Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN

OLEH:

ASRA INDAH (21177002)


LENTY SUPRIWARDI (21177008)
NANTA MULIA (21177021)
SRIWAHYUNI,S.Pd (21177024)

DOSENPENGAMPUMATAKULIAH:
Prof. Dr. Azwar Ananda, M.A

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN


BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITASNEGERI PADANG
2022

i
KATAPENGANTAR

PujisyukurkamipanjatkankehadiratAllahSWT,karenalimpahanrahmat-Nyamakalah
Landasan Ilmu Pendidikan dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk
memenuhitugasmata kuliahLandasan Ilmu Pendidikan.
Padakesempatankaliini,tidaklupamenyampaikanrasasyukurdanterimakasihkepada
pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini terutama
untukdosenpengampu matakuliahLandasan Ilmu Pendidikan.
Tidak ada yang sempurna didunia ini melainkanAllah SWT, maka makalah ini
puntidakluputdarisegalakekurangandanjauhdarikatasempurna.Olehkarena
itu,kamimengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari
pihakpembaca.Semogamakalahinibermanfaatbagipenulisdanpembaca.Sekalilagikamiucapkan
terimakasih.

Padang,27September2022

Penulis

i
DAFTARISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTARISI...........................................................................................................ii
BABIPENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................2


BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1. Negara dan Pendidikan.................................................................................3
2.2. Sentralisasi dan Desentralisasi......................................................................4
2.3. Pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah...................................................11
BABIIIPENUTUP................................................................................................18
3.1. Kesimpulan.................................................................................................18
3.2. Saran...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia. Pendidikan selalu mengalami perubahan,
perkembangan dan perbaikan sesuai dengan perkembangan di segala bidang kehidupan.
Perubahan dan perbaikan dalam bidang pendidikan meliputi berbagai komponen yang terlibat di
dalamnya baik itu pelaksana pendidikan di lapangan (kompetensi guru dan kualitas tenaga
pendidik), mutu pendidikan, perangkat kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan dan mutu
menejemen pendidikan termasuk perubahan dalam metode dan strategi pembelajaran yang lebih
inovatif. Upaya perubahan dan perbaikan tersebut bertujuan membawa kualitas pendidikan
Indonesia lebih baik.

Sentralisasi merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dan
berfungsi untuk memusatkan seluruh wewenang sejumlah kecil manajer atau yang berada di
posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Dan sentralisasi memiliki kelebihan seperti lebih
mudah untuk menerapkan kebijakan umum dan praktek untuk bisnis dan keseluruhan, mencegah
bagian lain dari bisnis menjadi terlalu mandiri, lebih mudah untuk mengkoordinasikan dan
mengendalikan dari pusat, lebih cepat mengambilan keputusan lebih mudah untuk menunjukan
kepemimpinan yang kuat.

Penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah pelimpahan wewenang kepada
Pemerintahan Daerah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien yang
memiliki fungsi harus meningkatkan motivasi staf, keputusan yang dibuat lebih dekat dengan
pelanggan, konsisten dengan bertujuan untuk menyanjung hirarki, cara yang baik untuk melatih
dan mengembangkan manajemen junior.

1.2. RumusanMasalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
a) Apa definisi dari Negara dan Pendidikan ?
b) Apa definisi dari sentralisasi dan desentralisasi ?
c) Apa kelemahan dan kelebihan dari sentralisasi dengan desentralisasi ?
d) Apa dampak dari penerapan sentralisasi dan desentralisasi ?
e) Bagaimana pendidikan manajemen berbasis sekolah ?
f) Apa prinsip pendidikan manajemen berbasis sekolah ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui definisi dari Negara dan Pendidikan
b) Mengetahui pengertian sentralisasi dan desentralisasi
c) Mengetahui kelemahan dan kelebihan dari sentralisasi dengan desentralisasi
d) Mengetahui dampak dari penerapan sentralisasi dan desentralisasi
e) Mengetahui Pendidikan manajemen berbasis sekolah
f) Apa prinsip pendidikan manajemen berbasis sekolah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Negara dan Pendidikan


Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing Staat (bahasa Belanda dan
Jerman); State (bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis). Istilah Staat mempunyai sejarah
sendiri. Istilah itu mula-mula dipergunakan dalam abad ke- 15 di Eropa Barat.
Anggapan umum yang diterima bahwa kata Staat (state, etat) itu dialihkan dari bahasa
Latin status atau statum. Secara etimologis kata status itu dalam bahasa Latin Klasik
adalah suatu istilah abstrak yang menunjukan keadaan yang tegak dan tetap, atau
sesuatu yang dimiliki sifat-sifat yang tegak dan tegak itu.1 Kata “negara” mempunyai
dua arti. Pertama, negara adalah masyarakat atau wilayah yang merupakan satu
kesatuan politis. Dalam arti ini India, Korea Selatan, atau Brazil merupakan negara.
Kedua, negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata
dan dengan demikianmenguasai wilayah itu. Sementara itu dalam ilmu politik, istilah
“negara” adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan yang
mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-
gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Didalam bukunya Politica Aristoteles merumuskan pandangannya tentang
negara. Menurutnya negara adalan persekutuan dari keluarga dan desa guna
memperoleh hidup yang sebaik-baiknya. Negara yang dimaksud adalah negara hukum
yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut serta dalam
permusyawaratan negara (ecclesia). Yang dimaksud negara hukum ialah negara yang
berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan pada warga negaranya.
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia. Pendidikan selalu mengalami
perubahan, perkembangan dan perbaikan sesuai dengan perkembangan di segala bidang
kehidupan. Perubahan dan perbaikan dalam bidang pendidikan meliputi berbagai
komponen yang terlibat di dalamnya baik itu pelaksana pendidikan di lapangan
(kompetensi guru dan kualitas tenaga pendidik), mutu pendidikan, perangkat
kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan dan mutu menejemen pendidikan termasuk
perubahan dalam metode dan strategi pembelajaran yang lebih inovatif. Upaya
perubahan dan perbaikan tersebut bertujuan membawa kualitas pendidikan Indonesia
lebih baik. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu
pendidikan suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di segala
3
aspek kehidupan manusia. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional,
maupun global (M ulyasa, 2006: 4).Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan
pembelajaran. Belajar menurut Spears dalam Suprijono (2009:2) adalah mengamati,
membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu. Jadi
belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua
situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses
berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, memahami sesuatu
yang dipelajari Dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk dapat mewujudkan
dan menciptakan situasi yang memungkinkan siswa untuk aktif dan kreatif. Proses
belajar adalah suatu proses yang dengan sengaja di ciptakan untuk kepentingan siswa,
agar senang dan bergairah belajar. Guru berusaha menyediakan dan menggunakan
semua potensi dan upaya. M asalah motivasi adalah factor yang penting bagi peserta
didik. Apakah artinya anak didik pergi ke sekolah tanpa motivasi untuk belajar. Hanya
saja motivasi sangat bervariasi dari segi tinggi rendahnya maupun jenisnya. Guna
mewujudkan tujuan itu bukan suatu hal yang mudah. Sehingga sangatlah dibutuhkan
sebuah tekad dari berbagai pihak.

2.2. Sentralisasi dan Desentralisasi

a) Sentralisasi
Sentralisasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan
dipusatkan di pemerintah pusat. Menurut J. In het Veld, kelebihan sentralisasi adalah
menjadi landasan kesatuan kebijakan lembaga atau masyarakat dapat mencegah
keinginan untuk memisahkan diri dari negara dan dapat meningkatkan rasa persatuan
meningkatkan rasa persamaan dalam perundang-undangan, pemerintahan dan
pengadilan sepanjang meliputi kepentingan seluruh wilayah dan lebih mengutamakan
umum daripada kepentingan daerah nya sendiri, golongan atau perorangan, masalah
keperluan umum menjadi beban merata dari seluruh pihak tenaga yang lemah dapat
dihimpun menjadi suatu kekuatan yang besar meningkatkan daya guna dan hasil guna
dalam penyelenggaraan pemerintahan meskipun hal tersebut belum merupakan suatu
kepastian tenaga yang lemah dapat dihimpun menjadi suatu kekuatan yang besar.
Urutan-urutan yang bersifat sentral adalah :
1. Luar Negeri

4
2. Peradilan
3. Hankam
4. Moneter dalam arti mencetak uang maupun menentukan nilai uang.
5. Pemerintahan Umum

Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah dimana seluruh keputusan dan


kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berasda di suatu pemerintah
pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama.
Kelebihan sistem ini adalah dimana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing
pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena
seluruh keputusan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Kelebihan Sentralisasi
 Lebih mudah untuk menerapkan kebijakan umum dan praktek untuk bisnis secara
keseluruhan.
 Mencegah bagian lain dari bisnis menjadi terlalu mandiri.
 Lebih mudah untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan dari pusat.
 Lebih cepat pengambilan keputusan lebih mudah menunjukan kepemimpinan yang kuat.

Kelemahan Sentralisasi
 Manajemen lokal cenderung jauh lebih dekat dengan kebutuhan pelanggan.
 Kurangnya otoritas turun hirarki mungkin mengurangi motivasi manajer.
 Layanan pelanggan tidak mendapat manfaat dari fleksibilitas dan kecepatan dalam
pengambilan keputusan.

Dampak positif dan negatif sentralisasi

1. Segi Ekonomi
Efek positif yang diberikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih
terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur
perekonomian.Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya
dijadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya
masing-masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada pemerintah pusat.

2. Segi Sosial Budaya

5
Perbedaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat dipersatukan
sehingga setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih
menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dimiliki bangsa Indonesia.
Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan sistem ini adalah pemerintah pusat
begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah
pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai
tatanan pemerintahan local yang memiliki keunikan dinamika sosiakl budaya tersendiri,
keadaan ini dalam jangka waktu yng panjang mengakibatkan ketergantungan kepada
pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif local untuk
membangun lokalitasnya.

 Segi keamanan dan Politik


Dampak positif yang dirasakan dibidang politik sebagai hasil penerapan sistem
sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan
yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan dan kebijakaan dikoordinir
seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana
secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.

b) Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah


kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah didasarkan pada :dilihat dari sudut politik, desentralisasi
dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang apda
akhirnya dapat menimbulkan tirani. Penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri
dalam menggunakan hak-hak demokrasi dari sudut teknis organisatoris pemerintahan,
desentralisasi adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang efesien. Pembahasan
tentang desentralisasi akan dibahas secara rinci pada sub bab berikutnya.

1. Implikasi Desentralisasi Pendidikan


Permasalahan dasar pendidikan di indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan
pada setiap jenjang dan satuan pendidikan dasar dan menengah. Sedikitnya ada tiga
faktor utama yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan yang
merata yaitu:
6
a) Faktor pertama, kebijakan penyelenggara pendidikan nasional menggunakan pendekatan
education production function atau input output analisys yang tidak dilaksanakan secara
konsekuen. Pendekatan ini gagal karena kurang memperhatikan proses pendidikan.
b) Faktor kedua penyelenggara pendidikan nasional dilakukan secara birokratif-sentralistik,
sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung
pada keputusan birokratis yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-
kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.
c) Faktor ketiga, peranan serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan sangat minim. partisipasi masyarakat lebih banyak bersifat
dukungan (dana), bukan pada proses pendidikan (pengembalian keputusan, monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas ).
Hal-hal yang menguatkan bahwa pendidkan adalah sebuah “proses” sebagai mana
yang di paparkan H.A.R. Tilaar bahwa dalam perspektif mikro yang dijadikan pusat
perhatian adalah peserta didik dalam proses belajar mengajar. Perserta didik dalam
proses belajar berkaitan dengan tujuan pendidikan, metodologi, evaluasi hasil belajar.
Semua masalah tersebut termasuk dalam sistem pendidikan di sekolah. Kegiatan-
kegiatan tersebut didukung oleh sistem internal, yaitu: Pembuatan kebijakan,
Manajemen, Service. Selanjutnya, keseluruhan sistem tersebut didukung oleh sistem
eksternal yaitu: Budaya, Kekuatan politik, Kondisi ekonomi. Kekuatan pandangan
mikro adalah menempatkan peserta didik sebagai objek utama dalam
menyelenggarakan pendidikan. Kelemahan pandangan mikro adalah seakan-akan
proses pendidikan peserta didik akan menentukan segala-galannya atas suksesnya
sistem pendidikan nasional.
Pendidikan sebagai proses dalam analisis mikro dapat dipahami dalam perspektif
studi kultural. Dalam konteks ini sistem pendidikan merupakan bagian yang terintegrasi
dari sistem budaya, sosial, politik, dan ekonomi sebagai suatu keseluruhan. Dalam
kaitan antar negara,pendidikan merupakan sistem yang terintegrasi dalam sistem
kekuasaan. Kekuatan dalam perspektif ini adalah sistem pendidikan dapat mengubah
tingkah laku seseorang dalam berpikir yang lebih terbuka dan reflektif. Peranan negara
dalam perspektif ini dapat bersifat positif apabila lembaga-lembaga pendidikan
mempunyai kontrol terhadap kekuasaan negara. Dalam kaitanya dengan hal-hal di atas,
menunjukan bahwa peran negara dalam pembangunan pendidikan dalam perspektif
mikro dan mikro menunjukkan proses perubahan yang cukup signifikan. Sebagai
diuraikan H.A.R. Tilaar tentang perubahan peran negara dalam pendidikan.
7
Lebih jauh tentang desentralisasi dan otonomi pendidikan mempunyai makna
sebagai pewujudan penghargaan atas hak dan kewajiban rakyat untuk memutuskan
sendiri pendidikan untuk anak-anaknya. Proses tersebut intinya ialah memberikan
kesempatan pada rakyat untuk mengambil keputusan tetang bentuk, proses, keberadaan
lembaga pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kehidupanya. Dengan kata lain,
desentralisasi dan otonomi pendidikan bertujuan memberdayakan rakyat. Oleh karena
itu, desentralisasi dan otonomi pendidikan mempunyai dua makna, yaitu: pertama,
pengambilan keputusan dari rakyat secara langsung, atau partisipasi dalam mengambil
keputusan. Kedua partisipasi dalam manajemen situasional atau manajemen
kepemimpinan oleh rakyat dalam bidang pendidikan.
Tindakan pemerintah melakukan reorientasi pendidikan langkah strategis bagi
perbaikan mutu pendidikan dasar yang secara legal formal memiliki kekuatan hukum.
Dalam hal ini, pemerintah melalui UU No. 32 dan 33 dan 2004 tentang otonomi daerah
menuntut pembangunan pendidikan dioptimalkan didaerah. Selanjutnya peran bupati
dan walikota diharapkan lebih serius dalam melaksanakan otonomi pendidikan dengan
mengacu pada empat argumen pokok dalam membuat kebijakan pendidikan, yakni : 1)
peningkatan mutu; 2) efisiensi keuangan; 3) efisien administrasi; dan 4) perluasan
/pemerataan. Wewenang paling besar untuk sektor pendidikan sejak dari pra-sekolah
sampai pendidikan menengah atas merupakan urusan pemerintah kabupaten atau kota.
Oleh karen itu, daerah diberi kesempatan membuat grand design yang secara
kontekstual sesuai dangan wilayahnya.
Dengan adanya desentralisasi pendidikan akan memperkuat pemerintah daerah
membangun kapital sosial pada pemerintah daerah. Karena penerapan desentralisasi
pendidikan di indonesia diperkuat dengan adanya undang-undang No. 22 tahun 1999
yang menekankan bahwa wewenang paling besar untuk sektor pendidikan sejak
pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan menengah atas adalah urusan pemerintah
kabupaten atau kota. Undng-undang tersebut diperkuat lagi dengan munculnya  UU No.
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasioanal mengenai kewajiban bagi orang tua
untuk memberikan pendidikan dasar bagi anaknya (pasal 7 ayat 2). Selanjutnya,
kewajiabn bagi masyarakat memberikan dukungan sumber daya dalam penyenggaraan
pendidikan (pasal 9). Demikian juga, tentang pendanaan peendidikan menjadi tanggung
jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah , dan masyarakat (pasal 46 ayat 1). Oleh
karena itu, komitmen bupati walikota sebagai kepala pemerintah kabupaten/kota
terhadap bidang pendidikan akan memberi warna dan corak pendidikan diaerahnya.
8
Kebijakan desentralisasi dan otonomi yang mulai dilaksanakan tahun 2000
membawa konsekuensi besar perubahan pendidikan di indonesia. Dalam kaitanya
dengan perubahan ini, unit-unit di kabupaten dan kota perlu mengembangkan kapasita
merumuskan kebijakan operasional maupun kebijakan yang menjadi wewenangnya.
Dibnyak kasus, kebijakan semacam ini tidak eksplisit, dirumuskan secara jelas.
Sebagai akibatnya desentralisasi pendidikan belum dapat menghasilkan bahwa :
a) Setiap unit dan personil semakin menyadari dan memahami proses kebijakan yang
menjadi urusanya.
b) Pendidik dasar dapat memainkan peranan sentral dalam melaksankan desentralisasi
kehidupan masyarakat.
c) Pentingnya kemitraan, dialog, dan membangun belajar organisasi dalam mencapai tujuan
pendidikan dasar.
d) Pentingnya menyusun panduan dan pengembangan kapasitas unit-unit dan personil di
jajaran pendidikan kabupaten dan kota.
e) Pentingnya mengenali stakeholder pendidikan sedia serat mampu melibatkan mereka
dalam kegiatan dan manejemen pendidikan.
f) Perlunya meningkatkan kesadaran pentingnya membangun masyarakat belajar dengan
kemampuan dialog secara aktif.
Kegagalan kebijakan pendidikan desentralistik dapat diantisipasi dengan
pemahaman terhadap berbagai sumber masalah. Sebagai mana dijelaskan oleh
Chapman dan Mahlck bahwa kegagalan kebijakan pendidikan dari pusat yang gagal
masuk dan dilaksanakan disekolah-sekolah karena berbagai faktor yang menjadi sumber
masalahnya, antara lain:
a) Kebijakan pusat tak dikomunikasikan ke sekolah para kepala sekolah dan guru tak
mengerti bahwa mereka harus mengerjakan hal yang berada dengan sebelumnya.
b) Kebijakan yang telah dikomunikasikan ke sekolah tetapi dalam ungkapan-ungkapan
yang tak jelas sehingga tak tahu apa yang harus mereka lakukan.
c) Tak jarang kepala sekolah dan guru beranggapan bahwa kebijakan dan program-program
itu tak cocok dengan realitas sekolah dan kelas.
d) Para guru dan personal taksiap mengerjakan kebijakan dan praktiknya.
e) Cara-cara dan dukungan untuk menerapkan kebijakan tak mencakupi.
f) Informasi sekolah yang tersedia di departemen tak mencantumkan informasi praktik
pedagogis di tingkat kelas.
g) Sering sekali terjadi interaksi praktik yang positif dan negatif.
9
Dalam kaitanya dengan uraian diatas, bahwa kegagalan kebijakan pendidikan
disebabkan kurang menekankan pada analisis proses.
Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi Pendidikan
Dari beberapa pengalaman di negara lain, kegagalan desentralisasi di akibatkan
oleh beberapa hal:
a) Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya
perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-
gesa.
b) Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan
daerah.
c) Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
d) Sumber daya manusia yang belum memadai.
e) Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
f) Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
g) Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga
melahirkan berbagai persoalan baru, diantaranya:
a) Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antar daerah, antar sekolah, antar
individu warga masyarakat.
b) Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan
jumlah anggaran belanja sekolah akan menurun dari waktu sebelumnya, sehingga akan
menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolah untuk melakukan
pembaruan.
c) Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggaran dialokasikan untuk
menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
d) Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif
berpotensi akan menurunkan pendidikan.
e) Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahami sepenuhnya permasalahan
dan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
f) Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam dikarenakan perbedaan potensi daerah
yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan
kecemburuan sosial.
g) Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.

10
Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut di atas, disentralisasi
pendidikan dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang
ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk
mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu di
perhatikan:
a) Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana
pemersatu bangsa.
b) Masa transisi benar-benar digunakan untuk menyiapkan berbagai hal yang dilakukan
secara garnual dan dijadwalkan setepat mungkin.
c) Adanya komitmen dari pemerintah daerah terhadap pendidikan, terutama dalam
pendanaan pendidikan.
d) Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah
dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
e) Pemahaman pemerintah daerah maupun DPRD terhadap keunikan dan keberagaman
sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama
dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
f) Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa
pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan
pengelolaan aparat birokrat lainnya.
g) Adanya kesiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas
kewenangannya pada pemerintah kabupaten/kota.
Selain dampak negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga telah
membuktikan keberhasilan antara lain:
a) Mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri.
Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut.
b) Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan
pendidikan.
c) Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang
relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.
d) Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan cara menfasilitasi proses belajar mengajar
yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.

2.3 Pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah

11
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari School-Based
Management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada
tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Otonomisasi penyelenggaraan
pendidikan melahirkan sebuah perspektif baru dalam pengelolaan pendidikan yang disebut
dengan Manajemen Berbasis Sekolah.
Terdapat 5 (lima) prinsip pelaksanaan MBS antara lain:
a) Kemandirian
Sekolah yang mandiri dapat diartikan sebagai sekolah yang mampu menyelesaikan
segala permasalahan tanpa terlalu mengandalkan campur tangan dari pemerintah pusat.
Sekolah diharapkan dapat berupaya menciptakan dan meningkatkan situasi, kondisi, dan
budaya kemandirian melalui berbagai cara seperti mengembangkan unit-unit usaha
sekolah, membangun kerja sama dengan pihak lain dalam bidang komersial, dan upaya-
upaya lain untuk meningkatkan pemasukan pendanaan dan peningkatan program
sekolah. 
b) Kemitraan 
Prinsip kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama antara sekolah dengan para pemangku
kepentingan. Esensi kemitraan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan keterlibatan,
kepedulian, kepemilikan, dan dari masyarakat baik berupa dukungan moral, pemikiran,
tenaga, material, maupun finansial. Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan dapat
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah sesuai kategori sekolah. Pastikan
kemitraan yang terjalin saling menguntungkan dan bersifat sejajar.
c) Partisipasi
Partisipasi dapat dimaknai sebagai keterlibatan para pemangku kepentingan secara aktif.
Konteks partisipasi dalam implementasi MBS antara lain dalam hal pengambilan
keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan
di sekolah. Tujuan utama peningkatan partisipasi antara lain untuk meningkatkan
kontribusi, memberdayakan kemampuan pemangku kepentingan, meningkatkan peran
pemangku kepentingan, dan menjamin agar setiap keputusan yang diambil mewakili
aspirasi pemangku kepentingan.  Upaya peningkatan partisipasi di satuan pendidikan

12
dapat diwujudkan melalui penyediaan sarana partisipasi, advokasi, publikasi sekaligus
transparansi terhadap pemangku kepentingan. 
d) Keterbukaan
Sebagai lembaga pendidikan formal yang memberikan pelayanan pendidikan kepada
masyarakat, maka prinsip keterbukaan sangat penting diimplementasikan. Keterbukaan
dapat membangun kepercayaan publik terhadap program-program yang dijalankan oleh
sekolah. Upaya yang dapat dilakukan oleh satuan pendidikan untuk membangun
keterbukaan kepada publik yaitu dengan mendayagunakan berbagai jalur komunikasi
yang tersedia untuk menyampaikan berbagai program yang akan dijalankan serta
menyampaikan laporan dari setiap program yang telah berjalan.
e) Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan prinsip yang sangat penting dijalankan oleh sekolah. Akuntabilitas
memiliki arti suatu keadaan dimana suatu hal dapat dipertanggungjawabkan. Upaya
peningkatan akuntabilitas dapat dilakukan dengan menyusun pedoman pemantauan
kinerja satuan pendidikan, menyusun rencana pengembangan sekolah, memberikan
tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik. .
Munculnya MBS, dikarenakan beberapa alasan antara lain adalah:
a) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya
sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.
b) Sekolah lebih mengeahui bebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidkan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c) Pengambilan keputusan oleh sekolahnya lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan
sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
d) Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat.
e) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarkat dalam pengambilan keputusan sekolah
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
f) Sekolah cepat merespons aspirasi masyarakat dan lingkungan.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan
yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar kepada
sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan keluwesan kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
13
karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha,
dan sebagainya.), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut,
sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan-
keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat
atau stakeholder yang ada.
Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kemandirian lebih besar
dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun
rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan
evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan
sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-
kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini,
maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-
unit di atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan
Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan
sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sifat ketergantungan
rendah; kreatif dan inisiatf, adaptif dan antisipatif/proaktif terhadap perubahan;
memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (inovatif, gigih, ulet, berani mengambil resiko, dan
sebagainya); bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat
terhadap input manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap
kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi
penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumberdaya manusia sekolah yang berdaya, pada
umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggungjawab,
pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol
terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
Contoh tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah:
pemberian kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan
masalah sekolah secara teamwork, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk
mengukur kinerjanya sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide,
mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan,
komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga
sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tertinggi.
Tujuan MBS
14
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian
kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi,
dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan
kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.
Dengan MBS, sekolah diharapkan makin mampu dan berdaya dalam mengurus
dan mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang pada koridor-koridor kebijakan
pendidikan nasional. Perlu digarisbawahi bahwa pencapaian tujuan MBS harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, dan sebagainya).
Karakteristik MBS
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh
sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam
menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik MBS berikut perlu dimiliki. Berbicara
karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika
MBS merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh
karena itu, karakteristik MBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah
efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MBS, pendekatan sistem yaitu input-proses-
output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah
merupakan sistem sehingga penguraian karakteristik MBS (yang juga karakteristik
sekolah efektif) mendasarkan pada input, proses, dan output. Selanjutnya, uraian berikut
dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan
tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah
dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah
dari output.
a)  Output yang diharapkan
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi
sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada
umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi
akademik (academic achievement) dan output berupa prestasi non-akademik (non-
academic achievement). Output prestasi akademik misalnya, NUN/NUS, lomba karya
ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berpikir (kritis,
kreatif/ divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output non-akademik,
15
misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, akhlak/budipekerti, perilaku sosial yang
baik seperti misalnya bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang
yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan,
prestasi olahraga, kesenian, dan kepramukaan.
b.   Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
1) Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
2) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
6) Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
7) Sekolah Memiliki Kewenangan
8) Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
10)  Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan pisik)
11) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
12) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
13) Memiliki Komunikasi yang Baik
14)  Sekolah Memiliki Akuntabilitas
15) Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
16) Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
b) Input Pendidikan
1) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
2) Sumberdaya Tersedia dan Siap
3) Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
5) Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
6) Input Manajemen
Pelaksanaan MBS
Esensi MBS adalah peningkatan  otonomi sekolah, peningkatan partisipasi
warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan peningkatan
fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah. Konsep ini membawa konsekuensi
bahwa pelaksanaan MBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan “idiograpik”
16
(membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MBS) dan bukan lagi
menggunakan pendekatan “nomotetik” (cara melaksanakan MBS yang cenderung
seragam atau konformitas untuk semua sekolah). Oleh karena itu, dalam arti yang
sebenarnya, tidak ada satu resep pelaksanaan MBS yang sama untuk diberlakukan ke
semua sekolah. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan
manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah bukanlah merupakan
proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot and quick-fix), akan tetapi merupakan
proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua pihak yang
berwenang dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan sekolah. Paling tidak, proses
menuju MBS memerlukan perubahan empat hal pokok berikut:
Tahap-tahap Pelaksanaan MBS

1. Melakukan Sosialisasi MBS
Secara umum, garis-garis besar kegiatan sosialisasi/pembudayaan MBS dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Baca dan pahamilah sistem, budaya, dan sumberdaya yang ada di sekolah secara
cermat dan refleksikan kecocokannya dengan sistem, budaya, dan sumberdaya baru
yang diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan MBS.
b.  Identifikasikan sistem, budaya, dan sumberdaya yang perlu diperkuat dan yang perlu
diubah, dan kenalkan sistem, budaya, dan sumberdaya baru yang diperlukan untuk
menyelenggarakan MBS.
c. Buatlah komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang
bertanggungjawab, jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumberdaya yang
cukup mendasar.
d. Bekerjalah dengan semua unsur sekolah untuk mengklarifikasikan visi, misi, tujuan,
sasaran, rencana, dan program-program penyelenggaraan MBS.
e. Hadapilah “status quo” (resistensi) terhadap perubahan, jangan menghindar dan
jangan menarik darinya serta jelaskan mengapa diperlukan perubahan dari
manajemen berbasis pusat menjadi MBS.
f. Garisbawahi prioritas sistem, budaya, dan sumberdaya yang belum ada sekarang,
akan tetapi sangat diperlukan untuk mendukung visi, misi, tujuan, sasaran, rencana,
dan program-program penyelenggaraan MBS dan doronglah sistem, budaya, dan
sumberdaya manusia yang mendukung penerapan MBS serta hargailah mereka
(unsur-unsur) yang telah memberi contoh dalam penerapan MBS.

17
g. Pantaulah dan arahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan,
sasaran, rencana, dan program-program MBS yang telah disepakati.
h. Memperbanyak Mitra Sekolah
2. Merumuskan Kembali Aturan Sekolah, Peran Unsur-unsur Sekolah,   Kebiasaan dan
hubungan antar Unsur-unsur Sekolah  
3. Menerapkan Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik
4. Mengklarifikasi Fungsi dan Aspek Manajemen Sekolah
5. Meningkatkan Kapasitas Sekolah
6. Meredistribusi Kewenangan dan Tanggung jawab
7. Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS/RKAS), Melaksanakan, dan
Memonitor serta Mengevaluasinya.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing Staat (bahasa Belanda dan Jerman); State
(bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis). Istilah Staat mempunyai sejarah sendiri. Istilah itu mula-
mula dipergunakan dalam abad ke- 15 di Eropa Barat. Secara etimologis kata status itu dalam
bahasa Latin Klasik adalah suatu istilah abstrak yang menunjukan keadaan yang tegak dan tetap,
atau sesuatu yang dimiliki sifat-sifat yang tegak dan tegak itu.1 Kata “negara” mempunyai dua
arti. Pertama, negara adalah masyarakat atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis.
Kedua, negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan
dengan demikianmenguasai wilayah itu.

Sentralisasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di


pemerintah pusat. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan paradigma baru
pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah cakrawala dan wawasan pembaca
dalam memahami tentang isi makalah.

19
DAFTARPUSTAKA

Anwar. Muh (2018). Manajemen Berbasis Sekolah. 17(2)


Manan. 1989. Antropologi Pendidikan, Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Ditrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Manan.1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Ditrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Natawidjaja,R. Nana, S,S. Ibrahim, R. As’ari, D. 2007. Rujukan Filsafat, Teori, dan Praktis
Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Press.

Ni‟matul Huda. (2013). Ilmu Negara. http://eprints.ums.ac.id/21887/3/BAB_I.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai