DISUSUN OLEH :
NANTA MULIA
21177021
ii
URAIAN MATERI
Data morfologi hingga sekarang masih tetap dipakai karena mudah diamati dan
praktis digunakan untuk kunci determinasi. Sifat yang mantap pada data morfologi adalah
organ generatif→ bunga dan buah. Data morfologi berupa organ vegetatif yang sering
dipakai antara lain: habit, akar banir, penyebaran bulu pada bagian-bagian tumbuhan. Data
(Mulyani, 2006).
herbarium, ciri-ciri ini menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menyusun
klasifikasi. Di lain pihak, ciri-ciri mikroskopis atau ciri endomorfik sering kali tidak
terdapat pada beberapa golongan tertentu. Meskipun demikian, bukan berarti ciri-ciri
Banyak ciri-ciri morfologi yang penting ternyata diabaikan, baik dari sifat
1
b. Sulit dibuat koleksi (misal pangkal daun dari suku palmae)
persebaran, kerapatan, bentuk, ukuran serta tekstur daun, sistem perakaran, cara
Bagian tumbuhan yang berada dibawah tanah sering kali memberikan ciri-ciri berharga
Bentuk daun seringkali memberikan variasi yang luas mulai dari pangkal daun sampai
ujung daun, khususnya tunas dari berbagai pohonana yang berbeda jenisnya. Ptiksis
yaitu cara penggulungan atau pelipatan organ-organ yang berdiri sendiri seperti daun
atau petala pada waktu kuncup. Sifat-sifat ptiksis ini dapat sebagai bukti taksonomi
pada takson tertentu seperti marga Primula, suku Rosaceae (Lumowa, 2012).
2. Embriologi
struktur maupun proses, seperti: kepala sari, gametofit jantan, gametofit betina, bakal biji,
pembuahan, endosperma, kulit biji, apomiksis dan poliembrio. Pembagian utama Dikotil
dan Monokotil didasarkan pada satu sifat embrio (lembaga), tapi untuk taksa rendah masih
jarang digunakan.
Individu dalam marga atau suku mungkin dicirikan dengan tipe embrionya, dan tanda
ini mungkin dapat dipakai untuk menentukan pembatasan taksonomi dan kekerabatan
2
alami. Data-data embriologis yang digabungkan dengan ciri-ciri anatomi dan morfologis,
dapat digunakan dalam membuat klasifikasi yang lebih baik (Lumowa, 2012).
3. Anatomi
filogeni. Data anatomi ini banyak digunakan untuk mendeterminasi kayu-kayu ekonomis.
b. Susunan sel pelindung stomata berbeda-beda dan mantap untuk marga atau di atasnya.
sehingga memperkuat dugaan bahwa suku tersebut dan sebangsanya mempunyai bunga
Data anatomi antara lain dapat dipergunakan untuk tujuan praktis, misalnya
a. Mempunyai nilai untuk pengenalan dan untuk menentukan kekerabatan dan arah
evolusi spesialisasi
b. Sebagai ciri-ciri identifikasi, sifat-sifat anatomis mungkin dapat dipergunakan pada
semua tingkat taksonomi, tetapi pada tingkat jenis dan di atas tingkat suku dalam
3
d. Kriteria endomorfik tidak mempunyai nilai yang sama pada seluruh taksa (Mulyani,
2006)
4. Palinologi
Palinologi adalah studi tentang serbuk sari dan spora. Serbuk sari menjadi sumber
taksonomi yang penting. Variasi yang diperlihatkan serbuk sari antara lain adalah jumlah
dan letak alur dan lubang di permukaannya, bentuk ukiran eksin (lapisan luar serbuk sari)
serta bentuk umum dan ukurannya. Serbuk sari bisa khas untuk jenis, marga atau suku.
Ciri-ciri utama butir polen yang mempunyai nilai taksonomi adalah jumlah dan
posisi alur, jumlah, posisi dan kekompleksan apertura serta bentuk pahatan eksin. Tipe
5. Sitologi
Sitologi adalah ilmu tentang seluk beluk sel. Meskipun istilah sitologi menyangkut
semua aspek sel, namun bila dikaitkan dengan taksonomi, pembahasan difokuskan pada
kromosom dan berbagai atributnya. Berbagai data kromosom yang digunakan untuk tujuan
taksonomi, yaitu: jumlah, ukuran dan bentuk, perilaku pada waktu meiosis: diambil
kariotipe (keadaan kromosom pada tingkat metaphase dalam proses mitosis), meliputi
4
b. Jumlah kromosom semua individu yang tergolong satu jenis itu umumnya sama,
kecuali dalam beberapa jenis tertentu. Secara garis besar terdapat tiga macam jumlah
kromosom:
1) Sama untuk seluruh anggota golongan, misalnya Pinus seluruh jenisnya
mempunyai n=12
2) Kelipatan jumlah kromosom sehingga terjadi deret poliploidi pada anggota suatu
6. Fisiologi
tergolong dalam satu jenis dianggap menunjukkan sifat fisiologi yang sama pula.
Tumbuhan yang menunjukkan sifat morfologi yang sama mungkin sifat fisiologisnya
7. Fitokimia
5
d. Kristal kalsium oksalat (rapid): membantu dalam penyusunan klasifikasi Rubiaceae,
Centrosperma
Ciri kimiawi dapat mempunyai nilai taksonomi yang tinggi jika dapat menunjukkan
konstan, tidak menyebar pada seluruh takson secara sama, tidak mudah terpengaruh satu
dengan yang lainnya. Ciri kimiawi dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Berupa hasil tumbuhan seperti alkaloid, flavonoid dan terpenoid, serologi dan
elektroforesis protein
1) Butiran-butiran pati
tunggal atau majemuk, mereka bervariasi dalam bentuk dan sering menunjukkan
lapisan.
2) Rafid
besar dalam tumbuhan. Tukalan-tukalan kristal kalsium oksalat ini terbatas pada
kekerabatan.
8. Penyebaran geografis
a. Memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu kelompok populasi perlu
diperlakukan sebagai jenis tersendiri atau cukup sebagai sub spesies, varietas atau
forma.
b. Erat hubungannya dengan factor ekologi yang menentukan beberapa sifat biologi
6
d. Dengan peta penyebaran, setiap jenis dapat diselidiki daerah paling banyak jumlah jenis
dan paling besar variasi ciri-cirinya yang dianggap sebagai pusat keanekaragaman dan
Suatu takson yang terdapat pada suatu areal yang sama dianggap mempunyai
hubungan kekerabatan yang lebih dekat dibanding jika terdapat dalam areal yang
berbeda. Pembatasan takson-takson seperti jenis, anak jenis, varietas, forma sering
yang berbeda. Tumbuhan yang ditemukan di kawasan daerah tropik, jarang ditemukan
kapas dan gandum tumbuh dengan baik di kawasan subtropika. Nama jenis banyak
7
Pinanga javana, Sambucus javanicus (Java = Jawa), Calamus karoensis (Karo =
Sumatera Utara)
C. Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan
1. Klasifikasi
Klasifikasi adalah penyusunan tumbuhan secara teratur ke dalam suatu herarki.
Sistem penyusunan ini berasal dari kumpulan informasi tumbuhan secara individual yang
menggambarkan kekerabatan. Misalkan dalam klasifikasi tumbuhan merupakan Klasifikasi
Tumbuhan dibagai menjadi 5 divisio, yaitu:
a. Divisio Schyzophyta (tumbuhan belah)
b. Divisio Thallophyta (tumbuhan talus)
c. Divisio Bryophyta (tumbuhan lumut)
d. Divisio Pterydophyta (tumbuhan paku)
e. Divisio Spermatophyta (tumbuhan biji)
Klasifikasi bertujuan untuk menyederhanakan objek studi yaitu mencari
keanekaragaman dalam keseragaman. Kesamaan-kesamaan atau keseragaman itulah
yang nantinya akan menjadi dasar dalam pengklasifikasian jadi suatu takson atau suatu unit
mempunyai sejumlah kesamaan-kesamaan sifat (Falahudin, 2015).
2. Identifikasi
Identifikasi ini ada dua macam yaitu; identifikasi tumbuhan yang belum dikenal oleh
dunia ilmu pengetahuan, dan identifikasi tumbuhan yang sudah dikenal oleh dunia ilmu
pengetahuan (Tjitrosoepomo, 2005).
a. Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan
Jika kita mengadakan koleksi tumbuhan kemungkinan setelah mengadakan
penelusuran pustaka yang ada di dunia ini atau pengecekan terhadap pustaka-
pustaka atau koleksi herbarium yang ada di Lembaga Herbarium Internasional di
seluruh dunia, diketahui bahwa tumbuhan tersebut belum diidentifikasi atau di beri
nama, maka tugas kita adalah memberi nama timbuhan dan menempatkannya dalam
klasifikasi tumbuhan. Untuk memberi nama baru harus mengikuti aturan yang ada
dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) dan hendaknya harus
mengikuti rekomendasinya. Nama yang harus diberikan adalah nama ilmiah, syah,
dipublikasi secara valid dan efektif serta berhubungan secara permanent dengan salah
8
satu elemen dari takson tersebut, yaitu tipe tatanama dari takson baru tersebut. Untuk
klasifikasinyapun diharapkan agar dapat disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Identifikasi tumbuhan selalu didasarkan atas specimen (bahan) yang real, baik
specimen yang masih hidup maupun yang telah diawetkan. Oleh pelaku
identifikasi specimen yang belum dikenal itu, melalui studi yang seksama
kemudian dibuatkan candra yang memuatkan ciri-ciri diagnostiknya. Berikutnya
adalah menetapkan specimen itu merupakan anggota populasi jenis apa, dan
berturut-turut ke atas di masukkkan kategori mana (marga, suku, bangsa, dan kelas
serta devisinya). Penentuan nama jenis dan tingkat takson ke atas berturut-turut
tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam KITT. Nama takson
baru itu selanjutnya harus dipublikasikan melalui cara-cara yang diatur dalam KITT.
b. Identifikasi tumbuhan yang sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan
Untuk identifikasi tumbuhan yang kita tidak kenal, tetapi telah dikenal oleh
dunia ilmu pengetahuan tersedia beberapa sarana, antara lain :
1) Menanyakan identitas tumbuhan yang tidak kita kenal kepada seorang yang kita
anggap ahli dan kita perkirakan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan
kita.
2) Mencocokkan dengan specimen herbarium yang telah diidentifikasi. Cara ini
merupakan cara yang umum terjadi di seluruh dunia, yang berupa pengiriman
specimen tumbuhan ke herbarium atau lembaga-lembaga penelitian biologi
yang benar untuk diidentifikasikan. Selain itu cara ini juga kerap digunakan
antar ilmuwan untuk memperoleh kepastian mengenai identitas tumbuhan,
pengecekan silang atau konfirmasi.
3) Mencocokkan candra dan gambar-gambar yan ada dalam buku flora atau
monografi. Selain penguasaan ilmu hayat, pelaku identifikasi dengan caraini
harus pula menguasai peristilahan yang lazim digunakan dalam mencandra
tumbuhan. Selain itu, kadang diperlukan juga peralatan tertentu seperti perangkat
alat pengurai (dissecting kit), kaca pembesar, bahkan mikroskop.
4) Menggunakan kunci identifikasi. Kunci identifikasi adalah serentetan
pertanyaan-pertanyaan yang jawabanya harus ditemukan pada specimen yang
9
akan diidentifikasi. Bila semua pertanyaan berturut-turut dalam kunci identifikasi
itu ditemukan jawabannya, berarti tumbuhan yang akan diidentifikasikan
sama dengan salah satu yang telah dibuat kuncinya, dan nama serta tempatnya
dalam system klasifikasi akan diketahui setelah semua pertanyaan dalam kunci
dapat dijawab.
5) Menggunakan lembar identifikasi jenis (spesies identification sheet), yaitu
sebuahgambar suatu jenis tumbuhan yang disertai nama dan klasifikasijenis
yang bersangkutan. Disamping itu, gambar juga dilengkapi dengan candra serta
keterangan-keterangan lain menambah lengkapnya informasi mengenai jenis
tumbuhan tadi. Dengan tersedianya lembar-lembar identifikasi jenis, yang
merupakan flora bergambar untuk suatu lingkungan tertentu, mereka dimungkinkan
untuk mengadakan inventarisasi jenis-jenis gulma -gulma yang ada dalam
wilayah kerjanya. Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang dapat
menunjang kepentingan-kepentingan lain, seperti dalam menetapkan metode
pengendalian gulma di perkebunan yang bersangkutan (Mulyani, 2006).
3. Nomenklatur
Nomenklatur adalah pemberian nama pada tumbuhan atau tata nama yang baik.
Adapun cara pemberian nama itu melibatkan asas-asas yang diatur oleh peraturan-
peraturan yang dibuat dan disahkan Kongres Botani sedunia. Peraturan-peraturan
tersebut secara formal dimuat pada Kode Internasional Tatanama Tumbuhan
(International Code of Botanical Nomenclature). Ada juga yang berpendapat bahwa
Nomenklatur adalah merupakan tujuan utama sistem ini yang menciptakan satu nama
untuk setiap takson (Rideng, 1989). Kode tatanama ini bertujuan untuk menyediakan
cara yang mantap dalam pemberian nama bagi kesatuan-kesatuan taksonomi, menjauhi
atau menolak pemakaian nama-nama yang mungkin menyebabkan kesalahan atau
keragu-raguan atau yang menyebabkan timbulnya kesimpangsiuran dalam ilmu
pengetahuan (Rifai,1973).
10
KESIMPULAN
1. Sifat-sifat yang dipakai sebagai bukti taksonomi digunakan dalam mendeterminasi,
mencirikan dan menggolongkan jenis-jenis tumbuhan.
2. Bukti taksonomi dapat ditemukan pada morfologi, embriologi, anatomi, palinologi, sitologi,
fisiologi, fitokimia, dan penyebaran grafis.
3. Dasar-dasar taksonomi tumbuhan ada 3, yaitu: klasifikasi, identifikasi, dan nomenklatur.
11
DAFTAR PUSTAKA
Falahudin, I. dkk. 2014. Biologi Dasar. Palembang : Excellent Publishing Palembang.
Falahudin, I. 2015. Panduan Praktikum Biologi Umum. Palembang: Universitas Islam Negeri
Raden Fatah.
Lumowa, S.V.T. 2012 . Bahan Ajar Botani Tingkat Tinggi.Samarinda: Universitas mulawarman
Mulyani, S. 2006. Botani Umum 3. Yogyakarta : Kanisius.
Rifai, M. A. 1976. Sendi-sendi Botani Sistematika. Bogor : Lembaga Biologi Nasional-LIPI.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Umum (Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan).
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
12