan akan kebijakan regrouping tersebut
muncul. Untuk itu, kemampuan komunikasi yang baik harus dimiliki tim
penggabungan sekolah dalam proses sosialisasi.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


25

Fokus utama dari sosialisasi kebijakan regrouping sekolah adalah


tercapainya suatu keputusan yang berkaitan dengan nasib sekolah sasaran.
Keputusan regrouping sekolah di Dinas Pendidikan terkaitan biasa
dilakukan dengan pengambilan suara mayoritas saat sosialisasi.
Pengambilan suara maoritas akan lebih memudahkan dalam pencapaian
keputusan tanpa menimbulkan masalah baru yang menyertai.
2. Perencanaan
Perencanaan kebijakan regrouping sekolah dilakukan dengan
memperhitungkan secara matang segala sesuatu yang harus dikerjakan
untuk pencapaian tujuan regrouping. Secara umum kegiatan pertama yang
dilakukan dinas terkait dalam upaya regrouping sekolah selalu diawali
dengan pendataan sekolah-sekolah. Langkah selanjutnya dengan
melakukan pemetaan sekolah berdasarkan juklak dan juknis yang tersedia
yakni peraturan bupati tentang regrouping. Selanjutnya, melalui langkah
yang teramat penting yakni sosialisasi untuk menentukan keputusan bagi
sekolah yang masuk ke dalam pemetaan regrouping. Setelah tercapai
keputusan, penataan bagi peserta didik, tenaga pendidik, sarana prasarana,
sekolah induk, dan komite sekolah menjadi agenda selanjutnya. Tahap
terakhir yang akan dilakukan adalah eksekusi rencana yang telah dibuat
yakni menggabungkan dua sekolah menjadi satu sekolah. Kegiatan-
kegiatan tersebut akan dilakukan kembali pada kebijakan regrouping
sekolah pada periode selanjutnya.
3. Pengorganisasian
Dinas terkait dalam rangka mendukung ketercapaian implementasi
kebijakan regrouping, memiliki suatu tim kerja Berdasarkan data di
lapangan, tim ini terdiri dari beberapa jenjang, jenjang pertama yakni berada
di tingkat kabupaten, jejang kedua berada pada tingkat kecamatan, jenjang
ketiga tim berada di sekolah. Tim penggabungan sekolah dibentuk dan
ditetapkan oleh kepala pemerintahan, pada tingkat kabupaten yang
berwenang yaitu bupati, pada tingkat kecamatan yang berwenang camat,
pada tingkat sekolahan lebih kepada keputusan kepala sekolah. Penetapan
tim penggabungan sekolah dibuktikan dengan adanya SK tim

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


26

penggabungan sekolah. SK tersebut berfungsi sebagai pedelegasian


wewenang dan tanggung jawab dari kepala pemerintahan kepada tim untuk
melaksanakan penggabungan sekolah.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan penggabungan dilakukan berdasarkan asas demokrasi.
Persetujuan utama penggabungan diperoleh dari pihak sekolah sasaran.
Pelaksanaan penggabungan sekolah baru dilaksanakan ketikan SK
regrouping telah diterbitkan oleh pemerintah kabupaten.
5. Monitoring
Fokus monitoring program regrouping sekolah dasar yang bertujuan
menjaga kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan
sasaran dilakuka pada saat komunikasi dengan pihak sekolah sasaran
selama proses penentuan sekolah peserta regrouping. Hal utama yang
dilakukan oleh tim penggabungan sekolah adalah memberikan motivasi
agar tujuan penggabungan sekolah dapat tercapai.

6. Evaluasi
Evaluasi program regrouping menujukkan ketercapain tujuan dari
program regrouping. Pemenuhan standar minimal pendidikan dapat

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


27

terpenuhi, efisiensi pembiayaan pendidikan dapat tercapai, efektivitas


penyelenggaraan pendidikan tercapai, dan mutu pendidikan meningkat.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


28

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


29

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dunia pendidikan harus dikelola secara professional, karena semakin
ketatnya persaingan dalam lembaga pendidikan. Jika lembaga pendidikan dikelola
seadanya maka akan tertinggal. Keberhasilan kegiatan pendidikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, di antaranya seperti kurikulum, metode belajar mengajar, sumber
daya manusia, serta sarana dan prasarana pendidikan. Untuk mempelancar proses
pencapaiaan tujuan pendidikan perlu didukung oleh beberapa sumber daya yang
ada baik manusia maupun materil. Sementara itu, pendidikan dihadapkan pada
beberapa masalah, seperti peningkatan kualitas pendidikan, anggaran pendidikan
dan sumber daya manusia yang profesional.
Lembaga pendidikan harus bisa survive dalam menghadapi perkembangan
zaman dimana pada era ini terjadi perubahan yang sangat cepat dalam berbagai
bidang kehidupan umumnya, dan khususnya dalam bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan. Untuk itu maka dunia pendidikan perlu menyiapkan sumber daya
manusia, yang memiliki keahlian agar tetap survive di era ini, yaitu: (1) kemampuan
berfikir kritis dan kemauan bekerja keras, (2) kreativitas, (3) kalaborasi, (4)
pemahaman antar budaya, (5) komunikasi, (6) mengopersikan komputer, (7)
kemampuan belajar secara mandiri.
Keberhasilan kegiatan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya seperti kurikulum, metode belajar mengajar, guru, serta sarana dan
prasarana pendidikan. Untuk mempelancar proses pencapaiaan tujuan pendidikan
perlu didukung oleh beberapa sumber daya yang ada baik manusia maupun materil.
Sementara itu, pendidikan dihadapkan pada beberapa masalah, seperti peningkatan
kualitas pendidikan, anggaran pendidikan dan sumber daya manusia yang
profesional.
Menurut teori survival strategy yang dikembangkan oleh Suckhurgbh
(2008: 9) tentang Survival of The Human Race yaitu sukses atau keberhasilan yang
dicapai kelompok karena mereka bisa mengorganisir diri (organisation),
berkomunikasi (communication), dan pembaharuan (innovation). Oleh karena itu

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


30

untuk keberhasilan sekolah supaya dapat bertahan hidup di tengah perubahan


zaman yaitu dengan mengorganisir diri (organisation), berkomunikasi
(communication), dan pembaharuan (innovation).
Dari sisi pelaku dunia pendidikan, sekarang ini dituntut untuk lebih
meningkatkan kualitas pendidikan dari segala sisi. Karena sekarang ini persaingan
menjadi semakin ketat dengan tumbuh suburnya lembaga pendidikan di lingkungan
sekitar. Pendidikan saat ini sudah mengarah pada proses industrialisasi. Dunia
pendidikan tidak bisa lagi dianggap sebagai lembaga sosial, tetapi harus
diperlakukan sebagai industri yang harus dikelola secara profesional. Karena
dengan semakin ketatnya persaingan, lembaga pendidikan akan ditinggalkan
konsumen jika dikelola seadanya. Hal tersebut menyebabkan persaingan di dalam
bisnis pendidikan akan semakin ketat, dimana masingmasing instansi pendidikan
baik swasta maupun negeri, instansi pendidikan formal maupun informal berlomba
memberikan produk-produk terbaik mereka. Semakin tingginya tingkat persaingan
dan semakin banyaknya instansi pendidikan yang ada, maka pelanggan memiliki
semakin banyak pilihan untuk menentukan instansi pendidikan yang terbaik bagi
mereka.
Strategi bersaing di dalam kompetisi pendidikan harus dilakukan secara
sistematis dan terencana. Langkah langkah strategi bersaing yang dapat dilakukan
lembaga pendidikan antara lain:
1. Lembaga pendidikan harus mengetahui pangsa pasarnya
2. Strategi differensiasi dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh
lembaga pendidikan.
3. Disverifikasi, tindakan untuk mengembangkan lembaga pendidikan dengan
cara perluasan layanan dan upaya peningkatan secara berkelanjutan.
4. Mengelola Inovasi.
5. Mengelola Kultur organisasi, Organisasi lembaga pendidikan yang sehat
terlihat dari dinamis dan utuhnya sebuah lembaga sehingga mereka
memiliki kesatuan langkah untuk menuju kemajuan dan mampu bersaing
dengan kompetitor lainnya. Komunikasi dan Kepemimpinan strategis
sangat diperlukan disini.
6. Mengelola Perubahan, Berbagai perubahan harus disikapi secara

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


31

professional sehingga sebuah lembaga dapat eksis, terlebih persaingan


semakin ketat dan membutuhkan inovasi dalam berbagai hal. Perubahan
yang paling sulit diantisipasi menyangkut internal movement yang kadang
tidak solid sehingga kebersamaan di dalam kemajuan organisasi.
Kebijakan divestasi dianggap menjadi strategi yang dapat digunakan oleh
lembaga pendidikan untuk mempertahankan lembaganya, yaitu dengan cara
pengurangan aset lembaga pendidikan untuk memenuhi kepentingan maupun
keuangan lembaga ini dan melakukan penyatuan antara satu lembaga dengan
lembaga pendidikan lain, yang manfaatnya untuk mendapatkan keuntungan bagi
kedua lembaga tersebut. Divestasi pada Lembaga pendidikan dapat dilakukan
dengan cara: Manajemen Aset Sekolah, Pengelolaan Sumber Daya Manusia dan
Merger/ Regoruping Sekolah.

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan


32

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Moin. 2010. Merger, Akuisisi dan Divestasi. Edisi 2, Ekonisia, Yogyakarta.

Barnawi dan M. Arifi, Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2014), hlm 48-49.

Ibrahim Bafadal, Manejemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasi, (Jakarta:


Bumi Aksara, 2008).

Matin dan Nurhattati Fuad, Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Konsep
dan Aplikasi, (Jakarta:Rajawali Pers, 2016), hlm. 55.

Michael A.Hitt, R. Duane Ireland, Robert E. Hoskisson. (2002). Manajemen


strategis (terjemahan). Jakarta: Salemba Empat.

Porter, M. E. (2007). Strategi Bersaing: Competitive Strategy. Tangerang: Karisma


Publishing Group.

Syafaruddin, Alwi. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategi Keunggulan


Kompetitif. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Tilaar, H.A.R & Riant Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Kelompok 7 PMP Implementasi Kebijakan Survival dan Divestasi Lembaga Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai